Berita itu, walau sebenarnya lama sudah kita ketahui, tetap saja
mengejutkan. Betapa luar biasa kenyataan yang digambarkan
dalam laporan terbaru INFID dan Oxfam: Indonesia adalah negara
keenam dunia dalam hal ketimpangan ekonomi atau
kesejahteraan publiknya. Bagaimana kekayaan empat orang,
sekali lagi hanya empat orang terkaya di Indonesia, melebihi
kekayaan 100 juta penduduk termiskin?
Jangankan menyebut angka, merinding pun tidak berani saya: Rp
325 triliun (25 miliar dollar AS)! Dalam angka lain, 10 persen orang
terkaya menguasai 77 persen dari kekayaan nasional. Bagaimana
sisa kekayaan (23 persen) harus dibagi pada 90 persen penduduk?
Pada akhirnya, dalam perebutan kekayaan itu rakyat jelata hanya
bisa bisu dan gigit jari karena agresivitas dan kerakusan kelas
menengah (dan sebagian elite) memperebutkan sisa itu.
Negeri apa sebenarnya Indonesia ini? Ketika mereka yang menjadi
obligor terbesar-karena amanah dan fasilitas luar biasa yang kita
berikan pada mereka-ternyata justru menikmati keuntungan dari
tragedi kebangsaan kita itu. Parlemen, misalnya, bukan prihatin
dan bersatu untuk berjuang memperbaiki itu, tetapi malah sibuk
dengan kepentingan sempit kelompoknya; otak-utik undang-
undang politik, mengurus dan ikut-ikutan demonstrasi, hak
angket yang mokal-mokal yang tidak terlalu prinsipil, dan
sebagainya.
Negeri apa ini jika semua tragedi kesejahteraan publik di atas lebih
banyak diakibatkan oleh kekeliruan sistemik, "struktural" dalam
bahasa Oxfam, yang artinya kita menyusun, memutuskan, dan
memberlakukan sebuah sistem yang justru menciptakan
kesengsaraan yang kian luas.
Negeri apa ini di kala yang menyedihkan itu para kapitalis dan
korporat besar terus sibuk menimbun harta di gudang "Paman
Gober" mereka yang telah penuh. Hingga kapan hingga berapa
gudang, padahal mereka tidak berbuat apa pun? Sementara
hartanya membutuhkan lebih dari satu generasi untuk
menghabiskannya.
Berapa ribu pengusaha UKM tertolong dengan angka Rp 13 miliar
yang mereka belanjakan sehari itu? Berapa gudang dan generasi
lagi mereka harus merebut (kadang dengan paksa) rezeki orang
lain yang umumnya orang-orang kurang dan tak berdaya karena
tidak punya sumber daya: modal, relasi, pendidikan, dan
seterusnya?
Negeri apa Indonesia kita ini jika membiarkan semua hal itu
terjadi? Inikah negeri yang kita idealisasikan dengan Pancasila?
Pancasilaiskah kita, wahai kaum elite, jika 90 persen dari
rakyatmu, konstituen yang harusnya kalian wakili dan bela,
berebut remah-remah (sisa pesta ekonomi kalian) dari rezeki
nasional kita?
Lalu, untuk apa ideologi? Untuk apa dia yang kita sebut "harga
mati"?
Negeri tidak Pancasilais
Marilah kita mulai jujur, berbening hati, dan berpikir jernih.
Berulang kali saya telah menyatakan betapa persoalan mendasar
rony_sandra25@yahoo.com
3
rony_sandra25@yahoo.com
4
rony_sandra25@yahoo.com
5
rony_sandra25@yahoo.com
6
rony_sandra25@yahoo.com
7
22 Oktober 2016
rony_sandra25@yahoo.com
8
rony_sandra25@yahoo.com
9
rony_sandra25@yahoo.com
10
rony_sandra25@yahoo.com
11
rony_sandra25@yahoo.com
12
2 Juni 2016
rony_sandra25@yahoo.com
13
rony_sandra25@yahoo.com
14
rony_sandra25@yahoo.com
15
rony_sandra25@yahoo.com
16
rony_sandra25@yahoo.com
17
rony_sandra25@yahoo.com
18
22 Juli 2016
Desa Pancasila
M DAWAM RAHARDJO
rony_sandra25@yahoo.com
19
rony_sandra25@yahoo.com
20
rony_sandra25@yahoo.com
21
rony_sandra25@yahoo.com
22
rony_sandra25@yahoo.com
23
16 November 2015
rony_sandra25@yahoo.com
24
rony_sandra25@yahoo.com
25
rony_sandra25@yahoo.com
26
rony_sandra25@yahoo.com
27
2 Juli 2015
Pendampingan Desa
SUTORO EKO
Pemerintah akan segera memobilisasi fasilitator atau pendamping
untuk menjalankan pendampingan desa, sebagai bentuk
pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa.
Dalam diskusi para pihak di berbagai ruang dan tempat,
pendampingan desa berpijak kepada dua argumen dan tujuan.
Pertama, pendampingan desa merupakan tindakan meningkatkan
kemampuan desa dalam mengelola pemerintahan, pembangunan,
pemberdayaan, dan kemasyarakatan. Kedua, banyak pihak
khawatir dana desa yang diamanatkan UU desa tak efektif dan
berpotensi menimbulkan korupsi besar-besaran oleh kepala desa.
Karena itu, pendampingan desa merupakan tindakan untuk
mengawal efektivitas dan akuntabilitas dana desa.
Kapasitas, efektivitas, dan akuntabilitas harus menjadi perhatian
serius dalam pendampingan desa. Tetapi, pengutamaan ketiga
aspek itu bisa membuat pendampingan, seperti halnya
pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan, terjebak pada
apa yang disebut James Ferguson (1990) sebagai "mesin anti
politik". Dalam The Anti-Politics Machine: Development,
Depoliticization, and Bureaucratic Power in Lesotho, Ferguson
menunjukkan pembangunan sebagai nilai utama telah gagal
membawa kesejahteraan rakyat. Mengapa?
Pembangunan adalah instrumen teknis, proyek dan industri yang
anti politik. Di satu sisi, pembangunan adalah instrumen
rony_sandra25@yahoo.com
28
rony_sandra25@yahoo.com
29
rony_sandra25@yahoo.com
30
Propolitik
Saya berulang kali berdiskusi tentang pendampingan desa dengan
Menteri Marwan Jafar maupun tim teknokrat-birokrat di
Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Kami membangun
sebuah pemahaman bahwa pendampingan desa bukan perkara
proyek dan teknis-manajerial yang anti politik, tetapi harus
mengandung politik. Propolitik bukan dalam pengertian mesin
politik, tetapi pendampingan desa harus mengandung jalan
ideologis sesuai dengan UU desa, representasi politik, serta
pemberdayaan, dan edukasi politik.
Pertama, Marwan berulang kali menegaskan pendampingan desa
jangan terjebak pada proyek, tetapi harus menjadi jalan ideologis
memuliakan dan memperkuat desa, termasuk mewujudkan
idealisme Nawacita di ranah desa, dengan spirit "Desa
Membangun Indonesia". Kami menjabarkan gagasan ini dengan
menegaskan bahwa pendampingan desa bukan sekadar
berurusan dengan kapasitas dan efektivitas, tetapi hendak
mempromosikan desa sebagai "masyarakat berpemerintahan"
(self governing community) yang maju, kuat, mandiri, dan
demokratis.
Kedua, pendampingan merupakan jalan perubahan yang
mengandung repolitisasi rakyat. Repolitisasi ini bukan membuat
rakyat menjadi mesin politik atau mobilisasi partisipasi, tetapi
memperkuat representasi politik rakyat agar punya kesadaran
kritis dalam dunia politik dan berdaulat dalam hak dan
kepentingan mereka. Salah satu indikator kesadaran kritis adalah
tumbuhnya sikap dan tindakan orang desa menolak (anti) politik
uang.
rony_sandra25@yahoo.com
31
rony_sandra25@yahoo.com
32
16 Mei 2016
rony_sandra25@yahoo.com
33
rony_sandra25@yahoo.com
34
rony_sandra25@yahoo.com
35
Dua tahap
Sebagai konsekuensi dari tata birokrasi, pemerintah daerah dan
pusat harus turun tangan mengatasi kepailitan desa. Pemerintah
daerah di kawasan timur mungkin menderita lebih parah
sehubungan dengan peluang persentase bumdes pailit lebih besar.
Oleh sebab itu, Endang Basuni menggagas dua tahap penerbitan
perpres bumdes. Pertama, peraturan diarahkan untuk
menginisiasi model-model pengelolaan bumdes. Legalitas
presiden menjadi fondasi penyusunan peta jalan, pengembangan
model percontohan, dan kerja sama dengan pihak ketiga. Tahap
ini diakhiri dengan rangkuman pola-pola pengelolaan bumdes
yang berbeda-beda seturut keragaman tipologi desa di Indonesia.
Kedua, barulah diluncurkan perpres percepatan pendirian
bumdes di sebagian besar desa. Legalitas bersubstansi memilah
kelayakan desa dalam mendirikan bumdes, serta keragaman
dukungan yang dibutuhkan untuk mengembangkannya. Tentu
saja termasuk dukungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia untuk mempermudah pendirian badan hukum bisnis
bagi bumdes.
IVANOVICH AGUSTA, SOSIOLOG PEDESAAN INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
rony_sandra25@yahoo.com
36
2 September 2016
rony_sandra25@yahoo.com
37
rony_sandra25@yahoo.com
38
rony_sandra25@yahoo.com
39
rony_sandra25@yahoo.com
40
27 Februari 2017
rony_sandra25@yahoo.com
41
rony_sandra25@yahoo.com
42
rony_sandra25@yahoo.com
43
rony_sandra25@yahoo.com
44
21 Juni 2016
Korupsi di Desa
IVANOVICH AGUSTA
Komisi Pemberantasan Korupsi menduga potensi korupsi dalam
pengelolaan dana desa sangat besar (Kompas, 13/5/2016).
Meskipun argumen yang dibangun cacat tautologis, tetapi
gagasan untuk menjernihkan aparat pemerintah perlu didukung
melalui telisik pola korupsi (di) desa.
Tautologi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditunjukkan oleh
analogi korupsi program nasional pemberdayaan masyarakat
(PNPM) masa lalu terhadap transfer dana desa masa kini. PNPM
dikelola kelompok masyarakat dan pendamping, sehingga
korupsi hanya mungkin dilakukan keduanya. PNPM justru
mengharamkan aparat desa pada semua tahapan kegiatan.
Namun, mengherankan bila KPK menyodorkan pendamping
guna mengawasi dan menghilangkan korupsi dana desa.
Menggali akar politik korupsi desa sejak abad ke-17, sejarawan
Ong Hok Ham mencatat, raja meminjamkan tanah lungguh
(duduk, akar kata kedudukan), tetapi tanpa kepastian gaji aparat.
Kepala desa menggalang rakyat bekerja bakti mengolah lahan.
Buah pemanenan menjadi upeti raja, adapun kelebihan panen
halal dikuasai kepala desa. Semakin tinggi keuntungannya, kepala
desa dinilai piawai mengapitalisasi kedudukannya.
Namun, interpretasi kehalalan runtuh sejak gaji bulanan birokrasi
diterapkan Deandels pada 1808. Kelebihan hasil bumi di luar gaji
menjadi haram dan jatuh sebagai kasus korupsi.
rony_sandra25@yahoo.com
45
rony_sandra25@yahoo.com
46
rony_sandra25@yahoo.com
47
rony_sandra25@yahoo.com
48
10 Juli 2015
Revolusi Desa
BUDIMAN SUDJATMIKO
Saya ingin dana yang diterima desa bisa menjadi modal
pembangunan desa serta uang itu bisa berputar, berkembang, dan
kembali ke desa dan kawasan perdesaan. Jangan lari ke mana-
mana.” Itu adalah kata-kata yang pernah disampaikan Joko
Widodo kepada penulis di sela-sela kampanye pemilu presiden
lalu.
Sebagai konsekuensi dari kata-kata itu, pemerintahan Jokowi-
Kalla akhirnya meningkatkan dana desa dari Rp 9,1 triliun (dalam
APBN 2015) menjadi Rp 20,8 triliun (dalam APBN-P 2015). Suatu
peningkatan sangat signifikan guna mewujudkan amanat Pasal 72
UU No 6/2014 tentang Desa.Penjelasan Pasal 72 Ayat 2 memang
memungkinkan jumlah dana desa dari APBN dilaksanakan
bertahap, menunggu kesiapan aparat desa.
Jika pemerintah benar-benar menjalankan amanat UU Desa, setiap
desa nantinya akan memperoleh rata-rata Rp 1,4 miliar dari
APBN, APBD provinsi, dan APBD kabupaten/kota. Artinya, akan
ada sekitar Rp 103,6 triliun dana yang mengalir langsung ke desa.
Ini peningkatan jumlah yang sangat besar, yaitu mencapai 5
persen dari total belanja APBN (atau 1 persen dari produk
domestik bruto Indonesia).
Pendapatan wilayah
Apa faedah alokasi dana desa yang begitu besar bagi
perekonomian nasional? Pertanyaan ini penting untuk dijawab
mengingat besarnya anggaran dan jumlah masyarakat yang
rony_sandra25@yahoo.com
49
rony_sandra25@yahoo.com
50
rony_sandra25@yahoo.com
51
rony_sandra25@yahoo.com
52
rony_sandra25@yahoo.com
53
22 April 2015
rony_sandra25@yahoo.com
54
rony_sandra25@yahoo.com
55
rony_sandra25@yahoo.com
56
rony_sandra25@yahoo.com
57
12 Oktober 2015
rony_sandra25@yahoo.com
58
tiap desa. Bupati dan wali kota sekaligus bertanggung jawab atas
pelaporan penggunaan dana desa dan alokasi dana desa.
Karena diposisikan sekadar menyalurkan dana, kementerian di
pusat dengan ringan menyatakan tak mungkin ada korupsi.
Namun, perlu diingat, operasionalisasi penyaluran, penggunaan,
dan pelaporan dana ditangani pemerintah kabupaten/kota.
Artinya, peluang munculnya lembar-lembar kesalahan
administrasi hingga korupsi hampir sepenuhnya berada di sini.
Bupati dan wali kota juga wajib mengatur pembentukan,
penghapusan, penggabungan, dan perubahan status desa.
Selanjutnya mengatur pemilihan kepala desa serentak,
manajemen perangkat desa dan badan permusyawaratan desa.
Berikutnya, pengaturan pembangunan desa dan kawasan
pedesaan. Tugas teknis yang juga berat adalah berupa penetapan
peta batas wilayah desa dan desa adat.
Tabel lampiran UU No 23/2014 memang menuliskan juga urusan
wajib pemerintah daerah terhadap pemberdayaan masyarakat
dan desa. Namun, jelas tidak sebanyak rincian dalam UU No
6/2014 beserta peraturan perundangan turunannya selama dua
tahun terakhir.
Sementara itu, tugas pemerintah provinsi terbatas mengurus desa
adat. Tugasnya menyusun aturan kelembagaan, pengisian
jabatan, dan masa jabatan kepala desa adat. Sebenarnya dukungan
pemerintah kabupaten/kota terhadap desa terbaca kuat pada
keuangan desa. Kontribusinya mencapai 54 persen dari
pendapatan desa. Sementara pemerintah provinsi berkontribusi
13 persen. Artinya, keseluruhan kontribusi pemerintah daerah
memuncak hingga 67 persen dari pendapatan desa.
rony_sandra25@yahoo.com
59
rony_sandra25@yahoo.com
60
rony_sandra25@yahoo.com
61
29 Maret 2016
rony_sandra25@yahoo.com
62
rony_sandra25@yahoo.com
63
rony_sandra25@yahoo.com
64
rony_sandra25@yahoo.com
65
11 Agustus 2015
rony_sandra25@yahoo.com
66
rony_sandra25@yahoo.com
67
rony_sandra25@yahoo.com
68
rony_sandra25@yahoo.com
69
rony_sandra25@yahoo.com
70
rony_sandra25@yahoo.com
71
rony_sandra25@yahoo.com
72
18 Februari 2016
rony_sandra25@yahoo.com
73
rony_sandra25@yahoo.com
74
rony_sandra25@yahoo.com
75
diolah kembali dengan nilai tambah yang besar dan dijual balik ke
desa. Situasi yang mudah ditebak dari kisah itu adalah
penyedotan ekonomi secara sistematis, sehingga hasil penjualan
tak cukup untuk mengongkosi kebutuhan hidup. Bahkan, pada
produk primer sekalipun banyak petani sudah menjadi
konsumen.
Dua isu berikut telah digelindingkan dan hendak dikonversi jadi
kebijakan. Pertama, penguasaan dan kepemilikan sumber daya di
desa mesti digandakan jadi kegiatan yang mempunyai nilai
tambah, yang sering disebut "industrialisasi desa".
Istilah ini tidak salah, tetapi imajinasi atas model industrialisasi
perlu dipetakan dengan baik. Industrialiasi yang memiliki arti
transformasi ke aktivitas ekonomi modern dengan induksi modal,
teknologi, dan inovasi tak boleh dibiarkan berlalu di atas
hamparan kepadatan modal yang berlebih ataupun injeksi
teknologi yang asing bagi warga desa.
Perlu dipahami, industrialisasi di sini dimaknai sebagai ikhtiar
memuliakan sumber daya ekonomi di desa lewat modal yang
ditanggung secara kolektif, memasukkan sebagian besar pelaku ke
tengah arena, dan mengerjakan secara bersama. Bila ini yang
dijalankan, tidak akan terjadi sebagian (kecil) pelaku ekonomi
membajak hasil pembangunan untuk kaumnya sendiri.
Kedua, pasar tak boleh dilepaskan dari aturan main yang di-
kendalikan oleh desa. Komoditas yang sudah memiliki nilai
tambah tersebut selain berfungsi memproteksi sumber daya agar
tidak keluar dari desa terlebih dulu, juga memastikan komoditas
yang diproduksi dalam kendali mereka dalam distribusinya.
Bahkan, distribusi tersebut juga termasuk dalam komoditas yang
hendak masuk ke desa.
rony_sandra25@yahoo.com
76
rony_sandra25@yahoo.com
77
rony_sandra25@yahoo.com
78
rony_sandra25@yahoo.com
79
14 Maret 2016
rony_sandra25@yahoo.com
80
rony_sandra25@yahoo.com
81
Pelayanan cepat
Kini, dengan adanya SID, pelayanan desa berlangsung cepat.
Seluruh data penduduk tersimpan dalam pangkalan data SID.
Pengurusan surat keterangan warga, misalnya, hanya cukup
menghabiskan waktu dua menit.
Di Bingkat, Fitri cukup memasukkan nama warga atau nomor KTP
ke komputer, langsung keluar informasi tentang warga itu.
Tinggal pilih menu yang diinginkan, misalnya membuat surat
keterangan warga, data langsung keluar dan dicetak, selesai.
"Kami tidak perlu membuka buku induk dan mengetik ulang,"
ujar Fitri
Dasar data warga dalam bentuk digital diperoleh dari Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Serdang Bedagai yang terus
diperbarui. Sesuai Pasal 86 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
desa berhak mendapatkan akses informasi melalui SID.
Pemerintah dan pemda wajib mengembangkan SID dan
pembangunan kawasan pedesaan meliputi penyediaan fasilitas
perangkat keras, lunak, jaringan, dan sumber daya manusia.
Di Sumatera Utara baru sembilan desa yang memiliki SID dari
lebih 6.000 desa yang ada. Tujuh desa sudah online, sementara dua
masih offline. Desa-desa itu ada di Kabupaten Langkat (1 desa),
Serdang Bedagai (5), Batubara (1), Tebing Tinggi (1), dan Deli
Serdang (1).
Manajer Riset Pengembangan Informasi, Komunikasi, dan
Teknologi Yayasan Bitra Indonesia Iswan Kaputra mengatakan,
Bitra mendesak pemda agar mengembangkan SID di semua desa.
Bitra berharap pemerintah menyediakan domain SID yang
diperlukan.
rony_sandra25@yahoo.com
82
rony_sandra25@yahoo.com
83
4 April 2015
rony_sandra25@yahoo.com
84
rony_sandra25@yahoo.com
85
rony_sandra25@yahoo.com
86
rony_sandra25@yahoo.com