Anda di halaman 1dari 12

Nama : Rizal Dwi Novianto

NBI : 1311800195
Matkul: Hukum dan Masyarakat (B), Selasa 15.20 - 17.00
Dosen : DR. Yovita Arie Mangesti, S.H., M.H., CLA.

Analsis Yuridis “Kekerasan dalam Rumah Tangga” dari perspektif Teori Konflik

LATAR BELAKANG
Keluarga merupakan kelompok atau organisasi sosial terkecil yang memiliki peran
dan pengaruh perkembangan yang sangat besar, baik dari segi sosialnya maupun
kepribadian dari masing-masing anggota keluarga. Di dalam lingkungan keluarga
dianggap memiliki peranan yang sangat vital, karena di dalam lingkungan keluarga itulah
titik awal terbentuknya kepribadian seseorang. Oleh karena itu tentu perlunya tokoh
penting dalam keluarga yaitu seorang ayah untuk bisa memberikan pengaruh kepribadian
yang baik dan benar. Hubungan baik dalam keluarga ditandai dengan adanya keserasian
dalam hubungan timbal balik antar semua anggota di dalam keluarga tersebut. Sehingga
dengan adanya keserasian di dalam ruang lingkup keluarga tersebut, tentu akan membuat
keluarga menjadi harmonis. Tidak ada yang namanya konflik, ketegangan, kekecewaan,
ataupun lainnya yang menyebabkan keluarga menjadi disharmonisasi.
Namun, di dalam kehidupan berkeluarga tentu pasti akan muncul yang namanya
konflik intern. Baik konflik yang terjadi pada suami dengan istri ataupun orang tua
dengan anaknya. Hal ini wajar terjadi pada setiap keluarga, karena tidak ada rumah
tangga yang berjalan tanpa adanya konflik. Untuk itu, di dalam keluarga perlu adanya
komunikasi antar masing-masing anggota agar mempererat rasa kekeluargaannya. Setiap
keluarga memiliki cara sendiri untuk menyelesaikan permasalahannya masing-masing.
Penyelesaian konflik secara sehat dapat terjadi apabila masing – masing anggota keluarga
tidak mengedepankan kepentingan atau pendapat pribadi serta mencari akar permasalahan
dan membuat solusi yang tentu sama – sama menguntungkan anggota keluarga melalui
komunikasi yang baik dan lancar. Di sisi lain, apabila dalam menyelesaikan permasalahan
dilakukan dengan cara tidak sehat maka konflik tidak akan selesai namun konflik akan
semakin sering terjadi dalam keluarga. Namun kebanyakan, dalam penyelesaian masalah
keluarga dilakukan dengan marah – marah yang berlebihan yang mana terkadang muncul
tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) semisal memukul, memaksa,
mengancam, dan lain – lain. Yang kebanyakan dilakukan oleh suami kepada istrinya.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa faktor yang menyebabkan banyak terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) dalam ruang lingkup keluarga ?
2. Bagaimana upaya untuk menanggulangi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT)?
3. Bagaimana pandangan teori sosiologi hukum terhadap kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT)?
4. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi para korban KDRT?

TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari rumusan masalah diatas yaitu:
1. Menjelaskan faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
2. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT)
3. Mengetahui bagaimana pandangan teori sosiologi hukum terhadap kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT)
4. Mengetahui bentuk – bentuk perlindungan hukum bagi para korban KDRT
PEMBAHASAN
1. Faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) secara umum
adalah budaya patriarki yang masih kuat sehingga laki – laki dianggap paling
dominan, baik di dalam rumah tangga maupun di luar rumah tangga, himpitan
ekonomi keluarga, himpitan masalah kota besar yang mendorong stress, kondisi
lingkungan dan pekerjaan yang berat mendorong tingginya temperamental orang.
1
Secara rinci penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suami
terhadap istri diantaranya disebabkan:
- Faktor Intern
a. Motivasi
b. Kebutuhan hidup manusia
Kebutuhan yang berkaitan dengan upaya manusia untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupannya disebabkan kebutuhan hidup manusia.
Terutama kebutuhan biologis yang merupakan kebutuhan primer dari manusia
c. Minat
d. Kejiwaan
Kejiwaan seseorang akan berpengaruh pada tindakan yang ia lakukan, yang
terkadang menurutnya sesuatu itu adalah baik, tetapi belum tentu menurut
orang lain.
- Faktor Ekstern
Faktor ekstern pun dapat menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. Ada
beberapa faktor ekstern yang memberikan pengaruh kepada seseorang untuk
melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), diantaranya faktor – faktor
tersebut yaitu:
a. Faktor Ekonomi keluarga
Faktor ekonomi keluarga sangat berpengaruh positif maupun negatif terhadap
keharmonisan sebuah rumah tangga. Pertengkaran dalam rumah tangga
terkadang dipicu karena faktor ekonomi yang serba kekurangan.

1
Gusliana HB, SH., M.Hum, ”Penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan
oleh suami terhadap istri di Pekanbaru”, dalam jurnal Ilmu Hukum Universitas Riau, Edisi 1, 2010, hal 85
b. Faktor lingkungan sosial
Lingkungan sosial adalah suatu kondisi baik berupa, benda, keadaan dan
pengaruh yang terdapat pada ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal
– hal yang hidup termasuk di dalamnya manusia itu sendiri.
c. Faktor Pandangan masyarakat
Sebagian masyarakat kita yang masih menganggap bahwa laki – laki (suami)
lebih tinggi daripada perempuan, memposisikan perempuan dan laki – laki
pada posisi yang berbeda, sehingga menyebabkan laki – laki lebih dominan
daripada perempuan. Pengaruh lingkungan sosial tersebut berupa pengaruh
yang diberikan oleh teman sebaya dan juga masyarakat sekitarnya.
Selain hal diatas, penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) juga antara lain disebabkan:
 Masyarakat membesarkan anak laki – laki dengan menumbuhkan
keyakinan bahwa laki – laki harus kuat, berani, dan tidak toleran.
 Laki – laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat
 Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus
ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosial.
 Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan
mendidik istri, kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi suami
sehingga terjadi persepsi bahwa laki –laki boleh menguasai
perempuan.
 Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya masalah
ekonomi
 Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil
 Pernah mengalami kekerasan pada masa kanak –kanak
 Budaya bahwa laki – laki dianggap superior dan perempuan inferior
 Melakukan imitasi, terutama anak laki – laki yang hidup dengan orang
tua yang sering melakukan kekerasan pada ibunya atau dirinya.
Selain itu, faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap istri berhubungan
dengan kekuasaan suami atau istri dan diskriminasi gender di masyarakat.
Dalam masyarakat, suami memiliki otoritas, memiliki pengaruh terhadap istri
dan anggota keluarga yang lain, suami juga berperan sebagai pembuat
keputusan.
Menurut Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks
struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga, sebagai berikut:
1) Pembelaan atas kekuasaan laki – laki
Laki – laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan
dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita
2) Diskriminasi dan pembatasan di bidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja
mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika
suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan
3) Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai
pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak,
maka suami akan menyalahkan istri sehingga terjadi kekerasan dalam
rumah tangga
4) Wanita sebagai anak – anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki –laki menurut hukum,
mengakibatkan keleluasaan laki –laki untuk mengatur dan mengendalikan
segala hak dan kewajiban wanita. Laki –laki merasa punya hak untuk
melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan
terhadap anaknya agar menjadi tertib.
5) Orientasi peradilan pidana pada laki – laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami
kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga
penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim
dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi
suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni
keluarga.
2. Upaya penanggulangan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Untuk menghindari terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), diperlukan
cara – cara penanggulangan Kekerasan dalam rumah tangga, antara lain:
- Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada
agamanya sehingga kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi
dengan baik dan penuh kesabaran.
- Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena di
dalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak, saudara,
dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling menghargai setiap
pendapat yang ada.
- Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah
rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak
ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa
menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
- Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar
semua anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling
percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk
melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul sifat
cemburu dan rasa curiga yang kadang berlebihan, sehingga bisa memicu
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
- Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam
keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang
minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik
Selain itu, upaya - upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga dapat
melibatkan berbagai pihak yaitu salah satunya penegak hukum dalam mengupayakan
penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga, maka dalam hal ini dapat diupayakan
sebagai berikut:
a) Upaya Penanggulangan secara Preventif
Yang dimaksud dengan upaya penanggulangan secara Preventif yaitu upaya yang
dilakukan secara dini melalui kegiatan edukatif dengan sasaran mempunyai
faktorfaktor penyebab pendorong dan faktor peluang dari kejahatan kekerasan
dalam rumah tangga, sehingga terciptanya suatu kesadaran, kewaspadaan daya
tangkal, serta terbina dan terciptanya kondisi perilaku atau norma hidup anti
kekerasan terhadap perempuan. kekerasan dalam rumah tangga adalah merupakan
suatu cerminan ketidakberhargaan perempuan dimata suaminya dan penghinaan
terhadap harkat dan marabat perempuan yang harus dijamin hak - haknya. Maka
dalam hal ini penegak hukum melakukan suatu sosialisasi tentang kekerasan dalam
rumah tangga agar dengan diberikannya suatu sosialisasi ini masyarakat dapat
mengetahui sejauh mana kekerasan dalam rumah tangga tersebut dan bagaimana
saksi hukum yang diberikan terhadap pelaku kekerasan dalam rumah tangga sesuai
dengan pasal yang menagatur mengenai kekerasan dalam rumah tangga tersebut.
b) Upaya Penanggulangan secara Kuratif
Yang dimaksud yaitu upaya penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga secara
kuratif yaitu tindakan yang dilakukan untuk menangani korban secara terpadu.
Dimana pemerintah dan masyarakat luas dapat melakukan suatu penangan korban
kekerasan dalam rumah tangga secara terpadu dapat dimulai dari LSM, organisasi
perempuan, organisasi keagamaan dan lain-lain bahkan pihak kepolisian pun ikut
untuk menangani masalah kekerasan dalam rumah tangga ini yang bekerja sama
dan mengundang aktivis perempuan, organisasi wanita, LSM, dan mahasiswa yang
ada
c) Upaya Penanggulangan secara medis
Upaya Penanganan secara medis dapat diberikan suatu layanan tenaga kesehatan
untuk menjalani terapi pemulihan secara medis agar korban dapat beraktivitas
kembali dalam melakukan kegiatannya sehari-hari yang telah diatur dalam UU. No
23 Tahun 2004. Dalam hal ini tampaknya memang dibenarkan dari pendapat
Harkristuti Harkrisnowo (dalam Achie Sudiarti Luhulima, 2000: 94) bahwa upaya
yang dapat dilakukan dalam menangani korban kekerasan yaitu dengan pengaturan
kembali mengenai tindak kekerasan terhadap perempuan dalam ketentuan
perundangan, sehingga lebih dapat mencangkupi banyak perilaku yang sampai kini
belum dicakupi dalam perundangan, diberlakukannya ketentuan hukum yang
memberikan perlindungan khusus terhadap korban kekerasan yaitu mendapatkan
suatu perlindungan aparat yang berwenang atas perilaku yang mungkin akan
dilakukan si pelaku yang dilaporkan oleh korban, mendapatkan bantuan medis,
psikologis, hukum dan sosial, terutama untuk mengembalikan kepercayan pada
dirinya serta merawat dan menyembuhkan cidera yang dialaminya dan
diberlakunya prosedur khusus dalam lembaga penegak hukum terutama kepolisian
dalam penanganan kasus-kasus yang berkenaan dengan tindak kekerasan terhadap
perempuan serta memperdayakan organisasi - organsiasi baik pemerintah maupun
masyarakat untuk lebih memperdulikan masalah tindak kekerasan terhadap
perempuan.
3. Pandangan teori Sosiologi Hukum (Teori Konflik) terhadap kekerasan dalam rumah
tangga
Para ahli sosiologi harus melihat lebih jauh masalah kekerasan dalam keluarga
dengan menggunakan seperangkat teori untuk memahami dinamikan interaksi -
interaksi sosial dan fungsi dari institusi sosial khususnya keluarga. Menurut Goode
menjelaskan bagaimana keluarga sebagai institusi sosial menekankan peran atau
fungsi seorang suami atau ayah yang mempunyai kekuatan untuk bersikap tegas dan
memecahkan masalah-masalah ketidak disiplinan anggota - anggota keluarga. Lebih
jelas dari struktur fungsional bahwa keluarga merupakan kerangka pembentukan
sosialisasi dengan mengasumsikan seperti anak - anak, masyarakat pertama kali
belajar secara mekanik tentang imbalan dan hukuman (secara langsung dan
mewakili). Selama proses sosialisasi, individu - individu membangun kepribadian
berdasarkan komitmen dengan norma - norma, nilai - nilai dan perilaku - perilaku
mereka belajar sesuai dengan karakteristik jenis kelamin. Dalam masyarakat dimana
menggunakan kekuatan fisik dan perilaku yang agresif atau perilaku yang dipahami
sebagai sifat maskulin, laki - laki disosialisasikan kedalam prilaku agresif. Mereka
diajarkan secara langsung dan tidak langsung bahwa hal ini sangat tepat dalam
menghadapi atau memecahkan masalah dan menunjukkan otoritas dalam situasi
tertentu. Perempuan, di lain pihak disosialisasi untuk tunduk kepada otoritas laki -
laki. Mereka telah dianjurkan berusaha memilih karakter atau sifat untuk dapat
menggantikan kepemimpinan laki-laki dalam keluarga. Mengutip teori struktural
fungsional (salah satu penganut teori sosiologi), perspektif fungsional, melihat bahwa
peran dan fungsi seorang suami atau ayah yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan
untuk bersikap tegas dan memecahkan masalah ketidakdisiplinan pada anggota
keluarga. Laki-laki disosialisasikan ke dalam prilaku agresif. Mereka diajarkan secara
langsung maupun tidak langsung untuk memecahkan dan menghadapi masalah serta
menunjukkan otoritas mereka dalam situasi tertentu. Sedangkan perempuan
disosialisikan untuk tunduk kepada otoritas laki-laki dan mereka telah dianjurkan
berusaha memilih sifat untuk dapat menggantikan kepemimpinan laki-laki dalam
keluarga.
Mengutip analisis Marx (perspektif teori sosiologi konflik) tentang kesadaran
Dobash dan Dobash mengatakan bahwa agresi atau penyerangan terhadap kelas
pekerja laki - laki menjadikan mereka frustasi karena beban pekerjaan dan tekanan
dari kelas penguasa.2 Persepsi ini, menitikberatkan pada kekerasan dan
ketidaksetaraan kelas dan bukan dalam kekuasaan laki - laki. Kritik - kritik dari
perspektif ini dijelaskan bahwa, yang miskin Cenderung pada kekerasaan, dan
perempuan lebih subordinat secara sosial mereka diuntungkan dan secara ekonomi
mereka tidak mendapatkan apa - apa. Perspektif sosiologi tentang penyimpangan telah
digunakan untuk memahami kekerasan dalam keluarga. Ide dasarnya adalah sifat
kasar dari individu adalah penyimpangan sejak mereka tidak mampu menyesuaikan
dari hal - hal yang normal. Penyimpangan yang terlihat melalui peilaku kasar yang
mungkin terbawa karena terdapat hal – hal yang tidak terpenuhi pada masa kanak -
kanak, kekurangan kasih sayang dan perawatan dimasa kanak - kanak atau hubungan
- hubungan rahasia yang kasar sebelumnya.

4. Bentuk Perlindungan Hukum bagi para korban Kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT)
Ditinjau secara garis besar maka dapat disebutkan bahwa perlindungan hukum
dapat dibedakan dalam 2 (dua) pengertian yaitu 3 :
1. Perlindungan yang bersifat yuridis yang meliputi perlindungan dalam:
a. Bidang hukum publik;
b. Bidang hukum keperdataan;
2. Perlindungan yang bersifat non yuridis meliputi;
a. Bidang sosial;
b. Bidang kesehatan;
c. Bidang pendidikan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga dalam Pasal 1 angka 4, yang berbunyi :
“Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman
kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial,

2
Syufri, “Perspektif sosiologis tentang kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga”, dalam jurnal
Academica, Fisip, Untad, volume 1, 2009, hal 101
3
Andrew Lionel Laurika, “Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana kekerasan dalam rumah
tangga”, dalam jurnal lex crimen, volume 5, 2016, hal 30
kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun
berdasarkan penetapan pengadilan”.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga, menyatakan perlindungan hak-hak korban, sebagaimana diatur dalam
Pasal 10, Korban berhak mendapatkan:
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,
lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
d. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
e. Pelayanan bimbingan rohani.
KESIMPULAN

Penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terutama yang dilakukan
oleh seorang suami terhadap istrinya pada umumnya adalah budaya patriarki yang masih kuat
sehingga laki – laki dianggap paling dominan, baik di dalam keluarga maupun lingkungan
sekitar. Hal semacam ini wajar terjadi pada setiap keluarga yang pasti memiliki
permasalahan. Banyak faktor yang menyebabkan terjadi kekerasan dalam rumah tangga baik
faktor Intern maupun Ekstern. Setiap keluarga pasti ingin keluarganya bahagia dan harmonis.
Oleh karena itu, perlunya cara mencegah atau menanggulangi yang dapat menyebabkan
terjadinya konflik, seperti: menjalin komunikasi setiap waktu terhadap semua anggota
keluarga. Hal ini bisa memperkecil terjadinya permasalahan dalam keluarga. Di sisi lain, jika
keluarga tidak pernah menjalin komunikasi yang baik, maka besar kemungkinan akan muncul
namanya permasalahan yang akan mengakibatkan kekerasan dalam rumah tangga. Di dalam
aturan perundang – undangan Indonesia memberikan jaminan atau perlindungan hukum bagi
siapa yang merasa terancam haknya atau dengan kata lain kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT). Dalam UU. No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga, dapat memberikan perlindungan hukum bagi siapa yang merasa menjadi korban
kekerasan dalam rumah tangga.
DAFTAR BACAAN

- Gusliana HB, SH., M.Hum, ”Penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
yang dilakukan oleh suami terhadap istri di Pekanbaru”, dalam jurnal Ilmu Hukum
Universitas Riau, Edisi 1, 2010, hal 85
- Syufri, “Perspektif sosiologis tentang kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga”,
dalam jurnal Academica, Fisip, Untad, volume 1, 2009, hal 101
- Andrew Lionel Laurika, “Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana kekerasan
dalam rumah tangga”, dalam jurnal lex crimen, volume 5, 2016, hal 30

Anda mungkin juga menyukai