Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang sering dialami oleh para lansia,
dan dapat memicu timbulnya penyakit degenerative seperti gagal ginjal dan gagal jantung
kongestif. Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota
masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan
hidup. Pada tahun 1980 penduduk lanjut usia berjumlah 7.7 juta jiwa atau 5.2% dari
seluruh jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut usia meningkat
menjadi 11.3 juta orang atau 8.9%. Jumlah ini meningkat di seluruh Indonesia menjadi
15.1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7.2% dari seluruh penduduk. Diperkirakan pada
tahun 2020 akn menjadi 29 juta orang atau 19.4%.hal ini menunjukan bahwa penduduk
lanjut usia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Angka harapan hidup
penduduk Indonesia berdasarkan data biro pusat statistic pada tahun 1968 adalah 45.7
tahun, pada tahun 1990 adalah 61.2 tahun, pada tahun 2000 jumlah harapan hidup adalah
69.05 tahun(BPS,2000).
Berdasarkan American Heart Association (AHA,2001) terjadi peningkatan rata-
rata kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai 1999. Secara
keseluruhan kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. Data riset
kesehatan dasar (Riskesdas) menyebutkan hipertensi merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah stroke dan tuberkolosis, jumlahnya mencapain 6.8% dari populasi
penyebab kematian pada semua umur di Indonesia.
Pada usia lanjut aspek diagnosis selain kearah hipertensi dan komplikasi,
pengenalan berbagai penyakit yang juga diderita oleh orang tersebut perlu mendapatkan
perhatian oleh karena berhubungan erat dengan penatalaksanaan secara keseluruhan.
Dahulu hipertensi pada lanjut usia dianggap tidak selalu perlu diobati, bahkan dianggap
berbahaya untuk diturunkan. Memang teori ini didukung oleh observasi yang
menunjukkan turunnya tekanan darah sering kali diikuti pada jangka pendeknya oleh
perburukan serangan iskemik yang transient (TIA). Tetapi akhir-akhir ini dari

1
penyelidikan epidemiologi maupun trial klinik obat-obat antihipertensi pada lanjut usia
menunjukan bahwa hipertensi pada lansia merupakan risiko yang paling penting untuk
terjadinya penyakit kardiovaskuler, strok dan penyakit ginjal. Banyak data akhir-akhir ini
menunjukan bahwa pengobatan hipertensi pada lanjut usia dapat mengurangi mortalitas
dan morbiditas.

B. Rumusan masalah
1. Apa itu hipertensi pada lansia?
2. Bagaimana etiologi hipertensi pada lansia?
3. Bagaimana Tanda dan Gejala hipertensi pada lansia?
4. Apa saja komplikasi hipertensi pada lansia?
5. Seperti apa patofisiologi dan pathway hipertensi pada lansia?
6. Bagaimana penatalaksanaan hipertensi pada lansia?
7. Bagaimana asuhan keperawatan hipertensi pada lansia?

C. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Agar pembaca dapat memahami lebih jauh tentang penyakit hipertensi pada
lansia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian hipertensi pada lansia.
b. Untuk mengetahui etiologi hipertensi pada lansia.
c. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala hipertensi pada lansia.
d. Untuk mengetahui komplikasi hipertensi pada lansia.
e. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway hipertensi pada lansia..
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan hipertensi pada lansia.
g. Untuk mengetahui asuhan keperawatan hipertensi pada lansia

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Hipertensi
Tensi (tekanan darah) adalah banyaknya darah yang dipompakan jantung
dikalikan tahanan di pembuluh darah perifer.Adapun hipertensi (tekanan darah
tinggi) adalah keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah
diatas normal atau tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg dan diastoliknya
diatas 90 mmHg (Wijoyo, 2011).
Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang
ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka bawah (diastolic) pada
pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik berupa
cuff air raksa (Spygmomanometer) ataupun alat digital lainnya (Herlambang,
2013).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas batas normal yang mengakibatkan peningkatan
angka morbiditas dan angka kematian (mortalitas).Tekanan yang abnormal tinggi
pada pembuluh darah menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke, gagal
jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal (Rusdi, et al, 2009).

Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Optimal 115 atau kurang 75 atau kurang
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage I 140-159 90-99
Hipertensi stage II ≥ 160 ≥ 100

B. Etiologi

3
Dengan perubahan fisiologis normal penuaan, faktor resiko hipertensi lain
meliputi diabetes ras riwayat keluarga jenis kelamin faktor gaya hidup seperti
obesitas asupan garam yang tinggi alkohol yang berlebihan.
Faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat
dikontrol, antara lain:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol:
Faktor risiko yang tidak dapat diubah, seperti riwayat keluarga (genetik
kromosomal), umur (pria : > 55 tahun; wanita : > 65 tahun), jenis kelamin pria
atau wanita pasca menopause.
1) Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.
Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon
estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadarHigh Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas
wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut
dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan
umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur
45-55 tahun.
Dari hasil penelitian didapatkan hasil lebih dari setengah penderita
hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5%.Hipertensi lebih banyak
terjadi pada pria bila terjadi pada usia dewasa muda. Tetapi lebih banyak
menyerang wanita setelah umur 55 tahun, sekitar 60% penderita hipertensi
adalah wanita.Hal ini sering dikaitkan dengan perubahan hormon setelah
menopause.

2) Umur

4
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya,
jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi
dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus
ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan
hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-
benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus , hipertensi banyak terjadi pada
usia lanjut. hipertensi sering terjadi pada usia pria : > 55 tahun; wanita : >
65 tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah
menopause. Hanns Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang
berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan
arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari
berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan
menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian
diri.
3) Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akanmenyebabkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari
pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan
hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.

b. Faktor resiko yang dapat dikontrol:


1. Obesitas
Pada usia + 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi
penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Itu sebabnya berat
badan meningkat.Obesitas dapat memperburuk kondisi lansia.Kelompok
lansia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan
pembuluh darah, hipertensi.Indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung

5
dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.Risiko relatif untuk
menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
seorang yang berat badannya normal.Pada penderita hipertensi ditemukan
sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.
2. Kurang Olahraga.
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan
perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih
otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan
pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu Kurangnya aktivitas
fisik menaikan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk
menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak
jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin
besar pula kekuaan yang mendesak arteri.
3. Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah.Perokok berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko
terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.
4. Mengkonsumsi garam berlebih
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko
terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih
dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari.
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam
cairan ekstraseluler meningkat.Untuk menormalkannya cairan intraseluler
ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.Meningkatnya
volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume
darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.

5. Minum alkohol

6
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan
organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alkohol
berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi.
6. Minum kopi
Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi
mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut
berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg.
7. Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten
(tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan
darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka
kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di
pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami
kelompok masyarakat yang tinggal di kota. Menurut Anggraini (2009)
mengatakan stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun
stres ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan
karakteristik personal.

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini
berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan.Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

7
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita
hipertensi yaitu :
1) Mengeluh sakit kepala
2) pusing Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual Muntah
6) Epistaksis
7) Kesadaran menurun.

D. Komplikasi
Pasien dengan hipertensi dapat meninggal dengan cepat; penyebab tersering kematian
adalah penyakit jantung, sedangkan stroke dan gagal ginjal sering ditemukan, dan
sebagian kecil pada pasien dengan retinopati
a. Komplikasi pada Sistem Kardiovaskuler
Kompensasi akibat penambahan kerja jantung dengan peningkatan tekanan
sistemik adalah hipertrofi ventrikel kiri, yang ditandai dengan penebalan dinding
ventrikel. Hal ini menyebabkan fungsi ventrikel memburuk, kapasitasnya membesar
dan timbul gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung. Angina pektoris dapat timbul
sebagai akibat dari kombinasi penyakit arteri koronaria dan peningkatan kebutuhan
oksigen miokard karena penambahan massanya. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan
pembesaran jantung dengan denyut ventrikel kiri yang menonjol. Suara penutupan
aorta menonjol dan mungkin ditemukan murmur dari regurgitasi aorta. Bunyi jantung
presistolik (atrial, keempat) sering terdengar pada penyakit jantung hipertensif, dan
bunyi jantung protodiastolik (ventrikuler, ketiga) atau irama gallop mungkin saja
ditemukan. Pada elektrokardiogram, ditemukan tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri.
Bila penyakit berlanjut, dapat terjadi iskemi dan infark. Sebagian besar kematian
dengan hipertensi disebabkan oleh infark miokard atau gagal jantung kongestif. Data-
data terbaru menduga bahwa kerusakan miokardial mungkin lebih diperantarai oleh
aldosteron pada asupan garam yang normal atau tinggi dibandingkan hanya oleh
peningkatan tekanan darah atau kadar angiotensin II.

8
b. Efek Neurologik
Efek neurologik pada hipertensi lanjut dibagi dalam perubahan pada retina dan
sistem saraf pusat. Karena retina adalah satu-satunya jaringan dengan arteri dan
arteriol yang dapat langsung diperiksa, maka dengan pemeriksaan optalmoskopik
berulang memungkinkan pengamatan terhadap proses dampak hipertensi pada
pembuluh darah retina.
Efek pada sistem saraf pusat juga sering terjadi pada pasien hipertensi. Sakit
kepala di daerah oksipital, paling sering terjadi pada pagi hari, yang merupakan salah
satu dari gejala-gejala awal hipertensi. Dapat juga ditemukan ’keleyengan’, kepala
terasa ringan, vertigo, tinitus dan penglihatan menurun atau sinkope, tapi manifestasi
yang lebih serius adalah oklusi vaskuler, perdarahan atau ensefalopati. Patogenesa dari
kedua hal pertama sedikit berbeda. Infark serebri terjadi secara sekunder akibat
peningkatan aterosklerosis pada pasien hipertensi, dimana perdarahan serebri adalah
akibat dari peningkatan tekanan darah dan perkembangan mikroaneurisma vaskuler
serebri (aneurisma Charcot-Bouchard). Hanya umur dan tekanan arterial diketahui
berpengaruh terhadap perkembangan mikroaneurisma.
Ensefalopati hipertensi terdiri dari gejala-gejala : hipertensi berat, gangguan
kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial, retinopati dengan papiledem dan kejang.
Patogenesisnya tidak jelas tapi kemungkinan tidak berkaitan dengan spasme arterioler
atau udem serebri. Tanda-tanda fokal neurologik jarang ditemukan dan jikalau ada,
lebih dipikirkan suatu infark / perdarahan serebri atau transient ischemic attack.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada retina berupa
retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak beraturan, eksudat pada retina,
edema retina dan perdarahan retina. Kelainan pembuluh darah dapat berupa
penyempitan umum atau setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam,
fenomena crossing atau sklerosis pembuluh darah.
c. Efek pada Ginjal
Lesi aterosklerosis pada arteriol aferen dan eferen serta kapiler glomerulus adalah
lesi vaskuler renal yang paling umum pada hipertensi dan berakibat pada penurunan
tingkat filtrasi glomerulus dan disfungsi tubuler. Proteinuria dan hematuria
mikroskopik terjadi karena lesi pada glomerulus dan ± 10 % kematian disebabkan oleh

9
hipertensi akibat gagal ginjal. Kehilangan darah pada hipertensi terjadi tidak hanya
dari lesi pada ginjal; epitaksis, hemoptisis dan metroragi juga sering terjadi pada
pasien-pasien ini.

E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak.Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstriksi.Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi.Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi.Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal.Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang

10
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan
curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Rahmawati, 2012).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 2010).

11
Pathway

Sumber : NANDA, 2015

12
F. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
a. Non-Farmakologis atau Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai
tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
 Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
 Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.
 Penurunan berat badan.
 Penurunan asupan etanol
 Menghentikan merokok
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk
penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu:
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain.Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari
kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona
latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan
Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
 Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada
subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek
dianggap tidak normal.Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk
mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk
gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

13
 Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi
ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat
belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
 Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien
tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat
mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Farmakologis atau Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi
juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat.Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita.Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi
( Joint National Committee On Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood
Pressure, Usa, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis
kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama
dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada
penderita.Pengobatannya meliputi :
a. Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b. Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :Dosis obat pertama dinaikkan Diganti jenis lain
dari obat pilihan pertama. Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa
diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin,
vasodilator.
c. Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh Obat ke-2 diganti Ditambah obat ke-3 jenis lain.
d. Step 4
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan
komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter )
dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.

14
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian secara Umum
a. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara lain: Nama, Umur, Jenis
Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Agama, Status Mental, Suku, Keluarga/orang
terdekat, alamat, nomor registrasi.
b. Riwayat penyakit
a. Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
b. Penggunaan obat yang memicu hipertensi
c. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Normocephalus, rambut tampak ubanan, dan kelihatan kotor, tidak ada luka,
tidak ada nyeri tekan pada kepala dan tidak ada benjolan.
2. Mata
Bentuk tampak simetris, konjungtiva tampak anemis, sclera tidak ikterik, pupil
isokor, penglihatan kabur, tidak ada peradangan, tampak menggunakan kaca
mata, tidak ada nyeri dan tidak ada benjolan.
3. Hidung
Bentuk tampak simetris, tidak ada luka, tidak ada peradangan, tidak ada secret
pada hidung, tidak ada nyeri tekan, penciuman masih cukup baik.
4. Mulut dan Tenggorokan
Mulut tampak sedikit kotor, mukosa mulut tampak kering, tidak ada peradangan,
gigi tampak kuning, tampak careas gigi dan gigi tampak ompong, sudah hilang
tiga, mengalami kesulitan saat mengunyah dan tidak ada kesulitan saat menelan.
5. Telinga

15
Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak tampak serumen, tidak ada peradangan,
tidak nyeri tekan pada bagian belakang telinga (mastoideus), tidak ada benjolan,
pendengaran kedua telinga masih bagus.
6. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada luka, tidak ada bendungan
vena jugularis, klien mengeluh leher bagian belakang, terasa berat (kaku kuduk).
7. Dada
Tampak simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada nyeri tekan.
8. Abdomen
Bentuk simetris, tidak ada oedema, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.
9. Genetalia
Tidak terkaji
10. Ekstremitas
Kekuatan otot tangan kanan dan kiri 4, kaki kanan dan kiri 4
11. Integument
Kebersihan cukup baik, warna kulit hitam, lembab, tidak ada gangguan pada
kulit.
d. Pengkajian persistem
1. Aktivitas / istirahat
a. Kelemahan,letih,napas pendek,gaya hidup monoton.
b. Frekuensi jantung meningkat
c. Perubahan irama jantung
d. Takipnea
2. Integritas ego
a. Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik.
b. Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan).
3. Makanan dan cairan

16
a. Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng,keju,telur)gula-
gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
b. Mual, muntah.
c. Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
4. Nyeri atau ketidak nyamanan
a. Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
b. Nyeri hilang timbul pada tungkai.
c. Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
d. Nyeri abdomen
5. Sirkulasi
a. Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup dan
penyakit cerebro vaskuler.
b. Episode palpitasi,perspirasi.
6. Eleminasi
a. Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obtruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa lalu.
7. Neurosensori
a. Keluhan pusing.
b. Berdenyut, sakit kepala subokspital (terjadi saat bangun dan menghilang
secara spontan setelah beberapa jam).
8. Pernapasan
a. Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja
b. Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c. Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d. Riwayat merokok
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin / hematocrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2. BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal

17
3. Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).
4. Kalium serum
Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.
6. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan
plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
7. Pemeriksaan tiroid.
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
8. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab ).
9. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
10. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.
11. Steroid urin
Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
12. IVP
Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti penyakit parenkim ginjal, batu
ginjal / ureter.
13. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung.
14. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati.
15. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

18
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN (SDKI)
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular Cerebral
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
3. Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokontriksi
4. Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan
metabolic
5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system pendukung yang tidak
adekuat
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi atau keterbatasan
kognitif

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular Cerebral
1. Intervensi : Mempertahankan tirah baring selama fase akut
Rasional : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi
2. Intervensi : Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit
kmepala, misalnya kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang,
redupkan lampu kamar, tekhnik relaksasi.
Rasional : tindakan yang menurunkan tekanan vascular serebral dan yang
memperlambat atau memblok respons simpatis efektif dalam menghilangkan
sakit kepala dan komplikasinya
3. Intervensi : Hilangkan atau minimalkan aktivitas fase kontriksi yang dapat
meningkatkan sakit kepala, misalnya mengejam saat bab, batuk panjang,
membungkuk

19
Rasional : aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala
pada adanya peningkatan tekanan vascular cerebral

 Dx 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum


1. Intervensi : kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frequency nadi
lebih dari 20 kali per menit diatas frequency istirahat : peningkatan tekan darah
yang nyata selama atau sesudah aktivitas ( tekanan sistolik meningkat 40 mmhg
atau tekanan diastolic meningkat 20 mmhg) dispnea atau nyeri dada :
kelemahan dan keletihan yang belebihan :pusing atau pingsan.
Rasional : menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologi
terhadap stress, aktivitas bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang
berkaitan dengan tingkat aktivitas.
2. Intervensi : instruksikan pasien tentang teknik penghematan energy, misalnya
menggunakan kursi saat mandi,duduk saat menyisir rambut atau menyikat
gigi,melakukan aktivitas dengan perlahan.
Rasional : teknik memghemat energy mengurangi penggunaan energy, juga
membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

 DX 3 : Curah Jantung, resiko tinggi terhadap hipertensi berhubungan dengan


peningkatan afterload, vasokontriksi
a. Intervensi: pantau TD.ukur pad kedua tangan atau paha untuk evaluasi
awal.gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat.
Rasional : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih
lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vascular. Hipertensi berat
diklasifikasikan pada orang dewasa sebagai peningkatan tekanan diastolic
sampai 130, hasil pengukuran diastolic diatas 130 dipertimbangkan sebagai
penigkatan pertama, kemudian maligna.Hipertensi sistolik juga merupakan
faktor resiko yang di tentukan untuk penyakit cerebrovaskular dan penyakit
iskemi jantung bila tekanan diastolic 90-115.

20
 DX 4 : Nutrisi , perubahan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kebutuhan metabolic
1. Intervensi : kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara
hipertensi dan kegemukan.
Rasional : kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan darah tinggi
karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jangtung
berkaitan dengan peningkatan masa tubuh.
2. Intervensi : bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan membatasi
masukan lemak,garam,dan sesuai indikasi.
Rasional : kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya ateroskelorosis
dan kegemukan yang merupakan predesposisi untuk hipertensi dan
komplikasinya misalnya stroke,penyakit ginjal,gagal jantung. Kelebihan
memasukkan garam memperbanyak volume cairan intravascular dan dpat
merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi.

DX 5 : Koping individu tidak efektif berhubungan dengan system pendukung


yang tidak adekuat
1. Intervensi : Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan
Rasional : Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang,
mengatasi hipertensi kronik dan mengintegrasikan terapi yang diharuskan ke
dalam kehidupan sehari-hari
2. Intervensi : Bantu pasien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan
kemungkinan strategi untuk mengatasinya
Rasional : Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam
mengubah respons seseorang terhadap stressor
3. Intervensi : Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan
partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan

21
Rasional : Keterlibatan memberikan pasien perasaan control diri yang
berkelanjutan, memperbaiki keterampilan koping, dan dapat meningkatkan
kerja sama dalam regimen terapeutik
4. Intervensi : Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala ketidakmampuan
untuk mengatasi/menyelesaikan masalah
Rasional : Menifestasi mekanisme koping maladaptive mungkin merupakan
indicator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama TD
diastolic

DX 6 : Kurang pengetahuan berhubungnya dengan kurang informasi atau


keterbatasan kognitif
1. Intervensi : Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar, termasuk orang
terdekat
Rasional : Kesalahan konsep dan menyangkal diagnose karena perasaan
sejahtera yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minat pasien/orang
terdekat untuk mempelajari penyakit, kemajuan, dan prognosis. Bila pasien
tidak menerima realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka
perubahan perilaku tidak akan dipertahankan.
2. Intervensi : Tetapkan dan nyatakan batas TD normal. Jelaskan tentang
hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak
Rasional : Memberikan dasar untuk pemahaman tentang peningkatan TD dan
mengklarifikasi istilah medis yang sering digunakan. Pemahaman bahwa TD
tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah ini untuk memungkinkan pasien
melanjutkan pengobatan meskipun ketika merasa sehat
3. Intervensi : Hindari mengatakan TD “normal” dan gunakan istilah “terkontrol
dengan baik” saat menggambarkan TD pasien dalam batas yang diinginkan
Rasional : Karena pengobatan untuk hipertensi adalah sepanjang kehidupan,
maka dengan penyampaian ide “terkontrol” akan membantu pasien untuk
memahami kebutuhan untuk melanjutkan pengobatan/medikasi

22
4. Intervensi : Bantu pasien dalam mengidentifikasi faktor-faktor risiko
kardiovaskular yang dapat diubah misalnya obesitas, diet tinggi lemak jenuh,
dan kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum alcohol( lebih dari
60cc/hari dengan teratur), pola hidup penuh stress.
Rasional : Faktor-faktor resiko ini telah menunjukkan hubungan dalam
menunjang hipertensi dan penyakit kardiovaskular serta ginjal.

D. EVALUASI KEPERAWATAN
1. Pasien melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang atau terkontrol
2. Pasien berpartisupasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan
3. Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah atau beban
kerja jantung.
4. Menunjukkan perubahan pola makan ( misalnya pilihan makan, kuantitas,dan
sebagainya), mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan pemeliharaan
kesehatan optimal.
5. Mengidentivikasi perilaku koping efektif dan konsekuensinya
6. Pasien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan

23
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dengan meningkatnya populasi lanjut usia di Indonesia, kejadian hipertensi pada
populasi ini meningkat pula. Meningkatnya tekanan darah sudah terbukti meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pada usia lanjut. Salah satu karakteristik hipertensi pada usia
lanjut adalah terdapatnya berbagai penyakit penyerta (komorbid) dan komplikasi organ
target, seperti kejadian penyakit kardiovaskuler, ginjal, gangguan pada sistem saraf pusat
dan mata. Dengan menurunkan tekanan darah sampai target 140/90 mmHg dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
Selain diagnosis yang sangat teliti, tatalaksana hipertensi pada usia lanjut harus
juga memperhatikan kedua hal tersebut di atas. Penatalaksanaan hipertensi pada lansia
tidak berbeda dengan penatalaksanaan hipertensi pada umumnya, yaitu merubah pola
hidup dan pengobatan anti hipertensi. Dan saat ini berbagai pilihan obat-obat anti
hipertensi telah beredar di pasaran. Pemakaian berbagai obat tersebut bisa disesuaikan
dengan penyakit komorbid yang menyertai keadaan hipertensi tersebut.

B. SARAN
Semoga dengan memahami hipertensi pada lansia ini, kita bisa menerapkan dan
membagi ilmu dalam menyelesaikan masalah dan gangguan tidak nyaman ini dalam
kehidupan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, R. Boedhi. (2010). Geriatri (IlmuKesehatanUsiaLanjut). Jakarta:


FKUI.

Herlambang, Susatyo. 2013. PengantarManajemen. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Rahmawati, R. 2012. Pengaruh Jus SeledriKombinasiWorteldanMaduTerhadapPenurunan


Tingkat HipertensiPadaPasienHipertensi.Gresik (skripsi) from: http://www.google.com ,
diakses 11 September 2015.

RokhaeniHeni, PurnamasariElly, Rahayoe Anna Ulfah. (2001). Buku Ajar


KeperawatanKardiovaskuler.Jakarta
:BidangPendidikandanLatihanPusatKesehatanJantungdanPembuluhDarahNasional
“Harapan Kita”.

Rusdi, NurlaelaIsnawati. 2009. AwasAndaBisaMatiCepatAkibatHipertensidan Diabetes.


Yogyakarta: Powerbooks publishing.

Wijoyo, P. M. 2011. Rahasia Penyembuhan Hipertensi Secara Alami. Bee Media Agro: Jakarta

25
26

Anda mungkin juga menyukai