Ed8cfc78 PDF
Ed8cfc78 PDF
KETERAMPILAN KLINIS
BLOK
MASALAH KEGAWATDARURATAN MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2019
PAS FOTO
3 x 4 cm
Nama :
NIM :
No. HP :
Email :
RESUSITASI BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA
I. PENDAHULUAN
Asfiksia neonatus adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir.
100 menit Self practice : Mahasiswa melakukan resusitasi bayi bar lahir Mahasiswa
dengan asfiksia secara bergantian masing-masing selama 10 Instruktur
menit.
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.
Manajemen setelah bayi lahir dengan asfiksia adalah resusitasi (Tahapan resusitasi lihat
bagan) :
1. Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan langkah awal yang terdiri dari :
a. Hangatkan bayi dibawah pemancar panas atau lampu
b. Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
c. Isap lendIr dari mulut kemudian hidung
d. Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung atau
menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah dengan kering
e. Reposisi kepala bayi
2. Nilai bayi : usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
Bila bayi tidak bernapas lakukan Ventilasi Tekanan Positif (VTP) dengan memakai
balon dan sungkup dengan kecepatan 20-30 kali selama 30 detik.
3. Nilai bayi : usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
Bila belum bernapas den denyut jantung 60 x/menit lanjutkan VTP dengan kompresi
dada secara terkoordinasi selama 30 detik.
4. Nilai bayi : usaha napas, warna kulit, dan denyut jantung
• Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi
dada
• Bila denyut jantung > 60 x/menit, kompresi dada dihentikan dan VTP dilanjutkan
5. Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi (dilakukan oleh
tenaga yang sudah terampil).
Pada dasarnya "Resusitasi Jantung Paru" atau sering disingkat dengan "RJP" terdiri dari dua
elemen, yaitu; kompresi dada dan mulut ke mulut (mouth-to-mouth) nafas buatan. Sebelum
menolong korban, hendaklah menilai keadaan lingkungan terlebih dahulu :
Untuk memudahkan dalam mengingat prosedur melakukan RJP dikenal dengan metode "ABC",
yaitu:
Posisikan korban dalam keadaan terlentang pada bidang yang datar dan keras (lantai), bila di atas
kasur selipkan papan (tapi tidak efektif jadi lebih baik di letakkan di atas lantai). Periksa jalan
nafas korban sebagai berikut :
Pada korban tidak sadar, tonus otot menghilang, sehingga lidah akan menyumbat laring. Lidah dan
epiglotis penyebab utama tersumbatnya jalan nafas pada pasien tidak sadar. Lidah yang jatuh
kebelakang (drop), menutupi jalan nafas.
• Letakkan tangan penolong di atas kening korban dan tangan yang lain di dagu korban,
tengadahkan dengan cara dongkrakkan kepala korban ke atas tekhnik ini disebut dengan
"Head tilt-chin lift".
• Jika kita mencurigai adanya patah atau fraktur tulang leher/servikal, maka kita memakai
cara "Jaw Trust" yaitu dengan cara penolong berada diatas kepala penderita dan
mengangkat mandibula ke arah depan untuk menjaga servikal tetap pada posisi netral
selama resusitasi.
2. Breathing (Pernafasan)
Nilai sirkulasi darah korban dengan menilai denyut nadi arteri besar ( arteri karotis). Apabila
terdapat denyut nadi maka berikan pernafasan buatan sebanyak 2 kali, dan apabila tidak terdapat
denyut nadi maka lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali.
Posisi kompresi dada dimulai dari lokasi Proc. Xyphoideus, dan tarik garis ke Cranial 2 jari di atas
Proc. Xyphoideus, dan lakukan kompresi pada tempat tersebut. Kemudian berikan 2 kali nafas
buatan dan teruskan kompresi dada sebanyak 30 kali.
• Tidak ada nafas dan tidak ada nadi : teruskan RJP sampai bantuan datang.
• Terdapat nadi tetapi tidak ada nafas : mulai lakukan nafas buatan.
• Terdapat nadi dan nafas : korban membaik.
• Korban kembali sadar; dimana warna kulit berubah dari sianosis menjadi kemerahan, pupil
akan mengecil, bila penyebab henti jantung adalah hipoksia maka jika berhasil maka
denyut nadi spontan dapat di pulihkan.
• Korban dinyatakan mati; dimana bila setelah 30 menit tidak ada tanda aktivitas jantung
atau tanda pernafasan spontan dan kedua pupil lebar tanpa reaksi terhadap cahaya (bila
korban yang mengalami pendinginan maka resusitasi dilakukan sampai 1 jam).
• Apabila penolong lelah atau keselamatannya terancam.
c. Frekuensi minimal 100 kali per menit dengan kedalaman minimal 5 cm.
d. Penolong melakukan kompresi dengan perbandingan kompresi dan ventilasi
30:2.
5. Setelah lakukan kompresi 30 kali, lakukan ventilasi dengan membuka jalan napas
dengan teknik:
a. Head tilt chin lift maneuver.
- Dorong kepala korban dengan mendorong dahi ke belakang (head tilt) dan
pada saat yang bersamaan dagu korban (chin lift)
Gambar. Head tilt chin lift maneuver
b. Jaw thrust
- Letakkan siku-siku pada bidang datar tempat korban dibaringkan. Cari
rahang bawah. Pegang rahang bawah dengan jari-jari kedua tangan dari sisi
kanan dan kiri korban
- Dorong rahang bawah dengan mendorong kedua sudutnya ke depan
dengan jari-jari kedua tangan
- Buka mulut korban dengan ibu jari dan jari telunjuk kedua tangan.
- Pasang OPA jika tersedia.
Mulut ke hidung
a. Katupkan mulut penderita disertai chin lift, kemudian hembuskan udara seperti
pernapasan mulut ke mulut. Buka mulut penderita waktu ekshalasi.
Mulut ke sungkup
a. Letakkan sungkup pada muka penderita dan dipegang dengan kedua ibu jari
b. Lakukan head tilt chin lift/ jaw thrust. Tekan sungkup ke muka penderita
dengan rapat.
c. Hembuskan udara melalui lubang sungkup hingga dada terangkat.
d. Amati turunnya pergerakan dinding dada.
Dengan kantung pernapasan
a. Tempatkan tangan untuk membuka jalan japas.
b. Letakkan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C clamp (bila seorang diri)
yaitu dengan meletakkan jari ketiga, keempat, kelima membentuk huruf E dan
diletakkan dibawah rahang bawah dan mengekstensi dagu serta rahang bawah;
ibu jari dan telunjuk membentuk huruf C untuk mempertahankan sungkup
c. Bila 2 penolong, 1 penolong berada pada posisi di atas kepala penderita dan
dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan kanan mencegah agar
tidak terjadi kebocoran disekitar sungkup. Jari-jari yang lain mengektensikan
kepala sambil melihat pergerakan dada. Penolong kedua memompa kantung
sampai dada terangkat.
7. Cek irama jantung dan ulangi siklus setiap 2 menit.
Teknik Tindakan pada Anak
1. Pemeriksaan nadi bayi kurang dari satu tahun dilakukan pada arteri brachialis atau
arteri femoralis. Untuk anak diatas satu tahun, pemeriksaan dilakukan sama seperti
pada orang dewasa.
2. Jika pulsasi teraba, berikan 1 bantuan napas tiap 3 detik. Berikan kompresi jika
denyut jantung <60/menit dengan perfusi yang buruk walaupun setelah oksigenasi
dan ventilasi yang adekuat.
3. Kompresi pada anak usia 1-8 tahun:
a. Menekan sternum sekitar 5 cm dengan kecepatan minimal 100 kali per menit.
b. Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan berikan 2 kali napas bantuan
sampai dada terangkat (1 penolong).
c. Kompresi dan napas buatan dengan rasio 15:2 (2 penolong).
4. Kompresi dada pada bayi:
a. Letakkan 2 jari satu tangan pada setengah bawah sternum; lebar 1 jari berada di
bawah garis intermammari.
b. Menekan sternum sekitar 4 cm kemudian angkat tanpa melepas jari dari sternum
dngan kecepatan minimal 100 kali per menit.
c. Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan berikan 2 kali napas bantuan
sampai dada terangkat (1 penolong).
d. Kompresi dan napas bantuan dengan rasio 15:2 jika 2 penolong.
5. Jika bayi atau anak sudah kembali ke dalam sirkulasi spontan, maka baringkan anak
atau bayi ke posisi mantap
a. Gendong bayi di lengan penolong sambil menyangga perut dan dada bayi dengan
kepala bayi terletak lebih rendah.
b. Usahakan tidak menutup mulut dan hidung bayi.
c. Monitor dan rekam tanda vital, kadar respons, denyut nadi, dan pernapasan.
Analisis
1. Indikasi bantuan hidup dasar:
- Henti jantung
- Henti napas
- Tidak sadarkan diri
2. Gangguan jalan napas adalah berupa sumbatan jalan napas:
- Sumbatan di atas laring
- Sumbatan pada laring
- Sumbatan di bawah laring
3. Pengelolaan jalan napas dengan head tilt-chin lift dan jaw thrust. Head tilt chin lift
tidak dianjurkan pada korban yang dicurigai menderita cedera kepala, cedera leher,
dan cedera tulang belakang
4. Kondisi yang menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi:
- Infeksi
- Aspirasi
- Edema paru
- Kontusio paru
- Kondisi tertentu yang menyebabkan rongga paru tertekan oleh benda asing
5. Sebab-sebab henti jantung
- Faktor primer (dari jantung sendiri)
- Faktor sekunder
6. Keberhasilan BHD
- Warna kulit berubah dari sianosis menjadi kemerahan
- Pupil akan mengecil
- Pulihnya denyut nadi spontan
Referensi
1. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Buku panduan bantuan
hidup jantung dasar BCLS Indonesia. Jakarta: PP PERKI, 2012.
2. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta:
Penerbit Indeks, 2010; p 340-355
3. University of Utah. Basic life support [internet]. 2014 [cited 2014 march 24].
Available from: http://www.cc.utah.edu/~mda9899/index.htm
4. Nolan JP (ed). Resuscitation guideline 2010. London: resuscitation council UK,
2010.
Teknik Tindakan
1. Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah aman untuk
melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan menepuk- nepuk dan
menggoyangkan penderita sambil memanggil penderita.
2. Jika penderita tidak merespons serta tidak bernapas atau bernapas tidak normal,
maka dianggap mengalami kejadian henti jantung.
3. Aktivasi sistem layanan gawat darurat.
4. Periksa denyut nadi arteri karotis.
5. Lakukan kompresi dada (lihat bagian bantuan hidup dasar)
6. Setelah lakukan kompresi 30 kali, lakukan ventilasi dengan membuka jalan napas
(lihat bagian Bantuan Hidup Dasar).
7. Berikan bantuan napas (lihat bagian Bantuan Hidup Dasar).
8. Cek irama jantung dan ulangi siklus setiap 2 menit.
9. Ketika alat monitor EKG dan defibrillator datang, pasang sadapan segera tanpa
menghentikan RJP.
10. Hentikan RJP sejenak untuk melihat irama dimonitor.
Metode Pembelajaran
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan penuntun belajar
BLOK
KEGAWATDARURATAN MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
KEGAWATDARURATAN MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
I. PENDAHULUAN
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Kesadaran dapat
didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen dan
aferen. Untuk mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang
konstan dan efektif antara hemisfer serebri dan formasio retikularis di batang otak yang
intak.
Gangguan pada hemisfer serebri atau formasio retikularis dapat menimbulkan
gangguan kesadaran. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal dengan istilah compos
mentis, di mana aksi dan reaksi terhadap apa yang dilihat, didengar, dihidu, dikecap,
dialami, serta perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, gerak, getar, tekan, dan sifat,
bersifat adekuat (tepat dan sesuai).
Penilaian derajat kesadaran dapat dinilai secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Penilaian gangguan kesadaran secara kualitatif antara lain mulai dari apatis, somnolen,
delirium, bahkan koma. Pada manual ini akan diajarkan penilaian derajat kesadaran secara
kuantitatif, yaitu dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian derajat
kesadaran ini sangat penting dikuasai karena mempunyai harga praktis, yaitu untuk dapat
memberikan penanganan, menentukan perbaikan, kemunduran, dan prognosis.
BLOK
KEGAWATDARURATAN MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
KEGAWATDARURATAN MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
Neuron-neuron di seluruh korteks serebri yang digalakkan oleh impuls aferen non-
spesifik dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, oleh karena tergantung pada jumlah
neuron-neuron tersebut yang aktif, derajat kesadaran bisa tinggi atau rendah. Aktivitas
neuron-neuron tersebut digalakkan oleh neuron-neuron yang menyusun inti talamik yang
dinamakan nuclei intralaminares. Oleh karena itu, neuron-neuron tersebut dapat
dinamakan neuron penggalak kewaspadaan.
Penilaian derajat kesadaran secara kuantitatif yang sampai saat ini masih digunakan
adalah Glasgow Coma Scale (GCS). GCS adalah suatu skala neurologik yang dipakai
untuk menilai secara obyektif derajat kesadaran seseorang.
GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu penilaian: respons membuka mata (eye
opening), respons motorik terbaik (best motor response), dan respons verbal terbaik (best
verbal response).
Masing-masing komponen GCS serta penjumlahan skor GCS sangatlah penting,
oleh karena itu, skor GCS harus dituliskan dengan tepat, sebagai contoh: GCS 10, tidak
mempunyai makna apa-apa, sehingga harus dituliskan seperti: GCS 10 (E2M4V3). Skor
tertinggi menunjukkan pasien sadar (compos mentis), yakni GCS 15 (E4M6V5), dan skor
terendah menunjukkan koma (GCS 3 = E1M1V1).
BLOK
KEGAWATDARURATAN MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
BLOK
KEGAWATDARURATAN MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
V. LEMBAR PENGAMATAN
PENGAMATAN
LANGKAH-LANGKAH
YA TIDAK
1. Pasien berbaring dan pemeriksa berada disebelah kanan
2. Menlai Eye Opening Penderita (range skor 4-1)
• Buka mata spontan (4)
• Buka mata jika dipanggil (3)
• Bka mata jika diberi rangsang nyeri (2)
• Tidak ada respon (1)
3. Menilai Verbal Respon Penderita (range skor 5-1)
• Orientasi baik (5)
• Binggung/Disorientasi (4)
• Dapat bicara tapi tidak berupa kalimat (3)
• Mengerang/bicara tidak jelas artinya (2)
• Tidak ada reaksi (1)
4. Menilai Motorik Respons Penderita (range skor 6-1)
• Melakukan gerakan sesuai dengan penderita (6)
• Dapat mengetahui lokasi rangsang nyeri (5)
• Menghindar terhadap rangsang nyeri (4)
• Fleksi abnormal/decorticated (3)
• Ekstensi abnormal/decerebrated (2)
• Tidak ada reaksi (1)
5. Tentukan skor GCS penderita
Note : Ya : Mahasiswa Melakukan
Tidak : Mahasiswa Tidak Melakukan
BLOK
KEGAWATDARURATAN MEDIK