Anda di halaman 1dari 24

BUKU PENUNTUN

KETERAMPILAN KLINIS

BLOK
MASALAH KEGAWATDARURATAN MEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
MEDAN
2019
PAS FOTO
3 x 4 cm

BUKU PANDUAN MAHASISWA

Nama :

NIM :

No. HP :

Email :
RESUSITASI BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA
I. PENDAHULUAN
Asfiksia neonatus adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan skill lab resusitasi bayi baru lahir pada blok ini, diharapkan
mahasiswa terampil dan mampu melakukan setiap langkah secara benar dan sistematis.
B. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu melakukan :
1. Penilaian sebelum bayi lahir
2. Langkah awal resusitasi
3. Ventilasi tekanan positif
4. Kompresi dada
5. Penilaian setelah resusitasi

III. RANCANGAN ACARA PEMBELAJARAN

Waktu Aktifitas Belajar mengajar Keterangan

20 menit Introduksi pada kelas besar Narasumber


• Penjelasan narasumber tentang resusitasi bayi baru lahir
dengan asfiksia (15 menit)
• Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari penjelasan. (5
menit)

10 menit Demonstrasi pada kelas besar Narasumber


Narasumber memperlihatkan resusitasi bayi baru lahir dengan
asfiksia secara bertahap
Tahap I : Persiapan Alat
Tahap II : Resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia

20 menit Coaching oleh instruktur: Instruktur


• Mahasiswa dibagi menjadi kelompok kecil (1 kelompok Mahasiswa
terdiri 6-9 mahasiswa).
• Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian (2-3 orang
mahasiswa) dengan dibimbing oleh instruktur.

100 menit Self practice : Mahasiswa melakukan resusitasi bayi bar lahir Mahasiswa
dengan asfiksia secara bergantian masing-masing selama 10 Instruktur
menit.
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.

IV. DASAR TEORI


Sebelum bayi lahir, lakukan penilaian sebagai berikut :
• Apakah kehamilan cukup bulan?
• Apakah air ketuban jernih dan tidak terkontaminasi meconium?
• Apakah bayi bernapas adekuat atau menangis?
• Apakah tonus otot bayi baik?
Bila semua pertanyaan diatas jawabannya “ya”, lakukan asuhan bayi baru lahir normal.
Bila salah satu atau lebih pertanyaan diatas jawabannya “tidak”, lakukan langkah awal
resusitasi.

Manajemen setelah bayi lahir dengan asfiksia adalah resusitasi (Tahapan resusitasi lihat
bagan) :
1. Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan langkah awal yang terdiri dari :
a. Hangatkan bayi dibawah pemancar panas atau lampu
b. Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
c. Isap lendIr dari mulut kemudian hidung
d. Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung atau
menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah dengan kering
e. Reposisi kepala bayi
2. Nilai bayi : usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
Bila bayi tidak bernapas lakukan Ventilasi Tekanan Positif (VTP) dengan memakai
balon dan sungkup dengan kecepatan 20-30 kali selama 30 detik.
3. Nilai bayi : usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
Bila belum bernapas den denyut jantung 60 x/menit lanjutkan VTP dengan kompresi
dada secara terkoordinasi selama 30 detik.
4. Nilai bayi : usaha napas, warna kulit, dan denyut jantung
• Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan kompresi
dada
• Bila denyut jantung > 60 x/menit, kompresi dada dihentikan dan VTP dilanjutkan
5. Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi (dilakukan oleh
tenaga yang sudah terampil).

V. SARANA DAN ALAT


1. Meja 1 buah + alat tulis, kertas checklist
2. Stopwatch
3. Oksigen
4. Sarung tangan steril
5. Boneka bayi untuk resusitasi
6. Kain bedong bayi 3 lembar
7. Pengisap lendir
8. Balon resusitasi dan sungkup untuk bayi
VI. LEMBAR PENGAMATAN
PENGAMATAN
NO. LANGKAH/TUGAS
YA TIDAK
PERSIAPAN ALAT RESUSITASI
1. Persiapkan semua alat resusitasi dalam keadaan
steril yang terdiri dari oksigen, sarung tangan
steril, kain bedong bayi 3 lembar, pengisap
lendir (pengisap lendir de Lee/bulb syringe),
balon resusitasi dan sungkup untuk bayi.
2. Meja resusitasi telah dialasi dengan 2 helai kain
yang bersih dan kering.
3. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir, memakai sarung tangan steril
PERSIAPAN BAYI
4. Memotong tali pusat segera setelah bayi lahir
5. Menerima bayi dengan kain yang kering dan
hangat dan meletakkannya pada tempat
resusitasi yang sudah disiapkan
6. Posisi penolong berada pada kepala bayi
MENILAI DAN MENJAWAB 4 PERTANYAAN
7. Dalam beberapa detik secara cepat, menilai dan
menjawab 4 pertanyaan berikut :
• Apakah bersih dari meconium?
• Apakah bayi bernapas atau menangis?
• Apakah tonus otot baik?
• Apakah bayi cukup bulan?
Bila salah satu pertanyaan ada yang dijawab
“tidak”, maka bayi memerlukan tindakan
lanjut yaitu : Langkah Awal Resusitasi.
LANGKAH AWAL
8. Memberikan kehangatan.
Alat pemancar panas telah diaktifkan atau boks
yang sudah dihangatkan sehingga tempat
meletakkan bayi menjadi hangat.
9. Posisikan dan bersihkan jalan napas
• Bayi diposisikan, dengan posisi setengah
tengadah dan bahu diberi ganjalan kain.
Pastikan jalan nafas terbuka.
• Melakukan pengisapan lendir dimulut
dahulu maksimal 5 cm baru kemudian
hidung maksimal 3 cm.
10. Mengeringkan bayi, merangsang dan
memosisikan kembali.
• Menggosok seluruh tubuh bayi dengan
sedikit tekanan dengan kain hangat.
• Melakukan rangsangan taktil pada telapak
kaki atau gosok naik turun pada punggung
bayi dengan telapak tangan anda.
• Menyingkirkan kain basah
• Membungkus bayi dengan kain atau
handuk yang bersih, kering dan hangat,
serta kepala dan dada tetap terbuka.
• Mengatur kembali posisi kepala bayi
dengan kain yang digulung/lipat di bawah
bahu sehingga kepala sedikit ekstensi.
11. Menilai Bayi
• Melakukan penilaian, apakah bayi
bernafas spontan, mengap-megap atau
merintih.
• Bila bayi tidak bernafas atau megap-
megap, melakukan segara ventilasi
tekanan positif.
12. Ventilasi Bayi
• Posisi pelaksana ventilasi tekanan positif
berdiri disebelah atau dekat dengan bayi
• Memegang balon dengan tangan kanan
dan sungkup dengan tangan kiri
• Posisi balon sedemikian rupa sehingga
tidak menghalangi pandangan mata ke
dada bayi untuk melihat gerak turun naik
dada bayi selama VTP
• Melakukan ventilasi 40-60 kali per menit
dengan menghitung
pompa…dua…tiga…pompa…dua…tiga
• Memastikan dada mengembang
• Bila bayi bernafas spontan, hentikan
resusitasi
• Setelah 30 detik melakukan VTP, bayi
tidak bernafas atau megap-megap, lakukan
penilaian frekuensi jantung selama 6 detik
• Bila frekuensi jantung < 60 kali/menit,
lanjutkan VTP dan lakukan kompresi dada
• Bila frekuensi jantung > 60 kali/menit,
teruskan VTP kemudian melakukan
penilaian ulang usaha napas, frekuensi
jantung dan warna kulit.
13. Kompresi Dada
• Ada 2 teknik :
a. Teknik ibu jari, kedua ibu jari
digunakan untuk menekan sternum,
sementara kedua tangan melingkari
dada dan jari-jari tangan menyokong
tulang belakang
b. Teknik dua jari, ujung jari tengah dan
jari telunjuk atau jari manis dari atu
tangan digunakan untuk menekan
tulang dada dengan posisi tegak lurus,
sementara tangan yang lain digunakan
untuk menopang bagian belakang bayi
(kecuali kalau bayi diletakkan pada
permukaan yang keras)
• Tekanan diberikan pada 1/3 bawah tulang
dada, yang terletak antara tulang dada
xipoid dan garis khayal yang
menghubungkan kedua putting susu
• Lakukan kompresi dada disertai dengan
VTP
• Orang yang melakukan kompresi harus
mengambil alih tugas manehitung : “satu-
dua-tiga-pompa” (3 kompresi + 1
ventilasi)
• Lakukan selama 30 detik
• Bila frekuensi denyut jantung mencapai 60
kali/menit atau lebih, tindakan kompresi
dada dihentikan dan lanjutkan VTP sampai
> 100 kali per menit dan bayi bernapas
spontan
PEMANTAUAN DAN PELAPORAN
14. Melakukan pemantauan terhadap bayi pasca
resusitasi
15. Melakukan pencatatan dan pelaporan
Note : YA = Mahasiswa melakukan
TIDAK = Mahasiswa tidak melakukan
Bantuan Hidup Dasar / Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Pengertian: Melakukan pijatan jantung luar untuk mengatasi henti napas dan henti jantung.
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) merupakan prosedur pertolongan darurat tentang henti
jantung dan henti nafas serta bagaimana melakukan RJP yang Benar sampai korban sadarkan diri
atau sampai ada bantuan datang.

Pada dasarnya "Resusitasi Jantung Paru" atau sering disingkat dengan "RJP" terdiri dari dua
elemen, yaitu; kompresi dada dan mulut ke mulut (mouth-to-mouth) nafas buatan. Sebelum
menolong korban, hendaklah menilai keadaan lingkungan terlebih dahulu :

1. Apakah korban dalam keadaan sadar ?


2. Apakah korban tampak mulai tidak sadar, tepuk atau goyangkan bahu korban dan bertanya
dengan keras "apakah anda baik-baik saja" ?
3. Apabila korban tidak merespon, mintalah bantuan untuk menghubungi rumah sakit
terdekat, dan mulailah RJP

Untuk memudahkan dalam mengingat prosedur melakukan RJP dikenal dengan metode "ABC",
yaitu:

1. Airway (Jalan Nafas)

Posisikan korban dalam keadaan terlentang pada bidang yang datar dan keras (lantai), bila di atas
kasur selipkan papan (tapi tidak efektif jadi lebih baik di letakkan di atas lantai). Periksa jalan
nafas korban sebagai berikut :

• Membuka mulut korban


• Masukkan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah)
• Lihat apakah ada benda asing, darah (bersihkan jika ada)

Pada korban tidak sadar, tonus otot menghilang, sehingga lidah akan menyumbat laring. Lidah dan
epiglotis penyebab utama tersumbatnya jalan nafas pada pasien tidak sadar. Lidah yang jatuh
kebelakang (drop), menutupi jalan nafas.

• Letakkan tangan penolong di atas kening korban dan tangan yang lain di dagu korban,
tengadahkan dengan cara dongkrakkan kepala korban ke atas tekhnik ini disebut dengan
"Head tilt-chin lift".
• Jika kita mencurigai adanya patah atau fraktur tulang leher/servikal, maka kita memakai
cara "Jaw Trust" yaitu dengan cara penolong berada diatas kepala penderita dan
mengangkat mandibula ke arah depan untuk menjaga servikal tetap pada posisi netral
selama resusitasi.

2. Breathing (Pernafasan)

Untuk melakukan pernafasan pada korban harus memperhatikan tiga cara:

• Look : lihat gerakan dada mengembang atau tidak.


• Listen : dengarkan suara nafas korban pada mulut/hidung ada atau tidak.
• Feel : rasakan hembusan nafas korban pada mulut/hidung ada atau tidak.
Jika tidak ada maka dapat kita lakukan nafas buatan mulut ke mulut atau mulut ke sungkup
sebanyak 2 kali.

3. Circulation (Sirkulasi Buatan)

Nilai sirkulasi darah korban dengan menilai denyut nadi arteri besar ( arteri karotis). Apabila
terdapat denyut nadi maka berikan pernafasan buatan sebanyak 2 kali, dan apabila tidak terdapat
denyut nadi maka lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali.

Posisi kompresi dada dimulai dari lokasi Proc. Xyphoideus, dan tarik garis ke Cranial 2 jari di atas
Proc. Xyphoideus, dan lakukan kompresi pada tempat tersebut. Kemudian berikan 2 kali nafas
buatan dan teruskan kompresi dada sebanyak 30 kali.

Cek nadi dan nafas korban apabila :

• Tidak ada nafas dan tidak ada nadi : teruskan RJP sampai bantuan datang.
• Terdapat nadi tetapi tidak ada nafas : mulai lakukan nafas buatan.
• Terdapat nadi dan nafas : korban membaik.

Kemungkinan Keberhasilan apabila terjadi keterlambatan :

• 1 menit : 98% dari 100%


• 4 menit : 50% dari 100%
• 10 menit : 1 dari 100%

Resusitasi dapat dihentikan bila :

• Korban kembali sadar; dimana warna kulit berubah dari sianosis menjadi kemerahan, pupil
akan mengecil, bila penyebab henti jantung adalah hipoksia maka jika berhasil maka
denyut nadi spontan dapat di pulihkan.
• Korban dinyatakan mati; dimana bila setelah 30 menit tidak ada tanda aktivitas jantung
atau tanda pernafasan spontan dan kedua pupil lebar tanpa reaksi terhadap cahaya (bila
korban yang mengalami pendinginan maka resusitasi dilakukan sampai 1 jam).
• Apabila penolong lelah atau keselamatannya terancam.

Bantuan Hidup Dasar

Tingkat Keterampilan: 4A Tujuan


Mampu melakukan bantuan hidup dasar sesuai kompetensi dokter di pelayanan primer.

Alat dan Bahan


1. Alat pelindung diri (APD).
2. Sungkup
3. Kantung pernapasan (bag valve mask)
4. Sumber oksigen
5. OPA (oropharyngeal airway)
Teknik Tindakan
1. Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah aman untuk
melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan menepuk- nepuk dan
menggoyangkan penderita sambil memanggil penderita.
a. Jika penderita menjawab atau bergerak terhadap respons yang diberikan,
usahakan tetap mempertahankan posisi seperti pada saat ditemukan atau
posisikan ke posisi mantap.
b. Jika penderita tidak merespons serta tidak bernapas atau bernapas tidak normal,
maka dianggap mengalami kejadian henti jantung.
2. Jika pasien tidak respons, aktivasi system layanan gawat darurat dengan minta
bantuan orang terdekat atau penolong sendiri yang menelepon jika tidak ada orang
lain.
3. Periksa denyut nadi arteri karotis dalam waktu maksimal 10 detik (lihat Bab
Kardiovaskular).
4. Lakukan kompresi dada:
a. Penderita dibaringkan di tempat yang datar dan keras.
b. Tentukan lokasi kompresi dada dengan cara meletakkan telapak tangan yang
telah saling berkaitan di bagian setengah bawah sternum.

Gambar. Palpasi A. Karotis

Gambar . Teknik kompresi dada

c. Frekuensi minimal 100 kali per menit dengan kedalaman minimal 5 cm.
d. Penolong melakukan kompresi dengan perbandingan kompresi dan ventilasi
30:2.
5. Setelah lakukan kompresi 30 kali, lakukan ventilasi dengan membuka jalan napas
dengan teknik:
a. Head tilt chin lift maneuver.
- Dorong kepala korban dengan mendorong dahi ke belakang (head tilt) dan
pada saat yang bersamaan dagu korban (chin lift)
Gambar. Head tilt chin lift maneuver

b. Jaw thrust
- Letakkan siku-siku pada bidang datar tempat korban dibaringkan. Cari
rahang bawah. Pegang rahang bawah dengan jari-jari kedua tangan dari sisi
kanan dan kiri korban
- Dorong rahang bawah dengan mendorong kedua sudutnya ke depan
dengan jari-jari kedua tangan
- Buka mulut korban dengan ibu jari dan jari telunjuk kedua tangan.
- Pasang OPA jika tersedia.

Gambar. Jaw thrust

6. Berikan napas bantuan dengan metode: Mulut ke


mulut:
a. Pertahankan posisi head tilt chin lift. Jepit hidung dengan menggunakan ibu jari
dan telunjuk tangan.
b. Buka sedikit mulut penderita, tarik napas panjang, dan tempelkan rapat bibir
penolong melingkari mulut penderita. Hembuskan napas lambat setiap tiupan
selama 1 detik. Pastikan dada terangkat.
c. Lepaskan mulut penolong dari mulut penderita, lihat apakah dada penderita
turun waktu ekshalasi.
Gambar . Resusitasi mulut ke mulut

Mulut ke hidung
a. Katupkan mulut penderita disertai chin lift, kemudian hembuskan udara seperti
pernapasan mulut ke mulut. Buka mulut penderita waktu ekshalasi.

Gambar. Resusitasi Mulut ke Hidung

Mulut ke sungkup
a. Letakkan sungkup pada muka penderita dan dipegang dengan kedua ibu jari
b. Lakukan head tilt chin lift/ jaw thrust. Tekan sungkup ke muka penderita
dengan rapat.
c. Hembuskan udara melalui lubang sungkup hingga dada terangkat.
d. Amati turunnya pergerakan dinding dada.
Dengan kantung pernapasan
a. Tempatkan tangan untuk membuka jalan japas.
b. Letakkan sungkup menutupi muka dengan teknik E-C clamp (bila seorang diri)
yaitu dengan meletakkan jari ketiga, keempat, kelima membentuk huruf E dan
diletakkan dibawah rahang bawah dan mengekstensi dagu serta rahang bawah;
ibu jari dan telunjuk membentuk huruf C untuk mempertahankan sungkup
c. Bila 2 penolong, 1 penolong berada pada posisi di atas kepala penderita dan
dengan menggunakan ibu jari dan telunjuk tangan kiri dan kanan mencegah agar
tidak terjadi kebocoran disekitar sungkup. Jari-jari yang lain mengektensikan
kepala sambil melihat pergerakan dada. Penolong kedua memompa kantung
sampai dada terangkat.
7. Cek irama jantung dan ulangi siklus setiap 2 menit.
Teknik Tindakan pada Anak
1. Pemeriksaan nadi bayi kurang dari satu tahun dilakukan pada arteri brachialis atau
arteri femoralis. Untuk anak diatas satu tahun, pemeriksaan dilakukan sama seperti
pada orang dewasa.
2. Jika pulsasi teraba, berikan 1 bantuan napas tiap 3 detik. Berikan kompresi jika
denyut jantung <60/menit dengan perfusi yang buruk walaupun setelah oksigenasi
dan ventilasi yang adekuat.
3. Kompresi pada anak usia 1-8 tahun:
a. Menekan sternum sekitar 5 cm dengan kecepatan minimal 100 kali per menit.
b. Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan berikan 2 kali napas bantuan
sampai dada terangkat (1 penolong).
c. Kompresi dan napas buatan dengan rasio 15:2 (2 penolong).
4. Kompresi dada pada bayi:
a. Letakkan 2 jari satu tangan pada setengah bawah sternum; lebar 1 jari berada di
bawah garis intermammari.
b. Menekan sternum sekitar 4 cm kemudian angkat tanpa melepas jari dari sternum
dngan kecepatan minimal 100 kali per menit.
c. Setelah 30 kali kompresi, buka jalan napas dan berikan 2 kali napas bantuan
sampai dada terangkat (1 penolong).
d. Kompresi dan napas bantuan dengan rasio 15:2 jika 2 penolong.
5. Jika bayi atau anak sudah kembali ke dalam sirkulasi spontan, maka baringkan anak
atau bayi ke posisi mantap
a. Gendong bayi di lengan penolong sambil menyangga perut dan dada bayi dengan
kepala bayi terletak lebih rendah.
b. Usahakan tidak menutup mulut dan hidung bayi.
c. Monitor dan rekam tanda vital, kadar respons, denyut nadi, dan pernapasan.

Analisis
1. Indikasi bantuan hidup dasar:
- Henti jantung
- Henti napas
- Tidak sadarkan diri
2. Gangguan jalan napas adalah berupa sumbatan jalan napas:
- Sumbatan di atas laring
- Sumbatan pada laring
- Sumbatan di bawah laring
3. Pengelolaan jalan napas dengan head tilt-chin lift dan jaw thrust. Head tilt chin lift
tidak dianjurkan pada korban yang dicurigai menderita cedera kepala, cedera leher,
dan cedera tulang belakang
4. Kondisi yang menyebabkan gangguan oksigenasi dan ventilasi:
- Infeksi
- Aspirasi
- Edema paru
- Kontusio paru
- Kondisi tertentu yang menyebabkan rongga paru tertekan oleh benda asing
5. Sebab-sebab henti jantung
- Faktor primer (dari jantung sendiri)
- Faktor sekunder
6. Keberhasilan BHD
- Warna kulit berubah dari sianosis menjadi kemerahan
- Pupil akan mengecil
- Pulihnya denyut nadi spontan
Referensi
1. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Buku panduan bantuan
hidup jantung dasar BCLS Indonesia. Jakarta: PP PERKI, 2012.
2. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta:
Penerbit Indeks, 2010; p 340-355
3. University of Utah. Basic life support [internet]. 2014 [cited 2014 march 24].
Available from: http://www.cc.utah.edu/~mda9899/index.htm
4. Nolan JP (ed). Resuscitation guideline 2010. London: resuscitation council UK,
2010.

Resusitasi Jantung Paru

Tingkat Keterampilan: 4A Tujuan


Melakukan resusitasi jantung paru sesuai kompetensi dokter di layanan primer.

Alat dan Bahan


1. Alat pelindung diri.
2. Monitor EKG
3. Alat defibrilasi.
4. Epinephrine ampul.
5. Amiodaron ampul.
6. Spuit.
7. Kanula intravena.

Teknik Tindakan
1. Penilaian respons dilakukan setelah penolong yakin bahwa dirinya sudah aman untuk
melakukan pertolongan. Penilaian respons dilakukan dengan menepuk- nepuk dan
menggoyangkan penderita sambil memanggil penderita.
2. Jika penderita tidak merespons serta tidak bernapas atau bernapas tidak normal,
maka dianggap mengalami kejadian henti jantung.
3. Aktivasi sistem layanan gawat darurat.
4. Periksa denyut nadi arteri karotis.
5. Lakukan kompresi dada (lihat bagian bantuan hidup dasar)
6. Setelah lakukan kompresi 30 kali, lakukan ventilasi dengan membuka jalan napas
(lihat bagian Bantuan Hidup Dasar).
7. Berikan bantuan napas (lihat bagian Bantuan Hidup Dasar).
8. Cek irama jantung dan ulangi siklus setiap 2 menit.
9. Ketika alat monitor EKG dan defibrillator datang, pasang sadapan segera tanpa
menghentikan RJP.
10. Hentikan RJP sejenak untuk melihat irama dimonitor.

Kasus VF/VT tanpa nadi


a. Lakukan kejut listrik unsynchronized dengan energi 360 J untuk kejut listrik
monofasik dan 200 J untuk kejut listrik bifasik.
Gambar. Penempatan defibrillator pad

b. Lakukan RJP selama 5 siklus (2 menit).


c. Kembali monitor EKG.
d. Jika masih VT/VF, kembali lakukan kejut listrik 360 J.
e. Lakukan RJP lagi 5 siklus.
f. Bila IV line telah terpasang, berikan epinephrine 1 mg IV/IO.
g. Setelah RJP selama 2 menit, kembali monitor EKG. Jika tetap VT/VF, lakukan
kejut listrik 360 J.
h. Lanjutkan kembali RJP 2 menit dan berikan amiodaron 300 mg IV/IO.
i. Setelah RJP selama 2 menit, kembali monitor EKG. Jika tetap VT/VF, lakukan
kejut listrik 360 J.
j. Lanjutkan RJP selama 2 menit dan berikan epinefrin 1 mg IV/IO.
k. Setelah RJP selama 2 menit, kembali monitor EKG. Jika tetap VT/VF, lakukan
kejut listrik 360 J.
l. Lanjutkan kembali RJP 2 menit dan berikan amiodaron 150 mg IV/IO.
m. Pemberian epinephrine 1 mg dapat diulang setiap 3-5 menit.

Kasus PEA/ Asistol


a. Bila pada EKG terdapat gambaran irama terorganisasi, cek nadi arteri karotis. Jika
tidak teraba, maka disebut PEA.
b. Bila pada EKG ditemukan asistole maka lakukan pengecekan alat.
c. Bila asitole, segera berikan epinephrine 1 mg IV/IO dan lanjutkan RJP selama lima
siklus (2 menit).
d. Setelah RJP 2 menit, top RJP dan lihat irama monitor. Jika irama terorganisasi,
lakukan perabaan karotis.
e. Jika tidak ada nadi, lakukan RJP lagi selama 2 menit.
f. Lihat kembali monitor. Jika irama terorganisasi, lakukan perabaan karotis.
g. Jika tidak ada nadi, kembali lakukan RJP dan berikan epinephrine 1 mg IV/IO.
h. Pemberian epinephrine 1 mg dapat diulang setiap 3-5 menit.
Analisis
Komplikasi:
• Fraktur iga atau sternum akibat kompresi dada.
• Insuflasi lambung dari napas bantuan; hal ini dapat mengakibatkan
muntah sehingga terjadi aspirasi.
• Kontraindikasi: pasien DNR (do not resuscitate).
Referensi
1. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Buku panduan bantuan
hidup jantung dasar BCLS Indonesia edisi 2012. Jakarta: PP PERKI, 2012.
2. Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular Indonesia. Buku panduan bantuan
hidup jantung lanjut ACLS Indonesia. Edisi 2012. Jakarta: PP PERKI, 2012.
3. Travers AH, et al. 2010 American heart association guidelines for
cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care science.
Circulation 2010; 122: S676-S684.
4. Anonymous. Automatic external defibrillation [internet]. cited 2014 March 24.
Available from: http://www.lbfdtraining.com/Pages/emt/sectione/aed.html
5. Nolan JP (ed). Resuscitation guideline 2010. London: resuscitation council UK,
2010

Tujuan pembelajaran : setelah pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu :


1. Mampu melakukan ressusitasi pada penderita dengan henti napas
2. Mampu melakukan pijatan jantung luar pada penderita henti jantung.
Media dan alat pembelajaran:
1. Buku panduan peserta skill lab sistim emergensi dan traumatologi
2. Video dan slide Cara pengelolaan jalan napas
3. Boneka manikin dewasa dan anak.
Indikasi
• Dilakukan pada`penderita henti napas dan atau henti jantung apapun sebabnya.

Metode Pembelajaran
Demonstrasi kompetensi sesuai dengan penuntun belajar

Deskripsi kegiatan resusitasi jantung paru (RJP).


Kegiatan Waktu Deskripsi
1. Pengantar 5 menit 1. Perkenalan, mengatur posisi duduk
mahasiswa
2. Penjelasan singkat tentang prosedur
kerja, peran masing-masing mahasiswa
dan alokasi waktu.
2. Demonstrasi singkat 10 menit 1. Seluruh mahasiswa melihat demonstrasi
tentang cara RJP oleh cara RJP oleh Instruktur pada model
instruktur. 2. Diskusi singkat bila ada yang kurang
dimengerti.
3. Praktek cara RJP. 10 menit 1.Satu orang mahasiswa mempraktekkan cara
RJP. Mahasiswa lainnya menyimak dan
mengoreksi bila ada yang kurang.
2.Instruktur memperhatikan dan memberikan
bimbingan bila mahasiswa kurang sempurna
melakukan praktek.
3. Instruktur berkeliling diantara mahasiswa
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

dan melakukan supervisi menggunakan


ceklis/daftar tilik.
4. Diskusi 10 menit 1. Diskusi tentang kesan mahasiswa terhadap
praktek cara RJP: apa
yang dirasa mudah, apa yang sulit.
2.Mahasiswa memberikan saran atau koreksi
tentang jalannya praktek hari itu. Instruktur
mendengar dan memberikan jawaban.
3. Instruktur mejelaskan penilaian umum
tentang jalannya praktek RJP : apakah secara
umum berjalan baik, apakah ada sebagaian
mahasiswa yang masih kurang. Bila perlu
mengumumkan hasil masing-masing
mahasiswa.
Total waktu 35 menit

BLOK
KEGAWATDARURATAN MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

LEMBAR PENGAMATAN KETERAMPILAN RESUSITASI JANTUNG PARU


Langkah-langkah/Kegiatan PENGAMATAN
Persiapan awal YA TIDAK
Periksa semua kelengkapan alat
Tindakan oleh satu orang penolong
1. Atur posisi pasien dan letakkan pada dasar yang keras
2. Pada korban tidak sadar pastikan penderita tidak sadar
dengan cara memanggil, menepuk punggung,
menggoyang atau mencubit.
3. Minta segera pertolongan dengan cara berteriak tanpa
meninggalkan pasien.
4. Periksa apakah pasien bernapas atau tidak
5. Bila tidak bernapas buka dan bebaskan jalan napas
6. Periksa kembali apakah pasien bernapas setelah
pembebasan jalan napas.
7. Bila tidak bernapas atau napas tersengal-sengal, berikan
napas buatan dua kali, pelan dan penuh sambil melihat
pengembangan dada.
8. Raba denyut karotis
9. Bila tidak teraba lakukan pijatan jantung luar 30 kali
pada titik tumpu yaitu 2 jari diatas processus xyphoideus.
Kemudian dilanjutkan dengan napas buatan sebanyak 2
kali tiupan.
10. Letakkan satu tangan pada titik tekan, tangan lain di atas
punggung tangan pertama.
11. Kedua lengan lurus dan tegak lurus pada sternum. Kedua
lutut penolong merapat, lutut menempel bahu korban.
12. Tekan ke bawah 4 – 5 cm pada orang dewasa , dengan
cara menjatuhkan berat badan ke sternum korban .
13. Kompresi secara ritmik & teratur 100 kali/menit Lakukan
evaluasi tiap akhir siklus kelima terhadap napas, denyut
jantug, kesadaran dan reaksi pupil.
14. Bila napas dan denyut belum teraba lanjutkan RJP hingga
korban membaik.
Tindakan oleh dua orang penolong
1. Langkah 1- 15 diatas tetap dilakukan oleh penolong
pertama hingga penolong kedua datang
2. Saat penolong pertama melakukan evaluasi, penolong
kedua mengambil posisi untuk menggantikan pijat
jantung.
3. Bila denyut nadi belum teraba, penolong pertama
memberikan napas buatan dua kali secara perlahan sampai
dada terlihat pengembang, disusul penolong kedua
memberikan pijat jantung sebanyak 30 kali.
Note : YA = Mahasiswa melakukan
TIDAK = Mahasiswa tidak melakukan

BLOK
KEGAWATDARURATAN MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

PEMERIKSAAN DERAJAT KESADARAN


(GLASGOW COMMA SCALE)

I. PENDAHULUAN
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Kesadaran dapat
didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen dan
aferen. Untuk mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang
konstan dan efektif antara hemisfer serebri dan formasio retikularis di batang otak yang
intak.
Gangguan pada hemisfer serebri atau formasio retikularis dapat menimbulkan
gangguan kesadaran. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal dengan istilah compos
mentis, di mana aksi dan reaksi terhadap apa yang dilihat, didengar, dihidu, dikecap,
dialami, serta perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, gerak, getar, tekan, dan sifat,
bersifat adekuat (tepat dan sesuai).
Penilaian derajat kesadaran dapat dinilai secara kualitatif maupun secara kuantitatif.
Penilaian gangguan kesadaran secara kualitatif antara lain mulai dari apatis, somnolen,
delirium, bahkan koma. Pada manual ini akan diajarkan penilaian derajat kesadaran secara
kuantitatif, yaitu dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian derajat
kesadaran ini sangat penting dikuasai karena mempunyai harga praktis, yaitu untuk dapat
memberikan penanganan, menentukan perbaikan, kemunduran, dan prognosis.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, mahasiswa diharapkan dapat :
1. Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai fungsi kesadaran.
2. Melakukan pemeriksaan fungsi kesadaran untuk menilai derajat kesadaran dengan
menggunakan skala koma dari Glasgow (Glasgow Coma Scale = GCS) dan
mengetahui letak lesi pada susunan saraf pusat serta membantu menetukan prognosis
klien.
3. Membantu klien untuk memberikan penanganan awal serta persiapan rujukan.

BLOK
KEGAWATDARURATAN MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

III. RANCANGAN KEGIATAN

Waktu Aktifitas Belajar mengajar Keterangan

20 menit Introduksi pada kelas besar Narasumber


• Penjelasan narasumber tentang Pemeriksaan derajat
kesadaran (15 menit)
• Tanya jawab singkat hal yang belum jelas dari penjelasan. (5
menit)

10 menit Demonstrasi pada kelas besar Narasumber


Narasumber memperlihatkan pemeriksaan derajat kesadaran.
Tahap I : Persiapan Alat
Tahap II : Pemeriksaan derajat kesadaran

30 menit Coaching oleh instruktur: Instruktur


• Mahasiswa dibagi menjadi kelompok kecil (1 kelompok Mahasiswa
terdiri 9-15 mahasiswa).
• Instruktur mempraktekkan cara pemeriksaan derajat
kesadaran.
• Mahasiswa melakukan simulasi secara bergantian dengan
dibimbing oleh instruktur.

90 menit Self practice : Mahasiswa melakukan pemeriksaan derajat Mahasiswa


kesadaran secara bergantian masing-masing selama 5-10 menit. Instruktur

Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.

IV. DASAR TEORI


Kesadaran mengacu pada kesadaran subjektif mengenai dunia luar dan diri,
termasuk kesadaran mengenai dunia pikiran sendiri; yaitu kesadaran mengenai pikiran,
persepsi, mimpi, dan sebagainya.

BLOK
KEGAWATDARURATAN MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

Neuron-neuron di seluruh korteks serebri yang digalakkan oleh impuls aferen non-
spesifik dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, oleh karena tergantung pada jumlah
neuron-neuron tersebut yang aktif, derajat kesadaran bisa tinggi atau rendah. Aktivitas
neuron-neuron tersebut digalakkan oleh neuron-neuron yang menyusun inti talamik yang
dinamakan nuclei intralaminares. Oleh karena itu, neuron-neuron tersebut dapat
dinamakan neuron penggalak kewaspadaan.
Penilaian derajat kesadaran secara kuantitatif yang sampai saat ini masih digunakan
adalah Glasgow Coma Scale (GCS). GCS adalah suatu skala neurologik yang dipakai
untuk menilai secara obyektif derajat kesadaran seseorang.
GCS terdiri dari 3 pemeriksaan, yaitu penilaian: respons membuka mata (eye
opening), respons motorik terbaik (best motor response), dan respons verbal terbaik (best
verbal response).
Masing-masing komponen GCS serta penjumlahan skor GCS sangatlah penting,
oleh karena itu, skor GCS harus dituliskan dengan tepat, sebagai contoh: GCS 10, tidak
mempunyai makna apa-apa, sehingga harus dituliskan seperti: GCS 10 (E2M4V3). Skor
tertinggi menunjukkan pasien sadar (compos mentis), yakni GCS 15 (E4M6V5), dan skor
terendah menunjukkan koma (GCS 3 = E1M1V1).

Parameter Patient’s Response Score


Best Eye Response Spontaneous eye opening 4
Eye opening to voice stimuli 3
Eye opening to pain stimuli 2
None 1

Best Motor Response Obeys commands 6


Localizes to pain 5
Withdraws to pain 4
Abnormal Flexion (decorticate response) 3
Extensor posturing (decerebrate response) 2
No movement 1

Best Verbal Response Conversant and oriented 5


Confused and disoriented 4

BLOK
KEGAWATDARURATAN MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

Utters inappropriate words 3


Makes incomprehensible sounds 2
Makes no sounds 1
Total score 3 –15

Tingkat kesadaran berdasarkan nilai GCS :


1. Composmentis : 15-14
2. Apatis : 13-12
3. Delirium : 11-10
4. Somnolen : 9-7
5. Stupor : 6-5
6. Semi koma :4
7. Koma :3

BLOK
KEGAWATDARURATAN MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA

V. LEMBAR PENGAMATAN
PENGAMATAN
LANGKAH-LANGKAH
YA TIDAK
1. Pasien berbaring dan pemeriksa berada disebelah kanan
2. Menlai Eye Opening Penderita (range skor 4-1)
• Buka mata spontan (4)
• Buka mata jika dipanggil (3)
• Bka mata jika diberi rangsang nyeri (2)
• Tidak ada respon (1)
3. Menilai Verbal Respon Penderita (range skor 5-1)
• Orientasi baik (5)
• Binggung/Disorientasi (4)
• Dapat bicara tapi tidak berupa kalimat (3)
• Mengerang/bicara tidak jelas artinya (2)
• Tidak ada reaksi (1)
4. Menilai Motorik Respons Penderita (range skor 6-1)
• Melakukan gerakan sesuai dengan penderita (6)
• Dapat mengetahui lokasi rangsang nyeri (5)
• Menghindar terhadap rangsang nyeri (4)
• Fleksi abnormal/decorticated (3)
• Ekstensi abnormal/decerebrated (2)
• Tidak ada reaksi (1)
5. Tentukan skor GCS penderita
Note : Ya : Mahasiswa Melakukan
Tidak : Mahasiswa Tidak Melakukan

BLOK
KEGAWATDARURATAN MEDIK

Anda mungkin juga menyukai