BAB I
PENDAHULUAN
yang relatif lama, berkisar antara 7 hari bahkan sampai berminggu dan juga
sifat penyakit ini yang sering kambuh membuat penderita menjadi kurang
nyaman sehingga mereka mencari pengobatan.3
Perawatan SAR merupakan tantangan dikarenakan belum ada etiologi
definitif yang diketahui, sehingga perawatan yang diberikan bersifat
simtomatik.3 Obat yang umumnya diberikan adalah kortikosteroid topikal
(triamsinolone asetonide) yang bertujuan untuk mempercepat waktu
penyembuhan.3 Pada kasus yang lebih berat digunakan kortikosteroid
sistemik.3
Dalam era globalisasi sekarang banyak pengobatan kembali ke alam
(back to nature) dan juga adanya perkembangan teknologi dibidang kedokteran
gigi membuat beberapa bahan alam juga dapat digunakan untuk pengobatan
SAR. Salah satunya yaitu tanaman kamboja (Plumeria acuminata ait).3,5,6
Tanaman kamboja merupakan tanaman yang mempunyai banyak
khasiat antara lain daun, buah dan kulitnya sebagai anti inflamasi, pencahar,
dan anti gatal.6,7 Masyarakat Indonesia telah lama menggunakannya sebagai
obat tradisional untuk mengobati berbagai macam penyakit, tetapi belum
banyak diteliti.6
Widiantara (2014) telah melakukan penelitian efektivitas ekstrak daun
kamboja (Plumeria acuminata ait) terhadap peyembuhan SAR. Pada penelitian
tersebut, penderita SAR diinstruksikan mengoleskan ekstrak daun kamboja
(Plumeria acuminata ait) konsentrasi 20% pada ulser SAR. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak daun kamboja efektif dalam menyembuhkan ulser
SAR.8
Penelitian dengan pemberian salep ekstrak etanol konsentrasi 10% daun
kamboja (Plumeria acuminata ait) yang dilakukan oleh Hapsariani (2014)
dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas daun kamboja terhadap
penyembuhan luka pada gingiva tikus Sprague dawley. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa salep ekstrak 10% daun kamboja efektif dalam
3
menyembuhkan luka pada gingiva tikus selama 7 hari. Peneliti ini juga
melaporkan bahwa salep ekstrak etanol daun kamboja secara keseluruhan
memiliki efek terhadap penyembuhan luka pada gingiva tikus, efek
penyembuhan luka tersebut disebabkan karena daun kamboja mengandung
flavonoid, saponin, dan alkaloid yang dapat berfungsi sebagai anti inflamasi,
anti bakteri alami yang mampu mempercepat proses penyembuhan luka.9
Penelitian penggunaan ekstrak daun kamboja (Plumeria acuminata ait)
sudah pernah dilakukan oleh Widiantara (2014) dalam penyembuhan stomatitis
aftosa rekuren (SAR) dan hasilnya terbukti efektif menyembuhkan SAR.
Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan mengetahui efektivitas
penyembuhan SAR yang dilihat berdasarkan pengurangan ukuran ulser.8
Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian tentang
efektivitas ekstrak daun kamboja (Plumeria acuminata ait) terhadap
penyembuhan SAR tipe minor yang dilihat berdasarkan pengurangan eritema
halo, pengurangan ukuran ulser, dan pengurangan rasa sakit.
ilmu penyakit mulut dalam hal perawatan SAR minor menggunakan ekstrak
daun kamboja.
2. Diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian lanjutan
sehingga ekstrak daun kamboja dapat digunakan sebagai alternatif
penyembuhan stomatitis aftosa rekuren minor.
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah:
1. Bagi tenaga medis dan penderita stomatitis aftosa rekuren,
pengolesan ekstrak daun kamboja menjadi pilihan penyembuhan stomatitis
aftosa rekuren minor.
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Sampai saat ini etiologi SAR masih belum diketahui secara pasti. SAR
terjadi bukan disebabkan oleh satu faktor tetapi berbagai faktor. Beberapa
faktor yang berperan sebagai penyebabnya antara lain:3,10,11
1. Trauma
Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat bicara atau saat mengunyah,
kebiasaan buruk (bruksism), akibat perawatan gigi, makanan atau minuman
yang terlalu panas, suntikan anastesi lokal.10 Ketika kondisi daya tahan mukosa
rongga mulut sedang mengalami penurunan, misalnya sedang menstruasi,
maka dengan adanya trauma fisik atau iritasi kimia di mulut atau lidah akan
memicu terjadinya SAR. Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan
dengan berkembangnya SAR pada semua penderita tetapi trauma dapat
dipertimbangkan sebagai faktor pendukung .10,12,13 Wray dalam Junhar, dkk
(2015) menyatakan bahwa cedera mekanik dapat membantu dalam
mengidentifikasi dan mempelajari pasien rentan terhadap stomatitis aftosa
rekuren.13
2. Defisiensi Nutrisi
7
5. Imunologi
8
SAR minor (Miculiz aphthae) atau ulser ringan adalah ulser yang paling
sering terjadi pada populasi dengan prevalensi 80%. SAR minor
dikarakteristikkan dengan ulser yang kecil, dangkal, bulat atau oval dengan
diameter kurang dari 1 cm yang dikelilingi oleh eritema halo.10,12,21,22 Ulser ini
terjadi pada permukaan mukosa yang tidak berkeratin seperti mukosa labial,
mukosa bukal, lateral lidah, bukal, dan dasar mulut.10,12 Jumlahnya dapat
tunggal atau multipel dan berulang 1-4 bulan, sembuh dalam 10-14 hari tanpa
meninggalkan jaringan parut.21-23
2.1.4 Diagnosis
11
2.1.5 Pengobatan
Tidak ada penatalaksanaan spesifik terhadap SAR.10 Perawatannya
hanya berupa perawatan simtomatik.10 Perawatan SAR bertujuan untuk
menghilangkan nyeri, mempercepat penyembuhan, dan mencegah infeksi
sekunder.21 Untuk mencapai tujuan tersebut, maka berbagai macam obat baik
yang berbahan kimia maupun alami telah digunakan dalam perawatan SAR.
Perawatan SAR ditentukan dari tingkat keparahan rasa sakit, ukuran dan
frekuensi ulser.21
Obat yang dapat digunakan untuk perawatan SAR antara lain obat lokal
dan obat sistemik.21 Obat yang paling sering digunakan oleh dokter gigi untuk
perawatan SAR adalah golongan kortikosteroid yaitu triamcinolone acetonide
dengan sediaan topikal.21 Obat-obatan topikal dapat membentuk lapisan
pelindung di atas ulkus yang mampu mengurangi inflamasi, memberikan
kenyamanan terhadap penderita sehingga memudahkan penderita memenuhi
pasokan nutrisi yang berguna untuk mempercepat proses penyembuhan. 17 Rasa
sakit pada SAR tipe minor dapat diatasi dengan pemberian agen anastesi
topikal. Anastesi dalam bentuk sediaan gel atau spray secara topikal
12
melindungi ulser dari gesekan dalam rongga mulut pada saat berfungsi serta
agar tidak berkontak langsung dengan makanan yang asam ataupun pedas.18
Pemakaian kortikosteroid secara sistemik seperti prednison dan
betametason selama 4-8 hari sangat membantu penyembuhan ulser SAR tipe
mayor dan herpetiform.18 Obat kumur 0,2% klorheksidin dapat juga digunakan,
berguna untuk menyembuhkan ulser pada bagian rongga mulut paling belakang
yang tidak terlihat, dengan penggunaan obat kumur dapat mengenai seluruh
ulser SAR yang ada di rongga mulut. Triklosan sediaan gel atau obat kumur
dan diklofenak dengan asam hialuronat sediaan topikal memberikan efek
antiinflamasi, antiseptik, dan analgesik. Amlexanox 5% memberikan efek
antiinflamasi, dan antialergi yang terbukti efektif mempercepat penyembuhan
ulser dan mengurangi rasa sakit, eritema, dan ukuran ulser.18,21
Selain menggunakan obat berbahan kimia, SAR juga dapat diobati
dengan menggunakan obat tradisional seperti madu dan ekstrak daun zaitun.
Bukti ilmiah menyatakan bahwa madu mempunyai sifat antimikroba. Selain
itu, madu merupakan akselerator yang baik dalam penyembuhan luka. Madu
memiliki aktivitas antiinflamasi dan antioksidan sehingga dapat digunakan
sebagai bahan alami dalam proses penyembuhan SAR.25
Ekstrak daun zaitun mengandung senyawa fenolik yang memiliki sifat
anti oksidan, anti virus, dan anti mikroba. Penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa ekstrak daun zaitun mampu mengurangi rasa sakit dan
mengurangi ukuran ulser pada stomatitis aftosa rekuren (SAR).26
Obat tradisional SAR lainnya adalah ekstrak daun kamboja. Daun
kamboja juga mengandung senyawa flavonoid, saponin, dan tannin yang juga
mampu dalam menyembuhkan SAR.7
2.2 Inflamasi
Radang atau inflamasi adalah respon dari suatu organisme terhadap
patogen berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang
13
2.3.2 Morfologi
Tanaman kamboja mempunyai pohon dengan tinggi batang 3-7 meter,
memiliki batang yang halus dan mengkilat, dan mengandung getah.7 Tumbuh
di daerah dataran rendah 1-700 m di atas permukaan laut.7 Daunnya
berkelompok rapat pada ujung ranting, bertangkai panjang, memanjang
berbentuk lanset, panjang daun 20-40 cm dan lebar 6-12,5 cm, ujung
meruncing, pangkal menyempit, tulang daun menyirip. 7 Bunganya berkumpul
diujung ranting, kelopak kecil, mahkota berbentuk corong, sisi luar kemerahan
15
atau putih, sisi dalam agak kuning, putih atau merah, dan berbau harum.
Berbentuk tabung gepeng memanjang, panjang 18-20 cm, lebar 1-2 cm.7
2.3.3 Klasifikasi
1. Plumeria acuminata ait
Plumeria acuminata ait banyak digunakan sebagai obat tradisional di
Meksiko, Amerika Tengah, Karibiam dan Amerika Selatan. Pohon dari
Plumeria acuminata ait ini berukuran 3-7 meter. Daun berkelompok rapat pada
ujung ranting, bertangkai panjang, memanjang berbentuk lanset. Sisi dalam
bunga berwarna kuning dan sisi luar berwarna putih.32 Para peneliti meneliti
konstitusi fitokimia dari Plumeria acuminata ait dan telah mendapatkan hasil
bahwa Plumeria acuminata ait ini memiliki senyawa fulvoplumierin,
plumericin dan tiga senyawa baru yaitu misoplumericin, β-
dihydroplumericindan β- asam dihydroplumericinic yang terdapat dari dari
akar Plumeria acuminata ait.32
Gambar 4.
Plumeria acuminata ait.32
2. Plumeria rubra
Plumeria rubra tumbuh di semak dan menyebar dengan ukuran 2-8
meter. Daunnya berwarna hijau besar, banyak dan sangat menonjol.32 Plumeria
16
rubra ini sangat harum dan memiliki lima kelopak. Warna dari bunga ini
berkisar dari merah muda ke putih dengan sedikit kekuningan di tengah
bunga.32
kamboja ini dapat dimanfaatkan untuk pengobatan gigi berlubang dan kencing
nanah.7,29,30,32
5. Anti Toksik
Toksisitas kronis ekstrak etanol Plumeria acuminata ait diteliti pada
tikus dengan dosis 100 dan 250 mg, secara signifikan tidak mempengaruhi
hematologi, hati dan fungsi ginjal. Efek non-toksisitas terlihat dari uji MEPA
yaitu tidak ada perubahan berat badan, berat organ, dan perilaku umum.32
6. Aktivitas Larvasida
Selain flavonoid, beberapa senyawa yang terkandung dalam daun
kamboja antara lain adalah alkaloid, terpenoid, dan glikosid. Cara kerja
senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning
atau racun perut.36 Oleh karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk ke dalam
tubuh larva, alat pencernaannya akan terganggu. Selain itu, senyawa ini
menghambat reseptor perasa pada daerah mulut larva. Hal ini mengakibatkan
larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak mampu mengenali
makanannya. Akibatnya, larva mati kelaparan.36
- Trauma
- Hormonal
- Imunologi Tradisional
Kimia
- Psikologis
- Nutrisi
- Alergi Kortiko Tetra Plumeria
- Herediter steroid siklin acuminata ait
Anti inflamasi
Anti Anti
inflamasi mikroba Anti mikroba
Variabel Terikat
Variabel Bebas
Penyembuhan SAR minor:
Gel ekstrak daun
- Eritema halo
kamboja
- Ukuran ulser
- Rasa sakit
22
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
23
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah pengunjung RSGM USU yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan rumus
Federer (1963), secara sederhana dapat dirumuskan:40
(n-1) (r-1) ≥ 15
Keterangan:
r: jumlah perlakuan
n: jumlah sampel dalam setiap kelompok
Perhitungan banyak sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah:
(n-1) (r-1) ≥ 15
(n-1) (2-1) ≥ 15
(n-1) ≥ 15
n = 16
Berdasarkan hasil pengukuran di atas, maka besar sampel minimum
yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 16 orang. Teknik pengambilan
sampel dengan cara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang
didasarkan pada suatu ketentuan atau pertimbangan tertentu yang dibuat oleh
peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya.39 Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan berdasarkan
kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.
- Eritema halo
Penyembuhan SAR tipe minor dilihat dari ada atau tidaknya eritema
halo yaitu batas pinggiran SAR yang berwarna merah, disebabkan oleh
pelebaran pembuluh darah kapiler yang bersifat reversibel dengan
menggunakan kaca mulut pada hari kunjungan pertama atau baseline, kontrol
hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga setelah diberikan
perawatan dengan skala ukur kategorik.
- Ukuran Ulser
Penyembuhan SAR tipe minor dilihat dari pengurangan ukuran ulser
yang diukur dalam satuan millimeter pada hari kunjungan pertama atau
baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga
setelah dilakukan perawatan. Ulser diukur dengan jangka dan penggaris
dengan skala ukur numerik.
- Rasa sakit
Penyembuhan SAR tipe minor dilihat dari pengurangan skala rasa sakit
yang diukur pada hari kunjungan pertama atau baseline, kontrol hari pertama,
kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga setelah dilakukan perawatan. Rasa
sakit diukur dengan menggunakan Skala Deskriptif Verbal (Verbal Descriptor
Scale/VDS).41 Skala ini terdiri dari:41
Skor 1 = tidak ada rasa sakit
Skor 2 = sakit ringan
Skor 3 = sakit sedang
Skor 4 = sakit berat
Skor 5 = sakit tidak tertahankan
Skor yang diberi sesuai dengan intensitas nyeri pada saat nyeri
dievaluasi. Peneliti menunjukkan skala tersebut pada pasien dan meminta
untuk menunjukkan intensitas nyeri terbaru yang pasien rasakan.
2. Ekstrak daun kamboja (Plumeria acuminata ait)
27
3.5.2 Bahan
1. Masker
2. Sarung tangan
3. Tissue
4. Daun kamboja
5. Etanol 70%
6. Aquades
7. Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
8. Papermint
9. Gliserin
Pembuatan Ekstrak
1. Simplisia ditimbang sebanyak 250 gram, lalu ditambahkan etanol
70% sebanyak 4 liter untuk perendaman. Kemudian simplisia disimpan dalam
29
wadah tertutup dan didiamkan selama 1 jam pada suhu 25 0C sambil sekali
diaduk dengan menggunakan spatula.
2. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator dengan
hati-hati sambil sesekali ditekan, di bawah perkolator diletakkan kapas yang
telah dibasahi etanol dan dilapisi kertas saring, kemudian dituangkan etanol
70% sampai hampir penuh.
3. Perkolator ditutup dengan aluminium foil serta dibiarkan selama
24 jam.
4. Kran perkolator menetes dengan percepatan 20 tetes/menit
(1ml/menit), perkolat ditampung dalam botol.
5. Etanol 70% ditambahkan secukupnya supaya massa daun kamboja
tidak kekeringan.
6. Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vaccum
rotavapor yang akan memekatkan ekstrak cair untuk mendapatkan ekstrak
kental, pada tekanan rendah dengan suhu tidak lebih dari 500C.
7. Setelah itu sisa air diuapkan dengan menggunakann waterbath
hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak dimasukkan dalam pot plastik dan
disimpan dalam kulkas.
delapan jam sekali (setelah sarapan, setelah makan siang dan malam sebelum
tidur).
6. Subjek juga diinstruksikan untuk tidak makan dan minum selama 30
menit setelah pengaplikasian gel ekstrak daun kamboja untuk memaksimalkan
kerja daun kamboja pada SAR.
7. Pencatatan tanggal pemberian obat kepada subjek dilakukan pada
rekam medik penelitian.
8. Subjek diminta untuk hadir setiap hari selama 3 hari dan dilakukan
anamnesis kembali untuk melihat tingkat rasa sakit, pemeriksaan klinis untuk
melihat ada tidaknya pengurangan ukuran dan eritema halo.
9. Pencatatan hasil pengamatan kembali dilakukan pada rekam medik
penelitian.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
34
Tabel 2. Distribusi dan frekuensi lokasi terjadinya ulser pada pasien SAR tipe
minor
Total 16 100
eritema halo dan 0 pasien (0%) tidak dijumpai eritema halo. Pada kontrol hari
pertama, 14 pasien (87,5%) dijumpai eritema halo dan 2 pasien (12,5%) tidak
dijumpai eritema halo. Pada kontrol hari kedua, terdapat 4 pasien (25%)
dijumpai eritema halo dan 12 pasien (75%) tidak dijumpai eritema halo. Pada
kontrol hari ketiga, 0 pasien (0%) dijumpai eritema halo dan 16 pasien (100%)
tidak dijumpai eritema halo (Tabel 3).
Tabel 3. Distribusi dan frekuensi eritema halo pada saat baseline, kontrol hari
pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan
pemberian gel ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe minor
Ya Tidak
Eritema Halo Total
F % F %
Tabel 4. Analisis hasil eritema halo SAR tipe minor pada saat baseline,
kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga
dengan pemberian gel ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe
minor menggunakan Wilcoxon Signed Test
Tabel 6. Analisis hasil pengukuran SAR tipe minor pada saat baseline, kontrol
hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan
pemberian gel ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe minor
menggunakan Wilcoxon Signed Test
Baseline 8,50
Kontrol 1
Kontrol 1 8,50 0,000*
Kontrol 2
Kontrol 2 8,50
Kontrol 3
* = signifikan
4.2.3 Skala Rasa Sakit
Data penelitian distribusi dan frekuensi skala rasa sakit berdasarkan
pemeriksaan awal (baseline) pada 16 pasien, dijumpai rasa sakit pada Skor 1
atau tidak ada rasa sakit sebanyak 0 pasien, Skor 2 atau sakit ringan sebanyak 2
38
pasien dan Skor 3 atau sakit sedang sebanyak 11 pasien, Skor 4 atau sakit berat
sebanyak 3 pasien, Skor 5 atau sakit tidak tertahankan sebanyak 0 pasien. Pada
kontrol hari pertama dijumpai rasa sakit pada Skor 1 sebanyak 2 pasien, Skor 2
sebanyak 10 pasien, Skor 3 sebanyak 3 pasien, Skor 4 sebanyak 1 pasien, dan
Skor 5 sebanyak 0 pasien. Pada kontrol hari kedua dijumpai rasa sakit pada
Skor 1 sebanyak 8 pasien, Skor 2 sebanyak 8 pasien, Skor 3 sebanyak 0 pasien,
Skor 4 sebanyak 0 pasien, dan Skor 5 sebanyak 0 pasien. Pada kontrol hari
ketiga dijumpai rasa sakit pada Skor 1 sebanyak 16 pasien, Skor 2, 3, 4, dan 5
sebanyak 0 pasien (Tabel 7).
Tabel 7. Distribusi dan frekuensi skala rasa sakit pada saat baseline, kontrol
hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga dengan
pemberian gel ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe minor
Pada saat pemeriksaan (baseline) dijumpai skala rasa sakit dengan nilai
median yang dialami 16 pasien adalah 3,00. Setelah dilakukan perlakuan
terjadi pengurangan skala rasa sakit pada ulser yaitu pada kontrol hari pertama
median skala rasa sakit yang dialami pasien adalah 2,00, kontrol hari kedua
1,50 dan kontrol hari ketiga 0,00 (Tabel 8).
39
Tabel 8. Distribusi dan frekuensi median skala rasa sakit pada saat
pemeriksaan, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua dan kontrol
hari ketiga dengan pemberian gel ekstrak daun kamboja pada pasien
SAR tipe minor
Tabel 9. Analisis hasil skala rasa sakit SAR tipe minor pada saat baseline,
kontrol hari pertama, kontrol hari kedua, dan kontrol hari ketiga
dengan pemberian gel ekstrak daun kamboja pada pasien SAR tipe
minor menggunakan Wilcoxon Signed Test
40
BAB 5
PEMBAHASAN
41
barrier mukosa yang rendah, fungsi pertahanan yang kurang, sehingga rentan
terhadap jejas.43
Pada kunjungan pertama atau pemeriksaan awal, seluruh pasien SAR
dijumpai eritema halo. Gambaran klinis SAR sering dijumpai adanya eritema
halo yang mengelilingi lesi ulser. Eritema halo tersebut termasuk ke dalam
tahap perkembangan SAR, yaitu tahap ulseratif dimana tahap ini akan berlanjut
selama 3 sampai 7 hari. Pada tahap ini papula akan membentuk ulserasi dimana
adanya batas pinggiran berwarna merah disebabkan oleh pelebaran pembuluh
darah kapiler yang bersifat reversibel.11
Pada penelitian ini, setelah diberikan pengobatan dengan menggunakan
gel ekstrak daun kamboja setiap harinya selama tiga hari terjadi penurunan
jumlah pasien yang memperlihatkan eritema halo. Terlihat pada tabel 6, yaitu
pada pemeriksaan awal/baseline 16 pasien ada eritema halo, pada kontrol hari
pertama 14 pasien ada eritema halo, pada kontrol hari kedua 4 pasien ada
eritema halo, dan pada kontrol hari ketiga seluruh pasien tidak ada lagi eritema
halo. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan bahwa flavonoid dan
saponin yang merupakan kandungan dari daun kamboja (Plumeria acuminata
ait) mampu menghambat dehidrogenase jalur prostaglandin, fosfodiesterase,
aldoreduktase, monoamina, balik transcriptase, protein kinase, DNA
polymerase, cyclooxygenase dan lipooxygenase sehingga membatasi sel
inflamasi yang bermigrasi ke jaringan perlukaan yang mampu mengurangi
eritema.9,32,33
Setelah pengobatan dengan gel ekstrak daun kamboja terjadi
pengurangan ukuran SAR. Terlihat dari hasil analisis rata-rata pengurangan
ukuran besar ulser pada saat baseline, kontrol hari pertama, kontrol hari kedua,
dan kontrol hari ketiga yaitu 2,00 mm pada kontrol hari pertama 1,10 mm pada
kontrol hari kedua, dan 0,25 mm pada kontrol hari ketiga. Hal ini sesuai
dengan penelitian Rahayu (2014), bahwa flavonoid dan saponin yang
merupakan kandungan dari daun kamboja (Plumeria acuminata ait) memiliki
43
Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSGM USU ini, dapat diketahui
bahwa 16 orang sembuh dari rasa sakit selama tiga hari pengobatan dengan gel
ekstrak daun kamboja. Hal ini sesuai dengan aktivitas farmakologis yang
terkandung dalam daun kamboja yaitu analgetik dan antiinflamasi. Efek
analgetik dan antiinflamasi pada ekstrak ini menghambat cyclooxygenase dan
lipooxygenase (dan mediator inflamasi lainnya) sehingga mengurangi kadar
eksudat pada permukaan ulser penyebab rasa sakit.32 Hal ini juga didukung
oleh hasil penelitian Methanolic Extract of Plumeria Acuminata (MEPA) yaitu
ekstrak daun kamboja dapat menghilangkan rasa sakit pada hewan percobaan
yang terinfeksi akibat dilukai dan hewan tersebut mengalami hipertermia.7
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
45
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien RSGM USU dapat
disimpulkan bahwa gel ekstrak daun kamboja memiliki efek yang signifikan
terhadap penyembuhan SAR tipe minor. Hal tersebut dapat terlihat pada
pengurangan eritema halo, ukuran SAR dan skala rasa sakit setelah pemberian
gel ekstrak daun kamboja selama tiga hari.
6.2 Saran
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan gel ekstrak daun kamboja
dengan konsentrasi 20% dan frekuensi pemberian tiga kali dalam sehari selama
tiga hari untuk penyembuhan SAR. Oleh karena itu, diperlukan penelitian
selanjutnya dengan konsentrasi yang berbeda dan frekuensi pemberian yang
berbeda. Pada waktu anamnesis, pasien mengaku tidak menderita penyakit
sistemik tanpa adanya bukti pasti, pada penelitian selanjutnya diharapkan
peneliti lebih memperhatikan tentang penyakit sistemik pasien dengan cara
memasukkan subjek yang benar-benar tidak menderita penyakit sistemik yang
diketahui dengan cara pemeriksaan kesehatan umum pasien kepada dokter
sebelum dijadikan sebagai subjek penelitian atau memasukkan pasien yang
baru saja melakukan pemeriksaan kesehatan umum. Berdasarkan hasil
penelitian ini, dokter dan dokter gigi dapat menggunakan gel ekstrak daun
kamboja sebagai salah satu pengobatan selain penggunaan obat modern untuk
terapi SAR.
DAFTAR PUSTAKA
46
11. Greenberg MS, Glick M, Jonathan AS. Burket’s oral medicine. 11th ed.,
India: BC Decker., 2008: 57-60.
12. Scully C. Oral and maxillofacial medicine. 2th ed., Sydney Toronto:
Elsevier Limited., 2008: 151-156.
13. Junhar MG, Suling PL, Supit ASR. Gambaran stomatitis aftosa rekuren
dan stres pada narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas II B Bitung.
Jurnal e-Gigi 2015; 3(1): 100-107.
14. Volkov I, et al. Effectiveness of vitamin B 12 in treating recurrent aphthous
stomatitis: A randomized, double-blind, placebo-controlled trial. JABFM
2009; 22: 9-16.
15. Volkov I, Rudoy I, Abu-Rabia U, Masalha T, Masalha R. Recurrent
aphthous stomatitis responds to vitamin B12 treatment. Can Fam Physician
2005; 51: 844-845.
16. Rao AK, Vundavalli S, Sirisha NR, Jayasree CH, Sindhura G, Radhika D.
The association between psychological stress and recurrent aphthous
stomatitis among medical and dental student cohorts in an educational
setup in India. JIAPHD 2015; 13(2): 133-137.
17. Cawson RA, Odell EW. Oral pathology and oral medicine. 8 th ed.,
Philadelphia: CL Elsevier., 2009: 221-224.
18. Sumintarti, Marlina E. Hubungan antara level estradiol dan progesteron
dengan stomatitis aftosa rekuren. Dentofasial Jurnal Kedokgi 2012; 11(3):
137-141.
19. Swain N, Pathak J, Poonja LS, Penkar Y. Etiological factors of recurrent
aphtous stomatitis: a common perplexity. J Contempt Dent 2012; 2(3): 96-
100.
20. Mariati NW, Leman MA, Yogasedana IMA. Angka kejadian stomatitis
aftosa rekuren (SAR) ditinjau dari faktor etiologi di RSGMP FK
UNSRAT Tahun 2014. Jurnal e-G 2015; 3(2).
48
21. Sandstrom J. Recurrent aphthous ulcers. Oral Pathology Report 2013. Juni
13: 1-8.
22. Ireland R. Clinical textbook of dental hygiene and therapy. Hongkong:
Graphicraft Limited., 2007: 51-53.
23. Langlais RP, Miller CS, Nield-Gehrig JS. Atlas bewarna lesi mulut yang
sering ditemukan. 4th ed., Jakarta: EGC., 2009: 172-174.
24. Vivek V, Nair BJ. Reccurent aphthous stomatitis: current concepts in
diagnosis and management. Journal of Indian Academy of Oral Medicine
and Radiology 2011; 23(3): 232-236.
25. Nasution F, Nurdiana. Efek madu alami terhadap penyembuhan stomatitis
aftosa rekuren tipe minor pada pasien rsgmp usu. In: Sumatera Utara
Updated Holistic Dental Science and Technology, ed. Proceedings of the
6th Regional Dental Meeting and Exhibition-VI. Medan, 2014: 155-160.
26. Wadhawan R, Sharma S, Solanki G, Vaishnav R. Alternative medicine for
aphthous stomatitis. IJACR 2014; 1(1): 5-10.
27. Judarwanto W. Imunologi dasar: Sitokin dan aspek klinisnya.
http//allergicliniconline.com (Maret 18.2012).
28. Judarwanto W. Imunologi dasar: Radang dan respon inflamasi.
http//allergicliniconline.com (Februari 3.2012).
29. Hariana A. Tumbuhan obat dan khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya.,
2009: 7-9.
30. Permadi A. Tanaman obat pelancar seni. Jakarta: Penebar Swadaya., 2008.
31. Megawati, Saputra WD. Minyak atsiri dari kamboja kuning, putih, dan
merah dari ekstraksi dengan N-Heksana. JBAT 2012; 1(1) : 25-27.
32. Shinde PR, Pathil PS, Bairagi VA. Phytopharmacological review of
Plumeria species. SAJP 2014; 3(2): 217-227.
33. Rahayu NM. Efektivitas salep ekstrak etanol daun kamboja (Plumeria
acuminata ait) pada penyembuhan luka melalui pengamatan jumlah
fibroblas. Yogyakarta: FKG 14 UMY 272., 2014: 1-7.
49