Anda di halaman 1dari 12

PHOTOTHERAPY

DI SUSUN OLEH :
Kelompok 5

1. Erika Dwi Putri Manihuruk 032018031


2. Sr. Kristina FSE 032018038
3. Hendrianus Ziliwu 032018040

Dosen Pembimbing : Ibu. Amnita Ginting., S.Kep., NS.,

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK


STIKes SANTA ELISABETH MEDAN
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karna berkat dan rahmatnya,
kami dapat menyusun serta menyajikan makalah tentang “PHOTOTHERAPY” sebagai salah satu
tugas kuliah. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan dan motivasi kepada kami.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik serta saran yang
membangun guna menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi acuan dalam menyusun
makalah dan tugas selanjutnya.
Kami juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan
pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud kami.

Medan, 14 April 2020

Kelompok 5
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Phototherapy adalah suatu alat dengan menggunakan penyinaran sinar dengan intensitas
tinggi. Fungsi alat phototherapy adalah untuk pengobatan atau terapi sinar pada bayi yang terkena
penyakit kuning. Penyakit ini disebabkan oleh adanya penimbunan bilirubin di bawah jaringan kulit
atau selaput lendir yang ditandai dengan warna kuning yang terlihat pada kulit atau di bawah
selaput lendir. Prinsip alat phototherapy adalah dengan memberikan sinar pada kulit bayi secara
langsung dalam jangka waktu tertentu, dengan jarak penyinaran kurang lebih 45 cm.
Phototherapy yang biasa digunakan saat ini dilengkapi dengan penyinaran yang berfungsi
untuk menyinari seluruh bagian bayi atau pasien. Namun, alat yang ada saat ini memiliki
kekurangan yaitu tidak adanya sensor suhu yang berfungsi untuk memantau suhu bayi atau pasien
selama proses penyinaran berlangsung. Pada saat penyinaran suhu tubuh bayi dipertahankan sekitar
36-37ºC (suhu ketiak). Apabila suhu berada di bawah 36ºC maka bayi akan mengalami
hipotermi/kedinginan. Gejala awal hipotermi apabila suhu di bawah 35ºC atau kedua kaki dan
tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi
sedang (suhu 32-35ºC). Disebut hipotermi berat apabila suhu bayi kurang dari 32ºC. Apabila suhu
lebih dari 37ºC maka bayi akan mengalami hypertermi/kepanasan. Gejala hypertermi yaitu suhu
badannya tinggi, terasa kehausan, mulut kering-kering, lemas, anoreksia (tidak selera makan), nadi
cepat dan pernafasan tidak teratur. Berdasarkan hasil rumusan yang ada, maka dirancang alat
phototherapy dilengkapi dengan sensor suhu yang berfungsi memantau suhu bayi selama proses
penyinaran. Oleh karena selama waktu penyinaran berlangsung, suhu bayi atau pasien akan tetap
terpantau. Selain itu pada alat ini juga terdapat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa defenisi dari Phototherapy


2. Apa tujuan dari Phototherapy
3. Indikasi penggunaan Phototherapy
4. Prinsip kerja Phototherapy
5. Prosedur pelaksanaan Phototherapy

1.3 Tujuan
Agar kita dapat mengetahui cara penggunaan dan manfaat phototherapy bagi bayi yang
mengalami perubahan warna yang abnormal pada bayi.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Defenisi

Phototerapy merupakan terapi sinar untuk menurunkan kadar bilirubin darah dengan cara
memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi sehingga mudah dipecah dan larut dalam air.
Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin total > 10 mg/dl dalam 24 jam kelahiran. Lama fototerapi
ditentukan berdasarkan kadar bilirubin neonatus dan periode waktu fototerapi dilakukan selama 24
jam terhadap perubahan kadar bilirubin dan dilakukan berulang hingga kadar bilirubin kembali
normal. (Vivian, 2010).
Menurut Wong dan Hockenberry (2007) fototerapi adalah metode terapi dengan
menggunakan cahaya dari lampu fluorescent yang dipaparkan pada kulit bayi cahaya dari lampu
fluorescent mampu meningkatkan ekskresi billirubin menjadi lumirubin dengan fotoisomerisasi,
yakni mengubah struktur billirubin menjadi lumirubin, zat yang larut dalam air agar lebih mudah
untuk diekskresikan melalui feses dan urin.
Phototerapy dilakukan dengan menggunakan sinar lampu khusus dengan intensitas tinggi,
secara umum efektif untuk mengurangi serum bilirubin dan mencegah icterus. Selain itu, fototerapi
akan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk diekresikan melalui empedu
atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yang cepat dibersihkan
dari plasma empedu (Maisels dan Mc Donagh, 2008).
Efektivitas fototerapi tergantung pada kualitas cahaya yang dipancarkan lampu (panjang
gelombang), intensitas cahaya (iradiasi), luas permukaan tubuh, ketebalan kulit dan pigmentasi,
lama paparan cahaya, kadar bilirubin total saat awal fototerapi.Fototerapi yang intensif seharusnya
dapat menurunkan kadar bilirubin total serum 1-2 mg/dL dalam 4-6 jam, sehingga kadar bilirubin
harus dimonitor setiap 4-12 jam.
Dampak fototerapi akan meningkat jika kadar bilirubin di kulit makin tinggi. Fototerapi
mengubah bilirubin di kapiler superfisial dan jaringan interstitial dengan reaksi fotokimia dan
fotooksidasi menjadi isomer (isomerisasi struktural dan konfigurasi) secara cepat, yang larut dalam
air dan dapat diekskresi melalui hepar tanpa proses konjugasi sehingga mudah diekskresi dan tidak
toksik.

2.2 Tujuan

Fototerapi digunakan sebagai terapi pengobatan pada bayi baru lahir yang mengalami
ikterus karena aman dan efektif unntuk menurunkan ikterus dalam darah. Fototerapi merupakan
terapi dengan memanfaatkan energi sinar untuk mengubah bentuk dan struktur bilirubin yakni
mengubah bilirubin indirek menjadi direk, didalam usus bilirubin direk akan terikat oleh makanan
menjadi molekul yang dapat diekskresikan melalui feses (Maisels,2008).
Tujuan fototerapi adalah mengonversi bilirubin menjadi photoisomers kuning dan produk
oksidasi tidak berwarna yang kurang lipofilik dari bilirubin dan tidak memerlukan konjugasi hepar
untuk ekskresi. Photoisomers diekskresikan terutama dalam empedu dan produk oksidasi terutama
di urin.

2.3 Indikasi

Penggunaan fototerapi sesuai anjuran dokter biasanya diberikan pada neonatus dengan kadar
billirubin indirect lebih dari 10 mg% sebelum transfusi tukar, atau sesudah transfusi tukar.

2.4 Efek samping

yang dapat timbul berupa :


1. eritema,
2. dehidrasi (kehilangan cairan transepidermal),
3. hipertermi,
4. kerusakan retina.
5. Tanning (perubahan warna kulit) : induksi sintetis atau disperse oleh cahaya ultra violet
6. Syndrome bayi Bronze : penurunan ekskresi hepatic dari foto produk billirubin
7. Diare : billirubin menginduksi sekresi usus
8. Toleransi laktosa : trauma mukosa dari epitel villi
9. Hemolisis : trauma fotosensitif pada eritrosit sirkulasi.

2.5 Alat dan bahan


1. Bagian-bagian alat fototerapi adalah kabel penghubung alat dengan sumber listrik, pengatur
jarak lampu dengan bayi, tombol power on/off untuk menghidupkan atau mematikan lampu
fototerapi, dan hourmeter (petunjuk berapa jam fototerapi yang sudah dipakai).
2. Incubator
3. Sarung tangan
4. Hand rub
5. Penutup mata bayi
6. Popok bayi
7. Bantal bayi
8. 2 handuk kecil
2.6 Persiapan Klien
1. Pastikan identitas pasien
2. Kaji kondisi bayi (adanya hambatan, riwayat perdarahan, frkatur)
3. Jaga privasi klien
4. Jelaskan tujuan pada anak dan keluarga
5. Libatkan orang tua/pengasuh
2.7 Prinsip kerja Phototerapy

Fototerapi dapat memecah billirubin menjadi dipirol yang tidak toksik dan diekskresikan
melalui urine dan feses. Cahaya yang dihasilkan oleh terapi sinar menyebabkan reaksi fotokimia
dalam kulit (fotoisomerisasi) yang mengubah billirubin tak terkonjugasi ke dalam fotobillirubin dan
kemudian diekskresi di dalam hati kemudian ke empedu, produk akhir reaksi adalah reversible dan
di ekskresikan ke dalam empedu, tanpa perlu konjugasi.
Cara kerja fototerapi adalah dengan mengubah billirubin menjadi bentuk yang larut dalam
air untuk diekskresikan melalui empedu atau urin. Ketika billirubin mengabsorbsi cahaya, terjadi
reaksi fotokimia yaitu isomerisasi. Juga terdapat konversi irreversible menjadi isomer kimia lainnya
bernama lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah
produk terbanyak degradasi billirubin akibat fototerapi pada manusia. Sejumlah kecil billirubin
plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin. Foto
isomer billirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa diekskresikan
melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bias diekskresikan lewat urin (Maisels dan
McDonagh, 2008).
Durasi fototerapi dihitung berdasarkan waktu dimulainya fototerapi sampai fototerapi
dihentikan. Pencatatan durasi fototerapi yang akurat merupakan tanggungjawab perawat karena
berkaitan dengan penggantian tabung dan lama penggunaan tabung fototerapi. Tabung diganti
setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi
(Moeslichan, dkk, 2009). Durasi fototerapi ditentukan oleh penurunan nilai total serum billirubin
sampai mencapai nilai yang diharapkan, sehingga tidak ada penetuan berapa jam sebaiknya durasi
fototerapi diberikan (American Academy of Pediatrics, 2011).
Fototerapi diberikan secara berkelanjutan dan hanya dihentikan saat bayi menyusu atau
dimandikan. Saat fototerapi bayi telanjang, hanya digunakan penutup mata berwarna putih dan
popok, dan fototerapi diberikan selama 24 jam. Setelah fototerapi selesai, dilakukan pengambilan
sampel darah 2 mL untuk pemeriksaan kadar bilirubin total setelah fototerapi.
Menurut American Academic of pediatri, 2004 Prinsip Pemberian terapi sinar adalah :
1. Hangatkan ruangan, tempatkan bayi dibawah sinar terapi sinar, bila berat badan bayi kurang dari
2 kg masukan bayi dalam inkubator.
2. Tutup mata bayi dengan penutup mata, pastikan bayi terpapar langsung sinar fototerapi,
fokuskan lampu fototerapi.
3. Balikkan posisi tidur bayi tiap 3 jam, perhatikan apa yang terjadi pada kulit seluruh tubuh bayi.
4. Pastikan bayi mendapat asupan asi atau susu formula sesuai kebutuhan.
5. Perhatikan selama bayi menjalani terapi sinar konsistensi tinja bayi bisa menjadi lebih lembek
dan berwarna kuning.
6. Ukur suhu bayi tiap 3 jam, dan suhu ruangan, pastikan bayi tidak mengalami hipertermi.
7. Ukur kadar bilirubin total dalam 24 jam.
8. Hentikan terapi sinar bila kadar bilitubin <12mg/dl.
9. Pantau berat badan bayi dalam 24 jam setelah pemberian terapi sinar
10. Motivasi ibu untuk memeras Asi dan menyimpannya dalam plastik asi, makan-makanan yang
bergizi.
11. Ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasehat untuk membawanya kembali bila bayi
bertambah kuning di rumah.
12. Ajarkan ibu untuk menyusui bayinya tiap 2-3 jam walaupun bayi dalam keadaan tidur
bangunkan bayi untuk menyusui.

2.8 Persiapkan Unit Phototherapy

1. Memastikan bahwa tutup plastik atau pelindung berada pada posisinya. Hal ini mencegah
cedera pada bayi jika lampu pecah dan membantu menapis sinar yang berbahaya.
2. Menghangatkan ruangan tempat unit diletakkan, bila perlu, sehingga suhu dibawah sinar
adalah 28oC sampai 30oC.
3. Menyalakan unit, dan pastikan bahwa semua tabung fluoresen bekerja.
4. Mengganti tabung fluoresen yang terbakar atau yang berkedip-kedip.
5. Mencatat tanggal tabung diganti dan ukur durasi total penggunaan tabung tersebut.
6. Mengganti tabung setiap 2000 jam penggunaan atau setelah tiga bulan, mana saja yang
terlebih dahulu, walaupun tabung masih bekerja.
7. Menggunakan seprai putih pada pelbet, tempat tidur bayi, atau inkubator, dan letakkan tirai
putih disekitar tempat area tempat unit diletakkan untuk memantulkan sinar sebanyak
mungkin kembali ke bayi.

2.9 Prosedur Pelaksanaan Tindakan Phototherapy

a. Fase Persiapan

1) Pastikan bahwa tutup plastik atau pelindung berada pada posisinya. Hal ini mencegah cedera
pada bayi jika lampu pecah.
2) Hangatkan ruangan tempat unit diletakkan, bila perlu, sehingga suhu di bawah sinar adalah 28°c
sampai 30°c.
3) Nyalakan unit dan pastikan bahwa semua tabung fluorescent bekerja
4) Ganti tabung fluorescent yang terbakar atau berkedip-kedip :
 Catat tanggal tabung diganti dan ukur durasi total penggunaan tabung tersebut
 Ganti tabung setiap 2000 jam penggunaan atau setelah tiga bulan, mana saja yang terlebih
dahulu walaupun tabung masih bekerja
5) Gunakan seprey putih pada pelbet, tempat tidur bayi atau inkubator dan letakkan tirai putih
disekitar tempat area tempat unit diletakkan untuk memantulkan sinar sebanyak mungkin
kembali ke bayi.

b. Fase Pelaksanaan

1) Letakkan bayi di bawah fototerapi


 Jika berat badan bayi 2 kg atau lebih, letakkan bayi telanjang pada pelbet atau tempat tidur.
Letakkan atau jaga bayi kecil dalam inkubator
 Perhatikan adanya billier atau obstruksi usus Fototerapi dikontraindikasikan pada kondisi ini
karena fotoisomer billirubin yang diproduksi dalam kulit dan jaringan subkutan dengan
pemajanan pada terapi sinar tidak dapat diekskresikan.
 Ukur kuantitas fotoenergi bola lampu fluorescent (sinar putih atau biru) dengan menggunakan
fotometer. Intensitas sinar menembus permukaan kulit dan spectrum biru menentukan
seberapa dekat bayi ditempatkan terhadap sinar. Sinar biru khusus dipertimbangkan lebih
efektif daripada sinar putih dalam meningkatkan pemecahan billirubin.
 Letakkan bayi di bawah sinar sesuai dengan yang di indikasikan.
 Tutup mata bayi dengan potongan kain, pastikan bahwa potongan kain tersebut tidak
menutupi hidung bayi. Inspeksi mata setiap 3 jam untuk pemberian makan, sering pantau
posisi. Mencegah kemungkinan kerusakan retina dan konjungtiva dari sinar intensitas tinggi.
Pemasangan yang tidak tepat dapat menyebabkan iritasi, abrasi kornea dan konjungtivitis dan
penurunan pernapasan oleh obstrukksi passae nasal.
2) Ubah posisi bayi setiap 2-3 jam, Memungkinkan pemajanan seimbang dari permukaan kulit
terhadap sinar fluorescent, mencegah pemajanan berlebihan dari bagian tubuh individu dan
membatasi area tertekan.
3) Pastikan bayi diberi makan
 Dorong ibu menyusui sesuai kebutuhan terapi minimal 3 jam :
- Selama pemberian makan pindahkan bayi dari unit fototerapi dan lepaskan penutup mata
- Memberikan suplemen atau mengganti ASI dengan jenis makanan atau cairan lain tidak di
perlukan (misalnya, pengganti ASI)
4) Perhatikan bahwa feses bayi warna dan frekuensi defekasi dapat menjadi encer dan urin saat bayi
mendapatkan fototerapi. Hal ini tidak membutuhkan penanganan khusus. Defekasi encer, sering
dan kehijauan serta urin kehijauan menandakan keefektifan fototerapi dengan pemecahan dan
ekskresi billirubin.
5) Dengan hati-hati cuci area perianal setelah setiap defekasi inspeksi kulit terhadap kemungkinan
iritasi dan kerusakan. Membantu mencegah iritasi dan ekskoriasi dari defekasi yang sering atau
encer.
6) Lanjutkan terapi dan uji yang diprogramkan lainnya :
 Pindahkan bayi dari unit fototerapi hanya selama prosedur yang tidak dapat dilakukan saat di
bawah sinar fototerapi
 Jika bayi mendapatkan oksigen, matikan sinar sebentar saat mengamati bayi untuk
mengetahui adanya sianosis sentral (lidah dan bibir biru).
7) Pantau kulit bayi dan suhu inti setiap 2-3 jam atau lebih sering sampai stabil (36,5°c-37,5°c).
Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi sebagai respon terhadap pemajanan sinar, radiasi dan
konveksi.
8) Pantau masukan dan haluaran cairan, timbang BB bayi setiap hari. Perhatikan tanda-tanda
dehidrasi misalnya penurunan haluaran urin, fontanel tertekan, kulit hangat atau kering dengan
turgor kulit buruk, dan mata cekung. Tingkatkan masukan cairan peroral sedikitnya 25%.
Peningkatan kehilangan air melalui feses dan evaporasi dapat menyebabkan dehidrasi.
9) Ukur kadar billirubin serum setiap 12 jam Penurunan kadar billirubin menandakan keefektifan
fototerapi, peningkatan yang kontinu menandakan hemolisis yang kontinu dan dapat
menandakan kebutuhan terhadap transfusi tukar.
 Hentikan fototerapi jika kadar billirubin serum di bawah kadar saat fototerapi dimulai atau
15mg/dl
 Jika billirubin serum mendekati kadar yang membutuhkan transfusi tukar atau pemindahan
dan segera rujuk bayi kerumah sakit tersier atau pusat spesialisasi untuk transfuse tukar, jika
memungkinkan kirim sampel darah ibu dan bayi.
10) JIka serum billirubin tidak dapat diukur, hentikan fototerapi setelah tiga hari. Billirubin pada
kulit dengan cepat menghilang dibawah fototerapi. Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai
panduan kadar billirubin serum selama 24 jam setelah penghentian fototeapi.
c. Fase Terminasi

Evaluasi :
1. Kaji kembali perubahan warna kulit bayi
2. Kaji adanya efek samping yang terjadi selama phototherapy dilakukan
3. Cek hasil lab untuk Hb dan bilirubin
4. Mengecek bahwa feses bayi warna dan frekuensi defekasi dapat menjadi encer dan urin saat bayi
mendapatkan fototerapi.

Dokumentasi :
1. Nama bayi
2. No. Rekam medik
3. Tanggal dan jam dimulainya dan selesainya fototerapi
4. Waktu malakukan fototerapi
5. Nama perawat dan paraf.
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Phototherapy adalah suatu alat dengan menggunakan penyinaran sinar dengan intensitas
tinggi. Fungsi alat phototherapy adalah untuk pengobatan atau terapi sinar pada bayi yang terkena
penyakit kuning. Penyakit ini disebabkan oleh adanya penimbunan bilirubin di bawah jaringan kulit
atau selaput lendir yang ditandai dengan warna kuning yang terlihat pada kulit atau di bawah
selaput lendir.

3.2 SARAN

Kami mengetahui bahwa pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurna. Tetapi kami
mengharapkan makalah ini dapat berguna dalam proses pembelajaran. Dan kami membutuh kan
saran yang membangun dari teman-teman demi kelengkapan makalh kami ini.
DAFTAR PUSTAKA

Maisels, M. J & McDonagh A. F, (2008). Phototerapy for Neonatal Joundice. The New England
Journal of Medicine,
Shinta P, (2012). Pengaruh Perubahan Posisi Tidur Pada Bayi Baru Lahir Hiperbillirubinemia
Dengan Fototerapi Terhadap Kadar Billirubin Total. Ejurnal.stikerborromeus.ac.id
Stokowski L A., (2006). Fundamentals of phototerapy for neonatal jaundice. Advances in Neonatal
Care

Anda mungkin juga menyukai