Anda di halaman 1dari 45

midwifery

Thursday, 21 February 2013


Mengidentifikasi Komplikasi Persalinan Dengan Penatalaksanaannya

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

 Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan

(37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak

lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin (Sarwono, 2002).

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala

yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.

(Prawirohardjo, 2002)

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup

bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan

bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, 1998).

Dalam persalinan terdapat tahapan –tahapan persalinan yaitu kala I.II.III.IV.

APN adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang

tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan lengkap serta

intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada

tingkat yang optimal (IBI 2003). 


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  KONSEP DASAR PERSALINAN


2.1.1         Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak
lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin (Sarwono, 2002).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
(Prawirohardjo, 2002)
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup
bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan
bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, 1998)
2.1.2         Sebab-Sebab Mulainya Persalinan
Dalam proses terjadinya persalinan antara lain: Teori hormonal, Prostaglandin,
Struktur Uterus, Sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi hal ini yang di duga memberikan
pengaruh partus dimulai:
1.        Penurunan kadar progesterone
Progesterone menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen meningkatakan
kontraksi otot rahim. Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar progesterone
dam estrogen di dalam darah tetapi pada akhir kehamilan kadar progesterone menurun
sehingga timbul his.
2.        Teori Oxcytosin
Pada akhir kehamilan kadar Oxcytosin bertambah. Oleh karena itu timbul kontraksi otot
rahim.
3.        Peregangan Otot-otot
Dengan majunya kehamilan, maka makin tereganglah otot-otot rahim sehingga timbullah
kontraksi untuk mengeluarkan janin.
4.        Pengaruh janin
Hipofise dan kadar suprarenal janin rupanya memegang peran penting oleh karena itu pada
anchepalus kelahiran sering lebih lama.
5.        Teori Prostaglandin
Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke-15 hingga aterm terutama saat
persalinan yang menyebabkan kontraksi miometrium. Factor lain yang berpengaruh adalah
berkurangnya jumlah nutrisi, hal ini di kemukakan oleh Hipokrates, bila nutrisi pada janin
berkurang maka hasil konsepsi akan dilakukan. Factor lain yang di kemukakan adalah
tekanan pada ganglion servikale dari pleksus frankenhauser yang terletak dibelakang servik,
bila ganglion ini tertekan maka kontraksi uterus dapat di bangkitkan (his dapat di
bangkitkan).

2.1.3         . Tahapan Persalinan (kala I, II, III, IV)


2.1.3.1  Kala I
Pada kala I proses persalinan yang ditandai dengan adanya kontraksi yang teratur, adekuat,
dan menyebabkan perubahan pada servik hingga mencapai pembukaan lengkap, fase kala I
persalinan terdiri dari fase laten yaitu di mulai dari awal kontraksi hingga pembukaan
mendekati 4 cm, kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih diantara 20-30 detik, tidak
terlalu mules. dan fase aktif dengan tanda-tanda kontraksi diatas 3 kali dalam 10 menit,
lamanya 40 detik atau lebih mules, pembukaan 4 cm hingga lengkap. Fase ini di bagi menjadi
3 fase yaitu fase akselerasi dalam 3- 4 cm yang di capai dalam 2 jam, fase dilatasi maksimal
4-9 cm yang di capai dalam 2 jam, fase deselerasi dari 9 menjadi lengkap selama 2 jam.
Lama kala I untuk primigravida berlangsung 2 jam dengan pembukaan 1 cm perjam
sedangkan pada multigravida 8 jam dengan pembukaan 2 cm perjam. Komplikasi yang dapat
timbul pada kala I yaitu: ketuban pecah dini, tali pusat menumbung, obstrubsi placenta, gawat
janin.
2.1.3.2  Kala II
Gejala dan tanda kala II telah tejadi pembukaan lengkap, tampak bagian kepala janin melalui
pembukaan introitus vagina, ada rasa ingin meneran saat kontraksi, ada dorongan pada
rectum atau vagina, perineum terlihat menonjol, vulva dan springterani membuka,
peningkatan pengeluaran lender darah. Dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir.
Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primigravid dan 1 jam pada multigravida.
Pada kala pengeluaran janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadi tekanan pada
otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan, karena tekanan
pada rectum ibu merasa ingin buang air besar dengan tanda anus membuka. Pada waktu his
kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka, perineum membuka,perineum meregang.
Komplikasi yang dapat timbul adalah sebgai berikut: eklamsi, kegawatdaruratan janin.
2.1.3.3  Kala III
Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari
30 menit. Tanda-tanda klinis dari pelepasan plasenta yaitu :
a. Semburan darah
b. Pemanjangan tali pusat
c. Perubahan bentuk uterus : dari diksoid menjadi bentuk bundar (globular)
d. Perubahan dalam posisi uterus : uterus naik di dalam abdomen.
2.1.3.4  Kala IV
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum, untuk mengamati
keadaan ibu terutama terhadap perdarahan postpartum.
2.1.4         Tujuan Asuhan Persalinan
Memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya mencapai
pertolongan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan sayang bayi
(saepudin, 2007 : 100)
Tujuan dari APN adalah mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat
kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan
lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat
terjaga pada tingkat yang optimal (IBI 2003).
2.1.5         Tanda-Tanda Persalinan
a.         Adanya Lightening
Menjelang minggu ke-36, pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena kepala
bayi sudah masuk pintu atas panggul. Gambaran Lightening pada primigravida menunjukkan
hubungan antara ketiga P, yaitu ; power (kekuatan his), passage (jalan lahir normal),
passanger (janinnya dan plasenta).
b.        Terjadinya his permulaan (his palsu)
Sifat his permulaan (his palsu) :
· Rasa nyeri ringan di bagian bawah
· Datangnya tidak teratur
· Tidak ada perubahan pada serviks atau pembawa tanda

2.2  KOMPLIKASI PERSALINAN DAN PENATALAKSANAANYA


A.       Kala I dan Kala II
a)                  Persalinan lama
· Masalah : Fase laten lebih dari 8 jam
Persalinan telah berlangsung selama 12 jam/lebih tanpa kelahiran bayi. Dilatasi serviks di
kanan garis waspada pada partograf.
Disebabkan beberapa faktor:
1) kecemasan dan ketakutan
2) pemberian analgetik yang kuat atau pemberian analgetikyangterlalalu cepat pada persalinan
dan pemberian anastesi sebelum fase aktif.
3) abnormalitas pada tenaga ekspulsi
4) abnormalitas pada panggul
5) kelainan pada letak dan bentuk janin

· Penanganan Umum :
1) Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda vital dan tingkat
hidrasinya). Dan perbaiki keadaan umum
2) Dukungan, perubahan posisi, (sesuai dengan penanganan persalinan normal).
3) Periksa kefon dalam urine dan berikan cairan, baik oral maupun parenteral dan upayakan
buang air kecil (kateter bila perlu). tramadol atau®Berikan analgesic petidin 25 mg IM
(maximum 1 mg/kg BB atau morfin 10 mg IM, jika pasien merasakan nyeri.
4) Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan.
5) Nilai frekuensi dan lamanya His .

· Penanganan Khusus
1) Persalinan palsu/belum in partu (False Labor)
Periksa apakah ada ISK atau ketuban pecah, jika didapatkan adanya infeksi, obati secara
adekuat, jika tidak ada pasien boleh rawat jalan.
2) Fase laten memanjang (Prolonged Latent Phase)
· Diagnosa fase laten memanjang dibuat secara retrospektif, jika his berhenti. Pasien
disebut belum inpartu/persalinan palsu. Jika his makin teratur dan pembukaan makin
bertambah lebih dari 4 cm, pasien masuk dalam fase laten
· Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan lekukan penilaian
ulang terhadap serviks
· Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak ada gawat
janin, mungkin pasien belum inpartu.
· Jika ada kemajuan dalam pendataran atau pembukaan serviks lakukan amniotomi dan
induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.
· Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam.
· Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin selama 8 jam,
lakukan SC.
· Jika didapatkan tanda-tanda infeki (demam, cairan, berbau): Lakukan akselerasi
persalinan dengan oksitosin. Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan. Ampisilin 2 g
IV setiap 6 jam. Ditambah Gentaisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pasca persalinan
Jika dilakukan SC, lanjutkan pemberian antibiotika ditambah Metronidazol 500 mg IV setiap
8 jam sampai ibu bebas demam selama 48 jam.
3) Fase Aktif Memanjang
Jika tidak ada tanda-tanda CPD atau obstruksi, dan ketuban masih utuh, pecahkan ketuban.
· Nilai His Jika his tidak adekuat (<3>Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya
> 40 detik) pertimbangkan disproporsi, obstruksi, malposisi/mal presentasi
· Lakukan penanganan umum untuk memperbaiki his dan mempercepat kemajuan
persalinan

b)                  Partus Presipitatus


       Partus presipitatus adalah kejadian dimana ekspulsi janin berlangsung kurang dari 3 jam
setelah awal persalinan. Partus presipitatus sering berkaitan dengan Solusio plasenta (20%)
Aspirasi mekonium, Perdarahan post partu,Pengguna cocain, Apgar score rendah.
Komplikasi maternal Jarang terjadi bila dilatasi servik dapat berlangsung secara normal. Bila
servik panjang dan jalan lahir kaku, akan terjadi robekan servik dan jalan lahir yang luas,
Emboli air ketuban (jarang), Atonia uteri dengan akibat HPP. terjadi karena Kontraksi uterus
yang terlalu kuat akan menyebabkan asfiksia intrauterine, Trauma intrakranial akibat tahanan
jalan lahir.
· Penatalaksanaan
Kejadian ini biasanya berulang, sehingga perlu informasi dan pengawasan yang baik pada
kehamilan yang sedang berlangsung. Hentikan pemberian oksitosin drip bila sedang
diberikan.
c)                  Distosia
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan kelainan tenaga,
kelainan letak, dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir
1) Distosia karena kelainan tenaga/his
His Hipotonic/ Inersia Uteri·
His Hipertonic·
His yang tidak terkordinasi·
2) Distosia karena kelainanletak dan bentuk janin
3) Distosia karena jalan lahir

B.       Kala III dan Kala IV


a)                  Perdarahan pada kala III
Perdarahan pada kala III umum terjadi dikarenakan terpotongnya pembuluh-
pembuluh darah dari dinding rahim bekas implantasi plasenta/karena sinus-sinus maternalis
ditempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Biasanya perdarahan itu tidak banyak, sebab
kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menekan pembuluh-pembuluh darah yang terbuka,
sehingga lumennya tertutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah. Jumlah
darah yang umum keluar tidak lebih dari 500cc atau setara dengan 2,5 gelas belimbing.
Apabila setelah lahirnya bayi darah yang keluar melebihi 500cc maka dapat dikategorikan
mengalami perdarahan pascapersalinan primer. Pada pasien yang mengalami perdarahan pada
kala III atau mengalami pengeluaran darah sebanyak >500cc, tanda-tanda yang dapat
dijumpai secara langsung diantaranya perubahan pada tanda-tanda vital seperti pasien
mengeluh lemah, linlung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik <90 mmHg, nadi
>100 x/mnt, kadar Hb <8 g%.

Perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama dan sekunder sesudah itu. Hal-hal
yang menyebabkan perdarahan post partum adalah;
· Atonia uteri.
· Perlukaan jalan lahir
· Terlepasnya sebaggian plasenta dari uterus
· Tertinggalnya sebagian dari plasenta umpamanya klotiledon atau plasenta suksenturiata.

Kadang-kadang perdarahan disebabkan kelainan proses pembekuan darah akibat dari


hipofibrinogenemia(solution plasenta, retensi janin mati dalam uterus, emboli air ketuban).
Apabila sebagian plasenta lepas sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak
bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya
apabila sebagian plasenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding
uterus, dapat timbul perdarahan dalam masa nifas. Sebab terpenting pada perdarahan post
partum adalah atonia uteri.

1.        Atonia uteri

a)     Pengertian
* Atonia uteri adalah tidak adanya tegangan/ kekuatan otot pada daerah uterus/rahim.
(Kamus Kedokteran Dorland).
* Atonia uteri adalah dimana rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik setelah persalinan,
terjadi pada sebagian besar perdarahan pasca persalinan.
(Obstetri edisi ke 2, 1998:254).
* Atonia uteri adalah keadaan dimana uterus tidak berkontraksi setelah anak lahir.
(Phantom:358).
b)    Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi karena:
* Partus lama, karena tak ada pemicu kontraksi/hormon oksitosin lemah.
* Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar,
hidramnion, janin besar.
* Kegagalan kontraksi uterus/ otot rahim.
* Multiparitas.
* Anastesi yang dalam.
* Anestesi lummbal.
* Terjadinya retroplasenta→perdarahan plasenta dalam uterus.
Atonia juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,dengan memijat
uterus dan mendorongnya kebawah dalam usahamelahirkan plasenta, sedang sebenarnya
belum terlepas dari uteus.
c)     Diagnosis
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu
pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalm waktu lama, tanpa disadari penderita telah
kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat.
d)    Gejala:
* Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat.
* Tekanan darah menurun.
* Syok karena perdarahan.
* Kala III : perdarahan dari liang senggama 500cc/lebih.
e)     Penanganan Atonia uteri.
Terapi terbaik adalah pencegahan;
* Anemia dalam kehamilan harus diobati, karena perdarahan dalam batas-batas normal dapat
membahayakan penderita yang sudah menderita anemia.
* Apabila sebelumnya penderita sudah mengalami perdarahan post partum, persalinan harus
berlangsung dirumah sakit.
* Kadar fibrinogen harus diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus dan
solution plasenta.
* Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari
dindingnya.
* Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan post partum. Sepuluh
satuan oksitosin diberikan intramuscular setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan
plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskulus.
2.          Restensio plasenta

a)         Pengertian

Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam sesudah anak lahir.
(Sinopsis Obstertri jilid I : 299).
Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir. (Ilmu
kebidanan : 656).

b)        Patofisiologi.

Retensio plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinus-
sinus darah tetap terbuka, dan menimbulkan HPP. Begitu bagian plasenta terlepas dari
dinding uterus, perdarahan terjadi di daerah itu. Bagian plasenta yang masih melekat
merintangi retraksi miometrium dan perdarahan berlangsung terus sampai sisa organ tersebut
terlepas serta dikeluarkan.

c)         Diagnosa.

1) Pada pemeriksaan luar: fundus/korpus ikut tertarik apabila tali pusat ditarik.
2) Pada pemeriksaan dalam: sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
d)        Diagnosa banding.
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis
pembelahan fisiologis melalui laporan spons desidua.

e)         Penanganan.

Apabila plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir, harus


diusahakan untuk mengeluarkannya. Tindakan yang biasa dilakukan adalah manual plasenta.
Dapat dicoba dulu prast menurut Crede. Tindakan ini sekarang tidak banyak dianjurkan
karena memungkinkan terjaadinya inversio uteri; tekanan yang keras pada uterus dapat pula
menyebabkan perlukaam pada otot uterus dan rasa nyeri keras dan kemungkinan syok. Akan
tetapi dengan teknik yang sempurna hal itu dapat dihindarkan. Cara lain untuk pengeluaran
plasenta adalah cara Brandt. Dengan salah satu tangan penolong memegang tali pusat dekat
vulva. Tangan yang lain diletakkan pada dinding perut diatas simfisis sehingga permukaan
palmar jari-jari tangan terletak dipermukaan depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen
bawah dan badan rahim. Dengan melakukan tekanan kearah atas belakang, maka badan rahim
akan terangkat. Apabila plasenta telah lepas maka, tali pusat tidak tertarik keatas. Kemudian
tekanan diatas simfisis diarahkan kebawah belakang, kearah vulva. Pada saat ini dilakukan
tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu mengeluarkan plasenta. Yang selalu tidak
dapat dicegah adalah bahwa plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya, melainkan sebagian
masih ketinggalan yang harus dikeluarkan dengan tangan. Pengeluaran plasenta dengan
tangan kini dianggap cara yang paling baik. Dengan tangan kiri menahan fundus uteri supaya
uterus jangan naik keatas, tangan kanan dimasukkan dalam kavum uteri. Dengan mengikuti
taki pusat, tangan itu sampai pada plasenta dan mencari pinggir plasenta. Kemudian jari-jari
tangan itu dimasukkan pinggir plasenta dan dinding uterus. Biasanya tanpa kesulitan plasenta
sedikit demi sedikit dapat dilepaskan dari dinding uterus untuk kemudian dilahirkan.

Banyak kesulitan dialami dalam pelepasan plasenta pada plasenta


akreta. Plasenta hanya dapat dikeluarkan sepotong demi sepotong dan bahaya perdarahan
serta pervorasi mengancam. Apabila berhubungan dengan kesulitan-kesulitan tersebut diatas
akhirnya diagnosis plasenta inkreta dibuat, sebaiknya usaha mengeluarkan plasenta secara
bimanual di hentikan, lalu dilakukan histerektomi.

Pada plasenta yang sudah lepas, akan tetapi terhalang untuk


dilahirkan karena lingkaran konstriksi(inkarsearsio plasenta) tangan kiri penolong
dimasukkan kedalam vagina dan kebagian bawah uterus dengan dibantu oleh anesthesia
umum untuk melonggarkan konstriksi. Dengan tangan tersebut sebagai petunjuk dimasukkan
cunam ovum melalui lingkaran konstriksi untuk memegang plasenta, dan perlahan-lahan
plasenta sedikit demi sedikit ditarik kebawah melalui tempat sempit itu.

3.        Inversio uteri.

Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri
sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan, terjadi
tiba-tiba dalam kala III/ segera setelah plasenta keluar. Menurut perkembangannya inversion
uteri dapat dibagi dalam beberapa tingkat, yaitu;
* Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut.
* Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
* Uterus dengan vagina, semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.

a)      Gejala-gejala klinik.

Inversio uteri bisa terjadi spontan/ sebagai akibat tindakan. Pada wanita dengan atonia
uteri kenaikan tekanan intra abdominal dengan mendadak karena batuk/ meneran, dapat
menyebabkan masukmya fundus kedalam kavum uteri yang merupakan permulaan inversion
uteri.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri adalah prasat Crede pada korpus
uteri yang tidak berkontraksi baik, dan tarikan pada talil pusat plasenta yang belum lepas dari
dinding uterus. Gejala-gejala inversion uteri pada permukaan tidak selalu jelas. Akan tetapi,
apabila kelainan itu sejak awalnya tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang
keras dan bisa menyebabkan syok. Rasa nyeri yang keras disebabkan kareana fundus uteri
menarik adneksa serta ligamentum infundibulopelvikum dan ligamentum rotundum kanan
dan kirinkedalam terowongan inversion dan dengan demikian mengadakan tarikan yang kuat
pada peritoneum parietal. Kecuali jika plasenta yang seringkali belum lepas dari uterus masih
melekat seluruhnya pada dinding uterus, terjadi juga perdarahan.

b)      Diagnosis.

Diagnosis tidak sukar dibuat jika dingat kemungkinan inversion uteri. Pada perdarahan
dengan syok, perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala
III/ setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak
diatas servik uteri/ didalam vagina, sehingga diagnosis inversion uteri dapat dibuat.
Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula tumor yang
serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat biasa, sedang
konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya jarang
sekali mioma submukosum ditemukan pada persalinan cukup bulan/ hampir cukup bulan.

c)      Prognosis.

Walaupun kadang-kadang inversio uteri bisa terjadi tanpa banyak gejala dengan
penderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut menyebabkan
keadaan gawat dengan angka kematian tinggi(15-70%). Reposisi secepat mungkin
memberikan harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.

d)     Penanganan.

Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversion uteri.


Tarikan pada tali pusat sebelum plasenta benar-benar lepas, jangan dilakukan apabila dicoba
melakukan prasat Crede harus diindahkan sebelumnya syarat-syaratnya.
Apabila terdapat inversio uteri dengan gejala syok, gejala-gejala itu perlu diatasi
terlebih dahulu dengan infuse intravena cairan elektrolit dan transfuse darah, akan tetapi
segera setelah itu reposisi harus dilakukan. Makin kecil jarak waktu antara terjadinya
inversion uteri dan reposisinya, makin mudah tindakan ini dapat dilakukan. Untuk melakukan
reposisi yang perlu diselenggarakan dengan anesthesia umum, tangan seluruhnya dimasukkan
kedalam vagina sedang jari-jari tangan dimasukkan kedalam kavum uteri melalui serviks
uteri yang mungkin sudah mulai menciut, telapak tangan menekan korpus perlahan-lahan
tetapi terus menerus kearah atas agak kedepan sampai korpus uteri melewati serviks dan
inversio ditiadakan. Suntikan intravena 0,2 mg ergometrin kemudian diberikan dan jika
dianggap masih perlu, dilakukan tamponade uterovaginal.
Apabila reposisi pervaginam gagal, sebaiknya dilakukan pembedahan menurut
Haultein. Dikerjakan laparotomi, dinding belakang lingkaran konstriksi dibuka, sehingga
memungkinkan penyelenggaraan reposisi uterus sedikit demi sedkit, kemudian luka
dibelakang uterus dijahit dan luka laparotomi ditutup.
Pada inversion uteri menahun, yang ditemukan beberapa lama setelah persalinan,
sebaiknya ditunggu berakhirnya involusi untuk kemudian dilakukan pembedahan
pervaginam(pembedahan menurut Spinelli).

4.        Emboli air ketuban


1.      Pengertian.

Emboli air ketuban adalah syok yang berat sewaktu persalinan selain oleh plasenta previa
dapat disebabkan pula oleh emboli air ketuban.(Obstetri Patologi. 1981:128).
Emboli air ketuban adalah merupakan salah satu penyebab syok disebabkan karena
perdarahan.(Ilmu Kebidanan. 2002:672).

2.      Etiologi.

  Masuknya air ketuban ke vena endosentrik/sinus yang terbuka didaerah tempat


perlekatan plasenta.

3.      Faktor prediposisi.

* Ketuban sudah pecah


* His kuat.
* Pembuluh darah yang terbuka(SC rupture).
* Multiparasit.
* Kematian janin intrauterine(IUFD).
* Mekonium dalam cairan amnion.
* Usia diatas 30 tahun.
* Persallinan pesipitasus(kurang dari 3 jam).

4.      Gejala

* Gelisah.
* Mual muntah disertai takikardu dan dispnea.
* Sianosis.
* TD menurun.
* Nadi cepat dan lemah.
* Kesadaran menurun.
* Nistasmus dan kadang timbul kejang tonik klonik.
* Syok.

5.      Komplikasi.

* Gangguan pembekuan darah


* Edema paru.
* Kegagalan dan payah jantung kanan.

6.      Upaya preventif.

* Perhatikan indikasi induksi persalinan.


* Memecahkan ketuban saat akhir his, sehingga tekanannya tidak
terlalu besar dan mengurangi masuk kedalam pembuluh darah.
* Saat seksio sesarea, lakukan penghisapan air ketuban perlahan sehingga dapat mengurangi:
Asfiksia intrauterine. Emboli air ketuban melalui perlukaan lebar insisi operasi.

7.      Penanganan.

Tindakan umum.
Segera memasang infuse dua tempat sehingga cairan segera dapat diberikan untuk mengatasi
syok. Berikan O2 dengan tekanan tinggi ssehingga dapat menambah O2 dalam darah.
* Untuk jantung dapat diberikan: Resusitasi jantung

8.      Pengobatan.

* Pemberian transfuse darah segar.


* Fibrinogen.
* Oxygen.
* Heparin/trasylor.
(obstetric patologi:128).

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37–42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
(Prawirohardjo, 2002)
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup
bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan
bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). (Manuaba, 1998)
 
DAFTAR PUSTAKA

1.         Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
2.         Rukmono. 2002. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
3.         Price,Sylvia. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC

MIDWIFERY
Friday, February 15, 2013
KOMPLIKASI KEHAMILAN DAN PENATALAKSANAANNYA

 
TEKNOLOGI PENDIDIKAN
KOMPLIKASI KEHAMILAN DAN
PENATALAKSANAANNYA
DOSEN : HARIYONO, SPd. MM

DISUSUN OLEH :
WINDI SUNARTI

PRODI D IV KEBIDANAN PENDIDIK


STIKES KARYA HUSADA PARE-KEDIRI
TAHUN AJARAN 2012-2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas mata kuliah teknologi pendidikan
tentang “Komplikasi Kehamilan dan Penatalaksanaannya”.
Tujuan penyusunan tugas ini terutama untuk evaluasi mahasiswa DIV Kebidanan
Pendidik Karya Husada Pare-Kediri yang menempuh mata kuliah teknologi pendidikan,
namun tidak menutup kemungkinan kepada pihak-pihak lain yang berkepentingan dapat juga
menggunakannya.
Dalam menyusun tugas ini kami tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sehingga ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1.    Tintin Hariyani, SsiT., Mkes, selaku Ketua Prodi DIV Kebidanan Pendidik STIKES Karya
Husada Pare-Kediri.
2.    Hariyono, SPd. MM, selaku dosen mata kuliah teknologi pendidikan yang telah memberikan
bimbingan dalam penyusunan makalah ini.
3.    Orang tua yang memberikan dukungan dan do’a.
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang ada, kami menyadari dalam
penulisan tugas ini masih banyak kekurangan, karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan.
Akhirnya kami berharap semoga tugas ini berguna, khususnya bagi kami dan
mahasiswa lainnya pada umumnya.
Penulis,

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR---------------------------------------------------------------- ii
DAFTAR ISI--------------------------------------------------------------------------- iii
BAB 1 PENDAHULUAN------------------------------------------------------------ 1
1.1 Latar Belakang-------------------------------------------------------------------- 1

1.2 Rumusan Masalah---------------------------------------------------------------- 2

1.3 Manfaat---------------------------------------------------------------------------- 2

BAB 2 PEMBAHASAN-------------------------------------------------------------- 3

2.1 Kehamilan------------------------------------------------------------------------- 3

2.2 Komplikasi Kehamilan---------------------------------------------------------- 9

2.3 Perdarahan------------------------------------------------------------------------- 10

2.4 Pre-Eklamsia/Eklamsia---------------------------------------------------------- 12

2.5 Kelainan Letak (Letak Lintang dan Letak Sungsang)----------------------- 13

2.6 Hidramnion------------------------------------------------------------------------ 15

2.7 Ketuban Pecah Dini-------------------------------------------------------------- 16

2.8 Penyakit Jantung------------------------------------------------------------------ 18

2.9 Tuberculosis----------------------------------------------------------------------- 19

2.10 Anemia---------------------------------------------------------------------------- 20

2.11 Malaria---------------------------------------------------------------------------- 21

2.13 Nasihat-nasihat untuk Ibu Hamil---------------------------------------------- 22

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan------------------------------------------------------------------------ 25
3.2 Saran-------------------------------------------------------------------------------- 25
BAB I

PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG


Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu
sewaktu hamil atau dalam waktu 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan,
tidak bergantung pada tempat atau usia kehamilan (Sarwono, 2009 : 4).
Menurut WHO (1996) yang dikutip oleh Sarwono Prawirohardjo (2009 :
53), mengatakan bahwa setiap tahun sekitar 160 juta perempuan di
seluruh dunia hamil. Sebagian besar kehamilan ini berlangsung dengan
aman. Namun, sekitar 15 % menderita komplikasi berat, dengan
sepertiganya merupakan komplikasi yang mengancam jiwa ibu.
Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung.
Kematian ibu langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan,
persalinan atau masa nifas, dan segala intervensi atau penanganan tidak
tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak langsung merupakan
akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu
kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria,
anemia, HIV/AIDS, dan penyakit kardiovaskuler (Sarwono, 2009 : 54).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia termasuk sangat tinggi jika
dibandingkan dengan AKI di berbagai negara dalam kawasan Asia
Tenggara. Seperti di banyak negara lainnya, penyebab utama kematian
ibu adalah perdarahan. Perdarahan merupakan komplikasi persalinan
yang dapat terjadi selama kehamilan dan pasca persalinan. Proporsi
kematian yang disebabkan oleh perdarahan menempati posisi tertinggi
diantara tiga penyebab utama kematian ibu yaitu, eklampsia, dan sepsis.
Ironisnya semua penyebab utama tersebut, digolongkan sebagai penyulit
atau komplikasi yang sebenarnya dapat dihindarkan apabila kehamilan
dan persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar (Depkes
RI, 2008).
Secara global 80 % kematian ibu tergolong pada kematian ibu
langsung. Pola penyebab langsung di mana-mana sama, yaitu perdarahan
(25 %, biasanya perdarahan pasca persalinan), sepsis (15 %), hipertensi
dalam kehamilan (12 %), partus macet (8 %),komplikasi aborsi tidak
aman (13 %), dan sebab-sebab lain (8 %).

1.2         Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.2.1        Apakah kehamilan dan komplikasi kehamilan itu?
1.2.2        Apa saja yang termasuk dalam komplikasi kehamilan?
1.2.3        Bagaimana penatalaksanaan komplikasi kehamilan?

1.3         Manfaat
1.3.1        Untuk menjelaskan tentang kehamilan dan komplikasi kehamilan.
1.3.2        Untuk menjelaskan tentang apa saja yang termasuk dalam komplikasi
kehamilan.
1.3.3        Untuk menjelaskan tentang penatalaksanaan komplikasi kehamilan.

 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1         KEHAMILAN
2.1.1    Definisi Kehamilan
Kehamilan adalah suatu anugrah dari Tuhan yang perlu mendapatkan
perhatian dan dukungan dari seluruh anggota keluarga (BKKBN, 2003 :
19).
Kehamilan adalah hasil dari pertemuan sperma dan sel telur. Dalam
prosesnya, perjalanan sperma untuk menemui sel telur (ovum) betul-betul
penuh perjuangan (Maulana, 2008 : 125).
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
Pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterine mulai sejak konsepsi
dan berakhir sampai permulaan persalinan (Hanafiah, 2008 : 213).
Kehamilan adalah dimulainya konsepsi sampai lahirnya janin.
Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu ) dihitung dari hari
pertama sampai terakhir. Oleh karena dalam tubuh ada sesuatu yaitu
individu yang tumbuh dan berkembang untuk menyesuaikan diri,dengan
adanya individu itu tubuh mengadakan perubahan,memberi tempat,
kesempatan dan jaminan untuk tumbuh dan berkembang sampai saatnya
dilahirkan (Sarwono Prawirohardjo, 2000).
2.1.2   Tanda dan Gejala Kehamilan
Tanda dan gejala kehamilan menurut Prawiroharjo (2008) dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu:
2.1.2.1       Tanda tidak pasti kehamilan.
1)    Amenorea (tidak dapat haid).
Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil tidak dapat haid
lagi. Dengan diketahuinya tanggal hari pertama haid terakhir supaya
dapat ditaksir umur kehamilan dan taksiran tanggal persalinan akan
terjadi, dengan memakai rumus Neagle : HT – 3 (bulan + 7).
 2)   Mual dan muntah.
Biasa terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan hingga akhir triwulan
pertama. Sering terjadi pada pagi hari disebut “morning sickness”.
3)    Mengidam.
Sering terjadi pada bulan-bulan pertama kehamilan, akan tetapi
menghilang dengan makin tuanya kehamilan.
4)    Pingsan.
Bila berada pada tempat-tempat ramai yang sesak dan padat. Biasanya
hilang sesudah kehamilan 16 minggu.
5)    Anoreksia (tidak ada selera makan).
Hanya berlangsung pada triwulan pertama kehamilan, tetapi setelah itu
nafsu makan timbul lagi.
6)    Mamae menjadi tegang dan membesar.
Keadaan ini disebabkan pengaruh hormon estrogen dan progesteron yang
merangsang duktus dan alveoli payudara.
7)    Miksi sering.
Sering buang air kecil disebabkan karena kandung kemih tertekan oleh
uterus yang mulai membesar. Gejala ini akan hilang pada triwulan kedua
kehamilan. Pada akhir kehamilan, gejala ini kembali karena kandung
kemih ditekan oleh kepala janin.
8)    Konstipasi atau obstipasi.
Ini terjadi karena tonus otot usus menurun yang disebabkan oleh
pengaruh hormon steroid yang dapat menyebabkan kesulitan untuk
buang air besar.
9)    Pigmentasi (perubahan warna kulit).
Pada areola mamae, genital, cloasma, linea alba yang berwarna lebih
tegas, melebar dan bertambah gelap terdapat pada perut bagian bawah.
10)  Epulis.
Suatu hipertrofi papilla ginggivae (gusi berdarah). Sering terjadi pada
triwulan pertama.
 11) Varises (pemekaran vena-vena).
Karena pengaruh dari hormon estrogen dan progesteron terjadi
penampakan pembuluh darah vena.
12)  Penampakan pembuluh.
Darah itu terjadi disekitar genetalia eksterna, kaki dan betis, dan
payudara.
2.1.2.2   Tanda kemungkinan kehamilan
1)    Perut membesar
Setelah kehamilan 14 minggu, rahim dapat diraba dari luar dan mulai
pembesaran perut.
2)    Uterus membesar
Terjadi perubahan dalam bentuk, besar, dan konsistensi dari rahim. Pada
pemeriksaan dalam dapat diraba bahwa uterus membesar dan bentuknya
makin lama makin bundar.
3)    Tanda Hegar
Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menjadi lunak, terutama
daerah ismus. Pada minggu-minggu pertama ismus uteri mengalami
hipertrofi seperti korpus uteri. Hipertrofi ismus pada triwulan pertama
mengakibatkan ismus menjadi panjang dan lebih lunak.
4)    Tanda Chadwick
Perubahan warna menjadi kebiruan atau keunguan pada vulva, vagina,
dan serviks. Perubahan warna ini disebabkan oleh pengaruh hormon
estrogen.
5)    Tanda Piscaseck
Uterus mengalami pembesaran, kadang–kadang pembesaran tidak rata
tetapi di daerah telur bernidasi lebih cepat tumbuhnya. Hal ini
menyebabkan uterus membesar ke salah satu jurusan hingga menonjol
jelas ke jurusan pembesaran.
6)    Tanda Braxton-Hicks
Bila uterus dirangsang mudah berkontraksi. Tanda khas untuk uterus
dalam masa hamil. Pada keadaan uterus yang membesar tetapi tidak ada
kehamilan misalnya pada mioma uteri, tanda Braxton-Hicks tidak
ditemukan.
7)    Teraba ballotemen
Merupakan fenomena bandul atau pantulan balik. Ini adalah tanda adanya
janin di dalam uterus.
8)    Reaksi kehamilan positif
Cara khas yang dipakai dengan menentukan adanya human chorionic
gonadotropin pada kehamilan muda adalah air kencing pertama pada
pagi hari. Dengan tes ini dapat membantu menentukan diagnosa
kehamilan sedini mungkin.
2.1.2.3   Tanda pasti kehamilan
1)  Gerakan janin yang dapat dilihat, dirasa atau diraba, juga bagian-bagian
janin.
2)  Denyut jantung janin
(1)  Didengar dengan stetoskop-monoral Laennec.
(2)  Dicatat dan didengar dengan alat doppler.
(3)  Dicatat dengan feto-elektro kardiogram.
(4)  Dilihat pada ultrasonografi.
3)   Terlihat tulang-tulang janin dalam foto-rontgen
2.1.2.4   Perawatan ibu hamil
Perawatan adalah proses menjaga kehamilan mulai dari diketahui
adanya tanda-tanda kehamilan, masa kehamilan sampai dengan
menjelang persalinan, agar ibu dan janin terjaga keselamatannya dan
sehat (Lamadhah, 2008 : 49).
Perawatan ibu hamil berdasarkan BKKBN (2003 : 26), meliputi:
1)   Merawat diri selama hamil
2)   Cukup istirahat, tidur siang selama 1 jam dan 8 jam pada malam hari.
Posisi tidur yang baik bagi ibu hamil yaitu tidur dengan posisi miring ke
kanan atau ke kiri secara bergantian.
3)    Makan makanan yang mengandung gizi seimbang
4)    Senam hamil yang bermanfaat untuk kelancaran proses persalinan.
5)   Ibu hamil tetap dapat melakukan hubungan seksual seperti biasa namun
perlu berhati-hati pada kehamilan 1-3 bulan dan pada bulan-bulan
terakhir kehamilan.
6)   Ibu hamil hendaknya menggunakan pakaian yang longgar dan memakai
kutang/ BH yang sesuai dengan ukuran payudara.
2.1.2.5   Program antenatal care atau pemeriksaan kehamilan
1)   Pengertian
 Pemeriksaan kehamilan atau yang lebih sering disebut antenatal care
adalah kegiatan yang diberikan untuk ibu sebelum melahirkan atau dalam
masa kehamilan. Pemeliharaan kehamilan merupakan suatu upaya yang
dilakukan dalam pemeliharaan terhadap kesehatan ibu dan
kandungannya. Asuhan kehamilan ini diperlukan karena walaupun pada
umumnya kehamilan berkembang dengan normal dan menghasilkan
kelahiran bayi yang sehat cukup bulan melalui jalan lahir, namun kadang-
kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sulit diketahui sebelumnya
bahwa kehamilan akan menjadi masalah (Saifuddin, 2001).
Pemeriksaan kehamilan sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali
selama kehamilan yaitu : satu kali pada trimester pertama, satu kali pada
trimester ke dua, dan dua kali pada trimester tiga. Pemeriksaan pertama
dilakukan segera setelah diketahui terlambat haid (Saifuddin, 2001).
2)    Tujuan antenatal
 Menurut Saifuddin (2002), pemeriksaan kehamilan atau antenatal
care bertujuan untuk :
(1) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi.
(2)  Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial
ibu dan bayi.
(3) Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum,
kebidanan dan pembedahan.
(4)  Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
(5)  Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan penberian ASI
eksklusif.
(6)  Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi
agar dapat tumbuh kembang secara normal.
3)   Langkah-langkah asuhan antenatal care
Dalam rangka program pelayanan selama hamil dalam penilaian untuk
menentukan prioritas digunakan empat indikator, yaitu cakupan
kunjungan baru ibu hamil (K1), cakupan kunjungan ibu hamil yang
keempat (K4), cakupan imunisasi TT2 dan cakupan pemberian Fe 90
tablet pada ibu selama hamil (Manuaba,1999).
Menurut Saifuddin (2002), agar ibu mendapatkan semua informasi
yang diperlukan, maka petugas kesehatan akan memberikan asuhan
antenatal yang baik dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(1)  Sapa ibu juga keluarga dan membuatnya merasa nyaman.
(2) Mendapatkan riwayat kehamilan ibu dan mendengarkan dengan teliti apa
yang diceritakan oleh ibu.
(3)  Melakukan pemeriksaan fisik seperlunya saja.
(4)  Melakukan pemeriksaan laboratorium.
(5) Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk menilai
apakah kehamilannya normal (tekanan darah dibawah 140/90 mmHg,
edema hanya pada ekstremitas, tinggi fundus dalam cm atau
menggunakan jari-jari tangan sesuai dengan usia kehamilan, denyut
jantung janin 120-160 denyut per menit, gerakan janin terasa setelah 18-
20 minggu hingga melahirkan).
(6) Membantu ibu dan keluarganya untuk mempersiapkan kelahiran dan
kemungkinan keadaan darurat:
a. Bekerja sama dengan ibu, keluarganya, serta masyarakat untuk
mempersiapkan rencana kelahiran, termasuk mengidentifikasi penolong
dan tempat bersalin, serta perencanaan tabungan untuk mempersiapkan
biaya persalinan.
b. Bekerja sama dengan dengan ibu, keluarganya dan masyarakat untuk
mempersiapkan rencana jika terjadi komplikasi, termasuk
mengidentifikasi kemana harus pergi dan transportasi untuk mencapai
tempat tersebut, mempersiapkan donor darah, mengadakan persiapan
finansial dan mengidentifikasi pembuat keputusan kedua jika pembuat
keputusan pertama tidak ada ditempat.
(7)  Memberikan konseling : gizi yaitu peningkatan konsumsi makanan hingga
300 kalori perhari dan mengkonsumsi makanan seimbang, latihan yang
tidak berlebihan dan beristirahat jika lelah, perubahan fisiologis yang
terjadi dan cara mengatasinya, menasehati agar mencari pertolongan
segera bila mengalami tanda-tanda bahaya.
(8) Merencanakan dan mempersiapkan kelahiran yang bersih dan aman
dirumah.
(9)   Menjaga kebersihan diri.
(10) Memberikan zat besi 90 hari mulai minggu ke 20.
(11) Memberikan imunisasi TT 0,5 cc jika sebelumnya sudah mendapatkan.
(12) Menjadwalkan kunjungan berikutnya.
(13) Mendokumentasikan kunjungan tersebut. 

2.2         KOMPLIKASI KEHAMILAN


2.2.1        Pengertian
Komplikasi kehamilan adalah kegawat daruratan obstetrik yang
dapat menyebabkan kematian pada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 1999).
2.2.2        Macam-macam komplikasi kehamilan
Menurut Dep Kes RI (1997), jika tidak melaksanakan ANC sesuai
aturan dikhawatirkan akan terjadi komplikasi-komplikasi yang terbagi
menjadi 3 kelompok sebagai berikut :
2.2.2.1   Komplikasi Obstetrik Langsung, meliputi :
1)   Perdarahan
2)   Pre-eklampsia/eklampsia
3)   Kelainan Letak (Letak Lintang/Letak Sungsang)
4)   Hidramnion
5)   Ketuban Pecah Dini
2.2.2.2   Komplikasi Obstetrik Tidak Langsung :
1)   Penyakit Jantung
2)   Tuberculosis
3)   Anemia
4)   Malaria
2.2.2.3  Komplikasi yang Tidak Berhubungan Dengan Obstetrik komplikasi akibat
kecelakaan (kendaraan, keracunan, kebakaran) (Dewi, 2009).

2.3    PERDARAHAN
2.3.1    Pengertian
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah
kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya
daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, 1998). Jika
perdarahan terjadi di tempat yang jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan
atau fasilitas pelayanan kesehatan tersebut tidak mampu melakukan
tindakan yang diperlukan, maka umumnya kematian maternal akan
terjadi (Rochjati, 2003).
Perdarahan yang berhubungan dengan persalinan dibedakan dalam
dua kelompok utama yaitu perdarahan antepartum dan perdarahan
postpartum. Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang
terjadi sebelum bayi lahir. Perdarahan yang terjadi sebelum kehamilan 28
minggu seringkali berhubungan dengan aborsi atau kelainan. Perdarahan
kehamilan setelah 28 minggu dapat disebabkan karena terlepasnya
plasenta secara prematur, trauma, atau penyakit saluran kelamin bagian
bawah (Depkes RI, 2000).
2.3.2    Klasifikasi perdarahan
2.3.2.1   Plasenta previa
1)    Pengertian
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada
tempat abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
2)   Gejala dan tanda
Perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan
lanjut, sifat perdarahannya tanpa sebab, tanpa nyeri, dan berulang,
kadang-kadang perdarahan terjadi pada pagi hari sewaktu bangun tidur.
3)   Penanganan
Menurut Eastman bahwa tiap perdarahan trimester ketiga yang lebih
dari show (perdarahan inisial), harus dikirim ke rumah sakit tanpa
dilakukan manipulasi apapun, baik rektal maupun vaginal.
Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup,
belum inpartu, kehamilan belum cukup 37 minggu, atau tafsiran berat
janin dibawah 2500 gram, maka kehamilan dapat dipertahankan,
istirahat, pemberian obat-obatan dan dilakukan observasi dengan teliti.
2.3.2.2   Solusio plasenta
1)   Pengertian
Suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal, terlepas dari
perlekatannya sebelum janin lahir.
2)   Gejala dan tanda
Perdarahan dengan rasa sakit, perut terasa tegang, gerak janin
berkurang, palpasi bagian janin sulit diraba, auskultasi jantung janin dapat
terjadi asfiksia ringan dan sedang, dapat terjadi gangguan pembekuan
darah.
3)   Penanganan
Perdarahan yang berhenti dan keadaan baik pada kehamilan prematur
dilakukan perawatan inap dan pada plasenta tingkat sedang dan berat
penanganannya dilakukan di rumah sakit (Saifuddin, 2002 : 92).

2.4    PRE-EKLAMSIA/EKLAMSIA
2.4.1    Pengertian
Pre eklamsia/eklamsia adalah kondisi ibu yang disebabkan oleh
kehamilan disebut dengan keracunan kehamilan, dengan tanda-tanda
oedem (pembengkakan) terutama tampak pada tungkai dan muka,
tekanan darah tinggi, dan dalam air seni terdapat zat putih telur pada
pemeriksaan urine dari laboratorium. Kematian karena eklampsia
meningkat dengan tajam dibandingkan pada tingkat pre-eklampsia berat
(Dewi, 2009).
2.4.2    Klasifikasi
2.4.2.1   Pre eklamsia
1)    Pengertian
Pre eklamsia adalah suatu keadaan dengan timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan
20 minggu atau segera setelah lahir.
Pre eklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema,
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan yang dapat menyebabkan
kematian pada ibu dan janinnya. Penyakit ini pada umumnya terjadi
dalam triwulan ke-3 kehamilan dan dapat terjadi pada waktu antepartum,
intrapartum, dan pasca persalinan (Prawirohardjo, 1999).
2)    Gejala dan tanda
Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki,
jari tangan dan muka, sakit kepala hebat, kenaikan tekanan darah secara
mendadak sampai 140/90 mmHg atau lebih, proteinuria sebanyak 0,3
gram/liter dalam air kencing 24 jam.
3)    Penanganan umum
Istirahat (tirah baring), diet rendah garam, diet tinggi protein,
suplemen kalsium, magnesium, obat anti hipertensi dan dirawat di rumah
sakit bila ada kecenderungan menjadi eklamsia.
 2.4.2.2   Eklamsia
1)    Pengertian
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan
atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul
akibat kelainan neurologik) dan/atau koma dimana sebelumnya sudah
menunjukkan gejala-gejala pre eklampsia.
Eklamsia merupakan kelanjutan dari “pre eklamsia berat” ditambah
dengan kejang atau koma yang dapat berlangsung mendadak.
2)    Gejala dan tanda
Eklamsia ditandai oleh gejala-gejala pre eklamsia berat (hipertensi,
oedem, dan protein urine) dan kejang atau koma, kadang-kadang disertai
gangguan fungsi organ.
3)    Penanganan
Pengobatan tetap isolasi ketat di rumah sakit. Hindari kejang yang
dapat menimbulkan penyulit yang lebih berat. (Prawirohardjo, 2008 :
212).

2.5    KELAINAN LETAK (LETAK LINTANG DAN LETAK SUNGSANG)


2.5.1    Letak Lintang
2.5.1.1   Pengertian
Letak lintang adalah keadaan sumbu memanjang janin kira-kira tegak
lurus dengan sumbu memanjang tubuh ibu.
Letak lintang adalah suatu keadaan di mana janin melintang di dalam
uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada
sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi dari pada
kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul (Hariadi,
1999).
2.5.1.2   Penyebab
Penyebab dari letak lintang sering merupakan kombinasi dari
berbagai faktor. Faktor – faktor tersebut adalah :
1)  Fiksasi kepala tidak ada, karena panggul sempit, hidrosefalus,
anensefalus, plasenta previa, dan tumor – tumor pelvis.
2)   Janin sudah bergerak pada hidramnion, multiparitas, anak kecil, atau
sudah mati.
3)   Gemelli (kehamilan ganda).
4)   Kelainan uterus, seperti arkuatus, bikornus, atau septum.
5)   Lumbar skoliosis.
6)   Pelvic, kandung kemih, dan rektum yang penuh (Mochtar, 1998).
Sebab terpenting terjadinya letak lintang ialah multiparitas disertai
dinding uterus dan perut yang lembek (Hariadi, 1999).
2.5.1.3   Penanganan
Pada primigravida umur kehamilan kurang dari 28 minggu dianjurkan
posisi lutut dada, jika lebih dari 28 minggu dilakukan versi luar, kalau
gagal dianjurkan posisi lutut dada sampai persalinan.
Pada multigravida umur kehamilan kurang dari 32 minggu posisi lutut
dada, jika lebih dari 32 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal posisi
lutut dada sampai persalinan (Dasuki, 2000).
2.5.2    Letak Sungsang
2.5.2.1   Pengertian
Letak sungsang merupakan kelainan letak janin di dalam rahim pada
kehamilan tua (hamil 8-9 bulan), dengan kepala di atas dan bokong atau
kaki di bawah. Bayi letak sungsang lebih sukar lahir, karena kepala lahir
terakhir (Rochjati, 2003).
2.5.2.2   Penyebab
Menurut Manuaba (1998), penyebab letak sungsang dapat berasal
dari pihak ibu (keadaan rahim, keadaan plasenta, keadaan jalan lahir) dan
dari janin (tali pusat pendek, hidrosefalus, kehamilan kembar, hidramnion,
prematuritas) (Dewi, 2009).
2.5.2.3   Penanganan
Pada primigravida umur kehamilan kurang dari 28 minggu dianjurkan
posisi lutut dada, jika lebih dari 28 minggu dilakukan versi luar, kalau
gagal dianjurkan posisi lutut dada sampai persalinan.
Pada multigravida umur kehamilan kurang dari 32 minggu posisi lutut
dada, jika lebih dari 32 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal posisi
lutut dada sampai persalinan (Dasuki, 2000).

2.6    HIDRAMNION
2.6.1    Pengertian
Yaitu kehamilan dengan jumlah air ketuban lebih dari 2 liter. Keadaan
ini mulai tampak pada trimester III, dapat terjadi secara perlahan-lahan
atau sangat cepat. Pada kehamilan normal, jumlah air ketuban ½ sampai
1 liter. Karena rahim sangat besar akan menekan pada organ tubuh
sekitarnya, yang menyebabkan keluhan -keluhan sebagai berikut :
2.6.1.1  Sesak napas, karena sekat rongga dada terdorong ke atas.
2.6.1.2  Perut membesar, nyeri perut karena rahim berisi air ketuban ?2 liter.
2.6.1.3  Pembengkakan pada kedua bibir kemaluan dan tungkai.
2.6.2    Penyebab
2.6.2.1   Produksi air ketuban bertambah
Yang diduga menghasilkan air ketuban ialah epitel amnion, tetapi air
ketuban dapat bertambah karena cairan lain masuk ke dalam ruangan
amnion. Misalnya air kencing anak atau cairan otak pada anenchepalus.
2.6.2.2   Pengeluaran air ketuban terganggu
Air ketuban yang telah dibuat dialirkan dan diganti dengan yang baru.
Salah satu jalan pengaliran ialah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus
dan dialirkan ke plasenta, akhirnya masuk ke peredaran darah ibu. Jalan
ini kurang terbuka kalau anak tidak menelan seperti pada atresia
aesophagei, anenchepalus atau tumor-tumor plasenta.
2.6.2.3   Terdapat gangguan/sumbatan pada saluran cerna janin
Misalnya bagian kerongkongan yang tidak berlubang atau usus 12 jari
yang tersumbat. Sehingga memberikan dampak cairan ketuban lebih
banyak dari sebenarnya. Dalam keadaan normal, bayi dalam kandungan
selain akan meminum juga akan membuang air kecil dan buang air besar.
2.6.2.4   Adanya infeksi
Infeksi bisa menyebabkan produksi air ketuban lebih sedikit atau lebih
banyak.
2.6.3   Gejala dan tanda
2.6.3.1   Sesak nafas.
2.6.3.2   Oedem labia, vulva dan dinding perut.
2.6.3.3   Regangan dinding rahim menimbulkan nyeri.
Gejala ini menonjol jika terjadi hidramion akut.
2.6.3.4   Sulit melakukan palpasi.
2.6.3.5   Bunyi jantung sering tidak terdengar.
2.6.3.6   Perut terasa kembung dan lebih kencang.
2.6.3.7   Kulit perut tampak mengkilap.
2.6.3.8   Terkadang perut terasa sakit ketika berjalan.
2.6.4   Klasifikasi
2.6.4.1   Hidramnion kronis
Banyak dijumpai pertambahan air ketuban terjadi secara perlahan-
lahan dalam beberapa minggu atau bulan dan biasanya terjadi pada
kehamilan lanjut.
2.6.4.2   Hidramnion akut
Terjadi pertambahan air ketuban secara tiba-tiba dan secara dalam
waktu beberapa hari saja. Biasanya terjadi pada kehamilan bulan ke 5 dan
ke 6 (Mochtar, 1998).
2.6.5   Penanganan
2.6.5.1   Jika gejala hidramnion tergolong ringan, anjurkan klien berpantang
garam dan dilakukan observasi dan memonitor jumlah air ketuban.
2.6.5.2 Jika jumlah air ketuban bertambah banyak, maka diberikan obat untuk
mengurangi sesak dan sakit. Dan jika diperlukan maka akan memasukkan
jarum ke dalam kantong air ketuban untuk mengeluarkan sebagian cairan
tersebut.

2.7    KETUBAN PECAH DINI


2.7.1    Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan, dan ditunggi 1 jam belum dimulainya tanda persalinan. Waktu
sejak pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian
ketuban pecah dini” (Manuaba, 1998 : 229).
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia
kehamilan 37 minggu maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan
prematur (Sarwono, 2008).
2.7.2    Penyebab
Penyebab ketuban pecah dini mempunyai dimensi multifaktorial yang
dapat dijabarkan sebagai berikut :
2.7.2.1   Serviks inkompeten.
2.7.2.2   Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
2.7.2.3   Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
2.7.2.4  Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah
belum masuk PAP, sefalopelvik disproforsi.
2.7.2.5   Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
2.7.2.6  Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai
berikut :
2.7.2.1 Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi.
2.7.2.2   Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan
mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
2.7.3    Penanganan
Sebagai gambaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah dini dapat
dijabarkan  sebagai berikut :
2.7.3.1  Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya maturitas
paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang
sehat.
2.7.3.2   Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu
sepsis, meningitis janin, dan persalinan prematuritas.
2.7.3.3 Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan
berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga
kematangan paru janin dapat terjamin.
2.7.3.4  Pada umur kehamilan 24 sampai 32 minggu yang menyebabkan
menunggu berat janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan
induksi persalinan, dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan.
2.7.3.5  Menghadapi ketuban pecah dini, diperlukan KIE terhadap ibu dan
keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak
mungkin dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan
mungkin harus mengorbankan janinnya.
2.7.3.6  Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur
distantia biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk
melakukan pemeriksaan kematangan paru.
2.7.3.7   Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan selang waktu 6 jam
sampai 24 jam, bila tidak terjadi his spontan (Manuaba, 1998 : 232).
2.8    PENYAKIT JANTUNG
2.8.1    Pengertian
Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan adalah dapat
menyebabkan gangguan pada pertumbuhan janin dengan berat badan
lahir rendah, prematuritas, kematian janin dalam rahim dan juga dapat
terjadi abortus.
Pada penyakit jantung yang disertai kehamilan, pertambahan denyut
jantung dapat menguras cadangan kekuatan jantung sehingga terjadi
keadaan payah jantung. Puncak-puncak keadaan payah jantung itu akan
dijumpai pada waktu :
2.8.1.1   Puncak hemodilusi darah pada minggu 28 sampai 32.
2.8.1.2   Pada saat inpartu.
2.8.1.3   Pada saat plasenta lahir, darah kembali ke peredaran darah umum
dalam jumlah besar untuk membentuk ASI.
2.8.1.4   Saat laktasi karena kekuatan jantung diperlukan untuk membentuk ASI.
2.8.1.5  Terjadinya perdarahan postpartum, sehingga diperlukan kekuatan ekstra
jantung untuk dapat melakukan kompensasi.
2.8.1.6  Mudah terjadi infeksi postpartum, yang memerlukan kerja tambahan
jantung (Manuaba, 1998 : 272).
2.8.2   Tanda dan gejala
Keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil antara lain sesak napas,
jantung berdebar, dada terasa berat (kadang-kadang nyeri), nadi cepat,
kaki bengkak.
Keluhan-keluhan tersebut timbul di waktu kerja berat. Sedangkan
pada payah jantung yang berat dirasa pada saat kerja ringan atau sedang
beristirahat/berbaring. Pada saat kehamilan, penyakit jantung ini akan
menjadi lebih berat (Dewi, 2009).
2.8.3    Penanganan
Bila bidan mencurigai terjadi penyakit jantung dalam kehamilan
sebaiknya melakukan rujukan atau konsultasi kepada dokter. Pertolongan
persalinan hamil disertai penyakit jantung sebaiknya menggunakan
kontap. Pemakaian metode lainnya selalu memberikan gangguan
terhadap kerja jantung (Manuaba, 1998 : 273).
2.9         TUBERCULOSIS
2.9.1    Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi
mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberkulosis
menyerang paru, sehingga dapat menyebabkan perubahan pada sistem
pernafasan (Mansjoer, 2001 : 287).
2.9.2    Gejala dan tanda
Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil antara lain batuk lama
tak sembuh-sembuh, tidak suka makan, badan lemah dan semakin kurus,
batuk darah. Penyakit ini tidak berpengaruh secara langsung terhadap
janin dan tidak memberikan penularan selama kehamilannya. Janin baru
akan tertular setelah dilahirkan. Bila tuberkulosa/TBC sudah berat dapat
menurunkan kondisi tubuh ibu hamil, tenaga dan termasuk ASI ikut
berkurang, bahkan ibu dianjurkan untuk tidak memberi ASI kepada
bayinya secara langsung (Dewi, 2009).
2.9.3    Penanganan
Penderita dengan proses aktif, apalagi dengan batuk darah, sebaiknya
dirawat di rumah sakit dalam kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah
penularan, untuk menjamin istirahat dan makanan yang cukup, serta
pengobatan yang intensif dan teratur (Mansjoer, 2001 : 287).

2.10     ANEMIA
2.10.1  Pengertian
Anemia adalah kekurangan darah yang dapat menganggu kesehatan
ibu pada saat proses persalinan (BKKBN, 2003 : 24). Kondisi ibu hamil
dengan kadar Hemoglobin kurang dari 11 gr % pada trimester 1 dan 3
dan <10,5 gr % pada trimester 2. Anemia dapat menimbulkan dampak
buruk terhadap ibu maupun janin, seperti infeksi, partus prematurus,
abortus, kematian janin, cacat bawaan (Prawirohardjo, 2008 : 281).
Wanita tidak hamil mempunyai nilai normal hemoglobin 12 sampai 15
gr %. Angka tersebut juga berlaku untuk wanita hamil, terutama wanita
yang mendapat pengawasan selama hamil. Oleh karena itu, pemeriksaan
hemoglobin harus menjadi pemeriksaan darah rutin selama pengawasan
antenatal, yaitu dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit 1 kali pada
pemeriksaan pertama atau pada triwulan pertama dan sekali lagi pada
triwulan terakhir.
2.10.2  Gejala dan tanda
Gejala dan tanda anemia antara lain adalah pusing, rasa lemah, kulit
pucat, mudah pingsan, sementara tensi masih dalam batas normal perlu
dicurigai anemia defisiensi. Secara klinik dapat dilihat tubuh yang
malnutrisi dan pucat (MIMS Bidan, 2008/2009).
Keluhan yang dirasakan ibu hamil adalah lemas badan, lesu, lekas
lelah, mata berkunang-kunang, jantung berdebar. Pengaruh anemia
terhadap kehamilan antara lain dapat menurunkan daya tahan ibu hamil
sehingga ibu mudah sakit, menghambat pertumbuhan janin sehingga bayi
lahir dengan berat badan rendah dan persalinan prematur (Dewi, 2009).
2.10.3  Penanganan umum
Kekurangan darah merah ini harus dipenuhi dengan mengkonsumsi
makanan bergizi dan diberi suplemen zat besi, pemberian kalori 300
kalori/hari dan suplemen besi sebanyak 60 mg/hari sekiranya cukup
mencegah anemia (Maulana, 2008, : 187).

2.11  MALARIA
2.11.1  Pengertian
Malaria adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman (plasmodium)
dapat mengakibatkan anemia dan dapat menyebabkan keguguran.
2.11.2  Gejala dan tanda
Keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil antara lain panas tinggi,
menggigil sampai keluar keringat (demam), sakit kepala, muntah-muntah,
hipogilkemia, edema paru akut.
Bila penyebab malaria ini disertai dengan panas yang tinggi dan
anemia, maka akan mengganggu ibu hamil dan kehamilannya. Bahaya
yang mungkin terjadi antara lain abortus/keguguran, kematian janin
dalam kandungan, dan persalinan prematur (Dewi, 2009).
2.11.3  Penanganan
Dengan pemberian obat kemoprofiksis jenis klorokuin dengan dosis
300 mg/minggu.
2.12     DIABETES MELLITUS
2.12.1  Pengertian
Diabetes merupakan suatu penyakit dimana tubuh tidak menghasilkan
insulin dalam jumlah cukup, atau sebaliknya, tubuh kurang mampu
menggunakan insulin secara maksimal. Insulin adalah hormon yang
dihasilkan oleh pankreas, yang berfungsi mensuplai glukosa dari darah ke
sel-sel tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar tubuh.
2.12.2  Gejala dan tanda
Dugaan adanya kencing manis pada ibu hamil apabila :
1)   Ibu pernah mengalami beberapa kali kelahiran bayi yang besar dengan
berat badan lahir bayi lebih dari 4 000 gram.
2)  Pernah mengalami kematian bayi dalam rahim pada kehamilan minggu-
minggu terakhir.
3)  Ditemukan glukosa dalam air seni (pemeriksaan laboratorium), yang
disebut glikosuria.
Pada masa awal kehamilan, dapat mengakibatkan bayi mengalami
cacat bawaan, berat badan berlebihan, lahir mati, dan gangguan
kesehatan lainnya seperti gawat napas, hipoglikemia (kadar gula darah
kurang dari normal), dan sakit kuning.
Pengaruh diabetes mellitus terhadap kehamilan tergantung pada berat
ringannya penyakit, pengobatan dan perawatannya. Pengobatan diabetes
mellitus menjadi lebih sulit karena pengaruh kehamilan. Kehamilan akan
memperberat diabetes mellitus dan memperbesar kemungkinan
timbulnya komplikasi seperti koma (Dewi, 2009).
2.12.3  Penanganan
Menjaga agar kadar glukosa darah tetap normal, ibu hamil harus
memperhatikan makanan, berolahraga secara teratur, serta menjalani
pengobatan sesuai kondisi penyakit pada penderita penyakit ini
(Prawirohardjo, 2008 : 290).
2.13   Nasihat- nasihat untuk Ibu Hamil
2.13.1  Diet dan Pengawasan Berat Badan
Wanita hamil dan menyusui harus betul-betul mendapat perhatian
susunan dietnya, terutama mengenai jumlah kalori, protein yang berguna
untuk pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Kekurangan nutrisi dapat
menyebabkan anemia, abortus, perdarahan pasca persalinan dan
sebagainya. Sedangkan makanan berlebihan karena dianggap untuk 2
orang (ibu dan janin), dapat mengakibatkan komplikasi seperti gemuk,
pre-eklamsi, janin besar dan sebagainya (Mochtar, 19998). Anjurkan
wanita tersebut makan secukupnya saja. Bahan makanan tidak perlu
mahal, akan tetapi cukup mengandung protein baik hewani maupun
nabati. Seperti diketahui, kebutuhan akan gizi selama kehamilan
meningkat. Adapun kebutuhan ini dipergunakan untuk pertumbuhan
plasenta, pertambahan volume darah, mammae yang membesar, dan
metabolisme basal yang meningkat. Sebagai pengawasan akan
kecukupan gizi ini dapat dipakai kenaikan berat badan wanita hamil
tersebut. Kenaikan berat badan wanita hamil rata-rata 6,5 kg sampai 16
kg (Wiknjosastro, 2002).
2.13.2  Merokok
Merokok adalah kebiasaan yang dilarang keras, baik saat hamil
maupun tidak hamil dan baik merokok secara pasif maupun aktif. Adalah
kenyataan bahwa wanita-wanita yang terlalu banyak merokok melahirkan
anak yang lebih kecil, atau mudah mengalami abortus dan partus
prematurus. Maka dari itu, sebaiknya wanita hamil dilarang merokok
(Wiknjosastro, 2002).
2.13.3  Obat-obatan
Jangan memberikan obat yang tidak perlu benar, terutama pada
triwulan I dan II kehamilan. Ada obat yang teratogenik sehingga dapat
menimbulkan kelainan teratogenik pada janin, misalnya thalidomide, yang
sekarang telah ditarik dari peredaran (Wiknjosastro, 2002).
2.13.4  Kebersihan dan Pakaian
Kebersihan harus selalu dijaga pada masa kehamilan. Mandi
diperlukan untuk kebersihan/ hygiene terutama perawatan kulit, karena
fungsi ekskresi dan keringat bertambah. Dianjurkan menggunakan sabun
yang lembut/ ringan. Mandi berendam tidak dianjurkan (Mochtar, 1998).
Baju hendaknya yang longgar dan mudah dipakai. Sepatu atau alas kaki
lain dengan tumit yang tinggi sebaiknya jangan dipakai, oleh karena
tempat titik berat wanita hamil berubah, sehingga mudah tergelincir atau
jatuh (Wiknjosastro, 2002).
2.13.5  Koitus
Bila dalam anamnesis ada abortus sebelum kehamilan yang sekarang,
sebaiknya koitus ditunda sampai kehamilan 16 minggu. Pada waktu itu
plasenta telah terbentuk, serta kemungkinan abortus menjadi lebih kecil.
Pada umumnya koitus diperbolehkan pada masa kehamilan jika dilakukan
dengan hati-hati. Pada akhir kehamilan, jika kepala sudah masuk ke
dalam rongga panggul, koitus sebaiknya dihentikan karena dapat
menimbulkan perasaan sakit dan perdarahan (Wiknjosastro, 2002).
2.13.6  Perawatan Gigi
Pada triwulan pertama wanita hamil mengalami enek dan muntah
(morning sickness). Keadaan ini menyebabkan perawatan gigi tidak
diperhatikan dengan baik, sehingga timbul karies, gingivitis, dan
sebagainya. Bila kerusakan gigi ini tidak diperhatikan dengan baik, hal itu
dapat mengakibatkan komplikasi, seperti nefritis, septicemia sepsis
peurperalis, oleh karena infeksi di rongga mulut, misalnya pulpitis yang
telah menahun, dapat menjadi sarang infeksi yang dapat menyebar
kemana-mana. Maka dari itu bila keadaan mengijinkan, tiap wanita hamil
harus memeriksakan giginya secara teratur sewaktu hamil (Wiknjosastro,
2002).
2.13.7  Imunisasi
Tiap wanita hamil yang akan berpergian ke luar negeri dan di dalam
negeri dibolehkan mengambil vaksinasi ulangan terhadap cacar, kolera,
dan tifus. Dahulu di Indonesia pencacaran merupakan suatu keharusan,
maka untuk wanita hamil pencacaran merupakan pencacaran ulang dan
tidak membahayakan. Tapi bila ada wabah, maka pencacaran walaupun
untuk pertama kali tetap dilakukan untuk melindungi ibu dan janin. Virus
vaksin dapat melintasi plasenta dan dapat menimbulkan kerusakan-
kerusakan pada macam-macam alat dan plasenta. Biasanya infeksi
transplasenta hanya terjadi pada wanita hamil yang baru pertama sekali
dicacar. Maka dari itu, dianjurkan agar pencacaran pertama sebaiknya
dilakukan sebelum tua kehamilan melewati 20 minggu. Untuk melindungi
janin yang akan dilahirkan terhadap tetanus neonatonum dewasa ini
dianjurkan untuk diberikan toxoid tetanus pada ibu hamil (Wiknjosastro,
2002).
2.13.8  Perawatan Payudara
Payudara merupakan sumber air susu ibu yang akan menjadi makanan
utama bagi bayi, karena itu, jauh sebelumnya harus sudah dirawat.
Kutang yang dipakai harus sesuai besar payudara, yang sifatnya adalah
menyokong payudara dari bawah, bukan menekan dari depan. Dua bulan
sekali dilakukan massage, kolostrum dikeluarkan untuk  mencegah
penyumbatan. Untuk mencegah putting susu kering dan mudah pecah,
maka putting susu dan areola payudara dirawat baik-baik dengan
dibersihkan menggunakan air sabun dan biocream atau alcohol. Bila
puting susu masuk ke dalam, hal ini diperbaiki dengan jalan menarik-narik
keluar (Mochtar, 1998).

BAB III

PENUTUP
3.1       KESIMPULAN

Kehamilan adalah hasil dari pertemuan sperma dan sel telur. Dalam
prosesnya, perjalanan sperma untuk menemui sel telur (ovum) betul-betul
penuh perjuangan (Maulana, 2008 : 125).
Komplikasi kehamilan adalah kegawat daruratan obstetrik yang
dapat menyebabkan kematian pada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 1999).
Untuk pengenalan tanda-tanda kehamilan yang memiliki tanda
bahaya dan komplikasi kehamilan banyak poster-poster dan leaflet
disebarkan kepada masyarakat khususnya ibu-ibu hamil yang berkunjung
dalam pelayanan antenatal maupun pada kegiatan kunjungan rumah
dalam pemantauan kesehatan masyarakat. Selain itu digunakan juga
suatu alat bantu yang lebih memungkinkan dilibatkannya ibu hamil untuk
secara aktif mengamati sendiri kehamilannya. Alat bantu tersebut juga
bermanfaat bagi petugas kesehatan dalam mengidentifikasi faktor resiko
dan komplikasi kehamilan sehingga dapat memberikan informasi dan
saran yang tepat. Alat bantu tersebut dikenal dengan Buku Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA).
3.2       SARAN
Makalah ini semoga berguna bagi pembaca, khususnya bagi
mahasiswa namun manusia tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran sangat diperlukan guna memperbaiki makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

         Dasuki, D. 2000. Distokia dalam Standar Pelayanan Medis RSUP Dr.
Sardjito. Medika FK UGM : Yogyakarta
         Mansjoer, A dkk. 2001. Kelainan pada Persalinan dalam Kapita Selekta
Kedokteran 3th eds, jilid pertama. Media Aesculapius FKUI : Jakarta
         Mansjoer Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Kesatu. Penerbit
Media Aesculapius FKUI : Jakarta
         Martohoesodo, S dan Hariadi, R. 1999. Distosia karena Kelainan Letak
serta Bentuk Janin dalam Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka sarwono
Prawirohardjo : Jakarta
         Mochtar, D. 1998. Letak Lintang (Transverse Lie) dalam Sinopsis Obstetri :
Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. EGC : Jakarta
         Mochtar Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri Edisi Kesatu. Penerbit buku
kedokteran EGC : Jakarta
         s

Lailatul Fitri's Site


I'am Proud that I will be MIDWIFE *Maaf bila ada kesalahan, lagi belajar :D

Saturday, April 5, 2014


Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatal

BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Pelayanan bermutu atau berkualitas sering dikaitkan dengan biaya. Rosemary E. Cross
mengatakan bahwa secara umum pemikiran tentang kualitas sering dihubungkan dengan
kelayakan, kemewahan, kecantikan, nilai uang, kebebasan dari rasa sakitdan
ketidaknyamanan, usia harapan hidup yang panjang, rasa hormat, kebaikan.
Pelayanan kesehatan adalah Setiap upaya yang di selenggarakan secara sendiri atau bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok
maupun masyarakat.
Untuk menurunkan angka kematian ibu(AKI) perlu peningkatan standar dalam menjaga
mutu pelayanan kebidanan. Ujung tombak penurunan AKI tersebut adalah tenaga kesehatan ,
dalam hal ini adalah bidan. Untuk itu pelayanan kebidanan harus mengupayakan peningkatan
mutu dan memberi pelayanan sesuai standar yang mengacu pada semua persyaratan kualitas
pelayanan dan peralatan kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Fokus
pembangunan kesehatan terhadap tingginya AKI masih terus menjadi perhatian yang sangat
besar dari pemerintah karena salah satu indikator pembangunan sebuah bangsa AKI dan
AKB. Maka dari itu seorang bidan harus bisa melakukan standart pelayanan kebidanan agar
dapat meningkatkan mutu pelayanan dan menurunkan AKI dan AKB. Dalam makalah ini
kami akan membahas tentang standar pelayanan kegawatdaruratan obstetric dan neonatal.

1.2   Rumusan Masalah


1.      Apa pengertian standar pelayanan kebidanan?
2.      Apa saja standar pelayanan kebidanan?
3.      Apa saja yang termasuk dalam standar pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal?

1.3    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian standar pelayanan kebidanan
2.      Untuk mengetahui apa saja standar dalam pelayanan kebidanan
3.      Untuk mengetahui standar pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Standar Pelayanan Kebidanan
Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) adalah rumusan tentang penampilan atau nilai
diinginkan yang mampu dicapai, berkaitan dengan parameter yang telah ditetapkan yaitu
standar pelayanan kebidanan yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem
pelayanan yang bertujuan untuk meningkatan kesehatan ibu dan anak dalam rangka
mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat (Depkes RI, 2001: 53). Standar pelayanan
kebidanan mempunyai beberapa manfaat sebagai berikut:
a.     Standar pelayanan berguna dalam penerapan norma tingkat kinerja yang diperlukan untuk
mencapai hasil yang diinginkan
b.    Melindungi masyarakat
c.     Sebagai pelaksanaan, pemeliharaan, dan penelitian kualitas pelayanan
d.    Untuk menentukan kompetisi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek sehari-hari.
e.     Sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan
pendidikan (Depkes RI, 2001:2)

2.2 Standar Pelayanan Kebidanan


Standar Pelayanan Kebidananan terdiri dari 24 Standar, meliputi :
1.     Standar Pelayanan Umum (2 standar)
Standar 1 : Persiapan untuk Kehidupan Keluarga Sehat
Standar 2 : Pencatatan dan Pelaporan
2.      Standar Pelayanan Antenatal (6 standar)
Standar 3 : Identifikasi Ibu Hamil
Standar 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Standar 5 : Palpasi dan Abdominal
Standar 6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Standar 8 : Persiapan Persalinan

3.      Standar Pertolongan Persalinan (4 standar)


Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala I
Standar 10 : Persalinan Kala II yang Aman
Standar 11 : Penatalaksanaan Aktif Persalinan Kala III
Standar 12 : Penanganan Kala II dengan Gawat Janin melalui Episiotomi.
4.      Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir
Standar 14 :Penanganan pada Dua Jam Pertama Setelah Persalinan
Standar 15 :Pelayanan bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas

2.3 Standar Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatal


1.    Standar 16: Penanganan Perdarahan dalam Kehamilan pada Trimester III
A.   Tujuan
Mengenali dan melakukan tindakan secara cepat dan tepat perdarahan dalam trimester III
kehamilan.Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta
melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
B.        Pernyataan Standar
Ibu yang mengalami perdarahan pada trimester III kehamilan segera mendapat pertolongan
yang cepat dan tepat.
C.     Hasil
a)      Kematian ibu atau janin akibat perdarahan dalam kehamilan dan perdarahan antepartum
berkurang.
b)      Meningkatnya pemanfaatan bidan untuk konsultasi pada keadaan gawat darurat.
D.       Prasyarat
a)      Bidan memberikan perawatan antenatal rutin pada ibu hamil.
b)      Ibu hamil mencari perawat kebidanan jika komplikasi kehamilan terjadi.
c)      Bidan sudah terlatih dan terampil untuk :
     Mengetahui penyebab, mengenai tanda – tanda dan penanganan perdarahan pada trimester III
kehamilan.
     Pertolongan pertama pada kegawatdarurat, termasuk pemberian cairan IV.
     Mengeahui tanda – tanda dan penangan syok.
d)      Tersedianya alat perlengkapan yang penting misalnya sabun, air bersih yang mengalir,
handuk bersih untuk mengeringkan tangan, alat suntik steril sekali pakai, jarum IV steril 16
dan 18 G, Ringer Laktat atau NaCl 0,9 %, set infus , 3 pasang sarung tangan bersih.
e)      Penggunaan KMS Ibu Hamil / Kartu Ibu , Buku KIA.
f)        Sistem rujukan yang efektif, termasuk bank darah berjalan dengan baik untuk ibu yang
mengalami perdarahan selama kehamilan
2.    Standar 17: Penanganan Kegawatdaruratan pada Eklamsia
A.     Tujuan
Mengenali secara dini tanda – tanda dan gejala – gejala preeklamsia berat dan memberikan
perawatan yang tepat dan memadai. Mengambil tindakan yang tepat dan segera dalam
penanganan kegawadaruratan bila eklamsia terjadi.
B.     Pernyataan Standar
Bidan mengenali secara tepat dan dini tanda dan gejala preeklamsia ringan, preeklamsia berat
dan eklamsia. Bidan akan mengambil tindakan yang tepat, memulai perawatan, merujuk ibu
dan / atau melaksanakan penanganan kegawatdaruratan yang tepat.
C.     Hasil
a)    Penurunan kejadian eklamsia.
b)   Ibu hamil yang mengalami preeklamsia berat dan eklamsia mendapatkan penanganan yang
cepat dan tepat.
c)    Ibu dengan tanda – tanda preeklamsia ringan akan mendapatkan perawatan yang tepat waktu
dan memadai serta pemantauan.
d)   Penurunan kesakitan dan kematian akibat eklamsia.
D.     Prasyarat
a)      Kebijakan dan protokol nasional / setempat yang mendukung bidan memberikan pengobatan
awal untuk penatalaksanaan kegawatdaruratan preeklamsia berat dan eklamsia.
b)      Bidan melakukan perawatan antenatal rutin kepada ibu hamil termasuk pemantauan rutin
tekanan darah.
c)      Bidan secara rutin memantau ibu dalam proses persalinan dan selama periode postpartum
terhadap tanda dan gejala preeklamsia termasuk pengukuran tekanan darah.

d)      Bidan terlatih dan terampil untuk :


     Mengenal tanda dan gejala preeklamsia ringan, preeklamsia berat dan eklamsia.
     Mendeteksi dan memberikan pertolongan pertama pada preeklamsia ringan, preeklamsia
berat dan eklamsia.
e)         Tersedia perlengkapan penting untuk memantau tekanan darah dan memberikan cairan IV .
Jika mungkin perlengkapan untuk memantau protein dalam air seni.
f)           Tersedia obat anti hipertensi yang dibutuhkan untuk kegawatdaruratan misalnya Magnesium
Sulfat, Kalsium glukonas.
g)         Adanya sarana pencatatan : KMS Ibu hamil / Kartu Ibu, Buku KIA dan Partograf.
3.    Standar 18: Penanganan Kegawatdaruratan pada Partus Lama / Macet
A.     Tujuan
Mengetahui dengan segara dan penanganan yang tepat keadaan darurat pada partus lama/
macet.
B.     Pernyataan Standar
Bidan mengenali secara tepat dan dini tanda dan gejala preeklamsia ringan, preeklamsia berat
dan eklamsia. Bidan akan mengambil tindakan yang tepat, memulai perawatan, merujuk ibu
dan atau melaksanakan penanganan kegawatdaruratan yang tepat.
C.     Hasil
a)    Mengenali secara dini gejala dan tanda partus lama serta tindakan yang tepat.
b)   Penggunaan partograf secara tepat dan seksama untuk semua ibu dalam proses persalinan.
c)    Penurunan kematian / kesakitan ibu / bayi akibat partus lama.
d)   Ibu mendapat perawatan kegawatdaruratan obstetri yang cepat dan tepat.
D.     Prasyarat
a)      Bidan dipanggil jika ibu sudah mulai mulas / ketuban pecah.
b)      Bidan sudah dilatih dengan tepat dan trampil untuk :
     Menggunakan patograf dan catatan persalinan.
     Melakukan periksa dengan secara baik.
     Mengenali hal – hal yang menyebabkan partus lama / macet.
     Mengidentifikasi presentasi abdominal (selain verteks / presentasi belakang kepala) dan
kehamilan.
     Penatalaksanaan penting yang tepat untuk partus lama dan partus macet.
c)      Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan DTT termasuk beberapa pasang sarung tangan
dan kateter DT / steril.
d)       Tersedianya perlengkapan untuk pertolongan persalinan yang bersih dan aman, seperti air
bersih yang mengalir, sabun dan handuk bersih, dua handuk / kain hangat yang bersih (satu
untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk dipakai kemudian), pembalut wanita dan tempat
untuk plasenta.
e)      Tersedianya partograf  dan Kartu Ibu, Buku KIA, Patograf digunakan dengan tepat untuk
setiap ibu dalam proses persalinan.
4.    Standar 19: Persalinan dengan Menggunakan Vakum Ekstraktor
A.     Tujuan
Untuk mempercepat persalinan pada keadaan tertentu dengan menggunakan vakum
ekstraktor.
B.     Pernyataan Standar
Bidan mengenali kapan diperlukan ekstraksi vakum, melakukannya secara benar dalam
memberikan pertolongan persalinan dengan memastikan keamanannya bagi ibu dan janin /
bayinya.
C.     Hasil
a)    Penurunan kesakitan / kematian ibu/ bayi akibat persalinan lama. Ibu mendapatkan
penanganan darurat obstetri yang cepat dan tepat.
b)   Extraksi vakum dapat dilakukan dengan aman.
D.     Prasyarat
a)      Bidan berlatih dan terampil dalam pertolongan persalinan dengan menggunakan ekstraksi
vakum.
b)      Tersedianya alat untuk pertolongan persalinan DTT termasuk beberapa sarung tangan DTT /
steril.
c)      Tersedianya alat / perlengkapan yang diperlukan, seperti sabun, air bersih, handuk bersih.
d)       Vakum ekstraktor dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik, mangkuk dan tabung
yang akan masuk ke dalam vagina harus steril.
e)      Peralatan resusitasi bayi baru lahir harus tersedia dan dalam keadaan baik.
f)         Adanya sarana pencatatan, yaitu partograf dan catatan persalinan / kartu ibu.
g)      Ibu, suami dan keluarga diberi tahu tindakan yang akan dilakukan ( Informed Consent atau
persetujuan tindakan medik ).
5.    Standar 20: Penanganan Kegawatdaruratan Retensio Plasenta
A.       Tujuan
Mengenali dan melakukan tindakan yang tepat ketika terjadi retencio plasenta
total / parsial.
B.        Pernyataan Standar
Bidan mampu mengenali retensio plasenta dan memberikan pertolongan pertama, termasuk
plasenta manual dan penanganan perdarahan sesuai dengan kebutuhan.
C.       Hasil
a)      Penurunan kejadian perdarahan hebat akibat retensio plasenta.
b)      Ibu dengan retensio plasenta mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
c)      Penyelamatan ibu dengan retensio plasenta meningkat.
D.       Prasyarat
a)    Bidan telah terlatih dan terlampil dalam :
     Fisiologi dan manajemen aktif kala III
     Pengendalian dan penangan perdarahan, termasuk pemberian oksitoksika, cairan IV dan
plasenta manual.
b)    Tersedianya pralatan dan perlengkapan penting.
c)    Tersedia obat – obat antibiotik dan oksitoksika.
d)    Adanya partograf dan catatan persalianan atau kartu ibu.
e)    Ibu, suami dan keluarga diberitahu tindakan yang akan dilakukan.
f)     Sistem rujukan yang efektif, termasuk bank darah berjalan dengan baik, untuk ibu yang
mengalami perdarahan paska persalinan sekunder.
6.    Standar 21: Penanganan Perdarahan Post Partum Primer
A.     Tujuan
Mengenali dan mengambil tindakan pertolongan kegawatdaruratan yang tepat pada ibu yang
mengalami perdarahan post partum primer/atonia uteri.

B.     Pernyataan Standar


Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam pertama setelah
persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera melakukan pertolongan pertama
kegawatdaruratan untuk mengendalikan perdarahan.
C.     Hasil
a)    Penurunan kematian dan kesakitan ibu akibat perdarahan post partum primer.
b)   Meningkatkan pemanfaatan pelayanan bidan.
c)    Rujukan secara dini untuk ibu yang mengalami perdarahan post partum primer ke tempat
rujukan yang memadai (rumah sakit atau puskesmas).
D.     Prasyarat
a)      Bidan terlatih dan terampil dalam menangani perdarahan post partun termaksud
b)      Tersedia peralatan / perlengkapan penting yang diperlukan dalam kondisi DTT / steril.
c)      Tersedia obat antibiotika dan oksitosika serta tempat penyimpanan yang memadai.
d)      Tersedia sarana pencatatan: Kartu Ibu , partograf.
e)      Tersedia tansportasi untuk merujuk ibu direncanakan.
f)        Sistem rujukan yang efektif untuk perawatan kegawatdaruratan obstetri dan fasilitas bank
darah berfungsi dengan baik untuk merawat ibu yang mengalami perdarahan post partum.
7.    Standar 22: Penanganan Perdarahan Post Partum Sekunder
A.     Tujuan
Mengenali gejala dan tanda – tanda perdarahan postpartum sekunder serta melakukan
penanganan yang tepat untuk menyelamatkan jiwa ibu.
B.     Bidan mampu mengenali secara tepat dan dini tanda serta gejala perdarahan postpartum
sekunder, dan melakukan pertolongan pertama untuk penyelamatan jiwa ibu, dan / atau
merujuknya.
C.     Hasil
a)    Kematian dan kesakitan ibu akibat perdarahan postpartum sekunder menurun.
b)   Ibu yang mempunyai risiko mengalami perdarahan postpartum sekunder ditemukan dini dan
segera ditangani secara memadai.

D.     Prasyarat
a)      Bidan terlatih dan terampil dalam memberikan perawatan nifas, termasuk pengenalan dan
penanganan bila terjadi perdarahan postpartum sekunder.
b)      Tersedia alat / perlengkapan penting yang diperlukan seperti sabun bersih, air bersihyang
mengalir, handuk bersih untuk mengeringkan tangan alat suntik steril sekali pakai, set infus
dengan jarum berukuran 16 dan 18 G, beberapa pasang sarung tangan DTT / steril.
c)      Obat – obatan yang penting dan tersedia : oksitoksika (oksitoksin, metergine), cairan IV
( Ringer Laktat ) dan antibiotika. Tempat penyimpanan yang mrsedia.
d)      Adanya pencatatan pelayanan nifas / Kartu ibu.
e)      Sistem rujukan efektif, termasuk bank darah yang berfungsi dengan baik untuk ibu degan
perdarahan postpartum.
8.    Standar 23: Penanganan Sepsis Puerpuralis
A.     Tujuan
Mengenali tanda – tanda sepsis puerpularis dan mengambil tindakan yang tepat
B.     Pernyataan Standar
Bidan mampu mengenali secara tepat tanda dan gejala sepsis puerpularis, melakukan
perawatan dengan segera dan merujuknya.
C.     Hasil
a)      Bidan dengan sepsis puerpuralis mendapat penanganan yang memadai dan tepat waktu.
Penurunan kematian dan kesakitan akibat sepsis puerpuralis.
b)      Meningkatnya pemanfaatan bidan dalam pelayanan nifas.
D.     Prasyarat
a)      Bidan berlatih dan terampil dalam memberikan pelayanan nifas, termasuk penyebab,
pencegahhan, pengenalan dan penanganan dengan tepat sepsis puerpuralis.
b)      Tersedia peralatan / perlengkapan penting : sabun, air bersih yang mengalir, handuk bersih
untuk mengeringkan tangan, alat suntik sekali pakai, set infus steril dengan jarum berukuran
16 dan 18 G, sarung tangan bersih DTT / steril.
c)      Tersedia obat – oabatan penting : cairan infus ( Ringer Laktat ), dan antibiotika. Juga
tersedianya tempat penyimpanan untuk obat – obatan yang memadai.
d)      Adanya sarana pencatatan pelayanan nifas / Kartu Ibu.
9.    Standar 24: Penanganan Asfiksia Neonatorum
A.     Tujuan
Mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum, mengambil tindakan
yang tepat dan melakukan pertolongan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang mengalami
asfiksia neonatorum.
B.     Pernyataan Standar
Bidan mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan afiksia, serta melakukan tindakan
secepatnya, memulai resusitasi bayi baru lahir, mengusahakan bantuan medis yang
diperlukan merujuk bayi baru lahir dengan tepat, dan memberikan perawatan lanjutan yang
tepat.
C.     Hasil
a)    Penurunan kematian bayi akibat asfiksia neonatorum. Penurunan kesakitan akibat asfiksia
neonatorum.
b)   Meningkatnya pemanfaatan bidan.
D.     Prasyarat
a)      Bidan terlatih dan terampil untuk :
     Memulai pernafasan pada bayi baru lahir.
     Menilai pernafasan yang cukup pada bayi baru lahir dan mengidentifikasi bayi baru lahir
yang memerlukan resusitasi.
     Menggunakan skor APGAR.
     Melakukan resusitasi pada bayi baru lahir.
b)      Tersedianya ruang hangat, bersih, dan bebas asap untuk persalinan.
c)      Adanya perlengkapan dan peralatan untuk perawatan yang bersih dan aman bagi bayi baru
lahir, seperti air bersih, sabun dan handuk bersih, sabun dan handuk bersih, dua handuk / kain
hangat yang bersih ( satu untuk mengeringkan bayi, yang lain untuk menyelimuti bayi ),
sarung tangan bersih dan DTT, termometer bersih / DTT dan jam.
d)      Tersedia alat resusitasi dalam keadaan baik termasuk ambubag bersih dalam keadaan
berfungsi baik, masker DTT ( ukuran 0 - 1 ), bola karet penghisap atau penghisap DeLee
steril / DTT.
e)       Kartu ibu, kartu bayi dan patograf.
f)         Sistem rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang efektif.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri-Neonatal (9 standar)
1.    Standar 16 : Penanganan Perdarahan dalam Kehamilan pada Trimester III
2.    Standar 17 : Penanganan Kegawatan dan Eklampsia
3.    Standar 18 : Penanganan Kegawatan pada Partus Lama/Macet
4.    Standar 19 : Persalinan dengan Penggunaan Vakum Ekstraktor
5.    Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta
6.    Standar 21 : Penanganan Perdarahan Post Partum Primer
7.    Standar 22 : Penanganan Perdarahan Post Partum Sekunder
8.    Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis
9.    Standar 24  : Penanganan Asfiksia Neonatorum

3.2   Saran
Semoga makalah tentang standar pelayanan kegawatdaruratan obstetric dan nepnatal ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Sehingga dapat melengkapi pengetahuan pembaca tentang
standar pelayanan kebidanan.

DAFTAR PUSTAKA

http://lung-zone.blogspot.com/2013/09/makalah-standar-pelayanan-kebidanan.html
http://luriaingrassia.blogspot.com/2012/02/standar-penanganan-kegawatdaruratan.html
http://www.sumbarsehat.com/2012/07/standar-pelayanan-kebidanan-dasar.html
http://dewidizcky.blogspot.com/2013/10/standar-pelayanan-kebidanan.html
http://anggraenidwip.blogspot.com/2013/10/standar-pelayanan-kebidanan-standar-21.html

Anda mungkin juga menyukai