Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi

dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan,

perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan

emosi. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan oleh perorangan, lingkungan

keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat

yang didukung sarana pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lain seperti

keluarga dan lingkungan sosial. Lingkungan tersebut selain menunjang upaya

kesehatan jiwa juga merupakan stressor yang dapat mempengaruhi kondisi

jiwa seseorang, pada tingkat tertentu dapat menyebabkan seseorang jatuh

dalam kondisi gangguan jiwa (Videbeck, 2008).

Gangguan jiwa mengalami peningkatan di era globalisasi ini.

Kecenderungan ini tampak dari banyaknya pasien yang menjalani rawat inap

maupun rawat jalan di rumah sakit jiwa. Di Rumah Sakit Grhasia dan Rumah

Sakit Sardjito Yogyakarta, klien gangguan jiwa terus bertambah. Pada tahun

2003 jumlahnya mencapai 7.000 orang, sedang pada tahun 2004 naik menjadi

10.610 orang. Demikian juga di propinsi Sumatera Selatan, gangguan jiwa

yang ditangani di Rumah Sakit Jiwa mengalami peningkatan. Pada tahun 2003

jumlah klien yang dirawat sebanyak 4.101, dan pada tahun 2004 meningkat

menjadi 4.384 orang (Yosef, 2007).


Meningkatnya pasien dengan gangguan jiwa ini disebabkan banyak hal.

Kondisi lingkungan sosial yang semakin keras diperkirakan menjadi salah satu

penyebab meningkatnya jumlah masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan.

Apalagi untuk individu yang rentan terhadap kondisi lingkungan dengan tingkat

kemiskinan terlalu menekan (Maramis, 2005).

Salah satu gangguan jiwa yang paling banyak diderita adalah gangguan

dengan isolasi sosial. Gangguan isolasi sosial adalah gangguan hubungan

interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang

menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

berhubungan. Isolasi sosial merupakan salah satu gejala psikosis yang dialami

penderita gangguan jiwa skizofrenia. Skizofrenia merupakan suatu penyakit yang

mempengaruhi otak yang dapat menyebabkan timbulnya perubahan kepribadian

seperti menarik diri, tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam

bahkan dapat menyebabkan terjadinya narkisisme yaitu harga diri yang rapuh

(Copel, 2007).

Gangguan isolasi sosial yang tidak mendapat perawatan lebih lanjut dapat

menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang

lain, sehingga klien menjadi regresi, mengalami penurunan dalam aktivitas, dan

kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri bahkan bisa

berlanjut menjadi halusinasi yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain

dan lingkungan (Stuart, 2007).

Penatalaksanaan keperawatan klien dengan isolasi sosial selain dengan

pengobatan psikofarmaka juga dengan pemberian terapi modalitas yang salah

satunya adalah Terapi Aktifitas Kelompok (TAK). Terapi aktivitas kelompok

2
merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat pada sekelompok

klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktifitas digunakan

sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Fortinash &

Worret, 2004).

Terapi Aktivitas Kelompok sangat efektif mengubah perilaku karena di

dalam kelompok terjadi interaksi satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi.

Dalam kelompok akan terbentuk satu sistem sosial yang saling berinteraksi dan

menjadi tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki

perilaku lama yang maladaptif (Christopher, 2007).

TAK dibagi sesuai dengan masalah keperawatan klien, salah satunya

adalah TAK Sosialisasi. TAK Sosialisasi adalah upaya memfasilitasi kemampuan

sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Dengan TAK

sosialisasi maka klien dapat meningkatkan hubungan sosial secara bertahap dari

interpersonal (satu dan satu), kelompok dan masyarakat (Keliat, Panjaitan,

Helena, 2006).

Beberapa penelitian mengenai pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok

terhadap klien dengan masalah keperawatan isolasi sosial seperti penelitian yang

dilakukan oleh Andaryaniwati (2003) di rumah sakit jiwa Dr. Radjiman

Wedioningrat Lawang, menunjukkan persentasi pelaksanaan yang memuaskan

yaitu mencapai tingkat keberhasilan 90% dimana mampu meningkatkan

kemampuan pasien untuk berinteraksi sosial. Andaryaniwati (2003) menunjukkan

adanya pengaruh yang bermakna dari pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok

Sosialisasi. Keberhasilan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya

adalah peran perawat di rumah sakit tersebut yang turut membantu pelaksanaan

3
TAK Sosialisasi yang senantiasa dikembangkan di dalam kegiatan sehari-hari

melalui proses keperawatan.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa perawat ruangan di Rumah

Sakit Khusus Daerah Dadi Prov. Sul-Sel dan berpedoman pada prosedur tetap

TAK yang ada di ruang perawatan, pada dasarnya pelaksanaan TAK telah

diterapkan sejak tahun 2004 dan memberi dampak pada kemampuan klien dalam

bersosialisasi. Tapi tindakan ini tidak berkesinambungan karena berbagai alasan,

salah satunya adalah rasio antara perawat dan pasien yang belum mencukupi.

Studi pendahuluan yang dilakukan di RS. Khusus Daerah Dadi Makassar

pada tanggal 15 agustus 2009, salah satu masalah keperawatan yang paling

banyak ditemukan adalah isolasi sosial. Pada tahun 2007 terdapat 20% pasien

dengan isolasi sosial dengan jumlah pasien 1824 orang dan pada tahun 2008

meningkat menjadi 25% dengan jumlah pasien meningkat menjadi 2105 orang

(RS. Khusus Daerah Dadi Prov. Sul-Sel, 2009).

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik melakukan penelitian

untuk mengetahui sejauh mana pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

terhadap kemampuan pasien berinteraksi sosial guna membantu klien dalam

menangani masalah kesehatan yang dihadapi melalui penerapan asuhan

keperawatan dalam bentuk Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi.

4
B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapatlah dirumuskan

permasalahan dalam penelitian ini adalah :

“ Apakah ada pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap

kemampuan pasien berinteraksi sosial ? “

C. Tujuan.

1. Tujuan umum

Mengetahui pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi terhadap

kemampuan pasien berinteraksi sosial.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi kemampuan klien berinteraksi sosial sebelum

dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi.

b. Mengidentifikasi kemampuan klien berinteraksi sosial setelah diberikan

dilakukan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi.

c. Menganalisis pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sosialisasi

terhadap kemampuan pasien berinteraksi sosial.

D. Manfaat Penelitian.

Hasil penelitian ini diharapkan :

1. Sebagai bahan informasi bagi keperawatan, khususnya keperawatan jiwa,

terutama dalam mengaplikasikan Terapi Ativitas Kelompok Sosialisasi

pada pasien dengan gangguan isolasi sosial.

5
2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan sebagai bahan bacaan

keperawatan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya

keperawatan jiwa.

3. Dapat digunakan untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut dalam

lingkup yang sama.

6
7

Anda mungkin juga menyukai