Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stomatitis aftosa rekuren (SAR) atau lebih dikenal sariawan merupakan
penyakit pada mukosa mulut yang sering terjadi, ditandai dengan ulser
berulang berbentuk bulat atau oval, dikelilingi eritema halo, terjadi terutama
pada jaringan lunak mulut yang tidak berkeratin. 1,2 SAR biasanya timbul pada
mukosa labial, mukosa bukal, lateral lidah, atau dasar mulut, bertahan untuk
beberapa hari atau minggu, dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. 1,3 SAR
diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu SAR tipe minor, mayor, dan
herpetiform.2
SAR umumnya dijumpai antara 11% sampai dengan 20% dari populasi
penduduk atau satu dari lima penduduk pernah menderita SAR.3 Prevalensi
SAR pada populasi dunia bervariasi antara 5% sampai 66%.4 Di Amerika
Serikat insiden tertinggi 60% pada mahasiswi perawat perempuan, mahasiswa
kedokteran laki-laki 56% dan 55% pada mahasiswa profesional.1
Sampai saat ini etiologi SAR belum diketahui secara pasti.2,3 Meskipun
demikian telah banyak teori menyatakan terdapat beberapa faktor pencetus
yang diduga memegang peranan penting antara lain faktor herediter, trauma,
psikologis, defisiensi nutrisi, imunologi, alergi, dan gangguan hormonal.3
Pada dasarnya penyakit ini merupakan penyakit yang relatif ringan
karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular, tetapi
keberadaannya di rongga mulut mempunyai masalah tersendiri bagi penderita
yaitu rasa nyeri dan berlangsung selama beberapa hari. Hal ini sangat
mengganggu fungsi normal dari mulut seperti gangguan mengunyah, menelan,
berbicara, bahkan kelainan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi tubuh
bila terjadi dengan frekuensi kejadian yang sering.1,3 Masa penyembuhan SAR
2

yang relatif lama, berkisar antara 7 hari bahkan sampai berminggu dan juga
sifat penyakit ini yang sering kambuh membuat penderita menjadi kurang
nyaman sehingga mereka mencari pengobatan.3
Perawatan SAR merupakan tantangan dikarenakan belum ada etiologi
definitif yang diketahui, sehingga perawatan yang diberikan bersifat
simtomatik.3 Obat yang umumnya diberikan adalah kortikosteroid topikal
(triamsinolone asetonide) yang bertujuan untuk mempercepat waktu
penyembuhan.3 Pada kasus yang lebih berat digunakan kortikosteroid
sistemik.3
Dalam era globalisasi sekarang banyak pengobatan kembali ke alam
(back to nature) dan juga adanya perkembangan teknologi dibidang kedokteran
gigi membuat beberapa bahan alam juga dapat digunakan untuk pengobatan
SAR. Salah satunya yaitu tanaman kamboja (Plumeria acuminata ait).3,5,6
Tanaman kamboja merupakan tanaman yang mempunyai banyak
khasiat antara lain daun, buah dan kulitnya sebagai anti inflamasi, pencahar,
dan anti gatal.6,7 Masyarakat Indonesia telah lama menggunakannya sebagai
obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit, tetapi belum
banyak diteliti.6
Widiantara (2014) telah melakukan penelitian efektivitas ekstrak daun
kamboja (Plumeria acuminata ait) terhadap peyembuhan SAR. Pada penelitian
tersebut, penderita SAR diinstruksikan mengoleskan ekstrak daun kamboja
(Plumeria acuminata ait) konsentrasi 20% pada ulser SAR. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak daun kamboja efektif dalam menyembuhkan ulser
SAR.8
Penelitian dengan pemberian salep ekstrak etanol konsentrasi 10% daun
kamboja (Plumeria acuminata ait) yang dilakukan oleh Hapsariani (2014)
dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas daun kamboja terhadap
penyembuhan luka pada gingiva tikus Sprague dawley. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa salep ekstrak 10% daun kamboja efektif dalam
3

menyembuhkan luka pada gingiva tikus selama 7 hari. Peneliti ini juga
melaporkan bahwa salep ekstrak etanol daun kamboja secara keseluruhan
memiliki efek terhadap penyembuhan luka pada gingiva tikus, efek
penyembuhan luka tersebut disebabkan karena daun kamboja mengandung
flavonoid, saponin, dan alkaloid yang dapat berfungsi sebagai anti inflamasi,
anti bakteri alami yang mampu mempercepat proses penyembuhan luka.9
Penelitian penggunaan ekstrak daun kamboja (Plumeria acuminata ait)
sudah pernah dilakukan oleh Widiantara (2014) dalam penyembuhan stomatitis
aftosa rekuren (SAR) dan hasilnya terbukti efektif menyembuhkan SAR.
Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan mengetahui efektivitas
penyembuhan SAR yang dilihat berdasarkan pengurangan ukuran ulser.8
Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian tentang
efektivitas ekstrak daun kamboja (Plumeria acuminata ait) terhadap
penyembuhan SAR tipe minor yang dilihat berdasarkan pengurangan eritema
halo, pengurangan ukuran ulser, dan pengurangan rasa sakit.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka timbul permasalahan umum:
1. Adakah efek pemberian ekstrak daun kamboja terhadap
penyembuhan stomatitis aftosa rekuren (SAR) minor.
Berdasarkan latar belakang, maka timbul permasalahan khusus:
1. Adakah efek pemberian ekstrak daun kamboja terhadap
pengurangan eritema halo pada stomatitis aftosa rekuren (SAR) minor.
2. Adakah efek pemberian ekstrak daun kamboja terhadap
pengurangan ukuran pada stomatitis aftosa rekuren (SAR) minor.
3. Adakah efek pemberian ekstrak daun kamboja terhadap
pengurangan rasa sakit pada stomatitis aftosa rekuren (SAR) minor.
4

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan umum penelitian ini dilakukan adalah :
1. Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun kamboja terhadap
penyembuhan stomatitis aftosa rekuren (SAR) minor.
Tujuan khusus penelitian ini dilakukan adalah :
1. Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun kamboja terhadap
pengurangan eritema halo pada stomatitis aftosa rekuren (SAR) minor.
2. Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun kamboja terhadap
pengurangan ukuran pada stomatitis aftosa rekuren (SAR) minor.
3. Untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun kamboja terhadap
pengurangan rasa sakit pada stomatitis aftosa rekuren (SAR) minor.

1.4 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis dari penelitian ini
adalah:
1. Ada efek ekstrak daun kamboja terhadap penyembuhan stomatitis
aftosa rekuren (SAR) minor.
2. Ada efek ekstrak daun kamboja terhadap pengurangan eritema halo
stomatitis aftosa rekuren (SAR) minor.
3. Ada efek ekstrak daun kamboja terhadap pengurangan ukuran
stomatitis aftosa rekuren minor.
4. Ada efek ekstrak daun kamboja terhadap pengurangan rasa sakit
stomatitis aftosa rekuren minor.

1.5 Manfaat penelitian


Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah:
1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan atau kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya di bidang
5

ilmu penyakit mulut dalam hal perawatan SAR minor menggunakan ekstrak
daun kamboja.
2. Diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian lanjutan
sehingga ekstrak daun kamboja dapat digunakan sebagai alternatif
penyembuhan stomatitis aftosa rekuren minor.
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah:
1. Bagi tenaga medis dan penderita stomatitis aftosa rekuren,
pengolesan ekstrak daun kamboja menjadi pilihan penyembuhan stomatitis
aftosa rekuren minor.
6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren


2.1.1 Pengertian
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah kondisi nyeri pada mukosa di
rongga mulut yang biasa dinamakan ulser. Kondisi nyeri ini berulang dan dapat
terjadi pada anak-anak dan remaja.10 Ulser SAR ini mempunyai ciri peradangan
dengan tanda khas berupa adanya ulser bulat atau oval yang berulang, terjadi
pada mukosa mulut tanpa adanya tanda-tanda penyakit lain.3

2.1.2 Etiologi
Sampai saat ini etiologi SAR masih belum diketahui secara pasti. SAR
terjadi bukan disebabkan oleh satu faktor tetapi berbagai faktor. Beberapa
faktor yang berperan sebagai penyebabnya antara lain:3,10,11
1. Trauma
Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat bicara atau saat mengunyah,
kebiasaan buruk (bruksism), akibat perawatan gigi, makanan atau minuman
yang terlalu panas, suntikan anastesi lokal.10 Ketika kondisi daya tahan mukosa
rongga mulut sedang mengalami penurunan, misalnya sedang menstruasi,
maka dengan adanya trauma fisik atau iritasi kimia di mulut atau lidah akan
memicu terjadinya SAR. Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan
dengan berkembangnya SAR pada semua penderita tetapi trauma dapat
dipertimbangkan sebagai faktor pendukung .10,12,13 Wray dalam Junhar, dkk
(2015) menyatakan bahwa cedera mekanik dapat membantu dalam
mengidentifikasi dan mempelajari pasien rentan terhadap stomatitis aftosa
rekuren.13

2. Defisiensi Nutrisi
7

Pasien yang mengalami defisiensi nutrisi ada hubungannya dengan


terjadinya stomatitis aftosa rekuren. Sebagian penderita SAR diperkirakan
mengalami defisiensi vitamin B12.14 Volkov (2005) menyatakan bahwa
terjadinya SAR bisa disebabkan karena kurangnya asupan nutrisi dari produk
hewani seperti daging yang menyebabkan rendahnya kadar serum vitamin B 12,
tetapi hal ini masih diragukan karena mekanisme terjadinya SAR dengan
defisiensi vitamin B12 masih belum jelas, para ahli memperkirakan bahwa ada
hubungannya dengan adanya penekanan imunitas seluler (cell- mediated
immunity) pada sel mukosa.15
3. Psikologis
Beberapa laporan menunjukkan hubungan antara masa eksaserbasi
ulserasi dengan waktu stres.10 Stres psikologis memicu peningkatan kadar
kortisol, dimana kortisol berperan menjaga kekebalan tubuh dan proses
antiinflamasi dalam tubuh sehingga apabila meningkatnya kadar kortisol akan
mengganggu fungsi normal dari sistem kekebalan tubuh yang dapat memicu
terjadinya SAR. Berdasarkan penelitian, kadar kortisol meningkat seiring
dengan meningkatnya stres yang diukur dengan STAI (State Trait Anxiety
Inventory). Faktor psikologis seperti emosi dan stres merupakan faktor
penyebab terjadinya SAR, contohnya stres saat ujian di sekolah atau
perkuliahan.10,12,16,17
4. Hormonal
Pada beberapa wanita, SAR dihubungkan dengan fase luteal pada siklus
menstruasi, tetapi tidak ada bukti kuat bahwa perawatan hormonal dapat
menyembuhkannya.17 Penelitian Sumintarti, Marlina (2012) menunjukkan
bahwa kadar estradiol yang normal, serta kadar progesteron yang kurang dari
normal berpengaruh terhadap terjadinya ulkus pada penderita SAR saat
mengalami menstruasi.18

5. Imunologi
8

SAR cenderung dikaitkan dengan proses autoimun. Abnormalitas imun


kemungkinan juga dapat menyebabkan ulser. Sirkulasi antibodi diduga
berhubungan dengan keadaan mukosa dari rongga mulut. Antibodi tersebut
bergantung pada mekanisme sitotoksik atau proses penetralisir racun atau
benda asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga jika sistem imun mengalami
abnormalitas, maka dengan mudah bakteri ataupun virus menginfeksi jaringan
lunak disekitar mulut.17
6. Herediter
Faktor herediter berpengaruh terhadap terjadinya SAR. Literatur
menyatakan bahwa orangtua yang memiliki riwayat SAR 90% akan dialami
juga oleh anak-anaknya.11 Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita
SAR sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa riwayat
keluarga SAR12,19
7. Alergi
Alergi adalah perubahan respon imun tubuh terhadap bahan yang ada
dalam lingkungan hidup sehari-hari. Literatur menyatakan alergi terjadi oleh
karena beberapa bahan pokok yang sensitif berkontak dengan mukosa rongga
mulut misalnya alergi terhadap ikan yang menyebabkan sensasi rasa gatal, rasa
panas, mukosa akan meradang dan edematous, dapat juga berbentuk vesikel
kecil tetapi sifatnya sementara yang akan pecah membentuk luka atau lesi.
Luka atau lesi ini yang diduga berakhir menjadi SAR pada rongga mulut,
namun belum ditemukan literatur yang menyebutkan bahwa ikan dapat
memicu terjadinya SAR.12,19,20

2.1.3 Klasifikasi dan Gambaran Klinis


SAR dibagi menjadi tiga tipe yaitu tipe minor, mayor dan
herpetiformis.12,21,22

1. SAR Tipe Minor


9

SAR minor (Miculiz aphthae) atau ulser ringan adalah ulser yang paling
sering terjadi pada populasi dengan prevalensi 80%. SAR minor
dikarakteristikkan dengan ulser yang kecil, dangkal, bulat atau oval dengan
diameter kurang dari 1 cm yang dikelilingi oleh eritema halo.10,12,21,22 Ulser ini
terjadi pada permukaan mukosa yang tidak berkeratin seperti mukosa labial,
mukosa bukal, lateral lidah, bukal, dan dasar mulut.10,12 Jumlahnya dapat
tunggal atau multipel dan berulang 1-4 bulan, sembuh dalam 10-14 hari tanpa
meninggalkan jaringan parut.21-23

Gambar 1. Stomatitis aftosa rekuren tipe minor.24

2. SAR Tipe Mayor


SAR mayor dikenal sebagai (periadenitis mucosa necrotica recurrents
atau Sutton’s ulcers).10,12 Terjadi sekitar 10-15% pasien dengan ukuran melebihi
1 cm.12 Ciri khasnya berupa ulser berbentuk kawah, lebih besar, lebih dalam,
dan lebih sakit dari pada SAR tipe minor. Biasanya terdapat pada permukaan
bibir, palatum lunak, dan pangkal tenggorokan. 21 Ulser ini bertahan sampai 6
minggu dengan meninggalkan jaringan parut.21,23
10

Gambar 2. Stomatitis ftosa rekuren tipe mayor.24

3. SAR Tipe Herpetiformis


Stomatitis aftosa rekuren tipe herpetiformis paling sedikit dijumpai
pada populasi yaitu dengan prevalensi 5-10%.10,12 Jumlah ulsernya terdiri dari 5
sampai 100 ulser dengan diameter antara 2-3 mm berbentuk kecil, tidak
beraturan, bulat dan menimbulkan nyeri yang sangat sakit. 10 Lesi ini dapat
terjadi pada kedua mukosa berkeratin dan non-keratin.12 Beberapa pasien
mengalami pola kontinu atau sering kambuh dan memiliki waktu
penyembuhan 10-14 hari tanpa meninggalkan jaringan parut.10,12,21

Gambar 3. Stomatitis aftosa rekuren tipe herpetiformis.24

2.1.4 Diagnosis
11

Untuk menegakkan diagnosa dilakukan dengan cara anamnesis dan


pemeriksaan klinis. Pada anamnesis dilakukan dengan memberikan pertanyaan
seperti identitas pasien termasuk nama, umur, riwayat kesehatan menyeluruh,
lokasi keluhan, lama terjadinya keluhan, dan frekuensi keluhan. 10,11 Setelah
anamnesis dilakukan, perlu dilakukan pemeriksaan klinis untuk melihat
keadaan rongga mulut pasien apakah sesuai dengan tanda-tanda stomatitis
aftosa rekuren atau tidak.21 Umumnya ciri khas SAR yang dialami pasien yaitu
berbentuk bulat atau oval, berbatas jelas, dasar abu-abu kekuningan dan sering
terjadi berulang.10,11 Pada pasien yang ada kaitannya dengan penyakit sistemik,
maka diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah lengkap
seperti feritinin, asam folat, dan vitamin B12.15,17,21

2.1.5 Pengobatan
Tidak ada penatalaksanaan spesifik terhadap SAR.10 Perawatannya
hanya berupa perawatan simtomatik.10 Perawatan SAR bertujuan untuk
menghilangkan nyeri, mempercepat penyembuhan, dan mencegah infeksi
sekunder.21 Untuk mencapai tujuan tersebut, maka berbagai macam obat baik
yang berbahan kimia maupun alami telah digunakan dalam perawatan SAR.
Perawatan SAR ditentukan dari tingkat keparahan rasa sakit, ukuran dan
frekuensi ulser.21
Obat yang dapat digunakan untuk perawatan SAR antara lain obat lokal
dan obat sistemik.21 Obat yang paling sering digunakan oleh dokter gigi untuk
perawatan SAR adalah golongan kortikosteroid yaitu triamcinolone acetonide
dengan sediaan topikal.21 Obat-obatan topikal dapat membentuk lapisan
pelindung di atas ulkus yang mampu mengurangi inflamasi, memberikan
kenyamanan terhadap penderita sehingga memudahkan penderita memenuhi
pasokan nutrisi yang berguna untuk mempercepat proses penyembuhan. 17 Rasa
sakit pada SAR tipe minor dapat diatasi dengan pemberian agen anastesi
topikal. Anastesi dalam bentuk sediaan gel atau spray secara topikal
12

melindungi ulser dari gesekan dalam rongga mulut pada saat berfungsi serta
agar tidak berkontak langsung dengan makanan yang asam ataupun pedas.18
Pemakaian kortikosteroid secara sistemik seperti prednison dan
betametason selama 4-8 hari sangat membantu penyembuhan ulser SAR tipe
mayor dan herpetiform.18 Obat kumur 0,2% klorheksidin dapat juga digunakan,
berguna untuk menyembuhkan ulser pada bagian rongga mulut paling belakang
yang tidak terlihat, dengan penggunaan obat kumur dapat mengenai seluruh
ulser SAR yang ada di rongga mulut. Triklosan sediaan gel atau obat kumur
dan diklofenak dengan asam hialuronat sediaan topikal memberikan efek
antiinflamasi, antiseptik, dan analgesik. Amlexanox 5% memberikan efek
antiinflamasi, dan antialergi yang terbukti efektif mempercepat penyembuhan
ulser dan mengurangi rasa sakit, eritema, dan ukuran ulser.18,21
Selain menggunakan obat berbahan kimia, SAR juga dapat diobati
dengan menggunakan obat tradisional seperti madu dan ekstrak daun zaitun.
Bukti ilmiah menyatakan bahwa madu mempunyai sifat antimikroba. Selain
itu, madu merupakan akselerator yang baik dalam penyembuhan luka. Madu
memiliki aktivitas antiinflamasi dan antioksidan sehingga dapat digunakan
sebagai bahan alami dalam proses penyembuhan SAR.25
Ekstrak daun zaitun mengandung senyawa fenolik yang memiliki sifat
anti oksidan, anti virus, dan anti mikroba. Penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa ekstrak daun zaitun mampu mengurangi rasa sakit dan
mengurangi ukuran ulser pada stomatitis aftosa rekuren (SAR).26
Obat tradisional SAR lainnya adalah ekstrak daun kamboja. Daun
kamboja juga mengandung senyawa flavonoid, saponin, dan tannin yang juga
mampu dalam menyembuhkan SAR.7

2.2 Inflamasi
Radang atau inflamasi adalah respon dari suatu organisme terhadap
patogen berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang
13

mengalami cedera, seperti karena terbakar atau terinfeksi.27 Inflamasi


distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan
prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan sebagai mediator radang
di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar dari penyebaran
infeksi.27,28
Gejala dan tanda peradangan yang muncul sebagai berikut:28
1. Rubor (kemerahan) terjadi karena banyak darah mengalir ke dalam
mikrosomal lokal pada tempat peradangan.
2. Kalor (panas) dikarenakan lebih banyak darah yang disalurkan pada
tempat peradangan dari pada yang disalurkan ke daerah normal.
3. Dolor (nyeri) dikarenakan pembengkakan jaringan mengakibatkan
peningkatan tekanan lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan
zat kimia bioaktif lainnya.
4. Tumor (pembengkakan) pengeluaran cairan-cairan ke jaringan
interstisial.
5. Functio laesa (perubahan fungsi) adalah terganggunya fungsi organ
tubuh.
Mekanisme terjadinya inflamasi yaitu:28
1. Diawali oleh stimulasi yang diakibatkan trauma atau patogen yang
akan menyebabkan terjadinya reaksi fase akut.
2. Trombosit adhesi, vasokonstriksi pembuluh eferen.
3. Dilatasi vaskular diinduksi aferen (vasodilatasi menyebabkann
peningkatan aliran darah yang ditandai dengan kemerahan dan panas lokal
untuk terinfeksi.
4. Aktivasi sistem komplemen, sistem pembekuan darah, sistem
fibrinolitik, dan sistem kinin.
5. Leukocyte adhesion cascade celah endotel meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah dan memungkinkan ekstravasasi protein serum
(eksudat) dan leukosit dengan jaringan yang mengalami pembengkakan.
14

6. Fagositosis dari bahan asing dengan pembentukan nanah.


Radang mempunyai tiga peranan penting dalam melawan infeksi,
yaitu:28
1. Penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk
mengaktifkan makrofag.
2. Menyediakan hambatan untuk mencegah penyebaran infeksi.
3. Mencetuskan proses perbaikan pada jaringan yang rusak.

2.3 Daun Kamboja (Plumeria acuminata ait)


2.3.1 Pengertian
Tanaman kamboja mempunyai sebutan lain yaitu nama ilmiah:
Plumeria acuminata ait, nama daerah: samboja, semboja, kamboja (Jawa);
kamoja, samoja (Sunda); cempaka bakul, campaka sabakul (Madura); bunga
jera, bunga jene mawara (Makasar); dan bunga kabmoyang (Timor) dan nama
asing: Temple tree/ flower (Inggris), ji dan hua (Cina).29,30
Kamboja merupakan salah satu jenis bunga yang banyak ditanam di
Indonesia, khususnya pulau Jawa dan Bali. Bunga kamboja adalah bunga yang
berbau khas, sangat harum dan cukup awet. Sering digunakan pada acara-acara
adat dan juga keagamaan.31

2.3.2 Morfologi
Tanaman kamboja mempunyai pohon dengan tinggi batang 3-7 meter,
memiliki batang yang halus dan mengkilat, dan mengandung getah.7 Tumbuh
di daerah dataran rendah 1-700 m di atas permukaan laut.7 Daunnya
berkelompok rapat pada ujung ranting, bertangkai panjang, memanjang
berbentuk lanset, panjang daun 20-40 cm dan lebar 6-12,5 cm, ujung
meruncing, pangkal menyempit, tulang daun menyirip. 7 Bunganya berkumpul
diujung ranting, kelopak kecil, mahkota berbentuk corong, sisi luar kemerahan
15

atau putih, sisi dalam agak kuning, putih atau merah, dan berbau harum.
Berbentuk tabung gepeng memanjang, panjang 18-20 cm, lebar 1-2 cm.7

2.3.3 Klasifikasi
1. Plumeria acuminata ait
Plumeria acuminata ait banyak digunakan sebagai obat tradisional di
Meksiko, Amerika Tengah, Karibiam dan Amerika Selatan. Pohon dari
Plumeria acuminata ait ini berukuran 3-7 meter. Daun berkelompok rapat pada
ujung ranting, bertangkai panjang, memanjang berbentuk lanset. Sisi dalam
bunga berwarna kuning dan sisi luar berwarna putih.32 Para peneliti meneliti
konstitusi fitokimia dari Plumeria acuminata ait dan telah mendapatkan hasil
bahwa Plumeria acuminata ait ini memiliki senyawa fulvoplumierin,
plumericin dan tiga senyawa baru yaitu misoplumericin, β-
dihydroplumericindan β- asam dihydroplumericinic yang terdapat dari dari
akar Plumeria acuminata ait.32

Gambar 4.
Plumeria acuminata ait.32

2. Plumeria rubra
Plumeria rubra tumbuh di semak dan menyebar dengan ukuran 2-8
meter. Daunnya berwarna hijau besar, banyak dan sangat menonjol.32 Plumeria
16

rubra ini sangat harum dan memiliki lima kelopak. Warna dari bunga ini
berkisar dari merah muda ke putih dengan sedikit kekuningan di tengah
bunga.32

Gambar 5. Plumeria rubra.32


3. Plumeria alba
Plumeria alba biasa disebut Champa Putih, pohonnya tumbuh di
semak, kadang-kadang tumbuh di kebun.32 Berasal dari Amerika dan
mempunyai ukuran pohon 4,5 meter.32 Tanaman ini banyak ditanam untuk
hiasan. Daunnya panjang dengan lebar yang sempit seperti tali.32

Gambar 6. Plumeria alba.32


4. Plumeria obtusa
17

Plumeria obtusa adalah asli tanaman Bahama dan Antillen di Amerika


Tengah.32 Plumeria obtusa dapat tumbuh baik di semak.32 Memiliki
karakteristik daun berbentuk persegi panjang dan ujung daun yang tumpul
(bulat) dibandingkan plumeria yang lainnya.32 Memiliki dedaunan yang gelap,
kasar, cenderung mengkilap, dan ujung dari bunga-bunga pada spesies ini
memiliki cabang yang tebal dan panjang.32 Minyak dari Plumeria obtusa kaya
benzil salisilat (45,4%) dan benzil benzoat (17,2%).30

Gambar 7. Plumeria obtusa.32

2.3.4 Aktivitas Farmakologis Daun Kamboja


1. Anti Inflamasi
Daun kamboja (Plumeria acuminata ait) memiliki kandungan flavonoid
sebagai anti inflamasi yang mempengaruhi produksi sel-sel inflamasi dalam
fase penyembuhan luka, yaitu pada fase inflamasi dan proliferasi. 33 Pada uji
model hewan percobaan, aktivitas anti-inflamasi pada ekstrak daun ini
maksimal pada dosis 500 mg.7,32
Beberapa tanaman dilakukan uji aktivitas inflamasi yaitu Artocarpus
Integra, Blumea balsamifera, Costus spedosus, Dioscorea hispida, Lantana
aculeata, Lagerstroemla hudoni, Melaleuca leucadendron, Nothopanax
scutelaria, Plumeria acuminata dan Sesbania grandijlora. Sembilan ekstrak
18

tersebut yang menunjukkan aktivitas anti inflamasi terbaik ditunjukkan oleh


ekstrak Plumeria acuminata ait.34
Daun kamboja dapat digunakan oleh masyarakat untuk obat tradisional
yaitu untuk pengobatan bisul, disentri, ulser atau panas dalam, tertusuk duri,
tulang ikan, atau terkena pecahan beling, lesi kulit gatal, dan iritasi pada
gusi.7,29,30,32
2. Anti Oksidan dan Radikal Bebas
Penyakit yang disebabkan oleh reaksi radikal bebas adalah
aterosklerosis, penuaan, penyakit jantung iskemik, peradangan, diabetes,
imunosupresi dan penyakit neuro degeneratif.7 Untuk pengobatan penyakit
akibat reaksi radikal bebas dapat menggunakan obat tradisional ekstrak daun
kamboja, dimana telah dilakukan uji MEPA, yaitu ekstrak daun Plumeria
acuminata ait memiliki sifat radikal bebas dan anti oksidan yang kuat pada
konsentrasi 125 μg/ml yang diuji melalui penelitian in vitro.32
3. Anti piretik dan Anti nosiseptif
Hasil penelitian Methanolic Extract of Plumeria Acuminata (MEPA),
menunjukkan anti piretik dan anti nosiseptif yang terkandung dalam ekstrak
Plumeria acuminata sama dengan efek parasetamol dosis 100 mg/kg bb.7,32
Pada penelitian ini ekstrak daun kamboja (Plumeria acuminata) dapat
menghilangkan rasa sakit pada hewan percobaan yang diinduksi hipertermia.7,32
4. Anti Mikrobial
Penelitian Gunawan dalam Widodo, dkk (2010), menyatakan Plumeria
acuminata ait mampu menyembuhkan luka pada punggung kelinci yang sudah
diinfeksi dengan Staphilococcus aureus.35 Rolliana dalam Widodo, dkk (2010)
juga mengatakan, bahwa senyawa flavonoid yang terdapat dalam daun
kamboja berfungsi sebagai penghambat pembelahan sel bakteri melalui jalur
transduksi dari membran ke inti sel bakteri.35 Selain flavonoid, beberapa
senyawa yang terkandung dalam daun kamboja yang bersifat bakteristatik
adalah alkaloid, terpenoid, dan glikosid.35 Dikehidupan sehari-hari, daun
19

kamboja ini dapat dimanfaatkan untuk pengobatan gigi berlubang dan kencing
nanah.7,29,30,32
5. Anti Toksik
Toksisitas kronis ekstrak etanol Plumeria acuminata ait diteliti pada
tikus dengan dosis 100 dan 250 mg, secara signifikan tidak mempengaruhi
hematologi, hati dan fungsi ginjal. Efek non-toksisitas terlihat dari uji MEPA
yaitu tidak ada perubahan berat badan, berat organ, dan perilaku umum.32
6. Aktivitas Larvasida
Selain flavonoid, beberapa senyawa yang terkandung dalam daun
kamboja antara lain adalah alkaloid, terpenoid, dan glikosid. Cara kerja
senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning
atau racun perut.36 Oleh karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk ke dalam
tubuh larva, alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu, senyawa ini
menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan
larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali
makanannya. Akibatnya, larva mati kelaparan.36

2.4 Mekanisme Penyembuhan SAR dengan Daun Kamboja


Stomatitis aftosa rekuren tergolong ke dalam respon inflamasi (radang)
akut.37 Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera untuk
mengirimkan leukosit ke daerah cedera.37,38 Dan leukosit membersihkan
berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran
jaringan nekrotik.37,38
Respon imun yang diperantarai sel, tumor necrosis factor α (TNF- α)
berperan besar sebagai patogenesis terjadinya SAR.10 Respon imun manusia
diatur oleh jaringan yang sangat kompleks dari elemen kontrol dan yang paling
dominan dari komponen-komponen regulasi ini adalah sitokin anti-inflamasi
dan inhibitor sitokin spesifik.10
20

Penyembuhan SAR terjadi oleh regenerasi epitel yang melibatkan cell


mediated responses, sel T, produksi TNF-α, serta leukosit lain. 10 TNF-α
menginduksi peradangan karena perannya terhadap adhesi sel endotel dan
kemotaksis neutrofil.10 Maka SAR dapat dicegah dengan obat-obatan yang
mencegah sintesis TNF-α.10
Pada ekstrak daun kamboja (Plumeria acuminata ait) kandungan yang
sudah teridentifikasi yaitu mengandung senyawa flavonoid, saponin, steroid,
fenol, tannin, dan glikosida.32 Dari kandungan tersebut senyawa yang dapat
menyembuhkan stomatitis aftosa rekuren (SAR) minor adalah saponin, tannin,
dan flavonoid.8,32 Penelitian Sabir dalam Shinde, dkk (2014) menyatakan secara
in vivo maupun in vitro menunjukkan bahwa flavonoid memiliki aktivitas
biologis maupun farmakologis, antara lain bersifat antibakteri, antiinflamasi,
antialergi, antikarsinogen, antioksidan, dan melindungi pembuluh darah.32
Karakteristik flavonoid yang terkandung dalam ekstrak etanol daun Plumeria
accuminata ait inilah yang berpotensi sebagai senyawa anti bakterial alami
yang mampu mempercepat proses penyembuhan SAR.9,32
Proses penyembuhan merupakan proses dinamis yang meliputi fase
inflamasi, fase proliferasi, dan fase maturasi.9 Penyembuhan ulser melibatkan
banyak unsur sel, sel utama yang terlibat adalah fibroblas. 9 Sel fibroblast
merupakan elemen selular yang banyak ditemukan pada jaringan ikat yang
berproliferasi, aktif mensintesis komponen matriks pada proses penyembuhan
ulser, serta perbaikan jaringan yang rusak.9

2.5 Kerangka Teori

Stomatitis Afftosa Rekuren (SAR)


21

SAR minor SAR mayor SAR


herpetiformis

Etiologi SAR: Perawatan

- Trauma
- Hormonal
- Imunologi Tradisional
Kimia
- Psikologis
- Nutrisi
- Alergi Kortiko Tetra Plumeria
- Herediter steroid siklin acuminata ait

Anti inflamasi
Anti Anti
inflamasi mikroba Anti mikroba

- Mempercepat penyembuhan ulser


- Menghilangkan eritema halo
- Mengurangi rasa sakit
- Mencegah infeksi sekunder

2.6 Kerangka Konsep

Variabel Terikat
Variabel Bebas
Penyembuhan SAR minor:
Gel ekstrak daun
- Eritema halo
kamboja
- Ukuran ulser
- Rasa sakit
22

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
23

3.1 Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan
rancangan one group pretest postest. Rancangan ini tidak memiliki kelompok
pembanding (kontrol), tetapi dilakukan observasi pertama (pretest) yang
memungkinkan menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya
eksperimen.39 Kelompok posttest adalah kelompok yang sama yang telah
diberikan perlakuan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Pembuatan gel ekstrak daun kamboja
Pembuatan gel ekstrak daun kamboja dilakukan di Laboratorium Obat
Tradisional Farmasi Universitas Sumatera Utara. Laboratorium ini menjadi
pilihan untuk penelitian karena merupakan salah satu laboratorium yang sering
membut ekstrak tanaman tradisional.
2. Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan
Universitas Sumatera Utara (RSGMP USU) Instalasi Ilmu Penyakit Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Rumah sakit ini
menjadi pilihan untuk penelitian karena merupakan rumah sakit khusus gigi
dan mulut berpusat di Medan dan banyak menangani kasus penyakit mulut,
dalam hal ini salah satunya adalah kasus SAR tipe minor. Waktu penelitian
dilaksanakan bulan Februari sampai Maret 2016.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh pengunjung RSGM USU yang
menderita SAR.
24

3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah pengunjung RSGM USU yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan rumus
Federer (1963), secara sederhana dapat dirumuskan:40
(n-1) (r-1) ≥ 15
Keterangan:
r: jumlah perlakuan
n: jumlah sampel dalam setiap kelompok
Perhitungan banyak sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah:
(n-1) (r-1) ≥ 15
(n-1) (2-1) ≥ 15
(n-1) ≥ 15
n = 16
Berdasarkan hasil pengukuran di atas, maka besar sampel minimum
yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 16 orang. Teknik pengambilan
sampel dengan cara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang
didasarkan pada suatu ketentuan atau pertimbangan tertentu yang dibuat oleh
peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya.39 Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.

3.3.2.1 Kriteria Inklusi


1. Pasien SAR tipe minor yang berkunjung ke RSGM USU.
2. Pasien bersedia mengikuti prosedur penelitian.
3. Pasien yang tidak menderita penyakit sistemik.
25

4. Pasien yang tidak mengonsumsi obat-obatan.

3.3.2.2 Kriteria Eksklusi


1. Pasien yang telah memberikan pengobatan terhadap SAR yang
diderita.
2. Pasien yang merokok.
3. Alergi terhadap obat yang diteliti.

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


3.4.1 Variabel Penelitian
1. Variabel Terikat : Penyembuhan SAR tipe minor
a) Eritema halo
b) Ukuran SAR
c) Rasa sakit
2. Variabel Bebas : Gel ekstrak daun kamboja
3. Variabel tidak terkendali : a) Umur
b) Jenis kelamin

3.4.2 Definisi Operasional


1. SAR tipe minor
Stomatitis aftosa rekuren tipe minor adalah ulser kecil berbentuk bulat
atau oval ditutupi lapisan pseudomembran berwarna putih keabuan atau
kekuningan dan dikelilingi eritema halo yang muncul berulang dengan
diameter kurang dari 1 cm, biasanya terjadi pada mukosa bukal, labial, dasar
mulut atau lateral lidah,10,12 yang diketahui melalui pemeriksaan intraoral
menggunakan alat diagnostik yaitu kaca mulut dengan skala ukur kategorik.
- Penyembuhan SAR tipe minor
Penyembuhan SAR tipe minor dilihat dengan parameter yaitu eritema
halo, ukuran ulser, dan rasa sakit.
26

- Eritema halo
Penyembuhan SAR tipe minor dilihat dari ada atau tidaknya eritema
halo yaitu batas pinggiran SAR yang berwarna merah, disebabkan oleh
pelebaran pembuluh darah kapiler yang bersifat reversibel dengan
menggunakan kaca mulut pada hari kunjungan pertama atau baseline, kontrol
hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga setelah diberikan
perawatan dengan skala ukur kategorik.
- Ukuran Ulser
Penyembuhan SAR tipe minor dilihat dari pengurangan ukuran ulser
yang diukur dalam satuan millimeter pada hari kunjungan pertama atau
baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga
setelah dilakukan perawatan. Ulser diukur dengan jangka dan penggaris
dengan skala ukur numerik.
- Rasa sakit
Penyembuhan SAR tipe minor dilihat dari pengurangan skala rasa sakit
yang diukur pada hari kunjungan pertama atau baseline, kontrol hari pertama,
kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga setelah dilakukan perawatan. Rasa
sakit diukur dengan menggunakan Skala Deskriptif Verbal (Verbal Descriptor
Scale/VDS).41 Skala ini terdiri dari:41
Skor 1 = tidak ada rasa sakit
Skor 2 = sakit ringan
Skor 3 = sakit sedang
Skor 4 = sakit berat
Skor 5 = sakit tidak tertahankan
Skor yang diberi sesuai dengan intensitas nyeri pada saat nyeri
dievaluasi. Peneliti menunjukkan skala tersebut pada pasien dan meminta
untuk menunjukkan intensitas nyeri terbaru yang pasien rasakan.
2. Ekstrak daun kamboja (Plumeria acuminata ait)
27

Daun kamboja adalah bahan herbal yang mengandung flavonoid yang


bersifat antiinflamasi, antimikrobial. Ekstrak daun kamboja diperoleh dengan
cara mengekstrak daun kamboja dengan menggunakan larutan etanol 70%.
Setelah itu ekstrak daun kamboja 30 gram dengan menggunakan alat
timbangan dibuat gel ekstrak daun kamboja konsentrasi 20% dengan skala
ukur kategorik.

3.5 Sarana Penelitian


3.5.1 Alat
3. Formulir pencatat berupa blanko rekam medik penelitian
4. Kaca mulut
5. Jangka
6. Penggaris
7. Gunting
8. Aluminium foil
9. Timbangan
10. Alat tulis
11. Mixer
12. Nierbeken
13. Perkolator
14. Infus set
15. Pot plastik
16. Kapas
17. Tissue
18. Erlemeyer
19. Gelas ukur
20. Corong
21. Rotavapor
22. Kertas saring
28

3.5.2 Bahan
1. Masker
2. Sarung tangan
3. Tissue
4. Daun kamboja
5. Etanol 70%
6. Aquades
7. Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
8. Papermint
9. Gliserin

3.6 Metode Penelitian


3.6.1 Prosedur Pembuatan Ekstrak Daun Kamboja
Pengambilan Simplisia
1. Daun kamboja diseleksi kemudian dicuci bersih dengan air mengalir
dan ditiriskan.
2. Daun kamboja yang telah dicuci ditimbang 2,5 kg dengan alat
penimbang dan dicatat berat basahnya.
3. Daun kamboja dikeringkan dengan menggunakan kertas alas
perkamen di dalam lemari pengering dengan suhu 400C sampai kering.
4. Daun kamboja yang sudah kering ditimbang kembali dan dihaluskan
dengan blender sampai menjadi serbuk, lalu diletakkan dalam wadah tertutup.

Pembuatan Ekstrak
1. Simplisia ditimbang sebanyak 250 gram, lalu ditambahkan etanol
70% sebanyak 4 liter untuk perendaman. Kemudian simplisia disimpan dalam
29

wadah tertutup dan didiamkan selama 1 jam pada suhu 25 0C sambil sekali
diaduk dengan menggunakan spatula.
2. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dengan
hati-hati sambil sesekali ditekan, di bawah perkolator diletakkan kapas yang
telah dibasahi etanol dan dilapisi kertas saring, kemudian dituangkan etanol
70% sampai hampir penuh.
3. Perkolator ditutup dengan aluminium foil serta dibiarkan selama
24 jam.
4. Kran perkolator menetes dengan percepatan 20 tetes/menit
(1ml/menit), perkolat ditampung dalam botol.
5. Etanol 70% ditambahkan secukupnya supaya massa daun kamboja
tidak kekeringan.
6. Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vaccum
rotavapor yang akan memekatkan ekstrak cair untuk mendapatkan ekstrak
kental, pada tekanan rendah dengan suhu tidak lebih dari 500C.
7. Setelah itu sisa air diuapkan dengan menggunakann waterbath
hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak dimasukkan dalam pot plastik dan
disimpan dalam kulkas.

3.6.2 Prosedur Pembuatan Gel Ekstrak Daun Kamboja


Formulasi Gel Daun Kamboja
Setiap 120 gram basic gel terdiri dari:
Formula dasar gel:
R/ CMC 7,5 gram
Aquades qs ad 120 gram
Cara pembuatan: Taburkan CMC pada air panas 7,5 gram. Kemudian
diamkan selama 30 menit. Masukkan dalam mortir, digerus hingga homogen.
Tambahkan sisa aquades dan digerus lagi hingga homogen.
Formulasi gel ekstrak daun kamboja:
30

R/ Ekstrak daun kamboja 30 gram


Basic gel qs ad 120 gram
Cara pembuatan: Masukkan ke dalam mortir ekstrak daun kamboja
sebanyak 30 gram. Encerkan dengan beberapa tetes etanol 70%. Kemudian
digerus dan ditambahkan sedikit demi sedikit basic gel sehingga terbentuk
massa yang homogen. Tambahkan beberapa tetes gliserin dan peppermint.

3.6.3 Prosedur Pengambilan Data


1. Pengumpulan data dilakukan di RSGM USU. Subjek diperiksa
terlebih dahulu. Subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diberikan
lembaran penjelasan dan ditanya kesediaannya berpartisipasi dalam penelitian,
apabila subjek bersedia, subjek diminta untuk menandatangani lembar
informed consent.
2. Data mengenai kondisi SAR diperoleh melalui pemeriksaan
subjektif berupa anamnesis dan pemeriksaan klinis. Peneliti melakukan
anamnesis untuk menanyakan tingkat rasa sakit, kemudian mencocokkannya
dengan skor yang sudah ditetapkan. (1-5, untuk 1 = tidak ada rasa sakit,
2 = sakit ringan, 3 = sakit sedang, 4 = sakit berat, dan 5 = sakit tidak
tertahankan).
3. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinis melihat lokasi, ukuran dan
ada tidaknya eritema halo sebelum melakukan pengobatan kemudian dicatat
data pada blanko rekam medik.
4. Subjek diberikan gel ekstrak daun kamboja dengan dosis 3 x sehari
selama 3 hari. Subjek diminta untuk berkumur dengan air minum sebelum
mengaplikasikan gel ekstrak daun kamboja.
5. Subjek diberitahu cara mengoleskan gel ekstrak daun kamboja yaitu
dengan mengoleskan selapis tipis menggunakan cotton bud dan diinstruksikan
waktu pengolesan gel ekstrak daun kamboja yaitu tiga kali dalam sehari yaitu
31

delapan jam sekali (setelah sarapan, setelah makan siang dan malam sebelum
tidur).
6. Subjek juga diinstruksikan untuk tidak makan dan minum selama 30
menit setelah pengaplikasian gel ekstrak daun kamboja untuk memaksimalkan
kerja daun kamboja pada SAR.
7. Pencatatan tanggal pemberian obat kepada subjek dilakukan pada
rekam medik penelitian.
8. Subjek diminta untuk hadir setiap hari selama 3 hari dan dilakukan
anamnesis kembali untuk melihat tingkat rasa sakit, pemeriksaan klinis untuk
melihat ada tidaknya pengurangan ukuran dan eritema halo.
9. Pencatatan hasil pengamatan kembali dilakukan pada rekam medik
penelitian.

3.7 Pengolahan Data dan Analisa Data


Data disajikan dalam bentuk tabel kemudian dilakukan pengolahan data
dengan menggunakan sistem manual dan komputerisasi. Analisis data statistik
pada penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis
univariat adalah analisis yang hanya mempunyai satu variabel penelitian dan
bertujuan untuk mendeskripsikan variabel tersebut. Analisis ini dilakukan
dengan sistem manual.
Variabel univariat pada penelitian ini adalah:
1. Distribusi dan frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin pada
pasien SAR tipe minor.
2. Distribusi dan frekuensi lokasi terjadinya ulser pada pasien SAR tipe
minor.
3. Distribusi dan frekuensi eritema halo pada saat pemeriksaan, kontrol
hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel
ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe minor.
32

4. Rata-rata ukuran ulser pada saat pemeriksaan, kontrol pertama,


kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak daun
kamboja pada pasien SAR tipe minor.
5. Distribusi dan Frekuensi skala rasa sakit pada saat baseline, kontrol
hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel
ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe minor.
6. Rata-rata skala rasa sakit pada pemeriksaan, kontrol pertama, kontrol
hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak daun
kamboja pada pasien SAR tipe minor.
Variabel bivariat pada penelitian ini adalah:
1. Analisis eritema halo SAR tipe minor pada saat pemeriksaan,
kontrol pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian
gel ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe minor menggunakan
Friedman Test, dan Wilcoxon Signed Test.
2. Analisis hasil pengukuran SAR tipe minor pada saat pemeriksaan,
kontrol pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan pemberian
gel ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe minor menggunakan
Friedman Test, dan Wilcoxon Signed Test.
3. Analisis hasil skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat
pemeriksaan, kontrol pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga
dengan pemberian gel ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe minor
menggunakan Friedman Test, dan Wilcoxon Signed Test.
Sebelum melakukan uji tersebut, diperlukan uji normalitas terlebih
dahulu untuk mengetahui apakah data tersebut terdistribusi normal atau tidak.
Analisis ini dilakukan dengan sistem komputerisasi.

3.8 Etika Penelitian


Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup:
1. Persetujuan Komisi Etik (Etichal Clearance)
33

Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada Komisi


Etik Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat
internasional maupun nasional.
2. Lembar Persetujuan (Informed Consent)
Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan
kepada responden kemudian menjelaskan terlebih dahulu tujuan penelitian,
tindakan yang akan dilakukan serta menjelaskan manfaat yang diperoleh dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitan. Bagi responden yang setuju,
diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent) agar
dapat berpartisipasi dalam peneltian.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti karena data yang ditampilkan dalam bentuk data kelompok bukan data
pribadi subjek.

BAB 4

HASIL PENELITIAN
34

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian


Subjek penelitian ini berjumlah 16 orang pasien SAR tipe minor yang
berkunjung ke RSGM USU. Subjek dalam penelitian ini melibatkan 5 pria
(31,25%) dan 11 wanita (68,75%) yang menderita SAR tipe minor (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi dan frekuensi sampel berdasarkan jenis kelamin pada


pasienSAR tipe minor

Jenis Kelamin F (Frekuensi) % (Persentase)

Pria 5 orang 31,25%

Wanita 11 orang 68,75%

Total 16 orang 100 %

Data penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa lokasi SAR tipe


minor paling sering ditemukan pada mukosa labial yaitu 14 orang (87,5%),
pada mukosa bukal 1 orang (6,25%), dan lateral lidah 1 (6,25%) (Tabel 2).

Tabel 2. Distribusi dan frekuensi lokasi terjadinya ulser pada pasien SAR tipe
minor

Lokasi Ulser F (Frekuensi) % (Persentase)

Mukosa Labial 14 87.5%

Mukosa Bukal 1 6.25%

Lateral Lidah 1 6,25%

Total 16 100

4.2 Pemeriksaan Klinis Subjek Penelitian


4.2.1 Eritema Halo
Data penelitian berdasarkan distribusi dan frekuensi terjadinya eritema
halo berdasarkan pemeriksaan awal (baseline) pada 16 pasien (100%) dijumpai
35

eritema halo dan 0 pasien (0%) tidak dijumpai eritema halo. Pada kontrol hari
pertama, 14 pasien (87,5%) dijumpai eritema halo dan 2 pasien (12,5%) tidak
dijumpai eritema halo. Pada kontrol hari kedua, terdapat 4 pasien (25%)
dijumpai eritema halo dan 12 pasien (75%) tidak dijumpai eritema halo. Pada
kontrol hari ketiga, 0 pasien (0%) dijumpai eritema halo dan 16 pasien (100%)
tidak dijumpai eritema halo (Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi dan frekuensi eritema halo pada saat baseline, kontrol hari
pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan
pemberian gel ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe minor

Ya Tidak
Eritema Halo Total
F % F %

Baseline 16 100 0 0 100

Kontrol Hari Pertama 14 87,5 2 12,5 100

Kontrol Hari Kedua 4 25 12 75 100

Kontrol Hari Ketiga 0 0 16 100 100

Analisis eritema halo dengan menggunakan uji Friedman Test didapat


nilai p=0,000 karena nilai p<0,05 artinya terdapat perbedaan yang signifikan
pada eritema halo SAR tipe minor pada saat baseline, kontrol hari pertama,
kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga setelah diberikan gel ekstrak daun
kamboja pada pasien SAR tipe minor selama tiga hari.
Dari hasil uji Wilcoxon Signed Test didapat nilai p=0,157 artinya
terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara eritema halo pada baseline dan
kontrol hari pertama, nilai p=0,002 artinya terdapat perbedaan yang signifikan
antara eritema halo pada kontrol hari pertama dan kontrol hari kedua, nilai
p=0,046 artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara eritema halo pada
kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga (Tabel 4).
36

Tabel 4. Analisis hasil eritema halo SAR tipe minor pada saat baseline,
kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga
dengan pemberian gel ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe
minor menggunakan Wilcoxon Signed Test

Eritema Halo Mean Rank Nilai P

Baseline 1,50 0,157


Kontrol 1
Kontrol 1 5,50 0,002*
Kontrol 2
Kontrol 2 2,50 0,046*
Kontrol 3
* = signifikan

4.2.2 Ukuran Ulser


Pada saat pemeriksaan (baseline) dijumpai ukuran ulser dengan nilai
Median ± Interquartile Range pada 16 pasien adalah 3,00 ± 1,5 mm. Setelah
diberikan gel ekstrak daun kamboja terjadi pengurangan ukuran ulser nilai
Median ± Interquartile Range pada kontrol hari pertama adalah 2.00 ± 1,17
mm, kontrol hari kedua 1,10 ± 1,38 mm, dan kontrol hari ketiga 0,25 ± 1,00
mm (Tabel 5).

Tabel 5. Median ± interquartile range ukuran ulser pada saat pemeriksaan,


kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga
dengan pemberian gel ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe
minor

Ukuran Ulser Median ± Interquartile Range


37

Baseline 3,00± 1,5


Kontrol Hari Pertama 2,00±1,17
Kontrol Hari Kedua 1,10±1,38
Kontrol Hari Ketiga 0,25±1,00

Analisis ukuran SAR tipe minor dengan menggunakan uji Friedman


Test didapat nilai p=0,000 karena nilai p<0,05 artinya terdapat perbedaan yang
signifikan pada ukuran SAR tipe minor pada saat baseline, kontrol hari
pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga setelah diberikan gel
ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe minor selama tiga hari.
Dari hasil uji Wilcoxon Signed Test didapat nilai p=0,000 pada semua
perlakuan artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara ukuran SAR pada
baseline dan kontrol hari pertama, kontrol hari pertama dan kontrol hari kedua,
dan kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga (Tabel 6).

Tabel 6. Analisis hasil pengukuran SAR tipe minor pada saat baseline, kontrol
hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan
pemberian gel ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe minor
menggunakan Wilcoxon Signed Test

Ukuran Ulser Mean Rank Nilai P

Baseline 8,50
Kontrol 1
Kontrol 1 8,50 0,000*
Kontrol 2
Kontrol 2 8,50
Kontrol 3
* = signifikan
4.2.3 Skala Rasa Sakit
Data penelitian distribusi dan frekuensi skala rasa sakit berdasarkan
pemeriksaan awal (baseline) pada 16 pasien, dijumpai rasa sakit pada Skor 1
atau tidak ada rasa sakit sebanyak 0 pasien, Skor 2 atau sakit ringan sebanyak 2
38

pasien dan Skor 3 atau sakit sedang sebanyak 11 pasien, Skor 4 atau sakit berat
sebanyak 3 pasien, Skor 5 atau sakit tidak tertahankan sebanyak 0 pasien. Pada
kontrol hari pertama dijumpai rasa sakit pada Skor 1 sebanyak 2 pasien, Skor 2
sebanyak 10 pasien, Skor 3 sebanyak 3 pasien, Skor 4 sebanyak 1 pasien, dan
Skor 5 sebanyak 0 pasien. Pada kontrol hari kedua dijumpai rasa sakit pada
Skor 1 sebanyak 8 pasien, Skor 2 sebanyak 8 pasien, Skor 3 sebanyak 0 pasien,
Skor 4 sebanyak 0 pasien, dan Skor 5 sebanyak 0 pasien. Pada kontrol hari
ketiga dijumpai rasa sakit pada Skor 1 sebanyak 16 pasien, Skor 2, 3, 4, dan 5
sebanyak 0 pasien (Tabel 7).

Tabel 7. Distribusi dan frekuensi skala rasa sakit pada saat baseline, kontrol
hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan
pemberian gel ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe minor

Skala Rasa Pemeriksaan


Sakit
Baseline Kontrol hari Kontrol hari Kontrol hari
pertama kedua ketiga
Skor 1 0 2 8 16
Skor 2 2 10 8 0
Skor 3 11 3 0 0
Skor 4 3 1 0 0
Skor 5 0 0 0 0

Pada saat pemeriksaan (baseline) dijumpai skala rasa sakit dengan nilai
median yang dialami 16 pasien adalah 3,00. Setelah dilakukan perlakuan
terjadi pengurangan skala rasa sakit pada ulser yaitu pada kontrol hari pertama
median skala rasa sakit yang dialami pasien adalah 2,00, kontrol hari kedua
1,50 dan kontrol hari ketiga 0,00 (Tabel 8).
39

Tabel 8. Distribusi dan frekuensi median skala rasa sakit pada saat
pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol
hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak daun kamboja pada pasien
SAR tipe minor

Skala Rasa Sakit Median


Baseline 3,00
Kontrol Hari Pertama 2,00
Kontrol Hari Kedua 1,50
Kontrol Hari Ketiga 0,00

Analisis skala rasa sakit dengan menggunakan uji Friedman Test


didapat nilai p=0,000 karena nilai p<0,05 artinya terdapat perbedaan yang
signifikan pada skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat baseline, kontrol hari
pertama, kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga setelah diberikan gel
ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe minor selama tiga hari.
Dari hasil uji Wilcoxon Signed Test didapat nilai p=0,001 artinya
terdapat perbedaan yang signifikan antara skala rasa sakit pada baseline dan
kontrol hari pertama, nilai p=0,002 artinya terdapat perbedaan yang signifikan
antara skala rasa sakit pada kontrol hari pertama dan kontrol hari kedua, nilai
p=0,005 artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara skala rasa sakit pada
kontrol hari kedua dan kontrol hari ketiga (Tabel 9).

Tabel 9. Analisis hasil skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat baseline,
kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga
dengan pemberian gel ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe
minor menggunakan Wilcoxon Signed Test
40

Skala Rasa Sakit Mean Rank Nilai P

Baseline 6,50 0,001*


Kontrol 1
Kontrol 1 5.50 0,002*
Kontrol 2
Kontrol 2 4.50 0,005*
Kontrol 3
* = signifikan

BAB 5

PEMBAHASAN
41

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan penyakit pada mukosa


mulut yang sering terjadi, ditandai dengan ulser berulang berbentuk bulat atau
oval, dikelilingi eritema halo.1,2 Penelitian ini melibatkan 16 orang pasien yang
berkunjung ke RSGM USU yang menderita SAR tipe minor. Jumlah subjek
pada penelitian ini adalah 16 orang, dimana 11 orang wanita (68,75%) dan 5
orang laki-laki (31,25%). Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa literatur
yang menyatakan bahwa SAR lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan
pria, hal ini disebabkan oleh karena beberapa faktor predisposisi SAR, salah
satunya adalah faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting
adalah estrogen dan progesteron. Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi
penurunan estrogen dan progesteron. Penurunan estrogen mengakibatkan
terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer
menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga
mulut, hal itu akan memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan
reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal
sehingga mudah terjadinya SAR. Progesteron tersebut dianggap berperan
dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut.4,17,18 Selain itu, faktor lainnya
adalah faktor stress. Hal ini diungkapkan oleh Patil S, dkk (2014), bahwa
wanita lebih rentan terhadap stress yang dapat mempengaruhi respon
kekebalan tubuh mereka. Stres mengakibatkan meningkatnya kadar hormon
kortisol, dimana hormon kortisol tersebut berperan menjaga kekebalan tubuh,
tekanan darah dan proses antiinflamasi dalam tubuh, sehingga apabila
meningkatnya kadar hormon kortisol akan mengganggu fungsi normal dari
sistem kekebalan tubuh yang dapat memicu terjadinya SAR. 42
SAR tipe minor biasanya terjadi pada permukaan mukosa yang tidak
berkeratin seperti mukosa labial, mukosa bukal, lateral lidah, dan dasar mulut. 10
Pada penelitian ini dijumpai lokasi yang paling sering terjadinya SAR tipe
minor adalah pada mukosa labial dibandingkan mukosa tidak berkeratin
lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena mukosa labial memiliki kemampuan
42

barrier mukosa yang rendah, fungsi pertahanan yang kurang, sehingga rentan
terhadap jejas.43
Pada kunjungan pertama atau pemeriksaan awal, seluruh pasien SAR
dijumpai eritema halo. Gambaran klinis SAR sering dijumpai adanya eritema
halo yang mengelilingi lesi ulser. Eritema halo tersebut termasuk ke dalam
tahap perkembangan SAR, yaitu tahap ulseratif dimana tahap ini akan berlanjut
selama 3 sampai 7 hari. Pada tahap ini papula akan membentuk ulserasi dimana
adanya batas pinggiran berwarna merah disebabkan oleh pelebaran pembuluh
darah kapiler yang bersifat reversibel.11
Pada penelitian ini, setelah diberikan pengobatan dengan menggunakan
gel ekstrak daun kamboja setiap harinya selama tiga hari terjadi penurunan
jumlah pasien yang memperlihatkan eritema halo. Terlihat pada tabel 6, yaitu
pada pemeriksaan awal/baseline 16 pasien ada eritema halo, pada kontrol hari
pertama 14 pasien ada eritema halo, pada kontrol hari kedua 4 pasien ada
eritema halo, dan pada kontrol hari ketiga seluruh pasien tidak ada lagi eritema
halo. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan bahwa flavonoid dan
saponin yang merupakan kandungan dari daun kamboja (Plumeria acuminata
ait) mampu menghambat dehidrogenase jalur prostaglandin, fosfodiesterase,
aldoreduktase, monoamina, balik transcriptase, protein kinase, DNA
polymerase, cyclooxygenase dan lipooxygenase sehingga membatasi sel
inflamasi yang bermigrasi ke jaringan perlukaan yang mampu mengurangi
eritema.9,32,33
Setelah pengobatan dengan gel ekstrak daun kamboja terjadi
pengurangan ukuran SAR. Terlihat dari hasil analisis rata-rata pengurangan
ukuran besar ulser pada saat baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua,
dan kontrol hari ketiga yaitu 2,00 mm pada kontrol hari pertama 1,10 mm pada
kontrol hari kedua, dan 0,25 mm pada kontrol hari ketiga. Hal ini sesuai
dengan penelitian Rahayu (2014), bahwa flavonoid dan saponin yang
merupakan kandungan dari daun kamboja (Plumeria acuminata ait) memiliki
43

efek antiinflamasi yang dapat menstimulus fibronektin dan meningkatkan


produksi fibroblast yang berfungsi sebagai matriks penyusun jaringan sehingga
penyembuhan luka atau ulser dapat berlangsung lebih cepat. 33 Literatur juga
menyatakan bahwa flavonoid dan alkaloid yang merupakan kandungan dari
daun kamboja (Plumeria acuminata ait) mempunyai sifat antibakteri yang
mampu menghambat pembelahan sel bakteri dengan cara merusak dinding sel
bakteri melalui jalur transduksi dari membran ke inti sel bakteri sehingga dapat
mempercepat penyembuhan luka.9 Dibuktikan juga oleh penelitian Hapsariani
(2014) yang meneliti efektivitas pemberian ekstrak daun kamboja (Plumeria
acuminata ait) terhadap penyembuhan luka pada gingiva tikus Sprague
dawley. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa salep ekstrak daun kamboja
efektif dalam menyembuhkan luka pada gingiva tikus Sprague dawley. Efek
penyembuhan luka tersebut disebabkan oleh karena daun kamboja
mengandung flavonoid, saponin, dan alkaloid yang dapat berfungsi sebagai
antiinflamasi dan antibakteri yang mampu mempercepat proses penyembuhan
luka.9
Pada penelitian ini seluruh pasien merasa sakit di kunjungan pertama.
Akan tetapi skala rasa sakit berbeda-beda tiap individu, hal ini disebabkan oleh
karena respon psikologis terhadap rasa sakit berkaitan dengan pemahaman
individu terhadap sakit yang terjadi. Pemahaman tersebut dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial
budaya.41,44 Rasa sakit merupakan perasaan nyeri yang ditimbulkan oleh suatu
rangsangan pada nosiseptor yang bersifat akut atau persisten, muncul karena
kerusakan jaringan akibat inflamasi, dalam hal ini rasa sakit yang timbul pada
mukosa rongga mulut yang disebabkan oleh SAR.41 Setelah diberikan
pengobatan dengan menggunakan gel ekstrak daun kamboja selama tiga hari
terjadi penurunan skala rasa sakit. Hal tersebut menunjukkan bahwa gel ekstrak
daun kamboja efektif mengurangi rasa sakit yang disebabkan SAR.
44

Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSGM USU ini, dapat diketahui
bahwa 16 orang sembuh dari rasa sakit selama tiga hari pengobatan dengan gel
ekstrak daun kamboja. Hal ini sesuai dengan aktivitas farmakologis yang
terkandung dalam daun kamboja yaitu analgetik dan antiinflamasi. Efek
analgetik dan antiinflamasi pada ekstrak ini menghambat cyclooxygenase dan
lipooxygenase (dan mediator inflamasi lainnya) sehingga mengurangi kadar
eksudat pada permukaan ulser penyebab rasa sakit.32 Hal ini juga didukung
oleh hasil penelitian Methanolic Extract of Plumeria Acuminata (MEPA) yaitu
ekstrak daun kamboja dapat menghilangkan rasa sakit pada hewan percobaan
yang terinfeksi akibat dilukai dan hewan tersebut mengalami hipertermia.7

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
45

6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien RSGM USU dapat
disimpulkan bahwa gel ekstrak daun kamboja memiliki efek yang signifikan
terhadap penyembuhan SAR tipe minor. Hal tersebut dapat terlihat pada
pengurangan eritema halo, ukuran SAR dan skala rasa sakit setelah pemberian
gel ekstrak daun kamboja selama tiga hari.

6.2 Saran
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan gel ekstrak daun kamboja
dengan konsentrasi 20% dan frekuensi pemberian tiga kali dalam sehari selama
tiga hari untuk penyembuhan SAR. Oleh karena itu, diperlukan penelitian
selanjutnya dengan konsentrasi yang berbeda dan frekuensi pemberian yang
berbeda. Pada waktu anamnesis, pasien mengaku tidak menderita penyakit
sistemik tanpa adanya bukti pasti, pada penelitian selanjutnya diharapkan
peneliti lebih memperhatikan tentang penyakit sistemik pasien dengan cara
memasukkan subjek yang benar-benar tidak menderita penyakit sistemik yang
diketahui dengan cara pemeriksaan kesehatan umum pasien kepada dokter
sebelum dijadikan sebagai subjek penelitian atau memasukkan pasien yang
baru saja melakukan pemeriksaan kesehatan umum. Berdasarkan hasil
penelitian ini, dokter dan dokter gigi dapat menggunakan gel ekstrak daun
kamboja sebagai salah satu pengobatan selain penggunaan obat modern untuk
terapi SAR.

DAFTAR PUSTAKA
46

1. Fitri H, Afriza D. Prevalensi stomatitis aftosa rekuren di panti asuhan Kota


Padang. Jurnal B-Dent 2014; 1(1): 24-29.
2. Maheswaran T, Yamunadevi A, Ayyappan S, Panda A, Sivakumar JSR,
Vaithuyanadane V. Prevalence and family history of recurrent aphthous
stomatitis among the students of a dental institution in South India.
JIADSR 2015; 1(2): 53-55.
3. Harahap AO. Kesembuhan stomatitis aftosa rekuren (SAR) minor dengan
pemberian daun pegagan (Centella asiatica). JITEKGI 2006; 3(3): 92-95.
4. Suling PL, Tumewu E, Soewantoro JS, Darmanta AY. Angka kejadian lesi
yang diduga sebagai stomatitis aftosa rekuren pada mahasiswa program
studi kedokteran gigi fakultas kedokteran unsrat. Jurnal e-G 2015; 1(3).
5. Kumalasari LOR. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan
manfaat dan keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian 2006; 3(1): 1-7.
6. Ningsih DR, Zusfahair, Purwati. Antibacterial activity cambodia leaf
extract (Plumeria alba L) to staphylococcus aureus and identification of
bioactive compound group of cambodia leaf extract. Molekul 2014; 9(2):
101-109.
7. Farooque AM, Mazumder A, Shambhawee S, Mazumder R. Review on
Plumeria acuminata. IJRPC 2012; 2(2): 467-469.
8. Widiantara KY. Perbandingan efektivitas ekstrak daun kamboja (Plumeria
acuminate ait) dan ekstrak daun jarak pagar (Jatropha curras L) dalam
penyembuhan stomatitis aftosa rekuren (SAR). http://unmas-
library.ac.id/2014/04/28/i-komang-yoga-widiantara (April 28.2014).
9. Hapsariani K. Efektivitas salep ekstrak etanol daun kamboja (Plumeria
acuminata ait) terhadap penyembuhan luka gingiva melalui pengamatan
sel PMN (polimorfonuklear). Tesis. Yogyakarta: UMY, 2014.
10. Preeti L, Magesh KT, Rajkumar K, Karthik R. Recurrent aphthous
stomatitis. JOMFP 2011; 15(3): 252-256.
47

11. Greenberg MS, Glick M, Jonathan AS. Burket’s oral medicine. 11th ed.,
India: BC Decker., 2008: 57-60.
12. Scully C. Oral and maxillofacial medicine. 2th ed., Sydney Toronto:
Elsevier Limited., 2008: 151-156.
13. Junhar MG, Suling PL, Supit ASR. Gambaran stomatitis aftosa rekuren
dan stres pada narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas II B Bitung.
Jurnal e-Gigi 2015; 3(1): 100-107.
14. Volkov I, et al. Effectiveness of vitamin B 12 in treating recurrent aphthous
stomatitis: A randomized, double-blind, placebo-controlled trial. JABFM
2009; 22: 9-16.
15. Volkov I, Rudoy I, Abu-Rabia U, Masalha T, Masalha R. Recurrent
aphthous stomatitis responds to vitamin B12 treatment. Can Fam Physician
2005; 51: 844-845.
16. Rao AK, Vundavalli S, Sirisha NR, Jayasree CH, Sindhura G, Radhika D.
The association between psychological stress and recurrent aphthous
stomatitis among medical and dental student cohorts in an educational
setup in India. JIAPHD 2015; 13(2): 133-137.
17. Cawson RA, Odell EW. Oral pathology and oral medicine. 8 th ed.,
Philadelphia: CL Elsevier., 2009: 221-224.
18. Sumintarti, Marlina E. Hubungan antara level estradiol dan progesteron
dengan stomatitis aftosa rekuren. Dentofasial Jurnal Kedokgi 2012; 11(3):
137-141.
19. Swain N, Pathak J, Poonja LS, Penkar Y. Etiological factors of recurrent
aphtous stomatitis: a common perplexity. J Contempt Dent 2012; 2(3): 96-
100.
20. Mariati NW, Leman MA, Yogasedana IMA. Angka kejadian stomatitis
aftosa rekuren (SAR) ditinjau dari faktor etiologi di RSGMP FK
UNSRAT Tahun 2014. Jurnal e-G 2015; 3(2).
48

21. Sandstrom J. Recurrent aphthous ulcers. Oral Pathology Report 2013. Juni
13: 1-8.
22. Ireland R. Clinical textbook of dental hygiene and therapy. Hongkong:
Graphicraft Limited., 2007: 51-53.
23. Langlais RP, Miller CS, Nield-Gehrig JS. Atlas bewarna lesi mulut yang
sering ditemukan. 4th ed., Jakarta: EGC., 2009: 172-174.
24. Vivek V, Nair BJ. Reccurent aphthous stomatitis: current concepts in
diagnosis and management. Journal of Indian Academy of Oral Medicine
and Radiology 2011; 23(3): 232-236.
25. Nasution F, Nurdiana. Efek madu alami terhadap penyembuhan stomatitis
aftosa rekuren tipe minor pada pasien rsgmp usu. In: Sumatera Utara
Updated Holistic Dental Science and Technology, ed. Proceedings of the
6th Regional Dental Meeting and Exhibition-VI. Medan, 2014: 155-160.
26. Wadhawan R, Sharma S, Solanki G, Vaishnav R. Alternative medicine for
aphthous stomatitis. IJACR 2014; 1(1): 5-10.
27. Judarwanto W. Imunologi dasar: Sitokin dan aspek klinisnya.
http//allergicliniconline.com (Maret 18.2012).
28. Judarwanto W. Imunologi dasar: Radang dan respon inflamasi.
http//allergicliniconline.com (Februari 3.2012).
29. Hariana A. Tumbuhan obat dan khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.,
2009: 7-9.
30. Permadi A. Tanaman obat pelancar seni. Jakarta: Penebar Swadaya., 2008.
31. Megawati, Saputra WD. Minyak atsiri dari kamboja kuning, putih, dan
merah dari ekstraksi dengan N-Heksana. JBAT 2012; 1(1) : 25-27.
32. Shinde PR, Pathil PS, Bairagi VA. Phytopharmacological review of
Plumeria species. SAJP 2014; 3(2): 217-227.
33. Rahayu NM. Efektivitas salep ekstrak etanol daun kamboja (Plumeria
acuminata ait) pada penyembuhan luka melalui pengamatan jumlah
fibroblas. Yogyakarta: FKG 14 UMY 272., 2014: 1-7.
49

34. Depkes RI. Penelitian tanaman obat di beberapa perguruan tinggi di


Indonesia. Indonesia Sehat 2000: 99-100.
35. Widodo GP, Ningsih D, Aprilia M. Aktivitas antibakteri dan
penyembuhan luka fraksi-fraksi ekstrak etanol daun kamboja (Plumeria
acuminata ait) pada kulit kelinci yang diinfeksi Staphylococcus aureus.
Jurnal Farmasi Indonesia 2010; 7(2): 73-77.
36. Rolliana ER. Acute toxicity test of etanol extract of Plumeria alba L.
against Artemia salina leach larvae using brine shrimp lethality test (BST)
method. http://eprints.undip.ac.id/23317/1/Ercila.pdf ( Oktober 19.2010).
37. Sunanto. Proses inflamasi atau peradangan.
http://nanto14.blogspot.com/2010/03/proses-inflamasi-atau
peradangan.html (Maret 7.2010).
38. Kumar R, Clermont G, Vodovotz Y, Chow CC. The dynamic of acute
inflammation. Journal of Theoretical Biology 2004: 145-155.
39. Dimitrov DM, Rumrill PD. Pretest-posttest design and measurement of
change. USA: IOS Press., 2003. 159-164.
40. Dahlan MS. Statistika untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Bina
Mitra Press., 2004: 82-87, 112-118.
41. Stephen A, Flaherty. Pain measurement tools for clinical practice and
research. Journal of the American Association of Nurse Anesthetists 1996;
64(2): 133-140.
42. Patil S, Reddy SN, Maheshwari S, Khandelwal S, Shruthi D, Doni B.
Prevalence of recurrent aphthous stomatitis ulceration in the Indian
population. J Clin Exp Dent 2014; 6(1): e36-40.
43. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and maxillofacial
pathology. 3rd ed., Philadelphia: W.B. Saunders, 2008: 330-361.
44. Yudiyanta, Khoirunnisa N, Novitasari RW. Assessment nyeri. CDK-226
2015; 42 (3): 214-217.

Anda mungkin juga menyukai