PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa yang kritis dalam siklus perkembangan seseorang,
dimana pada masa ini terjadi banyak perubahan, baik perubahan biologis, psikologis
maupun perubahan sosial. Fase perubahan tersebut seringkali memicu terjadinya konflik
antara remaja dengan dirinya sendiri maupun konflik dengan lingkungan sekitarnya.
Apabila konflik-konflik tersebut tidak dapat teratasi dengan baik maka dalam
perkembangannya dapat membawa dampak negatif terutama terhadap pematangan
karakter remaja dan tidak jarang memicu terjadinya gangguan. Sekitar 80 % dari remaja
yang berusia 11-15 tahun dikatakan pernah menunjukkan perilaku berisiko tinggi
minimal satu kali dalam periode tersebut, seperti berkelakuan buruk di sekolah,
penyalahgunaan zat, serta perilaku antisosial. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) pada tahun 2007, prevalensi masalah mental dan emosional pada orang
Indonesia dengan usia di atas 15 tahun adalah 11,6 %.
Psikolog mengatakan bahwa masa remaja atau usia muda adalah usia paling
rawan dalam kehidupan anak-anak. Salah mendidik, anak akan menjadi sosok yang
angkuh, egois dan pemberontak. Masa remaja sebagai masa storm and stress , masa yang
penuh pertentangan dan perlawanan, bertolak belakang dari masa kecil yang lebih aman
dan lebih mudah diatur. Anak remaja terkadang menjadi susah ditebak karena mereka
selalu berbuat sesuai dengan dorongannya semata tanpa memikirkan dampaknya bagi
orang di sekelilingnya. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa masalah perilaku ini
berdampak sangat merugikan, tidak hanya bagi anak-anak dan remaja yang
mengalaminya tetapi juga bagi masyarakat. Meskipun anak dengan masalah perilaku
tidak selalu menjadi dewasa yang antisosial, namun sebagian besar diantara mereka
setelah dewasa cenderung terlibat dalam tindakan kriminal dan mengembangkan perilaku
antisosial. Mereka juga cenderung memiliki masalah psikologis, sulit menyesuaikan diri
dengan pendidikan dan pekerjaan.
Ketika perilaku tersebut muncul dalam frekuensi yang sering dan memberikan
dampak negatif bagi lingkungannya, perilaku tersebut menjadi perhatian klinis. Perilaku
mengganggu yang tergolong masalah klinis dapat digolongkan menjadi dua yaitu
Oppositional Defiant Disorder (ODD) dan Conduct Disorder (CD). ODD biasanya
tampil pada anak yang lebih muda dan dapat berkembang menjadi CD ketika tidak
mendapatkan intervensi sejak dini. Anak dengan ODD biasanya tidak menyadari bahwa
dirinya berperilaku oposisi. Anak menganggap perilakunya itu adalah bentuk respon dari
tuntutan atau kondisi yang dianggapnya tidak layak. Data dari 1420 sampel anak-anak
dengan usia 9-16, ditemukan bahwa prevalence diagnosis ODD berkisar sekitar 4,1 %
pada usia 15 tahun; 2,2 % pada usia 16 tahun; 2,1 % pada anak perempuan; dan 3,1 %
pada anak laki-laki. Sehingga dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa ODD paling
banyak muncul pada usia 15 tahun dan pada anak laki-laki.
Pada dasarnya, anak-anak memang tak selalu bisa mengontrol emosinya. Mereka
bisa berperilaku ‘meradang’ atau menentang dari waktu ke waktu terutama di saat-saat
seperti sedang lelah, lapar, kesal, bosan, atau stres. Mereka mungkin akan menentang,
berdebat, sering menunjukkan sikap kesal, dan tidak taat pada orang tua, guru, ataupun
pengasuhnya. Perilaku ini sebenarnya normal pada perkembangan anak usia dua sampai
tiga tahun dan pada remaja awal.
Tetapi, kondisi menentang macam ini baru bisa dikatakan sebagai gangguan ODD
bila perilaku menentang mereka sangat menonjol, memerlukan perhatian serius, dan
memengaruhi kehidupan sosial, keluarga, dan aktivitas akademik. Biasanya gangguan ini
akan berlangsung selama enam bulan atau lebih.
Namun, jika perilaku ini terus bertahan dan tidak kunjung berubah, bisa
jadi anak Anda mengalami ODD . Anak dengan ODD akan cenderung menolak
kehadiran figur pemimpin dalam kehidupannya, seperti orangtua atau guru. Hal ini
menyebabkannya menolak semua hal yang disampaikan oleh figur tersebut.
ODD memiliki beberapa tingkat keparahan, yaitu:
Ringan. Gejala ODD hanya muncul pada satu kondisi, misalnya saat di rumah
saja atau di sekolah saja.
Sedang. Gejala muncul pada dua kondisi, seperti di rumah maupun di sekolah.
Berat. Gejala muncul pada tiga kondisi atau lebih, misalnya ketika di rumah,
sekolah, atau bahkan pusat perbelanjaan.
Faktor biologis
Kelainan dan cedera pada bagian tertentu otak dapat menimbulkan masalah
perilaku yang serius pada anak di kemudian hari. ODD juga berhubungan dengan
kelainan fungsi otak pada bagian neurotransmiter yang membantu sel-sel otak saling
berkomunikasi. Ketika sel otak tidak dapat berkomunikasi dengan baik, maka gejala
ODD dan penyakit mental lain pun bisa muncul.
Penderita ODD juga sering memiliki gangguan perilaku atau gangguan mental lain
seperti attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), gangguan belajar,
perubahan mood secara drastis seperti depresi atau bipolar, dan masalah kecemasan.
Faktor genetik
Banyak pula ditemui anak ODD yang juga memiliki anggota keluarga dekat
yang mengalami gangguan perilaku atau masalah psikologis cukup berat seperti
gangguan mood, kecemasan berlebihan, dan gangguan kepribadian.
Faktor lingkungan
Disfungsi kehidupan keluarga, riwayat gangguan mental dalam keluarga,
dan/atau penyalahgunaan obat-obatan, serta pola penerapan disiplin yang tidak
konsisten oleh orang tua dapat berkontribusi sebagai pemicu dan berkembangnya
gangguan perilaku pada seorang anak.
Sering marah
Berdebat berlebihan dengan orang dewasa
Didapati pula bahwa cukup banyak anak ODD yang juga menyimpan
masalah moody, mudah frustrasi, dan memiliki kepercayaan diri yang rendah. Sebagian
bahkan juga memiliki keterkaitan dengan masalah ketergantungan alkohol dan obat-obatan.
Tetapi, gejala ODD ini lebih sering terjadi di lingkungan rumah atau sekolah.
Contoh kejadian yang umum terjadi pada interaksi orangtua dengan anak yang
memiliki ODD di antaranya:
Anda meminta anak untuk berhenti bermain game karena sudah waktunya tidur.
Anak tidak menghiraukan dua perintah pertama, dan saat Anda memintanya
untuk ketiga kali, Anda terpaksa membentak.
Anda meminta anak untuk berhenti bermain game karena sudah waktunya tidur.
Anak kemudian tantrum, karena ia masih ingin bermain. Anda kemudian tidak
ingin melihatnya begitu kelelahan sebelum tidur, sehingga Anda menyerah dan
mengizinkannya untuk lanjut bermain.
Pada contoh yang pertama, anak akan belajar bahwa berteriak adalah cara
yang efektif untuk berkomunikasi. Selain itu, ia juga akan belajar, tidak
menghiraukan dua perintah pertama adalah hal yang wajar.
Pada contoh kedua, anak akan belajar bahwa tantrum adalah cara yang efektif
untuk mendapatkan setiap keinginannya. Sehingga, ia akan melakukannya lagi di
kemudian hari.
Kedua contoh di atas, dapat memicu konflik pada hubungan orangtua dan
anak. Karena itu, perawatan untuk anak ODD biasanya juga akan melibatkan
orangtua, sebagai pihak yang akan paling terpengaruh.
program pelatihan manajemen orang tua untuk membantu orang tua mengelola
tingkah laku anak.
psikoterapi individual untuk mengembangkan manajemen kemarahan yang lebih
efektif.
Terapi yang baik juga bisa mencegah masalah lain yang mungkin menyertai dan berhubungan
dengan gangguan perilaku tersebut. Mempersiapkan lingkungan rumah yang mendukung,
disiplin positif, dan penuh cinta dapat dilakukan untuk mencegah memburuknya perilaku
memberontak pada anak ODD.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.sehatq.com/artikel/apa-itu-odd-penyakit-yang-menyebabkan-anak-jadi-bandel
https://www.honestdocs.id/kenali-gangguan-odd-pada-anak
https://www.klikdokter.com/penyakit/odd-oppositional-defiant-disorder#Gejala