Anda di halaman 1dari 13

Defisiensi Growth Hormone

Growth Hormone atau GH merupakan bahan yang sangat esensial bagi pertumbuhan akhir
seseorang, akan tetapi selain GH ada hormone-hormon lain yang mepengaruhi pertumbuhan
seperti hormon tiroid, insulin, dan hormon seks juga berperan sekunder dalam mendorong
pertumbuhan. Laju pertumbuhan tidaklah kontinyu, demikian juga faktor-faktor yang
mendorong pertumbuhan tidaklah sama selama periode pertumbuhan.6
Anak memperlihatkan dua periode pertumbuhan pesat, yaitu lonjakan pertumbuhan pasca lahir
selama dua tahun pertama dan lonjakan pertumbuhan pubertas.
Efek GH dalam mendorong pertumbuhan jaringan lunak dan pertumbuhan tulang. Saat jaringan
peka terhadap efek pendorong pertumbuhan, GH merangsang jaringan lunak dan tulang. GH
mendorong pertumbuhan jaringan lunak dengan meningkatkan jumlah sel (hyperplasia) dan
meningkatkan ukuran sel (hipertrofi). GH meningkatkan jumlah sel dengan merangsang
pembelahan sel dan mencegah apoptosis (kematian sel terprogam) dan GH meningkatkan ukuran
sel mendorong sintesis protein komponen structural utama sel.
Efek GH dalam pertumbuhan tulang adalah dengan mendorong pertumbuhan ketebalan dan
panjang tulang dengan merangsang aktivitas osteoblas dan proliferasi tulang rawan epifisis
sehingga terbentuk ruang untuk pembentukan tulang lebih banyak selama lepeng epifisis masih
berupa tulang rawan, tetapi pada akhir masa remaja dibawah pengaruh hormon seks lempeng ini
akan mengalami penulangan sempurna sehingga tulang tidak bisa memanjang lagi.6

Hormon pertumbuhan adalah protein yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary ("master") dan
sangat penting untuk pertumbuhan normal. Kekurangan hormon pertumbuhan terjadi ketika
hormon ini tidak ada atau diproduksi dalam jumlah tidak memadai. Jika hormon hipofisis lainnya
kurang, kondisi ini disebut hypopituitarism. Ketika semua hormon hipofisis yang hilang, anak
memiliki panhypopituitarism.7

Kelenjar pituitari sering disebut kelenjar utama karena menghasilkan beberapa hormon yang
mengontrol fungsi kelenjar lainnya. Kelenjar ini terletak di tengah-tengah tengkorak di bawah
bagian otak yang disebut hipotalamus. Kelenjar pituitari memiliki dua bagian yang berbeda:
Sebuah anterior (depan) lobus dan posterior (belakang) lobus. Kelenjar pituitari mensekresi
hormon dalam respon terhadap pesan-pesan kimiawi dari hipotalamus, bagian dari otak untuk

1
yang terhubung.7

Hormon pertumbuhan adalah hormon hipofisis anterior yang dampak utamanya adalah untuk
mempromosikan pertumbuhan jaringan tubuh. Hormon hipofisis anterior lainnya secara tidak
langsung mempengaruhi pertumbuhan dengan bekerja melalui kelenjar lainnya. Hormon-hormon
lain meliputi:7

 Thyroid Stimulating Hormone (TSH) - menyebabkan kelenjar tiroid untuk menghasilkan


hormon tiroid, yang mengatur metabolisme tubuh dan sangat penting untuk pertumbuhan
normal.

 Hormon adrenokortikotropik (ACTH) - menyebabkan kelenjar adrenal untuk


menghasilkan kortisol (hormon stres) dan hormon lain yang memungkinkan tubuh untuk
merespon stres. Terlalu banyak kortisol akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan pada
anak.

 Luteinizing hormon (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) - menyebabkan


kelenjar seks (ovarium atau testis) untuk memproduksi hormon seks, yang diperlukan
untuk perkembangan seksual remaja dan percepatan pertumbuhan yang menyertai
pubertas.

Kekurangan hormon pertumbuhan dapat terjadi dengan sendiri atau dalam kombinasi dengan
satu atau lebih kekurangan hormon hipofisis lainnya. Mungkin jumlah (ada hormon pertumbuhan
diproduksi) atau sebagian (beberapa hormon pertumbuhan diproduksi, tetapi tidak cukup untuk
mendukung pertumbuhan yang normal).7

Patofisiologi

Control utama pada penglepasan adalah GHRH dan somatostatin. GHRH memiliki peranan
dalam stimulasi sintesis serta sekresi GH. Sedangkan somatostatin menghambat penglepasan GH
sebagai respon dari GHRH dan faktor stimulus lain, seperti rendahnya konsentrasi glukosa darah.
GH akan terikat pada suatu Growth hormone- binding protein (GHBP) dan bersirkulasi ke
seluruh jaringan tubuh. Ketika GH beredar di dalam sirkulasi sistemik, terjadi pelepasan IGF-1
(insulin like growth factor 1) yang akan berikatan dengan IGF-binding proteins (IGFBPs). IGF-1

2
bekerja sebagai penghambat dari pelepasan GH.2

GHD dapat terjadi karena adanya gangguan pada axis GH di otak, hipotalamus, atau hipofisis.
Terdapat dua jenis GHD, yaitu MPHD (Multiple Pituitary Hormone Defisiency) dan IGHD
(Isolated Growth Hormone Defisiency), baik secara congenital ataupun didapat (acquired).

MPHD yang didapat (acquired) disebabkan oleh lesi yang menyebabkan kerusakan hipotalamus,
pituitary stalk, atau hipofisis anterior yang mengakibatkan defisiensi hormon hipofisis. Lesi yang
biasa menyebabkan MPHD didapat (acquired) adalah craniopharyngioma, yaitu suatu tumor
intrakranial benigna berasal dari sel-sel pada kantong Rathke atau pituitary stalk yang memiliki
struktur kistik dan solid. Apabila craniopharyngioma menekan pituitary stalk atau mengenai area
dari kelenjar hipofisis, maka tumor tersebut dapat menyebabkan defisiensi parsial atau komplit
dari hormon hipofisis, salah satunya adalah GH.2
IGHD kongenital disebabkan oleh abnormalitas reseptor GHRH, gen GH, dan gen pada
kromosom X. IGHD tipe 1A diturunkan dengan pola resesif autosomal, dimana pasien
mengalami delesi, mutasi frameshift, dan mutasi nonsense pada gen GH. Pasien dengan IGHD
tipe 1B mengalami mutasi splice site resesif dan defisiensi GH inkomplit. Sedangkan IGHD tipe
2 berkaitan dengan defisiensi GH autosomal dominan akibat adanya mutasi splice site dan
mutasi missense. Pada pasien IGHD tipe 2 dengan defisiensi GH terkait kromosom X seringkali
berkaitan dengan hypogammaglobulinemia. Adapun yang dimaksud dengan
hypogammaglobulinemia merupakan suatu keadaan dimana tubuh mengalami defisiensi seluruh
jenis immunoglobulin. Sehingga, tubuh berada dalam keadaan imunodefisiensi dan tidak dapat
membentuk antibodi secara efektif. Terdapat hipogammaglobulinemia yang terkait dengan
kromosom X, yang disebut sebagai X-linked Agammaglobulinemia (XLA). Pada keadaan
tersebut kromosom X mengalami defek sehingga immunoglobulin tidak terbentuk.
Sesungguhnya, defek yang terjadi pada XLA tidak berkaitan dengan immunoglobulin, tetapi
lebih pada sel B yang memproduksi immunoglobulin. Sel B tidak dapat memproduksi
immunoglobulin karena adanya defek pada enzim yang penting dalam maturasi sel B, yaitu
Bruton’s agammaglobulinemia tyrosine kinase (Btk), dimana gen pembentuk Btk ditemukan di
kromosom X. Pada XLA terdapat defek kromosom X sehingga terjadi mutasi yang menyebabkan
terjadinya defek Btk dan kemudian mengakibatkan maturasi sel B tidak terjadi. Oleh karena
maturasi sel B tidak terjadi, maka immunoglobulin pun tidak dapat terbentuk.2

3
Penyebab IGHD didapat (acquired) diantaranya adalah penggunaan radioterapi untuk kasus
keganasan, meningitis, histiocytosis, dan trauma. Anak-anak yang menjalani radioterapi untuk
tumor CNS atau untuk mencegah keganasan CNS, seperti leukemia, memiliki resiko tinggi
mengalami defisiensi GH. Radiasi dari radioterapi dapat menyebabkan kerusakan pada sel
somatotrope, sehingga mengganggu pelepasan dari GH.2

Defisiensi GH juga dapat terjadi akibat nekrosis hipoksik (kematian akibat kekurangan oksigen)
dan inflamasi hipofisis. Penyebab defisiensi GH juga dapat berada di tingkat hipotalamus, yang
terjadi akibat malnutrisi, deprivasi tidur, atau stimulasi somatostatin yang dilepaskan selama
periode stress fisik atau emosi yang berkepanjangan.12
Misalnya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan dapat berkurang pada
atlit remaja perempuan akibat olahraga fisik yang intens dan penuruna asupan nutrisi akibat diet.
Kadar estrogen yang rendah sering dijumpai pada atlit wanita, yang juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan.

Defisiensi GH juga dapat terjadi akibat abnormalitas genetik, akibat defek otak yang terjadi
secara kongenital, atau setelah infeksi atau trauma atau akibat radiasi kranial yang digunakan
dalam terapi untuk tumor otak atau untuk profilaksis leukemia.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan X-rays tulang epifisis dan pergelangan tangan dengan bantuan Atlas Gruelich dan
Pyle adalah untuk menilai tingkat pematangan tulang dan umur tulang.4

Skrining awal

1. Pemeriksaan umum
a. Pemeriksaan kimiawi, termasuk tes faal ginjal dan hepar  
b. Pemeriksaan darah lengkap
c. .Laju endap darah
d. Urinalisis
2. Tes endokrin
a. Tes fungsi tiroid 

4
b. IGF-1 dan IGFBP-34.

Pemeriksaan Radiografi

Pada pasien hipopituitarisme yang diduga akibat tumor hipofisis, perlu dilakukan pemeriksaan
radiografi untuk mencari kebenaranya. Tumor-tumor pada hipofisis ini sering menyebabkan
hipopituitarisme. Pada anak yang menunjukkan gejala dan tanda neurologis sebaiknya dilakukan
pemeriksaan MRI dengan kontras. Karena kelenjar hipofisis sangat kecil maka agar dapat
terlihat dengan baik perlu dilakukan pembuatan potongan gambar yang lebih rapat, lesi yang ada
mungkin tidak tanpak pada pemeriksaan MRI standar, sehingga dalam pemeriksaan perlu
ditekankan pada ahli radiologi agar memeriksa kelenjar hipofisis secara lebih teliti.4

Pemeriksaan Biokimia

Pasien dengan hipopituirarisme tidak akan merespon jika diberikan pengujian hormon
perangsang sekresi. Uji fungsi hipofisis kombinasi dapat dilakukan pada pasien ini dengan
menyuntikkan :4

1. Insulin

Insulin akan menyebabkan hipoglikemia, pada saat hipoglikemia dengan kadar serumglukosa
yang kurang dari 40 mg/dl, normalnya menyebabkan pelepasan GH, ACTH, kortisol.Namun
pada penderita hipopituitarisme mungkin tidak terjadi pelepasan tersebut atau hanya sedikit
hormon yang dilepaskan

2. CRH

Pada orang normal CRH akan merangsang hipofisis untuk mensekresikan ACTH, MSH.

3. TRH

Pada normalnya penyuntikan TRH akan merangsang hipofisis mensekresikan TSH.

4. GnRH

Pada normalnya GnRH akan merangsang pelepasan hormon FSH danLH.Pada penderita

5
hipopituitarisme gagal untuk merespon empat rangsangan tersebut.

Pemeriksaan Diagnostik 4

a. Pemeriksaan kortisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosterone

Hipertensi, striae, dan pertambahan berat badan yang berlebihan mengarahkan diagnosis pada
sindroma Cushing. Diganosis sindroma ini dapat dipastikan dengan memeriksa rasio kortisol
bebas terhadap kadar kreatinin urin tampung 24 jam. Meskipun kadar T4 dan TSH cukup baik
untuk screening hipotiroidisme, namun bila di curigai menderita hipotiroidisme sekunder atau
tersier, maka lebih baik dilakukan pemeriksaa  kadar T4 bebas. 

b. Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH

Hiperpigmentasi yang disertai dengan pertambahan berat badan yang rendah mengarah
pada penyakit Addison, yang dapat dievaluasi dengan cara memeriksa kadar kortisol dan
ACTH pagi hari (jam 08.00- 09.00).

c. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon, dan dengan
melakukan pengukuran efeknya terhadap kadar hormon serum.

Gejala Klinis

 Pada anak, defisiensi GH menyebabkan tubuh pendek yang proporsional (dibawah


persentil ketiga untuk usia mereka). Anak yang bersangkutan mengalami penurunan
massa otot dan peningkatan simpanan lemak subkutan. Secara mental mereka biasanya
cerdas.12

 Tubuh pendek yang berbeda dari yang diperkirakan berdasarkan pola keluarga dapat
diamati apabila terjadi penurunan potensi pertumbuhan.12

 Keterlambatan awitan pubertas dapat menyertai defisiensi GH, terutama apabila


abnormalitas pada gonadotropin terjadi secara bersamaan.12

6
 Defisiensi GH awitan-dewasa dapat menyebabkan perubahan non-spesifik fungsi,
termasuk perubahan kesehatan fisik dan mental, fungsi jantung, dan parameter
metabolik.12

 Individu dewasa yang mengalami defisiensi GH dapat mengalami tingkat energi dan
libido rendah.12

Anak dengan kekurangan hormon pertumbuhan berperawakan kecil, dengan wajah dan tubuh
gemuk. Laju pertumbuhan dari semua bagian tubuh lambat, sehingga proporsi anak tetap normal.
Inteligensi anak normal. Jika tinggi badan anak telah diplot pada grafik pertumbuhan, maka
akan tampak berbeda dan jatuh jauh dari kurva pertumbuhan anak normal. Jika kegagalan
pertumbuhan telah hadir untuk waktu yang lama, anak mungkin jauh lebih pendek daripada
anak-anak lain pada usia yang sama. Inilah sebabnya mengapa pengukuran tinggi dan berat
badan diplot pada grafik pertumbuhan begitu penting, lebih cepat kelainan pertumbuhan
terdeteksi dan diobati, semakin besar kesempatan anak untuk mempertahankan tinggi normal
masa kanak-kanak dan merealisasikan pertumbuhan maksimal anak.9

Penatalaksanaan

a. Pemberian Hormon Pengganti

Anak dengan defisiensi GH memerlukan somatropin biosintetik (natural sequence GH)


dengan dosis 0,18-0,3 mg/kg/minggu atau somatrem (GH metionil) dengan dosis 0,3
mg/kg/minggu yang diberikan satu dosis 6-7 kali seminggu selama masa aktif
pertumbuhan sebelum fusi epifisis. Peningkatan kecepatan pertumbuhan paling jelas
terlihat pada terapi tahun pertama. Anak lebih tua tidak memberikan respons sedemikian
baik dan memerlukan dosis lebih besar. GH tidak akan meningkatkan kecepatan

7
pertumbuhan tanpa nutrisi adekuat dan status eutiroid. Antibodi terhadap GH dalam
jumlah yang dapat diukur di serum anak yang mendapat GH. Sementara itu antibody
lebih sering pada anak yang di terapi dengan somatrem daripada somatropin.5

b. Penanganan Psikologik dan Konsekuensi

Anak-anak dengan defisiensi GH memiliki trait kepribadian yang pasif dari pada anak
sehat. Anak-anak ini mengalami keterlambatan pematangan emosional dan menderita
perlakuan kekanak-kanakan dari orang tua, guru, dan kawan-kawannya. Kemampuan
akademik umumnya dibawah standar walau intelegensia normal, hal ini berhubungan
dengan terlambatnya maturitas emosi atau citra diri buruk. Sebuah lingkungan suportif
dianjurkan pada pasien defisiensi GH (ataupun jenis lainnya), dimana pasien tidak
diijinkan bertingkah lebih muda dari umurnya ataupun mendapat “tempat khusus” dalam
keluarga.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Identitas: hipopituitarisme dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa, baik pria maupun
wanita. Pada anak-anak dapat menyebabkan Dwarfisme dan keterlambatan pubertas.
b. Keluhan utama: keletihan/kelemahan, fatigue, nausea, fomitus, anoreksia, penurunan
berat badan, kulit keriput, dwarfisme, menstruasi tidak teratur/amenorea, konstipasi.
c. Riwayat penyakit sekarang: infeksi/inflamasi, tumor, penyakit granulomatosa,
trauma/infark pituitari, kelainan kongenital.
d. Riwayat penyakit dahulu: hipotiroidisme, diabetes insipidus.
e. Riwayat penyakit keluarga: kaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami
penyakit yang sama.
f. Pemeriksaan fisik persistem
1) B1 (Breathing)
2) B2 (Blood): bradikardi, hipotermi, hipotensi.
3) B3 (Brain): proses berpikir lambat, fatigue, penurunan respon stres.
4) B4 (Bladder)
5) B5 (Bowel): nausea, fomitus, anoreksia, berat badan menurun, hipoglikemi,
konstipasi.
6) B6 (Bone): berkurangnya kekuatan otot, intoleransi dingin, letargi, kulit kering,
pucat, dan gembung, dwarfisme, osteoporosis, kulit keriput, letih, lemah,
depigmentasi kulit.

 
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

8
1. Gangguan citra tubuh b.d dwarfisme dan depigmentasi kulit
2. Hambatan mobilitas fisik b.d berkurangnya kekuatan otot, osteoporosis dan
kelemahan.
3. Disfungsi seksual b.d penurunan libido, infertilitas dan impoten

3. INTERVENSI KEPERAWATAN 

Diagnosa Tujuan (Goal,


Intervesi Rasional
Keperawatan Objective, Outcomes)
a. Dorong klien agar a. Agar perawat dapat
Gangguan citra Goal: mau mengungkapkan mengetahui apa yang
tubuh b.d pikiran dan di rasakan oleh klien
dwarfisme dan Klien tidak akan perasaannya terhadap sehubungan dengan
depigmentasi kulit mengalami gangguan perubahan. perubahan tubuhnya.
citra tubuh selama dalam
perawatan.    
b. Agar klien mampu
    mengembangkan
b. Bantu klien dirinya kembali
Objective: menidentifikasi
kekuatannya serta  
Klien tidak akan segi-segi positif yang
mengalami dwarfisme dapat di kembangkan  
dan depigmentasi kulit. oleh klien.
 
    c. Membantu klien
c. Jelaskan kepada agar tetap optimis dan
Outcomes: klien bahwa sebagian berpikir positif selama
gejala dapat berkurang pengobatan.
Dalam waktu 3x24 jam dengan pengobatan.
perawatan:  
1. Klien menerima  
perubahan citra tubuh. d. Dorong pasien  
2. Klien berpartisipasi untuk berpartisipasi
dalam berbagai aspek dalam kelompok  
perawatan pendukung, aktivitas d. Membantu
3. Klien sosial, atau dengan mendapatkan
mengomunikasikan profesi kesehatan. dukungan,
perasaan terhadap pemahaman,
perubahan citra tubuh kesempatan
4. Klien mengatakan berinteraksi dan

9
perasaan positif konseling tambahan.
terhadap dirinya
sendiri
a. Bantu klien a. Mengurangi tekanan
Hambatan Goal: menganti posisi. kulit/jaringan dan
mobilitas fisik b.d menurunkan resiko
berkurangnya Klien akan menurunkan   iskemia
kekuatan otot, hambatan mobilitas fisik jaringan/kerusakan
osteoporosis dan selama dalam perawatan.  
kelemahan.  
    b. Meningkatkan harga
diri; meningkatkan
Objective:   rasa kontrol dan
b. Dorong pasien agar kemandirian.
Klien tidak akan berpartisipasi dalam
mengalami pengurangan aktifitas sehari-  
kekuatan otot, hari/sosial c. Menurunkan
osteoporosis dan tekanan kulit/jaringan;
kelemahan.   membatasi perasaan
c. Anjurkan kelelahan dan
  klien mengunakan ketidaknyamanan
kasur busa umum.
 

Outcomes:

Dalam waktu 3x24 jam


perawatan:
1. Klien dapat
mempertahankan
posisi fungsi
2. Menunjukkan
peningkatan kekuatan
dan fungsi sendi yang
lemah
a. Sediakan a. Tindakan ini
Disfungsi seksual Goal: lingkungan yang tidak mendorong pasien
b.d penurunan mengancam, dan untuk bertanya tentang
libido, infertilitas Klien tidak akan dorong pasien untuk hal khusus yang
dan impoten mengalami disfungsi bertanya tentang berkaitan dengan
seksual selama dalam seksualitas pribadi keadaan saat ini
perawatan.
   
  b. Berikan kesempatan b. Tindaka ini
pasien untuk meningkatkan
Objective: mengungkapkan komunikasi dan

10
perasaan secara pemahaman di antara
Klien tidak akan terbuka pasien dan pemberi
mengalami penurunan dalam lingkungan asuhan
libido, infertilitas dan yang tidak
impoten. mengancam  

     
c. Berikan informasi
Outcomes: tentang kondisi  
individu
Dalam waktu 3x24 jam  
perawatan:   c. Fungsi seksual di
1. Pasien menyatakan pengaruhi oleh faktor
adanya masalah dalam   fisiologis/psikologis;
fungsi seksual informasi membantu
2. Pasien menyatakan   klien memahami
perasaan mengenai situasinya sendiri dan
perubahan seksual   mengidentifikasi
3. Pasien tindakan diekerjakan.
mengungkapkan  
pemahaman tentang  
disfungsi seksual   d. Untuk berbagai
keluhan dan
    memperkuat
d. Anjurkan klien hubungan.
untuk mendiskusikan
keluhannya dengan  
suami/istri atau
pasangan. Sediakan  
waktu dan lingkungan
yang kondusif untuk  
komunikasai antar
klien dan suami/istri  
atau pasangan.
 
 
e. Berikan edukasi  
kepada klien dan
suami/istri atau  
pasangan tentang
keterbatasan akibat  
kondisi klien saat ini.
 
 
 
  e. Edukasi mengenai

11
keterbatasan akibat
  penyakit yang
f. Sarankan rujukan ke berdampak pada
konselor seksual atau aktivitas seksual dapat
profesi lainnya dalam membantu klien
mendapatkan penduan menghindari
selanjutnya. komplikasi atau cedera

 
f. Untuk memberikan
sumber-sumber
penunjang kelanjutan
terapi bagi klien

 
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi


keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat.

 
5. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi,
tidak teratasi, atau teratasi sebagaian dengan mengacu pada kriteria evaluasi.

Daftar Pustaka

1. Abdurrahman. Anamnesis & pemeriksaan fisis. Cetakan ke-3. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2005. h.11-20
2. Hintz RL. Kelainan pertumbuhan dalam:Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Edisi ke 13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012. p.2130-3

12
3. Kurva pertumbuhan WHO. Diunduh dari http://idai.or.id/professional-resources/growth-
chart/kurva-pertumbuhan-who.html. 05 Oktober 2013
4. Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi ke-
11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004
5. Styne DM. Pertumbuhan dalam: Endokrinologi dasar dan klinik. Edisi ke 4. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. p.167-198
6. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2012
7. Sosnowski L, Stabler B, Thorner MO. Adult growth hormone deficiency. Diunduh dari:
http://www.hgfound.org/res_aghd.signs_symptoms.html. 05 Oktobber 2013
8. Hypothyroidism. Diunduh dari: http://www.m.webmd.com/a-to-z-
guides/hypothyroidism-underactive-thyroid-symptoms-causes-treatments. 05 Oktober
2013
9. Kemp S. Pediatric growth hormone deficiency. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/919677-overview#a0104. 05 Oktober 2013
10. Digeorge AM, Parks JS. Hipopituitarisme dalam: Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi ke-
15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. p. 1913-20
11. Syahbuddin S. Gangguan pertumbuhan dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke
3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1998. p.811-4
12. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2009

13

Anda mungkin juga menyukai