Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

S DENGAN STROKE NON


HEMORRHAGIC

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan

oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).

Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi cerebral, baik fokal maupun

global, yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan

maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler (definisi menurut

WHO).

Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang di akibatkan oleh berhentinya suplai darah

kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk , 2000).

Stroke adalah gangguan neurologi yang dapat timbul sekunder dari suatu proses

patologi dan pembuluh darah (Price, 2000).

Stroke adalah Infark dari sebagian otak karena kekurangan aliran darah ke otak

(Junaidi, 2004).

Stroke adalah gangguan fungsi otak akut yang disebabkan terhentinya suplai darah ke

otak dimana terjadi secara mendadak dan cepat dengan gejala sesuai dengan daerah fokal di

otak yang mengalami gangguan.

Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan pada arteri

sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan

otak yang disuplai.

B. Etiologi
Menurut Baughman, C Diane.dkk (2000) stroke biasanya di akibatkan dari salah satu

tempat kejadian, yaitu:

1. Thrombosis

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi

sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti

di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun

tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah

yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk

pada 48 jam setelah thrombosis.

2. Embolisme serebral

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan

udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat

sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30

detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :

a) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)

b) Myocard infark

c) Fibrilasi.

d) Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah

terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan

embolus-embolus kecil.

e) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan

pada endocardium.

3. Hemorargik cerebral

Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar

otak. Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak , menyebabkan kehilangan gerak,
pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen.

Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :

a) Aterosklerosis

Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang kadarnya

berlebihan dalam pembuluh darah. Selain dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga

mungkin karena arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena

timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah

dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.

b) Infeksi

Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang menuju ke

otak.

c) Obat-obatan

Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti: amfetamin

dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke otak.

d) Hipotensi

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke

otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini

sangat parah dan menahun.

Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk, 2000):

1. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.

2. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal dari jantung).

3. Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan dengan infark cerebral).

4. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia di atas 35 tahun dan kadar

esterogen yang tinggi.

5. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka panjang dapat menyebabkan
iskhemia serebral umum.

6. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.

7. Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah, tekanan darah, merokok

kretek dan obesitas.

8. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan stroke.

Faktor-faktor atau keadaan yang memungkinkan terjadinya stroke dikelompokkan menjadi

beberapa bagian yaitu:

1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi:

Usia, jenis kelamin, herediter, ras/etnik.

2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:

Riwayat stroke, hipertensi, penyakit jantung, diabetes millitus, hiperkolesterol, obesitas,

merokok.

C. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):

1. Kehilangan motorik.

2. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) dan

hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia.

3. Kehilangan komunikasi

4. Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau afasia

(kehilangan berbicara).

5. Gangguan persepsi

6. Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan penglihatan perifer

dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori.

7. Kerusakan fungsi kognitif, parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).

8. Disfungsi kandung kemih, meliputi : inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia urinarius


peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia

urinarius dan defekasi yang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:

1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah.

2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan

penglihatan.

3. Pengaruh terhadap komunikasi: bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.

Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:

D. Patofisiologi

Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan

arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis

dengan cara:

1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.

2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm.

3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.

4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih tipis

sehingga dapat dengan mudah robek.


Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:

1. Keadaan pembuluh darah.

2. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke otak

menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.

3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan

intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan

walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.

4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya embolus

sehingga menimbulkan iskhemia otak.

Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,

perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena

gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting

terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada

area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada

pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis

dan hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan

menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia

serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia

lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi,

salah satunya cardiac arrest.

E. Pathways

Terlampir

F. Pemeriksaan Penunjang

1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.


2. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti

perdarahan atau obstruksi arteri.

3. Pungsi Lumbal

* Menunjukan adanya tekanan normal.

* Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.

4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.

5. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.

6. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.(DoengesE,

Marilynn,2000).

G. Komplikasi

Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:

1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi.

2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas, terjatuh.

3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.

4. Hidrosefalus

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada stroke trombotik/emboli/ stroke non hemoragik didasarkan pada:

1. Mempertahankan perfusi jaringan serebral secara adekuat: misalnya dengan tirah baring,

monitor tekanan darah dan tingkat kesadaran.

2. Melindungi jaringan marginal disekitar infark.

3. Merangsang pulihnya fungsi neuron yang mengalami kerusakan ireversibel.

4. Mencegah pembentukan bekuan darah dan gangguan serebral lainnya, misalnya pemberian

antikoagulan seperti Dicumarol, heparin.

Sedangkan tindakan pembedahan dilakukan untuk:

1. Mengeluarkan bekuan darah atau thrombus dari arteri carotis atau vertebra.
2. Merekonstruksi arteri yang sebagian teroklusi.

3. Melakukan bypass pada arteri yang tersumbat dengan venous graft.

Selain yang disebutkan di atas yaitu:

1. Breathing (B1)

Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot

bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti

ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun

yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).

Pada klien dengan tingkat kesadaran composmentis pada pengkajian inspeksi pernapasan

tidak ada kelainan. Palpasi thorak didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.

Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

2. Blood (B2)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering

terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat

adanya hipertensi masif TD>200 mmHg.

3. Brain (B3)

Stroke menyebabkan berbagai dfisit neurologis bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah

mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral

(sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.

4. Bladder (B4)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi,

ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.

Kadang-kadang kontrol sfingter urinarus eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini,

dilakukan kateterisasi intermitten dengan tekhnik steril. Inkotinensia urine yang berlanjut

menunjukkan kerusakan neurologis luas.


5. Bowel (B5)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada

fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung

sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi

konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut

menunjukkan kerusakan neurologis luas.

6. Bone (B6)

Stroke dalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter

pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi

yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum

adalah hemiplegia (paralisis pada saah satu) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.

Hemiparesis atau kelemahan salah satusisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika

klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit

akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus, terutama pada daerah yang

menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobillitas fisik. Adanya kesukaran untuk

beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah

menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat (Muttaqin,2004).

I. Pengkajian Fokus

Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal

yang penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama

pasien dirawat di rumah sakit.

1. Pengkajian primer

a. Airway:

Pengkajian mengenai kepatenan jalan nafas. Kaji adanya obstruksi pada jalan napas karena

dahak, lendir pada hidung, atau yang lain.


b. Breathing:

Kaji adanya dispneu, kaji pola pernapasan yang tidak teratur,

kedalaman napas, frekuensi pernapasan, ekspansi paru,

pengembangan dada.

c. Circulation:

Meliputi pengkajian volume darah dan kardiac output serta

perdarahan. Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, warna kulit,

nadi, dan adanya perdarahan.

d. Disability:

Yang dinilai adalah tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil.

e. Exposure

Penderita harus dibuka seluruh pakaiannya.

2. Pengkajian skunder

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang

menyeluruh mengenai fisik, fisiologis, social budaya, spiritual kognitif, tingkat

perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi, dan gaya hidup klien. (Marillyn E.

Doengus et al 2000).

Pengumpulan data dapat meliputi :

a) Identitas klien.

Meliputi nama, umur, (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis

kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal

dan jam, MRS, nomor register, dignosa medis.

b) Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara


pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.

c) Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,

pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri

kepala, mual, muntah projektil bahkan kejang sampai tidak sadar,

disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi

otak yang lain.

d) Riwayat penyakit terdahulu

Adanya riwayat hypertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat

trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat

antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktiv dan kegemukan

(Susan Martin Tucker. 1999).

e) Pola-pola fungsi kesehatan

1. Pola persepsi dan tatalaksana

Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.

2. Pola nutrisi dan metabolisme

Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, muntah pada fase akut.

3. Pola eliminasi

Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat

penurunan peristaltik usus.

4. Pola aktivitas dan latihan

Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise /

hemiplegia, kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot.

5. Pola hubungan dan peran


Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran unutk

berkomunikasi akibat gangguan bicara.

6. Pola persepsi dan konsep diri

Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.

7. Pola sensori dan kognitiv

Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan atau kekaburan pandangan

perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif

biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir

8. Pola reproduksi seksual

Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti

obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.

9. Pola penanggulangan stres

Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses

berpikir dan kesulitan berkomunikasi.

10. Pola tata nilai dan kepercayaan

Pola tata nilai dan kepercayaan klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku

yang tidak stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh

f) Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

Umumnya mengalami penurunan kesadaran.

2. Suara bicara

Kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara.

3. TTV

TD meningkat, denyut nadi bervariasi (takikardi/bradikardi).

4. Pemeriksaan integumen
a. Kulit

Jika klien kekurangan oksigen kulit akan tampak pucat dan jika kekurangn cairan maka

turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubtus terutama pada

daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.

b. Kuku : Perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis

c. Rambut : Umumnya tidak ada kelainan

5. Pemeriksaan kepala dan leher :

a. Kepala : Bentuk mecocephal.

b. Muka : Umumnya tidak simetris yaitu

mencong kesalah satu sisi

c. Leher : Kaku kuduk jarang terjadi (satya negara. 1998).

6. Pemeriksaan dada

Pada pernapasan kadang didapatkan suara napas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara

napas tambahan, pernapasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.

7. Pemeriksaan Abdomen

Didapatkan penurunan peristaltic usus akibat bed rewst yang lama, dan kadang terdapat

kembung.

8. Pemeriksaan Inguinal, genetalia, dan anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine.

9. Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu tubuh

10. Pemeriksaan neurologis

a. Pemeriksaan nervus kranial

Umumnya terdapat terdapat gangguan pada nervus kranialis VII dan XII sentral.

b. Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan (kelemahan pada salah satu sisi tubuh).

c. Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemiparesis

d. Pemeriksaan refleks

Pada pola fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa

hari refleks fisiologis akan kembali didahului dengan refeks patologis.

e. Test fungsi serebral

1. Pemeriksaan tingkat kesadaran GCS

a. Respon membuka mata Nilai 1-4

b. Respon bicara Nilai 1-5

c. Respon motorik Nilai 1-6

2. Daya ingat (memori)

a. Immediale memory/segera setelah presentasi

b. Recent memory/beberapa menit, jam, dan hari

presentasi

c. Remote memory/post memory beberapa tahun atau

jangka waktu lama

3. Bicara, kemampuan untuk menerima dan menyampaikan informasi

a. Apasia motorik

b. Apasia sensorik

c. Apasia total

f. Test Fungsi Refleks

1. Refleks fisiologis : Refleks kornea, pharing, cahaya, abdominal, biceps, triceps,

brachioradialis
2. Refleks Pathologis : Refleks Babinski, Chaddock, Palmomental

g. Test Fungsi Motorik dan Fungsi Cerebellum

1. Test apakah pasien bisa berdiri lurus di jalan lintasan

2. Test keseimbangan koordinasi ”Ikuti jari saya, tunjuk jari saya, tunjuk hidung sendiri”

3. Test tonus dan kekuatan otot

a. Test kekuatan otot dipalpasi apakah otot terasa kenyal atau lunak.

b. Tonus otot apakah hypotoni atau hipertoni.

c. Periksa kekuatan otot anggota gerak atas kanan dan kiri dengan cara ;

pemeriksa mencoba menggerakkan, sementara klien mempertahankan, dan klien yang

menggerakkan dan pemeriksa yang menahan. Memakai enam penilaian/gradasi yaitu :

0 = bila terlihat tidak kontraksi

1 = terlihat kontraksi tetapi tidak ada gerakan sendi

2 = ada gerakan pada sendi, tetapi tidak melawan gravitasi

3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan/melawantahanan pemeriksa/dengan

tahanan ringan.

4 = bisa bergerak melawan tahanan sedang dari pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang

5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal


J. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, hemoragik,

vasospasme cerebral, edema cerebral.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler, kelemahan,

parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastic.

3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penerimaan perubahan sensori transmisi,

perpaduan ( trauma / penurunan neurology), tekanan psikologis ( penyempitan lapangan

persepsi disebabkan oleh kecemasan).

4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan gangguan mobilitas fisik, penurunan kekuatan

dan ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot.

5. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan reflek menelan turun hilang rasa ujung

lidah.

K. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Intervensi Rasional
keperawatan Hasil

Perubahan perfusi Tujuan keperawatan: a. Berikan penjelasan kepada Rasional: Keluarga lebih berpartisip

jaringan serebral a. Klien dapat keluarga klien tentang sebab- dalam proses
berhubungan dengan mempertahankan perkusi sebab peningkatan TIK dan penyembuhan

interupsi aliran darah, yang normal. akibatnya.

hemoragik, vasospasme
b. Gangguan perfusi
cerebral, edema b. Anjurkan kepada klien
jaringan dapat diatasi.
cerebral. untuk bed rest total.

Kriteria hasil:
c. Observasi dan catat tanda- Rasional: Untuk mencegah perdarah
a. Klien tidak gelisah.
tanda vital dan kelain tekanan ulang

b. Tidak ada keluhan intrakranial tiap dua jam.

nyeri kepala, mual,

kejang. d. Berikan posisi kepala lebih Rasional: Mengetahui setiap peruba

tinggi 15-30 dengan letak yang terjadi pada klien secara dini d
c. GCS Motorik: 6,
jantung (beri bantal tipis). untuk penetapan tindakan yang tepa
Verbal: 5, Eye: 4

d. Pupil isokor, reflek e. Anjurkan klien untuk


cahaya (+). menghindari batuk dan Rasional: Mengurangi tekanan arter

e. Tanda-tanda vital mengejan berlebihan. dengan meningkatkan drainage ven

normal (nadi: 60-100 memperbaiki sirkulasi serebral.

kali permenit, suhu: 36- f. Ciptakan lingkungan yang

36,7 C, pernafasan 16-20 tenang dan batasi pengunjung. Rasional: Batuk dan mengejan dapa

kali permenit). meningkatkan tekanan intra cranial.

g. Kolaborasi dengan tim

dokter dalam pemberian obat Rasional: Rangsangan aktivitas yan

neuroprotektor. meningkat dapat meningkatkan ken


TIK.

Rasional: Memperbaiki sel yang ma

viable.

Kerusakan mobilitas Tujuan keperawatan: a. Ubah posisi klien tiap 2 jam. Rasional: Menurunkan resiko

fisik berhubungan a. Klien mampu terjadinnya iskemia jaringan akibat

dengan keterlibatan melaksanakan sirkulasi darah yang jelek pada daer

neuromuskuler, parestesia, flaksid yang tertekan.

kelemahan, parestesia, aktivitas fisik sesuai

flaksid/paralisis dengan kemampuannya. b. Ajarkan klien untuk Rasional: Gerakan aktif memberika

hipotonik (awal), melakukan latihan gerak aktif massa, tonus dan kekuatan otot serta

paralisis spastic. Kriteria hasil: pada ekstrimitas yang tidak memperbaiki fungsi jantung dan

a. Tidak terjadi sakit. pernapasan.

kontraktur sendi.

b. Bertambahnya
c. Lakukan gerak pasif pada Rasional: Memperbaiki fungsi jantu
kekuatan otot.
ekstrimitas yang sakit. dan pernapasan.
c. Klien menunjukkan

tindakan untuk

meningkatkan mobilitas
d. Tinggikan kepala dan

tangan . Rasional: Mempermudah pemenuha


e. Kolaborasi dengan ahli oksigen ke jaringan seluruh tubuh

fisioterapi untuk latihan fisik Rasional: Otot volunter akan kehila

klien. tonus dan kekuatannya bila tidak di

untuk digerakkan

Perubahan persepsi Tujuan: a. Tentukan kondisi patologis Rasional: Untuk mengetahui tipe da

sensori berhubungan a. Meningkatnya klien. lokasi yang mengalami gangguan,

dengan penerimaan persepsi sensorik secara sebagai penetapan rencana tindakan

perubahan sensori optimal.

transmisi, perpaduan ( Rasional: Untuk mempelajari kenda

trauma / penurunan Kriteria hasil: b. Kaji gangguan penglihatan yang berhubungan dengan disorient

neurology), tekanan a. Adanya perubahan terhadap perubahan persepsi. klien.

psikologis ( kemampuan yang nyata.

penyempitan lapangan c. Latih klien untuk melihat


b. Tidak terjadi
persepsi disebabkan suatu obyek dengan telaten
disorientasi waktu,
oleh kecemasan). dan seksama. Rasional: Agar klien tidak kebingun
tempat, orang
dan lebih konsentrasi

d. Observasi respon perilaku

klien, seperti menangis,

bahagia, bermusuhan,

halusinasi setiap saat. Rasional: Untuk mengetahui keadaa

emosi klien

e. Berbicaralah dengan klien

secara tenang dan gunakan

kalimat-kalimat pendek.
Rasional: Untuk memfokuskan perh

klien, sehingga setiap masalah dapa

dimengerti.

Kurang perawatan diri Tujuan: a. Tentukan kemampuan dan Rasional: Membantu dalam

berhubungan dengan a. Kebutuhan perawatan tingkat kekurangan dalam mengantisipasi/merencanakan

kerusakan diri klien terpenuhi. melakukan perawatan diri. pemenuhan kebutuhan secara indivi

neuromuskuler, b. Beri motivasi kepada klien

penurunan kekuatan Kriteria hasil: untuk tetap melakukan

dan ketahanan, a. Klien dapat aktivitas dan beri bantuan Rasional: Meningkatkan harga diri d

kehilangan control atau melakukan aktivitas dengan sikap sungguh. semangat untuk berusaha terus-men

koordinasi otot perawatan diri sesuai

dengan kemampuan c. Hindari melakukan sesuatu

klien untuk klien yang dapat

dilakukan klien sendiri, tetapi Rasional: Klien mungkin menjadi sa


b. Klien dapat
berikan bantuan sesuai ketakutan dan sangat tergantung dan
mengidentifikasi sumber
kebutuhan. meskipun bantuan yang diberikan
pribadi/komunitas untuk
bermanfaat dalam mencegah frustas
memberikan bantuan
adalah penting bagi klien untuk
sesuai kebutuhan
melakukan sebanyak mungkin untu

diri-sendiri untuk emepertahankan h


diri dan meningkatkan pemulihan

d. Berikan umpan balik yang

positif untuk setiap usaha yang Rasional: Meningkatkan perasaan m

dilakukannya atau diri dan kemandirian serta mendoro

keberhasilannya. klien untuk berusaha secara kontiny

e. Kolaborasi dengan ahli

fisioterapi/okupasi . Rasional: Memberikan bantuan yan

mantap untuk mengembangkan

. rencana terapi dan mengidentifikasi

kebutuhan alat penyokong khusus

Gangguan pemenuhan Tujuan: a. Observasi tekstur, turgor Rasional: Mengetahui status nutrisi

nutrisi berhubungan a. Pemenuhan kebutuhan kulit. klien.

dengan reflek menelan nutrisi klien terpenuhi.

turun hilang rasa ujung b. Lakukan oral hygiene.

lidah. Kriteria hasil: Rasional: Kebersihan mulut merang

b. Pasien dapat c. Tentukan kemampuan klien nafsu makan.

berpartisipasi dalam dalam mengunyah, menelan

intervensi specifik untuk dan refleks batuk. Rasional: Untuk menetapkan jenis

merangsang nafsu makanan yang akan diberikan pada

makan. klien.
c. BB stabil. d. Letakkan posisi kpala lebih

tinggi pada waktu, selama dan


d. Pasien
sesudah makan.
mengungkapkan

pemasukan adekuat.
e. Anjurkan klien Rasional: Untuk klien lebih mudahu

menggunakan sedotan menelan karena gaya gravitasi

meminum cairan.

f. Anjurkan klien untuk

berpartisipasi dalam program Rasional: Menguatkan otot fasial da

latihan/kegiatan. otot menelan dan menurunkan risiko

tersedak.

g. Kolaborasi dengan tim

dokter untuk memberikan

cairan melalui IV atau Rasional: Dapat meningkatkan

makanan melalui selang. pelepasan endorfin dalam otak yang

meningkatkan nafsu makan.

Rasional: Mungkin diperlukan untu

memberikan cairan pengganti dan ju

makanan jika klien tidak mampu un

memasukkan segala sesuatu melalu

mulut.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan tanggal 16 Mei 2011 jam 09.00 WIB, tanggal 17 Mei 2011 jam
08.00 WIB. Penyampaian data diperoleh dengan anamnesa dan melihat Catatan Medik
pasien.
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 53 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan :
Alamat :
Status Perkawinan : Menikah
Suku/ Bangsa :
Ruang Rawat :
No Register :
Tanggal masuk : 14 Mei 2011
Diagnosa Medis : SNH
II. Penanggung Jawab
Nama : Ny. A
Umur : 40 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Hubungan Dengan Klien: Istri

III. Riwayat Kesehatan


1. Keluhan Utama
Lemah anggot gerak sebelah kiri
2. Riwayat penyakit sekarang
2 hari sebelum dirawat di RS pada waktu Tn. S di rumah, saat hendak mandi dan
mengangkat gayung tiba-tiba pasien sulit mengangkat tangan, tidak mual, tidak
muntah dan nyeri kepala tidak ada, bibir merot ke kanan oleh karena itu klien dibawa
ke RS A, dari RS tersebut kemudian klien dirujuk ke RS B Semarang.Keluhan tersebut
dialami klien saat dari rumah hingga klien pulang dari Rumah Sakit. Klien kurang
tahu penyebabnya, tiba-tiba kaki dan tangannya sulit untuk digerakkan. Klien belum
pernah menderita sakit seperti ini dan mempunyai riwayat hipertensi maupun diabetes
mellitus, klien sering sekali merokok dan dalam sehari habis 2 bungkus rokok. Dari
UGD RS B klien mendapat RL 20 tpm,
3. Riwayat penyakit dahulu
1 bulan yang lalu klien juga pernah di rawat di RS A. Klien tidak punya riwayat DM,
punya riwayat hipertensi, punya riwayat kolesterol juga.
4. Riwayat penyakit keluarga
Menurut klien, keluarga ada yang mempunyai riwayat Hipertensi yaitu ibunya.
Genogram

Pasien berjenis kelamin laki-laki anak ke tiga dari 3 bersaudara, ayah pasien sudah

meninggal karena usia sudah tua, ibu klien meninggal karena stroke, pasien menikah

dengan perempuan anak pertama dari dua bersaudara, dan mempunyai 3 anak. Anak

pertama perempuan, kedua laki-laki, dan ketiga laki-laki. Pasien tinggal dengan istri

mertua perempuan dan ketiga anaknya.

1. Riwayat sosial ekonomi


Biaya perawatan ditanggung jamsostek
IV. Pola Kesehatan Fungsional Menurut Gordon
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien tahu sedikit mengenai penyakit yang diderita, pasien mengatakan keadaanya
ingin segera membaik dan tidak bertambah parah.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Sebelum dirawat, pasien makan 3x dalam sehari, dengan diit biasa. Minum air putih 6
gelas dalam sehari. Selama dirawat, klien makan 3x dalam sehari, mengalami mual dan
muntah saat pertama kali dirawat. Muntah 2x dalam 1 hari pertama. Dengan diit
rendah gula, porsi sedikit tapi sering, minum 4 gelas dalam sehari.
3. Pola aktivitas dan latihan
Klien adalah seorang laki-laki, anak ke 3 dari 3 bersaudara, terbiasa melakukan dan
aktivitas secara mandiri sebelum mengalami kelemahan anggota gerak kiri. Selama
dirawat aktivitas sehari-hari ada yang bergantung kepada keluarga, yaitu aktivitas
makan, eliminasi (BAB dan BAK), mandi.
4. Pola eliminasi
Sebelum dirawat pola eliminasi klien dalam keadaan normal, BAB 1X dalam sehari,
BAK 3X dalam sehari. setelah dirawat BAK klien tidak ada gangguan namun BAB ada
gangguan pola yaitu klien mengatakan sudah 3 belum BAB.
5. Pola istirahat dan tidur
Sebelum dan saat dirawat pola istirahat pasien tidak terganggu, klien tidur dari jam
22.00-05.00
6. Pola sensori dan kognitif
Sebelum dan saat sakit pada Tn. M tidak ada penurunan kemampuan sensasi
(penglihatan, pendengaran, penghidu, pengecapan, sensasi perabaan). Klien tidak
menggunakan alat bantu mendengar ataupun kacamata saat sebelum dan saat sakit.
Saat sakit dan sebelum sakit tidak ada masalah dengan kemampuan mengingat, bicara
pelo, mulut merot ke kanan, dan memahami pesan yang diterima, klien juga mampu
mengambil keputusan yang bersifat sederhana (misalnya klien mengatakan badan
panas dan minta obat penurun panas). Persepsi terhadap nyeri yaitu: pusing atau nyeri
kepala meningkat saat duduk dan bila berbaring nyeri
berkurang, lama keluhan = lama duduk, lokasi sumber nyeri dikepala dan tidak
menyebar. Skala: 5, keluhan dirasakan ketika berlatih duduk.
7. Pola konsep diri
Klien terlihat kooperatif selama perawat atau petugas kesehatan melakukan
pengkajian, dan merespon pertanyaan-pertyanyaan perawat. Terkadang klien juga
bertanya tentang penyakit yang diderita.
8. Pola hubungan dengan orang lain
Hubungan klien dengan orang lain baik, tidak ada masalah.
9. Pola reproduksi seksual
Klien adalah seorang pria sudah menikah, dan selama dirawat belum melakukan
hubungan seksual karena adanya kelemahan anggota gerak kiri.
10. Pola mekanisme koping
Jika klien mempunyai suatu masalah, biasanya diselesaikan dengan musyawarah, dan
sharing istri dan anaknya.
11. Pola nilai kepercayaan dan keyakinan
Klien adalah seorang muslim, sebelum dirawat klien melakukan sholat 5 waktu, setelah
dirawat ibadah klien terganggu karena kondisi yang lemah, dan hanya melakukan
sholat dengan posisi tidur.
V. Pemeriksaan Fisik
1. keadaan umum
baik, kesadaran komposmentis GCS 15, E4V5M6
2. Tanda-tanda vital

16/5/2011 17/5/2011 18/5/2011


TD : 140/80 TD: 145/90 mmHg, TD : 140/80 mmHg
mmHg N:80 kali permenit, S : 38,6°C
S : 36,8 ° C RR: 24 kali permenit N : 88 X/m
N : 88 X/Menit S: 36,8°C. RR: 20 kali
RR : 20 X/Menit

3. Kepala : mesosefal, simetris, tidak ada luka, dan tidak ada jejas
Rambut : pendek, bersih
Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokhor
Hidung : simetris, tidak ada secret, tidak ada polip, tidak terpasang NGT.
Telinga : tidak ada serumen , bersih
Mulut : keadaan selaput mukosa lembab, tidak terdapat sariawan, mulut bersih, tidak
terdapat bau mulut, tidak ada bengkak pada gusi, bibir agak kering. Leher dan
tenggorokan: tidak ada benjolan pada leher, posisi trakhea di tengah, tidak terdapat
pemasangan alat (trakeostomy), tidak ada pembesaran tonsil (inspeksi), tidak ada nyeri
waktu menelan, posisi mulut merot ke kanan.
4. Paru
Inspeksi : simetris
Palpasi : vocal fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor seluruh lapisan paru
Auskultasi : vesikuler ada
5. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis berada di SIC IV mid klavikula
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung

Auskultasi : bunyi jantung BJ I & BJ II


6. Abdomen
Inspeksi : datar, tidak asites
Auskultasi : bising usus ada 12 x/menit
Palpasi : teraba 2 cm di bawah arkus costae, padat, rata, tepi tajam, nyeri tekan ada
Perkusi : timpani
7. Genetalia
Tidak terpasang Kateter
8. Ekstremitas
Kuku bersih, turgor baik, tidak adanya edema, akral hangat, Capillary refill time
kurang dari 3 detik, kekuatan otot: tangan kanan 5 dan kaki kanan 5, tangan kiri 3 dan
kaki kiri 3. Klien bisa bergerak akan tetapi tangan kiri dan kaki kiri tidak bisa
bergerak secara maksimal( mampu menahan gravitasi tapi dengan sentuhan jatuh),
bila ingin latihan duduk klien berpegangan pada pengaman tempat tidur dan saat
duduk klien mengatakan pusing. Pada daerah tusukan infuse (tangan sebelah kanan)
tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada edema dan tidak kemerahan.
9. Kulit
Bersih, warna coklat kehitaman,lembab, turgor baik, tidak ada edema.
VI. Data penunjang
Laboratorium Hematologi 18/5/2011
pemeriksaan ct scan

Terapi

16/5/2011 17/5/2011 18/5/2011


Infuse RL 20 tpm Infuse RL 20 tpm Infuse RL 2
Aspilet 1x80 mg (po) Aspilet 1x80 mg (po) Aspilet 1x80
Piracetam 2x1200mg (po) Piracetam 2x1200mg (po) Piracetam 2
Ranitidine 2x 50 mg (iv) Ranitidine 2x 50 mg (iv) Ranitidine 2
Glicerine 10 ml (huknah) jam 13.30 paracetamo
WIB

A. ANALISA DATA

NO HARI, DATA FOKUS


PROBLEM ETIOLOGI TTD
DX TANGGAL (DO/DS)
1 Senin, DS : perubahan terputusnya aliran
16/5/2011 Klien perfusi jaringan darah ke otak
mengatakan serebral
nyeri kepala
pada waktu
duduk, dengan
skala 5.
DO:
Tekanan
darah: 140/80
mmHg, suhu:
37 ° C, nadi:
60 kali
permenit, RR:
20 kali
permenit.
Ada tanda-
tanda
peningkatan
tekanan intra
cranial. TD
140/80 mmhg
Nadi
60x/menit.
2 Senin, DS : kaki kiri kerusakan kerusakan
16/5/2011 tidak bisamobilitas fisik neuromoskuler,
digerakkan ditandai kelemahan
dan tangan dengan kaki parestesia
kiri bisakanan tidak
sedikit bisa digerakkan
digerakkan. dan tangan
kanan bisa
DO : sedikit
Kekuatan otot: digerakkan.
tangan dan
kaki kanan 5,
tangan dan
kaki kiri 3,
TD: 140/80
mmHg, S:
36,8° C, N: 88
kali/menit,
RR:
20kali/menit.
Hasil CT scan
1. Infark luas
pada lobus
temporal,
occipital, dan
parietal kanan
2. Infark pada
kapsula
interna crus
posterior kiri,
korona radiata
kanan dan
kapsula
eksterna
kanan
3 Selasa, DO : gangguan pola kurangnya cairan
17/5/2011 klien eliminasi dan serat dalam
mengatakan (konstipasi) tubuh
sudah 4 hari
klien tidak bisa
BAB dan
minum sedikiT.
DS :
pada abdomen
teraba massa di
kuadran kiri
bawah bunyi
usus: 3 kali
permenit.
4 Rabu, DS : klien hipertermi Adanya infeksi
18/5/2011 mengatakan
badan panas
dan minum
sedikit (125 cc)
DO : mukosa
bibir agak
kering dengan
TD: 140/80
mmHg,
S: 38,6°C,
N : 88 kali
permenit,
RR: 20 kali
permenit,
Hemoglobin:
14,00 gr%
Leukosit: 13,00
ribu/mmk (H),
Eritrosit: 4,94
juta/mmk.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya aliran darah ke


otak.
2. kerusakan mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan
tangan kanan bisa sedikit digerakkan berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler,
kelemahan parestesia.
3. gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat
dalam tubuh.
4. hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi
C. INTERVENSI

NO TUJUAN & KRITERIA


DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONA
DX HASIL

1 perubahan perfusi Tujuan : 1. monitor TTV mengetah


jaringan serebral setelah dilakukan perkemb
berhubungan dengan tindakan keperawatan
terputusnya aliran darah selama 1 kali 8 jam, mengetah
ke otak diharapkan tidak terjadi dapat
perubahan perfusi
2. Tentukan faktor-faktor yang pusing.
jaringan serebral KH: berhubungan dengan
terpeliharanya tingkat terjadinya pusing mengura
kesadaran,
menampakkan 3. Bantu klien tekhnik relaksasi
stabilisasi TTV dan dan distraksi (tarik nafas
tidak ada PTIK serta dalam dan mengajak bicara)
peran pasien tidak mengura
menampakkan 4. Pertahankan tirah baring
kekambuhan. membant
5. Berikan obat sesuai advis penyemb
dokter
6.
2 kerusakan mobilitas fisik Tujuan : setelah 1. monitor TTV mengetah
ditandai dengan kaki dilakukan tindakan perkemb
kanan tidak bisa keperawatan selama 1 klien.
digerakkan dan tangan kali 8 jam, diharapkan
kanan bisa sedikit klien mampu
digerakkan berhubungan melaksanakan aktivitas 2. Lakukan gerak pasif pada otot vo
dengan kerusakan fisik sesuai dengan ekstremitas yang sakit kehilang
neuromoskuler, kemampuannya kekuatan
kelemahan parestesia KH : bertambahnya dilatih
kekuatan otot dan klien digerakk
menunjukkan tindakan
untuk meningkatkan
mobilitas.
gerakan
3. Ajarkan klien untuk memberi
melakukan latihan gerak tonus da
aktif pada eksremitas yang serta
tidak sakit fungsi
pernapas

mempert
tonus
4. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan
fisik klien memban
penyemb

5. Berikan obat sesuai advis


dokter
3 gangguan pola eliminasi Tujuan : 1. monitor TTV untuk
(konstipasi) berhubungan setelah diberikan perkemb
dengan kurangnya cairan tindakan keperawatan klien
dan serat dalam tubuh selama 1 kali 1 jam,
diharapkan klien dapat supaya m
BAB KH : 2. Anjurkan klien untuk sering adekuat
tidak teraba massa pada minum air putih. mempert
abdomen konsisten
sesuai p
membant

karena
tinggi k
merangsa
dan elimi
3. Anjurkan klien untuk makan
untuk
makanan berserat
memperm

4. Berikan huknah gliserin

4 hipertermi berhubungan Tujuan : 1. monitor TTV mengetah


dengan adanya infeksi setelah diberikan perkemb
tindakan keperawatan klien.
selama satu kali 5 jam,
diharapkan tidak terjadi
2. Berikan kompres air biasa untuk me
hipertermi dengan KH:
suhu badan antara 36-37 membant
0C 3. Anjurkan untuk memakai panas ba
baju yang tipis.

untuk
4. Anjurkan klien sering minum kebutuha
air putih yaitu membant
panas

untuk m
penyemb
5. Kolaborasi dengan tim medis
lain (dokter) paracetamol 500
mg

D. IMPLEMENTASI

HARI,
JAM NO DX IMPLEMENTASI RESPON KLIEN
TANGGAL
Senin, 16/5/2011 09.00 1 memonitor TTV S:-
O : TD: 140/80 mmHg
36,8° C, N: 88 kali/m
RR: 20kali/menit.
10.00 1 Melakukan gerak pasif pada S : klien mengatakan
ekstremitas yang sakit dibimbing dalam melaku
gerakan pasif
O : klien kooperatif
14.00 1 Memonitor TTV S:-
O : TD: 140/80 mmHg
36,8° C, N: 88 kali/m
RR: 20kali/menit.
Selasa, 17/5/2011 09.00 1 memonitor TTV S:-
O : TD: 140/80 mmHg
36,8° C, N: 88 kali/m
RR: 20kali/menit.
09.30 1 Melakukan gerak pasif pada S : klien mengatakan
ekstremitas yang sakit dibimbing dalam melaku
gerakan pasif
O : klien kooperatif
10.00 1 Kolaborasi dengan ahli S : klien mengatakan
fisioterapi untuk latihan fisik dibimbing dalam melaku
klien latihan fisik oleh fisiotera
O : klien kooperatif

Rabu, 18/5/2011 09.00 1 memonitor TTV S:-


O : TD: 140/80 mmHg
36,8° C, N: 88 kali/m
RR: 20kali/menit.
09.30 1 Melakukan gerak pasif pada S : klien mengatakan
ekstremitas yang sakit dibimbing dalam melaku
gerakan pasif
O : klien kooperatif
10.00 1 Kolaborasi dengan ahli S : klien mengatakan
fisioterapi untuk latihan fisik dibimbing dalam melaku
klien latihan fisik oleh fisiotera
O : klien kooperatif

17.00 1 monitor TTV TD : 140/80 mmHg


S : 38,6°C
N : 88 X/m
RR: 20 kali
Kamis 09.00 1 memonitor TTV S:-
19/5/2011 O : TD: 140/80 mmHg
36,8° C, N: 88 kali/m
RR: 20kali/menit.
10.00 1 Melakukan gerak pasif pada S : klien mengatakan
ekstremitas yang sakit dibimbing dalam melaku
gerakan pasif
O : klien kooperatif
10.30 1 Kolaborasi dengan ahli S : klien mengatakan
fisioterapi untuk latihan fisik dibimbing dalam melaku
klien latihan fisik oleh fisiotera
O : klien kooperatif

13.00 1 Memberikan obat sesuai advis S : -


dokter (aspilet 1x80 mg per oral, O : klien kooperatif
piracetam 1x200 mg per oral,
ranitidine, 1x50 mg iv)
Jumat 09.00 1 memonitor TTV S:-
20/5/2011 O : TD: 140/80 mmHg
36,8° C, N: 88 kali/m
RR: 20kali/menit.
10.00 1 Melakukan gerak pasif pada S : klien mengatakan
ekstremitas yang sakit dibimbing dalam melaku
gerakan pasif
O : klien kooperatif
10.30 1 Kolaborasi dengan ahli S : klien mengatakan
fisioterapi untuk latihan fisik dibimbing dalam melaku
klien latihan fisik oleh fisiotera
O : klien kooperatif

13.00 1 Memberikan obat sesuai advis S:-


dokter (aspilet 1x80 mg per oral, O : klien kooperatif
piracetam 1x200 mg per oral,
ranitidine, 1x50 mg iv)
Senin, 16/5/2011 11.30 2 Menentukan faktor-faktor yang S : klien mengatakan ba
berhubungan dengan terjadinya kepalanya pusing den
pusing skala 5
O : klien tampak kesakit
12.00 2 Memberikan obat sesuai advis S : klien menanyakan
dokter (aspilet 1x80 mg per oral) apa itu?
O : klien kooperatif
meminum obatnya
13.00 2 Mempertahankan tirah baring S : klien mengatakan p
setengah duduk rasa pu
agak berkurang
O : klien tampak mena
sakit
Selasa, 17/5/2011 11.00 2 Pertahankan tirah baring S : klien mengatakan p
setengah duduk rasa pu
agak berkurang
O : klien tampak mena
sakit
12.00 2 Memberikan obat sesuai advis S : klien menanyakan
dokter (aspilet 1x80 mg per oral) apa itu?
O : klien kooperatif
meminum obatnya
12.30 2 Mempertahankan tirah baring S : klien mengatakan p
setengah duduk rasa pu
agak berkurang
O : klien tampak mena
sakit
13.00 3 Menganjurkan klien untuk S : klien mengatakan
makan makanan berserat makan makanan
berserat
O : klien tampak gelisah
13.30 3 Memberikan huknah gliserin S : klien mengata
bersedia untuk di laku
tindakan huknah
O : klien kooperatif
Rabu, 18/5/2011 11.00 4 Memonitor TTV S:-
O : mukosa bibir
kering dengan
TD: 140/80 mmHg,
S: 38,6°C,
N : 88 kali permenit,
RR: 20 kali perm
Hemoglobin: 14,00
Leukosit: 13,00 ribu/m
(H), Eritrosit:
juta/mmk.

12.00 4 Berikan kompres air biasa S:-


O : klien kooperatif
15.00 4 Anjurkan untuk memakai baju S:-
yang tipis. O : klien kooperatif
15.30 4 Anjurkan klien sering minum S:-
air putih yaitu O : klien kooperatif
16.00 4 Kolaborasi dengan tim medis S:-
lain (dokter) paracetamol 500 O : klien kooperatif
mg

E. EVALUASI

HARI, NO.
NO EVALUASI TTD
TANGGAL DP
1 Senin, 1 S : klien mengatakan mau untuk
16/5/2011 melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan
mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing
dengan fisioterapis
O : klien tampak tenang
A : masalah kerusakan mobilitas fisik
sebagian teratasi
P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak
pasif pada ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien)
2 Kamis, 1 S : klien mengatakan mau untuk
19/5/2011 melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan
mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing
dengan fisioterapis
O : klien tampak tenang
A : masalah kerusakan mobilitas fisik
sebagian teratasi
P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak
pasif pada ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien)
3 Jumat , 1 S : klien mengatakan mau untuk
20/5/2011 melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan
mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing
dengan fisioterapis
O : klien tampak tenang
A : masalah kerusakan mobilitas fisik
sebagian teratasi
P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak
pasif pada ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien)
4 Sabtu , 1 S : klien mengatakan mau untuk
21/5/2011 melakukan ROM aktif dengan sendiri, dan
mau mengikuti latihan fisik yang dibimbing
dengan fisioterapis
O : klien tampak tenang
A : masalah kerusakan mobilitas fisik
sebagian teratasi
P : lanjutkan intervensi (Melakukan gerak
pasif pada ekstremitas yang sakit
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien)
5 Senin, 2 S : klien mengatakan pusing berkurang jika
16/5/2011 dalam keadaan setengah duduk dan setelah
diberi obat oleh dokter
O : klien tampak tenang
A : masalah perubahan perfusi jaringan
serebral sebagian teratasi
P : pertahankan intervensi (menentukan
factor pusing, pertahankan tirah baring,
berikan terapi sesuai advice)
6 Rabu, 2 S : klien mengatakan sudah merasa panas
18/5/2011 lagi badannya
O : suhu tubuh 36,9 ° C.
A : masalah hipertermi teratasi
P : lanjutkan intervensi (monitor TTV)
7 Selasa, 3 S : klien mengatakan setelah dilakukan
17/5/2011 huknah perut klien terasa lega dan BAB
bisa lancar
O : klien tampak tenang
A : masalah konstipasi teratasi
P : pertahankan intervensi ( minum air puti
yang cukup, serta makan makanan yang
berserat yang cukup)
8 Rabu, 4 S : klien mengatakan sudah tidak merasa
18/5/2011 demam
O : klien tampak tenang, S : 36,8 ° C
A : masalah hipertermi teratasi
P : pertahankan intervensi (minm banyak,
makan makanan berserat, dan kolaborasi
pemberian antipiretik jika suhu naik dan
kolaborasi pemberian antibiotik)

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan keperawatan selama 5 hari, penulis akan membahas

masalah keperawatan yang muncul selama pemberian asuhan keperawatan kepada Tn.

S dengan membandingkan teori :

1. perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya aliran darah ke

otak. (Sylvia, Doengoes, Price, 2001).

Diagnosa tersebut ditegakkan karena klien klien mengeluh nyeri kepala jika akan

duduk dengan skala 5, dan didapatkan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital Tekanan

Darah: 140/80 mmHg, Suhu: 37 ° C, nadi: 60x/menit, Respiratory Rate: 20 x/menit.

Peningkatan tekanan darah yang tinggi menyebabkan ketegangan pembuluh darah

intracranial sehingga tekanan intracranial meningkat dan mendesak jaringan otak,

terdesaknya jaringan otak akan menyebabkan nyeri kepala yang diperberat saat batuk,
mengejan saat buang air besar, dan membungkuk (Barbara C. Long, 2001). Faktor-

faktor yang mempengaruhi gangguan perfusi jaringan adalah gangguan aliran arteri,

gangguan aliran vena, masalah-masalah pertukaran hipovolemi dan hipervolemi.

Keluarga mengatakan sudah tau kalau hipertensi adalah tekanan darah yang tinggi.

Tekanan darah yang tinggi akan meningkatakan tekanan pembuluh darah ke otak

sehingga mendesak organ yang lain, sehingga kompensasi yang dirasakan adalah nyeri

kepala atau kebanyakan pasien menyebutnya dengan pusing. Kelompok

memprioritaskan perubahan perfusi jaringan serebral sebagai diagnose pertama .

Adapun untuk mengatasi masalah tersebut kelompok mengimplementasikan

memonitor TTV, membantu klien tekhnik relaksasi dan distraksi (tarik nafas dalam

dan mengajak bicara), mempertahankan tirah baring, dan memberikan obat sesuai

advis dokter. Hipertensi merupakan salah satu factor pencetus terjadinya stroke seperti

yang di alami Tn. S untuk itu harus diatasi sesuai intervensi yang ada.

2. kerusakan mobilitas fisik ditandai dengan kaki kanan tidak bisa digerakkan dan

tangan kanan bisa sedikit digerakkan berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler,

kelemahan parestesia. (Sylvia, Doengoes, Price, 2001).

Diagnosa tersebut ditegakkan karena pasien mengeluh pada ekstremitas superior dan

inferior sinistra tidak bisa digerakkan dan didapatkan data sebagai berikut :

Kekuatan otot: tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 3, Tekanan Darah:

140/80 mmHg, Suhu: 36,8° C, Nadi: 88 kali/menit, Respiratory Rate: 20kali/menit. Tn S

tampak berbaring saja di tempat tidur, keluarga klien juga mengatakan klien pernah

dirawat di RS A 1 bulan yang lalu.

Kelompok memprioritaskan diagnosa tersebut menjadi diagnosa kedua karena setelah

diketahui adanya gangguan mobilitas fisik bisa timbul masal ini yaitu gangguan
mobilitas fisik. Adapun untuk mengatasi masalah tersebut kelompok melaksanakan

latihan ROM (Range of Motion) adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan

terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing

persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif (Potter and

Perry, 2006). Pada Tn S kelompok melakukan ROM pasif.

Faktor yang mendukung terlaksananya ROM pasif ini adalah klien dan keluarga

yang kooperatif untuk diimplementasikannya ROM pasif ini.

3. Gangguan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya cairan dan serat

dalam tubuh. (Sylvia, Doengoes, Price, 2001).

Diagnosa tersebut di tegakkan karena pada saat pengkajian hari Selasa 17 Mei 2010

klien mengeluh sudah 4 hari klien belum BAB dan di dapatkan hasil pemeriksaan pada

abdomen teraba massa, bunyi usus: 3 kali permenit, tekanan darah: 145/90 mmHg,

nadi:80 kali permenit, respiratory rate: 24 kali permenit, suhu: 36,8°C.

Anamnesis yang teliti harus dapat mendeteksi penyebab terbanyak darikonstipasi yaitu

: (1) konstipasi pasca bedah,

(2) tirah baring yangterlalu lama,

(3) sisa barium setelah pemeriksaan barium enema, atau

(4) obat-obat yang dapat menimbulkan konstipasi (misalnya : opioid, antikholinergik).

Pada penderita usia tua yang melakukan tirah baring, penting untuk menyingkirkan

adanya dehidrasi yang berat dan kelainan elektrolit. (http://luciamery.blogspot.com).

Adapun implementasi yang kelompok lakukan untuk mengatsi masalah ini adalah

melakukan huknah gliserin, menganjurkan asupan cairan melalui air minum secara

optimal, dan menganjurkan makan-makanan yang berserat. Factor pendukung

keberhasilan dilakukannya tindakan huknah adalah klien dan keluarga kooperatif

dalam pelaksanaan huknah.


1. hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi (Sylvia, Doengoes, Price, 2001).

Diagnosa tersebut ditegakkan karena pada hari Rabu 18 Mei klien mengatakan

badannya panas dan minumnya sedikit serta didapatkan data mukosa bibir agak

kering dengan didapat kan hasil pemeriksaan fisik TD: 140/80 mmHg, S: 38,6°C, N : 88

kali permenit, RR: 20 kali permenit, Hemoglobin: 14,00 gr% Leukosit: 13,00 ribu/mmk

(H), Eritrosit: 4,94 juta/mmk.

Dari data diatas klien mengalami hipertermi karena adanya infeksi karena didapatkan

hasil laborat pada pemeriksaan lekosit tinggi yaitu 13,00 ribu/mmk pasien merasa baru

pada hari itu . Penyebab demam selain infeksi ialah keadaan toksemia, adanya

keganasan atau akibat reaksi pemakaian obat (Gelfand, et al, 1998). Sedangkan

gangguan pada pusat regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian

temperature seperti yang terjadi pada heat stroke, ensefalitis, perdarahan otak, koma

ataugangguan sentral lainnya. Pada perdarahan internal saat terjadinya reabsorbsi

darah dapat pula menyebabkan peninggian temperatur (( Andreoli, et al, 1993 ) dalam

pengaruh suhu tubuh terhadap outcome penderita stroke yang Kiking Ritarwan

http://library.usu.ac.id). Tindakan yang dilakukan kelompok dalam mengatasi masalah

ini adalah memberikan kompres air biasa, menganjurkan memakai baju yang tipis,

menganjurkan klien sering minum air putih, dan melakukan kolaborasi dengan tim

medis lain (dokter) paracetamol 500 mg per oral. Dan pemberian piracetam 2x120 mg

per oraldalam pelaksananya keluarga klien dank lien kooperatif dan keluarga mau

melaporkan setiap keadaan yang dialami pasien.


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan pada arteri

sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau

jaringan otak yang disuplai.

Pada keluarga Tuan S sebenarnya sudah menderita hipertensi dan keluarga tidak

memahami itu serta klien juga merupakan perokok sehingga hipertensi yang

merupakan factor risiko terjadinya stroke terjadi pada Tuan S, keluarga baru

menyadari adanya stroke yang terjadi pada Tn. S setelah tuan S mengalami

kelumpuhan. Kondisi klien pada masa post strok 1 bulan yang lalu adalah Tekanan
Darah 140/80 mmHg, suhu 36,8 ° C, nadi 88 X/Menit respiratory rate 20 X/Menit.

Kekuatan otot tangan dan kaki kanan 5, tangan dan kaki kiri 3. Setelah dilakukan

asuhan keperawatan pada Tn S yaitu dengan mengimplementasikan intervensi ROM

(range of motion) pasif. Dalam hal ini kelompok menekankan bahwa pergerakan itu

penting supaya klien tidak mengalami kekakuan sendi dan kekuatan otot tidak

menurun, ROM pasif ini juga dapat dilakukan oleh keluarga pada saat klein bearada di

rumah nantinya. Kerena latihan pergerakan ini sangat penting bagi klien yang

mengalami hambatan dalam mobilisasi.

B. SARAN

1. Penerapan ROM pasif sangat perlu diterapakan saat klien berada di rumah nantinya

untuk mencegah terjadinya kontraktur

2. Keluarga melakukan motivasi terhadap klien untuk melaksanakan ROM pasif 3 kali

sehari

Anda mungkin juga menyukai