Anda di halaman 1dari 17

Makalah

COVID-19 MEMBUAT BUMI


MENJADI LEBIH BERSIH
(Persepsi Terhadap Berkurangnya Emisi Karbon dan Pulutan dari
Fenomena Lockdown Akibat Wabah Covid-19)

Matakuliah
POLITIK LINGKUNGAN GLOBAL & NASIONAL

ANDI ZULKARNAIM SUMANG


P032192001

PROGRAM STUDI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP


MAGISTER SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah Subhanahu Wata’ala Tuhan semesta alam atas segala
limpahan nikmat kesehatan dan kesempatan, sehingga tugas matakuliah Politik
Lingkungan Global dan Nasional dapat diselesaikan dengan baik. Salam serta sholawat
tetap tercurah pada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beserta sahabat,
keluarga, dan orang yang tetap mengikuti jejaknya hingga akhir zaman. Amiin.
Penyusunan makalah ini dilakukan dengan mengambil referensi dari berbagai
sumber. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena
keterbatasan referensi baik dari buku, maupun dari jurnal dan blog. Untuk itu, kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk hasil yang lebih baik.
Harapan saya semoga makalah ini bermanfaat terutama bagi penulis dan untuk semua
yang membaca.

Gowa, 08 April 2020

Andi Zulkarnaim Sumang

ii
DAFTAR ISI

Sampul ........................................................................................................................................... i
Kata Pengantar ......................................................................................................................... ii
Daftar Isi ....................................................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan ................................................................................................................. 1-3
1.1. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 3
Bab II Pembahasan ................................................................................................................ 4-11
2.1. Penyebab Emisi Karbon dan Polutan Bisa Turun dan
Melambung Kembali ................................................................................................. 4
2.2. Perubahan yang Kita Rasakan Sekarang dapat Bertahan ...................... 6
2.3. Perspektif dalam Menyikapi Turunya Emisi Karbon dan Polutan
pada saat Wabah Covid-19 .................................................................................... 9
2.3.1. Membentuk Kebiasaan ............................................................................. 9
2.3.2. Gerakan Masyarakat dan Komunitas Lokal .................................... 10
Bab III Penutup ........................................................................................................................ 12-13
3.1. Kesimpulan .................................................................................................................... 12
3.2. Saran ................................................................................................................................. 13
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Virus corona (Covid-19) telah mengubah wajah dunia. Sejak ia menjadi isu serius
‘pembunuh’ umat manusia, saat ini semua negara bertindak untuk mengamankan
keselamatan warganegaranya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa virus
ini telah menjadi pandemi global, beberapa negara pun telah melakukan karantina diri
atau yang disebut dengan lockdown. Sejak munculnya virus yang berasal dari Wuhan,
Tiongkok pada Desember 2019, yang tanpa diduga penularannya begitu cepat,
tampaknya tidak ada satu negara pun yang ‘steril’ terhadap virus Corona saat ini.
Dengan adanya lockdown yang diterapkan hampir di seluruh negara yang
terkena dampak parah dari virus corona ini, semua aktivitas dibatasi, baik dari aktifitas
manusia dari pekerjaannya, kantor, pabrik, tempat hiburan dan sebagainya. Jalanan
menjadi lengang tanpa ada kendaraan yang lalu lalang. Di seluruh dunia penerbangan
dibatalkan atau dibekukan, sehingga industri penerbangan mulai terpuruk. Semua
orang diperintahkan untuk tinggal di rumah saja, dan untuk mereka yang bisa
melakukannya, kegiatan bekerja dan belajar dilakukan dari kediaman masing-masing.
Semua langkah ini bertujuan mengendalikan penyebaran Covid-19, juga dengan
harapan mengurangi korban jiwa. Tapi semua perubahan ini juga menyebabkan
konsekuensi yang tak terduga.
Ketika banyak industri, jejaring transportasi dan perusahaan tutup, jumlah emisi
karbon di udara turun drastis. Dibandingkan dengan kurun waktu yang sama pada
tahun ini di New York, tingkat polusi udara berkurang nyaris sebanyak 50%. Di China,
tingkat emisi berkurang 25% di awal tahun, ketika orang-orang diperintahkan untuk
tinggal di rumah. Pabrik-pabrik tutup dan penggunaan batu bara di enam pembangkit
listrik terbesar China merosot hingga 40%. Proporsi hari-hari dengan "kualitas udara
baik" naik 11,4% dibandingkan waktu yang sama pada tahun lalu di 337 kota di seluruh
China, menurut Kementerian Ekologi dan Lingkungan. Di Eropa, pencitraan satelit
menunjukkan emisi nitrogen dioksida (NO2) memudar di atas Italia utara. Fenomena
sama terjadi di Spanyol dan Inggris. Ternyata, hanya ancaman mendadak dan
eksistensial seperti Covid-19 yang bisa membuat perubahan yang begitu besar dan
begitu cepat.
1
Pandemi ini juga mengakibatkan jutaan orang kehilangan pekerjaan dan
terancam keberlangsungan hidupnya. Kegiatan ekonomi terhenti dan pasar saham
anjlok, ketika tingkat emisi karbon juga turun. Ini adalah kebalikan dari kampanye
ekonomi berkelanjutan tanpa karbon yang banyak orang inginkan selama puluhan
tahun. Pandemi global yang merenggut nyawa manusia tak seharusnya dilihat sebagai
cara untuk memperbaiki lingkungan.
Tidak jelas sampai kapan penurunan emisi ini akan berlangsung. Saat nanti
keparahan pandemi berkurang, akankan emisi karbon dan polutan "melambung
kembali? atau perubahan yang kita rasakan sekarang dapat bertahan?”. Hal pertama
yang patut dipertimbangkan adalah ada beberapa alasan berbeda mengapa tingkat
emisi turun. Transportasi, misalnya, menyumbang 23% dari total emisi karbon global.
Angka emisi karbon karena transportasi terlihat turun di negara-negara yang
membatasi pergerakan warganya sebagai kebijakan. Berkendara dan penerbangan
adalah penyumbang utama emisi dari transportasi, yakni 72% dan 11% dari gas rumah
kaca dan gas emisi.
Selama masa pandemi dan pengurangan perjalanan masih terjadi, angka emisi
ini dipastikan tetap rendah. Bila perubahan akibat pandemi ini tetap berlangsung
setelah wabah selesai, maka tingkat emisi bisa tetap rendah. Namun bisa juga
sebaliknya yang terjadi. Mereka yang kerap atau rutin bepergian menyumbang jejak
karbon terbanyak, sehingga tingkat emisi bisa kembali melambung bila orang-orang ini
kembali melakukan kebiasaan lamanya.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalh ini sebagai berikut:
1. Apakah emisi karbon dan polutan berkurang pada saat wabah Covid19?
2. Apakah perubahan tersebut yang kita rasakan sekarang dapat bertahan?
3. Bagaimana perspektif kita menyikapi opini berkurangnya emisi karbon dan
polutan pada saat wabah Covid-19?

2
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui emisi karbon dan polutan berkurang pada saat wabah
Covid-19
2. Untuk mengetahui perubahan yang kita rasakan sekarang dapat bertahan atau
tidak
3. Untuk mengetahui perspektif kita menyikapi opini berkurangnya emisi karbon
dan polutan pada saat wabah Covid-19

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Emisi Karbon dan Polutan Berkurang pada saat Wabah Covid-19
Tingkat polusi udara dan gas yang memanas di beberapa kota dan wilayah
menunjukkan penurunan yang signifikan karena dampak Virus Corona, di mana banyak
orang menghentikan kegiatannya untuk sementara waktu. Kualitas udara di sejumlah
negara memang menjadi lebih bersih sejak karantina wilayah (lockdown) diberlakukan.
Polusi berkurang karena pabrik-pabrik ditutup dan mobil jarang keluar.
Berdasarkan alat pemantau polusi Badan Antariksa Amerika NASA dan Badan
Antariksa Eropa terlihat ada penurunan polusi udara drastis di China selama dua pekan
pada bulan Februari ketika lockdown berlaku. Pantauan satelit itu mengukur
konsentrasi nitrogen dioksida yang dilepaskan kendaraan bermotor, pembangkit listrik,
dan industri dari 1 Januari sampai 20 Januari dan dari 10 Februari sampai 25 Februari.

Gambar 1. Penampakan dari satelit yang dirilis oleh NASA dan Badan Antariksa
Eropa mengungkapkan bahwa polusi udara di Tiongkok telah turun
sejak wabah COVID-19.

4
Kanal Venesia kembali bersih. Saking jernihnya air di sana, kita sampai bisa
melihat ikan berenang. Selain itu, gambar satelit menunjukkan penurunan dramatis
emisi nitrogen oksida (NOX) penyebab kabut asap di banyak daerah metropolitan.
Semua ini bisa terjadi berkat upaya pembatasan aktivitas di luar rumah untuk
mencegah penularan. Sayangnya, walaupun coronavirus berhasil mengurangi konsumsi
dan emisi kita, para ilmuwan berpendapat pandemi global takkan mampu
mengembalikan manfaat lingkungan, terutama dalam hal menekan perubahan iklim.
Tingkat polusi udara di New York berkurang nyaris sebanyak 50%. Di China,
tingkat emisi berkurang 25% di awal tahun, ketika orang-orang diperintahkan untuk
tinggal di rumah. Pabrik-pabrik tutup dan penggunaan batu bara di enam pembangkit
listrik terbesar China merosot hingga 40%. Proporsi hari-hari dengan "kualitas udara
baik" naik 11,4% dibandingkan waktu yang sama pada tahun lalu di 337 kota di seluruh
China, menurut Kementerian Ekologi dan Lingkungan. Di Eropa, pencitraan satelit
menunjukkan emisi nitrogen dioksida (NO2) memudar di atas Italia utara. Fenomena
sama terjadi di Spanyol dan Inggris.
Menurut Kimberly Nicholas peneliti sains berkelanjutan di Lund University di
Swedia, hal pertama yang patut dipertimbangkan adalah ada beberapa alasan berbeda
mengapa tingkat emisi turun. Transportasi, misalnya, menyumbang 23% dari total
emisi karbon global. Angka emisi karbon karena transportasi terlihat turun di
negara-negara yang membatasi pergerakan warganya sebagai kebijakan. Berkendara
dan penerbangan adalah penyumbang utama emisi dari transportasi, yakni 72% dan
11% dari gas rumah kaca dan gas emisi. Selama masa pandemi dan pengurangan
perjalanan masih terjadi, angka emisi ini dipastikan tetap rendah.
Emisi gas CO2 yang membuat planet ini panas juga telah turun secara tajam.
Dengan menurunnya aktivitas ekonomi global sebagai akibat pandemi Covid-19, tidak
mengherankan bahwa emisi berbagai gas yang terkait dengan energi dan transportasi
berkurang. Akan tetapi, efek “positif” corona hanya akan berlangsung singkat hingga
pemerintah kembali memperbaiki perekonomian yang terpuruk.
“Kita tidak terlalu cepat menarik kesimpulan tentang manfaat virus
terhadap lingkungan. Berkurangnya polutan berumur pendek sebagian
besar berasal dari kendaraan. Listrik masih nyala, penggunaan internet

5
makin tinggi, dan pembangkit listrik menyumbang sepertiga emisi
karbon”. Gavin Schmidt selaku ilmuwan iklim dan direktur NASA
Goddard Institute for Space Studies, New York.
Emisi gas rumah kaca di sektor tertentu mungkin turun, tapi ada peningkatan di
sektor lain karena dunia masih menyesuaikan diri dengan pembatasan terkait
COVID-19. Sementara orang yang bekerja dari rumah kemungkinan akan meningkatkan
penggunaan pemanas rumah dan listrik, pembatasan perjalanan dan perlambatan
umum di ekonomi kemungkinan akan berdampak pada emisi keseluruhan.
“Kita menggunakan banyak energi selama di rumah, lebih banyak
daripada biasanya. Saya melihat perubahan emisi dari komersial ke
perumahan,” K. Max Zhang, ilmuwan polusi udara dan iklim, Cornell
University.
Sangat sulit memprediksi akan seperti apa dampak pengubahan sumber emisi
dalam beberapa bulan mendatang. Pengendalian virus yang menghabiskan waktu
bulanan akan sangat berbeda dari pengendalian yang memerlukan satu tahun atau lebih
untuk kembali ke pola konsumsi “normal”, jika memungkinkan.
Akan tetapi, perbedaan antara emisi karbon dan polutan berumur pendek
menunjukkan bahwa manusia menempatkan tekanan kompleks pada sistem iklim, yang
menyulitkan kita untuk memprediksi bagaimana penutupan dan penurunan ekonomi
diperhitungkan dalam skala global.
Dengan begitu, ilmuwan memantau semua perubahan ini dan dapat
menggunakan datanya untuk membuat keputusan lebih baik di masa depan.
Pengurangan partikel asap dari sektor transportasi, atau jejak putih pesawat terbang
akan sangat berguna karena perubahannya lebih dramatis dan nyata bagi orang-orang.

2.2. Perubahan yang Kita Rasakan Sekarang dapat Bertahan


Ini bukan kali pertama sebuah epidemi memengaruhi level karbon dioksida di
atmosfer. Sepanjang sejarah, penyebaran penyakit telah dihubungkan dengan tingkat
emisi lebih rendah bahkan sebelum era industri. Menurut Julia Pongratz, profesor
geografi fisika dan sistem penggunaan tanah di Departemen Geografi Universitas
Munich, Jerman, menemukan bahwa Epidemi seperti peristiwa Wabah Hitam di Eropa
pada Abad ke-14, dan epidemi penyakit seperti cacar yang dibawa ke Amerika Selatan
oleh penjajah Spanyol pada Abad ke-16, menyebabkan penurunan level CO2 di atmosfer.

6
Pongratz menemukan fakta ini dari mengukur gelembung udara kecil yang
terperangkap di dalam inti es purba. Perubahan-perubahan ini adalah hasil dari
tingginya jumlah kematian dan, dalam kasus penaklukkan Amerika, karena genosida.
Penelitian lain menemukan bahwa banyaknya korban meninggal dunia berarti ada
sejumlah besar lahan pertanian yang ditinggalkan, ditumbuhi tanaman liar dan
mengurangi kadar CO2 secara masif.
Imbas dari wabah saat ini tidak diprediksi mengakibatkan kematian sebanyak itu,
dan rasanya tidak akan berpengaruh banyak pada perubahan penggunaan lahan.
Dampak lingkungan yang terjadi saat ini justru lebih mirip dengan efek yang terjadi
setelah krisis ekonomi 2008 dan 2009. Pengurangan emisi terjadi karena berkurangnya
kegiatan industri, yang menyumbang emisi karbon nyaris setara dengan transportasi.
Emisi gabungan dari proses industri, manufaktur dan konstruksi menyumbang 18,4%
emisi global yang berasal dari kegiatan manusia. Krisis ekonomi 2008-2009
mengakibatkan menurunnya kadar emisi hingga 1,3%. Namun ketika perekonomian
pulih pada 2010, angka emisi kembali melambung, bahkan mencapai yang tertinggi
sepanjang sejarah.
"Ada pertanda bahwa virus corona akan mengakibatkan hal yang sama,
sebagai contoh, permintaan produk berbahan minyak, besi dan logam
menurun. Namun di saat sama, stok bahan baku tersebut masih sangat
tinggi, sehingga produksi dapat segera mengikuti." Julia Pongratz
Salah satu faktor yang bisa memengaruhi apakah kadar emisi akan kembali
melambung adalah berapa lama situasi pandemi virus corona ini akan berlangsung.
Para peneliti seperti Glen Peters dari Pusat Penelitian Iklim dan Lingkungan
Internasional di Oslo mencatat bahwa secara umum, emisi global pada 2020
diperkirakan turun sebesar 0,3% masih lebih rendah dibandingkan saat krisis 2008-09.
Ada kemungkinan angka ini melambung lagi, tapi tidak akan sebesar dulu, jika usaha
untuk mengembalikan perekonomian difokuskan pada sektor seperti energi
terbarukan.
Seandainya emisi karbon turun seperlima tahun ini, berarti yang awalnya 10
gigaton pada 2019 menjadi delapan gigaton pada 2020. Bumi hanya mampu
menampung dua gigaton setahun, sehingga pengurangan tadi tidak ada artinya.

7
Faktanya, lockdown dapat meningkatkan sedikit pemanasan global. Polusi aerosol yang
disebabkan oleh asap mobil atau pembakaran batu bara akan hilang dari atmosfer
dalam hitungan hari.
“Rata-rata, aerosol mendinginkan planet karena memancarkan sesuatu
yang reflektif, sehingga hanya sedikit sinar matahari yang sampai ke
Bumi dan lebih banyak sinar matahari yang dipantulkan”. Gavin
Schmidt
Penurunan aerosol yang cepat menjadi alasan kenapa kualitas udara di kota-kota
yang diisolasi membaik, tapi hal ini dapat menaikkan suhu global dalam jumlah kecil.
Namun, bukan berarti polusi aerosol memiliki nilai positif, apalagi jika mengingat
betapa besar dampak negatif kabut asap bagi kesehatan masyarakat. Udara yang
tercemar diperkirakan menyebabkan jutaan kematian dini setiap tahunnya. Menurut
Schmidt, dampak mendinginkannya juga sebatas 0,5°C, sehingga pemanasan dari
turunnya aerosol dapat memengaruhi tren perubahan iklim yang lebih besar.
Menurut Schmidt, ilmuwan pada dasarnya oportunistik, sejumlah penelitian
terdahulu memanfaatkan episode semacam ini untuk mengkalibrasi model atau
menyaksikan bagaimana perkiraan emisinya dibandingkan dengan kenyataan.
Perubahan jangka pendek semacam ini dirasakan masyarakat dan ilmuwan, sehingga
dapat memicu orang untuk menilai kembali bagaimana gaya hidup normal
masing-masing yang berlebihan dapat memengaruhi kesehatan publik.
“Kalian sudah terbiasa dengan tingkat polusi tinggi, sehingga ini
mengatur ulang baseline semua orang. Kalian akhirnya berpikir, ‘Oh
begini ya rasanya punya udara dan air bersih dan ketika semuanya
kembali kotor, mereka diharapkan dapat menyadari seberapa besar
masalahnya”. Gavin Schmidt
Apa yang mungkin membuat perbedaan besar pada skala emisi karbon dan
polusi udara adalah bagaimana pemerintah memutuskan untuk merangsang kembali
ekonomi mereka begitu pandemi mereda. Kembali pada 2008-2009, setelah kehancuran
finansial global, emisi karbon melonjak 5% sebagai akibat dari pengeluaran stimulus
yang mendorong penggunaan bahan bakar fosil. Dalam beberapa bulan mendatang,
pemerintah akan memiliki kesempatan untuk mengubah hasil itu. Mereka bisa
bersikeras, misalnya, bahwa bailout maskapai penerbangan akan dikaitkan dengan
pengurangan emisi penerbangan yang jauh lebih ketat.

8
"Pemerintah sekarang harus benar-benar berhati-hati tentang
bagaimana mereka menstimulasi kembali ekonomi mereka, sadar untuk
tidak mengunci bahan bakar fosil lagi, mereka harus memfokuskan
hal-hal yang siap berjalan yang akan menurunkan emisi, seperti
merenovasi bangunan, memasang pompa panas dan pengisi daya listrik.
Ini tidak rumit dan dapat dilakukan segera, mereka hanya menunggu
insentif keuangan." Profesor Corinne Le Quéré dari Universitas, East
Anglia.
Namun, beberapa berpendapat bahwa jika pandemi berlangsung lama, setiap
stimulus akan lebih cenderung berfokus pada mempromosikan pertumbuhan ekonomi
apa pun terlepas dari dampaknya terhadap lingkungan.

2.3. Perspektif dalam Menyikapi Opini Berkurangnya Emisi Karbon dan


Polutan pada saat Wabah Covid-19

2.3.1. Membentuk Kebiasaan


Sebuah penelitian pada 2018 yang dipimpin oleh Corinne Moser di Universitas
Zurich Ilmu Terapan di Swiss menemukan bahwa ketika orang-orang tidak
diperbolehkan mengendarai mobil dan diberikan akses e-sepeda, mereka menggunakan
mobil lebih jarang ketika diberikan akses kembali. Penelitian lain pada 2001 yang
dipimpin oleh Satoshi Fuji di Universitas Kyoto di Jepang menemukan bahwa ketika
jalur khusus mobil pribadi ditutup, sehingga memaksa orang menggunakan
transportasi publik, hal yang sama terjadi saat jalur mobil dibuka kembali, orang-orang
yang tadinya rutin berkendara dengan mobil memilih untuk naik transportasi publik
lebih sering.
"Penurunan emisi nitrogen dioksida di Italia terbukti dengan jelas,
meskipun ada sedikit perbedaan data akibat tertutup awan dan
perubahan musim, tapi kami yakin bahwa menurunnya kadar emisi ini
berasal dari karantina wilayah yang sedang dilakukan di Italia sehingga
mengurangi kemacetan dan kegiatan industri". Claus Zehner, manajer
misi Copernicus Sentinel-5P ESA.

9
Gambar 2. Dengan tiadanya keramaian, tempat-tempat wisata di seluruh dunia
melaporkan tingkat polusi menurun.

Untuk saat ini, belum ada studi yang menyatakan apa manfaat dari pengurangan
jumlah emisi ini bagi kesehatan. Namun, mengingat banyaknya bahaya yang
ditimbulkan, sepertinya fenomena ini akan mengurangi angka kematian
manusia. Menurut para ahli, pandemi COVID-19 ini bisa menjadi sarana bagi kita untuk
menilai kembali gaya hidup yang selama ini dijalani. Mungkin juga bisa mengubahnya
demi keberlangsungan Bumi.
Kendati demikian, angka-angka pendahuluan ini menunjukkan pandemi virus
corona sebagai bencana kesehatan global ini adalah kesempatan untuk menilai. Salah
satunya aspek mana dari kehidupan modern yang mutlak diperlukan. Selain itu,
perubahan positif apa yang mungkin terjadi jika kita mengubah kebiasaan dalam skala
global setelah besarnya dampak pandemi virus corona yang akibatkan Covid-19 ini.
Masa-masa perubahan ini bisa menjadi jalan pembuka untuk perkenalan kebiasaan
baru. Selama wabah virus corona, kebiasaan-kebiasaan yang ternyata baik untuk
lingkungan adalah perjalanan yang lebih jarang, atau mungkin, mengurangi sampah
makanan setelah kita mengalami kekurangan akibat penimbun.

2.3.2. Gerakan Masyarakat dan Komunitas Lokal


Wabah virus corona mendesak negara-negara di dunia mengambil kebijakan
mengunci (lockdown) daerah mereka. Salah satu respons dari wabah virus corona yang
mengundang reaksi beragam dari para ilmuwan iklim adalah bagaimana berbagai
komunitas bergerak untuk saling melindungi satu sama lain dari krisis kesehatan ini.

10
Kecepatan dan jangkauan komunitas-komunitas ini memberi harapan bahwa respons
serupa juga akan dilakukan terhadap perubahan iklim jika ancaman-ancaman yang
berkaitan dengannya diperlakukan sama penting.
"Ini menunjukkan bahwa di level nasional, atau bahkan internasional,
jika kita ingin melakukan sesuatu, kita bisa mewujudkannya." Donna
Green, Profesor di Pusat Penelitian Perubahan Iklim di Universitas New
South Wales, New Zealand.
Gerakan masyarakat semacam ini memberikan harapan untuk iklim dalam
jangka panjang. Waktu yang dihabiskan dalam masa isolasi mandiri bisa menjadi
kesempatan bagus untuk orang-orang membatasi konsumsi mereka. Tidak ada yang
menginginkan penurunan emisi dengan cara seperti ini. Covid-19 telah mengorbankan
banyak nyawa, servis kesehatan, pekerjaan dan kesehatan mental. Namun jika ada
hikmah yang bisa kita ambil dari situasi ini, epidemi memperlihatkan bahwa
masyarakat bisa melakukan banyak hal jika mereka saling menjaga dan membantu satu
sama lain pelajaran yang sangat berharga untuk menghadapi perubahan iklim.
Virus Corona muncul di saat perubahan iklim terjadi semakin ekstrem. Solusi
untuk mengurangi laju perubahan iklim belum optimal dan kemudian ditambah dengan
permasalahan lainnya yang membutuhkan daya dukung ekologis dan sosial. Saat wabah
terjadi, perilaku ‘memborong’ barang untuk memenuhi kebutuhan diri atau perilaku
pedagang untuk menjual barang dengan harga berkali-kali lipat kemudian terjadi. Hal
tersebut menunjukkan, empati yang minim.
Satu titik yang dapat dilakukan oleh komunitas lokal dan global menghadapi
wabah Corona dan bersamaan tengah menghadapi perubahan iklim adalah mempererat
kolaborasi dan solidaritas sosial. Bagi level pembuat kebijakan sudah tidak dapat lagi
bekerja sendiri, maka perlu berkolaborasi. Selain itu, bagi pembuat kebijakan perlu
kembali mengkaji produk kebijakan yang tidak lagi melakukan eksploitasi lingkungan
hidup dan menyebabkan kerentanan sosial bagi masyarakat kecil. Pada level negara,
negara perlu memberikan kecukupan informasi, sistem preventif dan penanganan yang
holistik. Maka, pada saat krisis ini, negara hadir bersama masyarakat dan membangun
penanganan krisis secara terukur, menindak perilaku spekulan dengan tegas dan
memastikan keyakinan bahwa ‘kita mampu melewati krisis ini’. Bagi masyarakat, selain
empati, maka solidaritas sosial perlu kembali dipererat.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Adapun kesimpilan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Penurunan emisi karbon dan pulotan terjadi pada beberapa negara yang
mengalami lockdown akibat Covid-19 hampir 50%.
2. Dampak lingkungan yang terjadi saat ini justru lebih mirip dengan efek yang
terjadi setelah krisis ekonomi 2008 dan 2009. Pengurangan emisi terjadi karena
berkurangnya kegiatan industri, yang menyumbang emisi karbon nyaris setara
dengan transportasi. Emisi gabungan dari proses industri, manufaktur dan
konstruksi menyumbang 18,4% emisi global yang berasal dari kegiatan manusia.
Krisis ekonomi 2008-2009 mengakibatkan menurunnya kadar emisi hingga
1,3%. Namun ketika perekonomian pulih pada 2010, angka emisi kembali
melambung, bahkan mencapai yang tertinggi sepanjang sejarah.
3. Faktanya, lockdown dapat meningkatkan sedikit pemanasan global.
4. Ilmuwan pada dasarnya oportunistik, sejumlah penelitian terdahulu
memanfaatkan episode semacam ini untuk mengkalibrasi model atau
menyaksikan bagaimana perkiraan emisinya dibandingkan dengan kenyataan.
Perubahan jangka pendek semacam ini dirasakan masyarakat dan ilmuwan,
sehingga dapat memicu orang untuk menilai kembali bagaimana gaya hidup
normal masing-masing yang berlebihan dapat memengaruhi kesehatan publik.
5. Perspektif dalam menyikapi opini berkurangnya emisi karbon dan polutan pada
saat wabah covid-19 membentuk kebiasaan baru, gerakan masyarakat dan
komunitas lokal.
6. Dari semua opini yang keluar dimedia merupakan pengukuran sementara
tingkat emisi dan polutan. Yang digunakan untuk menjadi bahan pertimbangan
bahwa perubahan iklim itu terjadi ketika kita melihat dampak dan pengaruhnya
secara keseluruhan.

12
3.2. Saran
Penulis sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam
mempelajari tentang persepsi terhadap kejadian pandemik Covid-19 terhadap emisi
dan polutan. Dengan harapan makalah ini tidak hanya berguna bagi penulis tetapi juga
berguna bagi semua pembaca, walaupun makalah ini kurang sempurna penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di kemudian hari.

13
DAFTAR PUSTAKA

Wulansari, Icha. 2020. Belajar dari Wabah Corona yang menjadi Perhatian Global.
Bagaimana dengan Perubahan Iklim?. Di akses pada 11 April 2020.
https://www.mongabay.co.id/

Martha. 2020. Virus corona: Dampak 'lockdown' pada penurunan polusi, akankah
selamanya?. Di akses pada 11 April 2020. https://www.bbc.com/indonesia/

Shierine. 2020. Wabah Virus Corona, Tamparan Pahit Kesehatan Manusia dari Krisis
Iklim. Di akses pada 11 April 2020. https://sains.kompas.com/

Laras, Gita Widyaningrum . 2020. Karantina Wilayah Akibat Pandemi COVID-19, Polusi
Udara Berkurang. Di akses pada 11 April
2020. https://nationalgeographic.grid.id/

Miranti. 2020. Virus Corona COVID-19 Kian Tak Terkendali, Polusi Udara Dunia Justru
Makin Berkurang. Di akses pada 11 April 2020.
https://www.liputan6.com/global

14

Anda mungkin juga menyukai