Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PERSEDIAAN BARANG
Dosen Pengampu: Rita Friyani. SE.M.Si.

       Disusun Oleh:

1. Dio Rinaldi S (C0C018015)


2. Nur Khafid (C0C018017)
3. Dita Maryu Amelia (C0C018031)
4. Fadilah (C0C018045)
5. Alexander Panorangi P (C0C018027)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

Tahun 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 22 April 2019

Penyusun

 
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Perkembangan ekonomi yang semakin pesat serta tingkat persaingan yang semakin
ketat mendorong para pelaku ekonomi untuk lebih tanggap terhadap perubahan
yang terjadi dalam dunia bisnis. Banyak perusahaan-perusahaan yang
melaksanakan strategi-strategi tertentu agar kegiatan produksi tetap berjalan dan
bertahan dalam persaingan pangsa pasar. Bahkan kalau perlu produk yang
dihasilkan menjadi produk utama dan produk unggulan yang mampu
memaksimalkan nilai perusahaan.

Salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan adalah
kemampuan untuk memproduksi secara tepat waktu sesuai dengan target produksi,
karena hal ini dapat memberikan keuntungan secara langsung maupun tidak
langsung. Kemampuan perusahaan dalam  emproduksi secara tepat waktu
didukung oleh kelancaran produksinya yang dipengaruhi oleh : dimilikinya
peralatan produksi dengan kualitas yang baik dalam jumlah yang mencukupi
kebutuhan dalam kegiatan produksi, dan juga adanya jaminan tersedianya bahan
baku produksi yang akan diolah. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan
harus bisa pengelola dan memanajemen sumber daya yang ada, baik sumber daya
manusia sebagai factor utama yang menjalankan kegiatan perusahaan maupun
sumber daya lain yang merupakan asset dari perusahaan itu sendiri. Salah satu
asset yang dimiliki perusahaan adalah barang atau bahan yang akan dijual kepada
konsumen.

Persediaan barang baik dalam usaha dagang maupun dalam perusahaan manufaktur
merupakan jumlah yang akan mempengaruhi neraca maupun laporan rugi laba,
oleh karena itu persediaan barang yang dimiliki selama satu periode harus dapat
dipisahkan mana yang sudah dapat dibebankan sebagai biaya (HPP) yang akan
dilaporkan dalam laporan rugi laba dan mana yang masih belum terjual yang akan
menjadi persediaan dalam neraca.

1. TUJUAN
2. Dapat mengetahui apa itu Pengertian Persediaan Barang
3. Mengetahui Metode Pencatatan Persediaan Barang
4. Mengetahui Metode Harga Pokok Persediaan

1. RUMUSAN MASALAH
2. Bagaimana Cara Mengetahui Langkah Perhitungan Persediaan Barang
3. Apa Yang Dimaksud Dengan Persediaan Barang
4. Bagaimana Metode Yang Digunakan Untuk Menghitung Persediaan Barang
5. Bagaimana Cara Menentukan Harga Pokok Persediaan Barang
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Persediaan Barang
Menurut Ristono (2009) persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang
disimpan untuk digunakan atau dijual pada masa atau periode yang akan datang.
Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah jadi dan
persediaan barang jadi.

Secara umum istilah persediaan barang dipakai untuk menunjukkan barang –


barang yang  dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan untuk memproduksi
barang-barang yang akan dijual.

Faktor persediaan barang


Dikarenakan persediaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kelancaran
produksi dan penjualan, maka persediaan harus dikelola secara tepat. Dalam hal ini
toko harus dapat menentukan jumlah persediaan optimal, sehingga di satu sisi
kontinuitas produksi dapat terjaga dan pada sisi lain toko dapat memperoleh
keuntungan, karena toko dapat memenuhi setiap permintaan yang datang.

Bila persediaan kurang, maka toko tidak akan dapat memenuhi semua permintaan
sehingga akibatnya pelanggan akan kecewa dan beralih ke perusahaan lainnya.
Sebaliknya, bila persediaan berlebih, ada beberapa beban yang harus ditanggung,
yaitu :
1) Biaya penyimpanan di gudang, semakin banyak barang yang disimpan maka
akan semakin besar biaya penyimpanannya.
2) Risiko kerusakan barang, semakin lama barang tersimpan di gudang maka risiko
kerusakan barang semakin tinggi.
3) Risiko kerusangan barang, barang-barang yang tersimpan lama akan ketinggalan
jaman.
faktor persediaan barang
Jenis persediaan yang ada dalam perusahaan manufaktur sebagai berikut:

1. Bahan baku dan bahan penolong

Bahan baku adalah barang-barang yang akan menjadi bagian dari produk jadi yang
dengan mudah dapat diikuti biayanya. Bahan baku berarti bahan utama dalam
proses produksi. Sedangkan bahan penolong adalah barang-barang yang juga
menjadi bagian dari produk jadi tetapi jumlahnya relatif kecil atau sulit diikuti
biayanya.

2. Supplies pabrik

Adalah barang-barang yang mempunyai fungsi melancarkan proses produksi.


3. Barang dalam proses

Adalah barang-barang yang sedang dikerjakan(diproses)tetapi pada tanggal neraca


barang-barang tadi belum selesai di kerjakan. Untuk dapat dijual masih di perlukan
pengerjaan lebih lanjut.

4. Produk selesai

Yaitu barang-barang yang sudah selesai dikerjakan dalam proses produksi dan
menunggu saat penjualannya.

Metode pencatatan persediaan barang dagang

 Metode fisik
Penggunaan metode fisik mengharuskan adanya perhitungan barang yang masih
ada pada tanggal penyusunan laporan keuangan. Perhitungan persediaan (atock
opname) ini diperlukan untuk mengetahui bebrapa jumlah barang yang masih ada
dan kemudian diperhitungkan harga pokonya. Dalam metode ini mutasi persediaan
barang tidak diikuti dalam buku-buku,setiap pembelian barang dicatat dalam
rekening pembelian. Karena tidak ada catatan mutasi persediaan barang maka
harga pokok penjualan juga tidak dapat diketahui sewaktu-waktu. Harga pokok
penjualan baru dapat dihitung apabila persediaan akhir sudah dihitung.

Perhitunga harga pokok penjualan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Persediaan barang awal                                               xxx

Pembelian (neto)                                                         xxx      (+)

Tersedia untuk dijual                                      xxx

Persediaan barang akhir                                              xxx      (-)

Harga pokok penjualan                                   xxx

Ada masalah yang timbul jika digunakan metode fisik, yaitu jika diinginkan
menyusun laporan keuangan jangka pendek (intern) misalnya bulanan, yaitu
keharusan mengadakan perhitungan fisik atas persediaan barang,

 Metode buku (perpetual)


Dalam metode buku setiap jenis persediaan dibuatkan rekening sendiri-sendiri
yang merupakan buku pembantu persediaan. Rekening yang digunakan untuk
mencatat persediaan terdiri dari beberapa kolom yang dapat dipakai untuk
mencatat pembelian,penjualandan saldo persediaan. Setiap perubahan dalam
persediaan diikuti dengan pancatatn dalam rekening persediaan sehingga jumlah
persediaan sewaktu-waktu dapat diketahui dengan melihat kolom saldo rekening
persediaan.

 
1. MASALAH PEMILIKAN PERSEDIAAN BARANG
Dasar yang digunakan untuk menentukan apakah barang itu sudah dicatat sebagai
persediaan adalah hak kepemilikan. Kadang-kadang terdapat keadaan dimana sulit
untuk menentukan hakkepemilikan barang sehingga dalam praktek akan ditemui
adanya penyimpanan-penyimpanan. Keadaan yang dimaksud adalah sebagai
berikut:

1. Barang-barang dalam penjalanan (goods in transit)


Ada 2 syarat pengiriman

 Apabila barang-barang dikirim dengan syarat f.o.b shipping point maka hak
atas barang yang dikirim berpindah pada pembeli ketika barang-barang tersebut
diserahkan pada pihak pengangkut.
Pencatatan bagi penjual : mencatat penjualan dan mengurangi persediaan
barangnya. Proses pencatatan akan dilakukan pada waktu pengiriman
barangnya.Pencatatan bagi pembeli : mencatat pembeli dan menambah persediaan
barangnya. Proses pencatatan dilakukan ketika sudah menerima barangnya.

 Syarat pengiriman f.o.b. destination berarti bahwa hak atas barang baru
berpindah pada pembeli jika barang-barang yang dikirim sudah diterima oleh
pembeli. Jadi perpindahan hak atas barang terjadi pada tanggal penerimaan
barang oleh pembeli.
1. Barang-barang yang dipisahkan
Kadang-kadang terjadi suatu kontrak penjualan barang dalam jumlah besar
sehingga pengirimannya tidak dapat dilakukan sekaligus. Barang-barang yang
dipisahkan tersendiri bermaksud untuk memenuhi kontrak atau pesanan-pesanan
walaupun belum dikirim,namun haknya sudah berpindah kepada pembeli.

1. Barang-barang konsinyasi (consignment goods)


Dalam cara penjualan titipan,barang-barang yang dititipkan untuk djualkan
(dikonsinyasikan) haknya masih tetap pada yang menitipkan sampai saat barang-
barang tersebut dijual. Pihak yang menerima titipan tidak mempunyai hak atas
barang-barang tersebut sehingga tidak mencatat barang-barang tersebut sebagai
persediaannya. Apabila barang-barang itu sudah dijual maka yang menerima
titipan membuat membuat laporan pada yang menitipkan. Dan yang menitipkan
barang mencatat penjualan dan mengurangi persediaan barangnya.

1. Penjualan angsuran (installment sales)


Dalam penjualan angsuran, hak atas barang tetap pada penjual sampai seluruh
harga jualnya dilunasi. Penjualan akan melaporkan barang-barang tersebut dalam
persediaannya dikurangi dengan jumlah yang sudah dibayar. Pembeli akan
melaporkan barang-barang tersebut dalam persediaannya sejumlah yang sudah
dibayarkan.

Apabila dianggap bahwa kemungkinan pembatalan penjualan tersebut adalah kecil


maka penjual dapat mengakuinya sebagai penjualan biasa yang diangsur dan
pembeli dapat mencatatnya sebagai pembelian biasa yang pembayarannya
diangsur.

Berikut cara mencatatnya:

Misalkan: dibeli mesin dengan harga Rp.20.000.000 yang pembayarannya akan


diangsur selama 5 tahun,setiap tahun sebesar Rp.4.000.000 ditambah bunga 10%
per tahun. Jurnal yang dibuat oleh pembeli untuk mencatat pembelian mesin dan
pembayaran angsuran sebagai berikut.
Pembelian mesin:

Mesin                                      Rp.20.000.000
Utang                                     Rp. 20.000.000

Akhir tahun pertama:

Utang                                    Rp. 4.000.000

Biaya bunga                           Rp.2.000.000

Kas                                         Rp 6.000.000

Bunga: 10 x Rp 20.000.000 = Rp.2.000.000

C.HARGA POKOK PERSEDIAAN 


Dasar utama yang digunakan dalam akuntansi persediaan adalah harga pokok
(cost) yang dirumuskan sebagai harga yang dibayar atau yang dipertimbangkan
untuk memperoleh suatu aktiva. Dalam hubungannya dengan persediaan,harga
pokok adalah jumlah semua pengeluaran-pengeluaran langsung dan tidak langsung
yang berhubungan dengan perolehan,penyiapan dan penempatan persediaan
tersebut agar dapat dijual.

1. POTONGAN PEMBELIAN
Dasar pembelian barang sering ada ketentuan mengenai cara pembayaran, apabila
dibayar dalam jangka waktu tertentu akan diberi potongan. Potongan seperti ini
disebut potongan tunai yang dalam akuntansi dicatat dalam rekening potongan
pembelian. Pada prinsipnya potongan yang diterima adalah pengurangan terhadap
harga pokok persediaan. Tetapi kadang-kadang ditemui adanya perlakuan terhadap
potongan pembelian sebagai saat pembelian,sedangkan dalam akuntansi laba hanya
timbul dari penjualan barang atau jasa dan bukannya timbul dari pembelian.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencatat potongan pembelian
sebagai pengurangan terhadap harga pokok yaitu:

Misal: pada tanggal 1 desember 2005 dibeli barang dagangan dengan harga faktur
Rp. 500.000,00. Syarat pembayaran 2/10, n/30. Pembayaran utang dilakukan pada
tanggal 10 desember 2005 sehingga diperoleh potongan pembelian sebesar 2%.

1. Pembelian dicatat dengan harga bruto


Tanggal 1 desember 2005:

Pembelian (persediaan barang)                       500.000,00

Utang                                                              500.000,00

Tanggal 10 desember 2005:

Utang                                                              500.000,00

Potongan pembelian                                        10.000,00

Kas                                                                  490.000,00

Apabila pembayaran utang dilakukan sesudah tanggal 10 desember 2005 berarti


tidak diperoleh potongan,pembayaran sebesar 500.000,00 dicatat dengan jurnal
sebagai berikut:

Utang                                                              500.000,00

Kas                                                                  500.000,00

2. Pembelian dicatat dengan harga neto


Dalam cara ini ada dua cara mencatat utang yaitu dengan jumlah neto atau dengan
jumlah bruto.

1. METODE PENENTUAN HARGA POKOK PERSEDIAAN


Untuk mendapatkan perhitungan harga pokok penjualan dan harga pokok
persediaan akhir dapat digunakan berbagai cara yaitu :

1. Identifikasi khusus
Metode identifikasi khusus didasarkan pada anggapan bahwa arus barang harus
sama dengan arus biaya. Untuk itu perlu dipisahkan tiap – tiap jenis barang
berdasarkan harga pokoknya dan untuk masing – masing kelompok dibuatkan
kartu persediaan sendiri, sehingga masing – masing harga pokok bisa diketahui.
Harga pokok penjualan terdiri dari harga pokok barang barang yang dijual dan
sisanya merupakan persediaan akhir. Metode ini dapat digunakan dalam
perusahaan perusahaan yang menggunakan prosedur pencatatan persediaan dengan
cara fisik maupun cara buku. Tetapi karena cara ini menimbulkan banyak
pekerjaan tambahan maupun gudang yang luas maka jarang digunakan.

Untuk mengatasi kesulitan metode identifikasi khusus dapat digunakan metode


metode yang dasarnya adalah arus biaya dimana arus barang tidak harus sama
dengan arus biayanya. Metode metode yang didasarkan pada arus biaya adalah
MPKP (FIFO), MTKP (LIFO) dn rata rata tertimbang. Untuk menjelaskan ketiga
metode diatas digunakan contoh barang A sebagai berikut :

2005

200 kg @
Februari 1 persediaan =Rp. 20.000,00
Rp.  100,00

300 kg
9 pembelian @Rp. 33.000,00
110,00

400
10 penjualan
kg

400 kg
15
@Rp. =46.400,00
pembelian
116,00

300
18 penjualan
kg

24
100 kg 12.600,00
pembelian

700
1.000 kg Rp. 112.00,00
kg
 

1. Masuk pertama keluar pertama


Harga pokok persediaan akan dibebankan sesuai dengan urutan terjadinya. Apabila
ada penjualan atau pemakaian barang barang maka harga pokok yang dibebankan
adalah harga pokok yang paling terdahulu, didudul dengan berikutnya. Persediaan
akhir dibebani harga pokok terakhir. Dengan menggunakan data diatas, persediaan
akhir dan harga pokok penjualan dalam cara MPKP (FIFO) dihitung sebagai
berikut :
Metode Fisik
Misalnya perhitungan fisik atas barang barang dalam gudang pada tanggal 28
februari 2005 menunjukkan jumlah 300 kg. Jumlah 300 kg terdiri dari :

100 kg
Pembelian 24 februari Rp.12.600,00
@Rp.126,00

Pembelian 15 februari 200 kg@116,00 23.200,00

300 kg Rp. 35.800,00


 

Metode buku (Perpetual)


Apabila digunakan metode buku maka setiap jenis persedian akan dibuatkan kartu
persediaan yang terdiri dari beberapa kolom yang digunakan untuk mencatat
mutasi persediaan. Kartu barang A dengan cara MPKP (FIFO) akan nampak
sebagai berikut :

Dari kartu barang A diatas dapat dilihat bahwa jumlah persediaan barang tanggal
28 Februari 2005 sebesar 300 kg dengan harga pokok sejumlah Rp.35.800,00.
Jumlah persediaan yang dihitung dengan cara MPKP (FIFO) dengan metode fisik
akan menunjukkan hasil yang sama dengn metode buku.
Apabila terjadi adanya barang barang yang dikembalikan baik pada waktu membeli
atau menjual maka harga pokok yang dibebankan adalah yang masuk paling
dahulu sehingga konsisten, karena pembebanan berikutnya adalah harga pokok
yang masuk paling dahulu.

Akibat penggunaan harga pokok atas dasar NPKP akan terasa pada waktu ada
barang barang yang dikembalikan pada penjual seperti contoh tanggal 17 februari.
Jumlah barang yang dikembalikan sebanyak 100kg dibeli dengan
harga Rp.116,00per kg. Pengembalian ini mengakibatkan utang berkurang sebesar
11.600,000 tetapi berkurangnya persediaan hanya sebesar Rp.10.500,00 selisih
yang timbul akan dicatat dalamrekening selisih persediaan dengan jurnal sebagai
berikut :
 

Utang  
Persediaan barang Rp. 10.500,00
Rp. 11.600,00
Selisih persediaan Rp. 1.100,00
1. Rata- rata Tertimbang (Weighted Average)
dalam metode ini barang-barang yang dipakai untuk produksiatau dijual akan
dibebani harga pokok rata-rata. Perhitungan harga pokok rata-rata dilakukan
dengan cara membagi jumlah harga perolehan dengan kuantitasnya. Dari contoh
data perhitungan untuk persediaan akhir dan harga pokok penjualan adalah sebagai
berikut:

1. Metode Fisik
Misalnya barang-barang yang ada dalam gudang pada tanggal 28 Februari 2005
dihitung berjumlah 300 kg.

Persediaan akhir dihitung sebagai berikut:

@ Rp
Februari 1 200 kg = Rp 20.000
100,00

@Rp
9 300 kg = Rp 33.000
110,00

@Rp
15 400 kg = Rp 46.400
116,00

@Rp
24 100 kg = Rp 12.600
126,00

1,000kg Rp 112.000

Harga Pokok Rata-rata tertimbang =  Rp 112.000     = Rp 112,00 /Kg


1.000 Kg

Persediaan barang 28 Februari 2005 : 300 Kg @Rp 112,00 = Rp 33.600

Harga Pokok Penjualan : Rp 112.000 – Rp 33.600 = Rp 78.400,00


 
 
1. Metode Buku (Perpetual)
Dalam metode ini, barang-barang yang dikeluarkan akan dibebani harga pokok
pada akhir periode, karena harga pokok rata-rata baru dihitung pada akhir periode,
dan akibatnya, jurnal untuk mencatat berkurangnya persediaan barang juga dibuat
pada akhir periode. Apabila harga pokok rata-rata dicatat setiap ada pengeluaran
barang maka diperlukan untuk menghitung harga pokok rata-rata setiap kali terjadi
pembelian barang, seperti ini disebut metode rata-rata bergerak (moving average).
Jurnal yang dibuat untuk mencatat transaksi-transaksi pengembalian barang-barang
sebagai berikut :
12 Februari 2005

Retur penjualan                                               sebesar harga jual


                        Piutang Dagang                                             
sebesar harga jual
            Penjualan Barang                                           Rp 5.300,00
                        Harga Pokok Penjualan                                 Rp
5.300,00
16 Februari 2005

Retur penjualan                                               sebesar harga jual


                        Piutang Dagang                                             
sebesar harga jual
            Penjualan Barang                                           Rp 5.300,00
                        Harga Pokok Penjualan                                 Rp
5.300,00
25 Februari 2005

Utang                                                              Rp 3.125,00
                        Selisih Persediaan                                           Rp  
235,00
                        Persediaan barang                                          Rp
2.890,00
1. Masuk Terakhir Keluar Pertama ( MTKP/ LIFO)
Barang-barang yang dikeluarkan dari gudang akan dibebani dengan persediaan
harga pokok pembelian yang terakhir disusul dengan yang masuk sebelumnya.
Persediaan akhir dihargai dengan harga pokok pembelian yang pertama dan
berikutnya.

Penggunaan metode MTKP akan lebih akan lebih jelas jika dilihat dalam
perhitungan berikut yang datanya diambil dari contoh berikut.

Metode Fisik
Misalkan pada tanggal 28 Februari 2005 diadakan perhitungan fisik terhadap
barang-barang dalam udang yang hasilnya menunjukkan jumlah persediaan
sebanyak 300 Kg.

Harga pokok persediaan barang sebanyak 300 Kg itu ditunjukkan sebagai berikut:
Persediaan tanggal 1 Februari             200 Kg @ Rp 100,00  = Rp 20.000,00

Pembelian tanggal 9 Februari              100 Kg @ Rp 110,00  = Rp 11.000,00


300 Kg                                       Rp 31.000,00

Harga pokok penjualan = Rp 112.000,00 – Rp 31.000,00 = Rp 81.000,00


Metode Buku (Perpetual)
Dalam cara ini baran-barang yang dikeluarkan dapat dikreditkan dalam rekening
persediaan dengan harga pokoknya pada waktu:

 Akhir Periode
Setiap ada pengeluaran barang yang dicatat dalam kolom pengeluaran hanya
kuantitasnya sedan harga pokoknya baru dicatat pad akhir periode sekaligus. Cara
ini akan memberikan hasil perhitungan persediaan akhir dan harga pokok
penjualan yang sama besar dengan cara fisik.

 Setiap kali ada barang yang dikeluarkan


Jika harga pokok barang-barang yang dikeluarkan dicatat dalam kartu persediaan
pada saat barang-barang tersebut dikeluarkan, maka perhitungan harga pokok
persediaan dan harga pokok penjualan sebagai berikut:

Persediaan akhir sebesar :

100 Kg @ Rp 100,00  = Rp 10.000,00

100 Kg @ Rp 116,00  = Rp 10.000,00

100 Kg @ Rp 126,00  = Rp 10.000,00


Jumlah 300 Kg                                    = Rp 34.200,00
Harga pokok penjualan dapat dilhat dalam rekening harga pokok penjualan yaitu
sebesar Rp 33.000,00 + Rp 10.000,00 + Rp 34.800,00 = Rp 77.800,00.
Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa hasil perhitungan persediaan akhir dan
harga pokok penjualan tidak sama dengan hasil dari metode fisik. Selisih harga
pokok persediaan kedua metode sebesar Rp 3.200,00 yaitu selisih antara Rp
31.000,00 dan Rp 34.200,00. Selisih sebesar Rp 3.200,00 ini disebabkan karena
perbedaan harga pokok per Kg dari barang-barang yang dikeluarkan tanggal 10
dan 18 Februari. Dalam cara fisik barang-barang yang dikeluarkan dinilai sebagai
berikut:

Tanggal 18 100 Rp = Rp
Kg
Februari 126,00 12.600
@

200
Rp = Rp
Kg
116,00 23.200
@

Rp
35.800

200
10 Rp = Rp
Tanggal Kg
Februari 116,00 23.200
@

200
Rp = Rp
Kg
110,00 22.000
@

Rp
45.200

Rp
81.000
 

300
18 Rp Rp
Tanggal Kg
Februari 116,00 34.800
@

300
10 Rp = Rp
Tanggal Kg
Februari 110,00 33.000
@

100
Rp = Rp
Kg
100,00 10.000
@

Rp
43.000

Rp 77.800

Selisih Rp   3.200


 

Apabila terjadi adanya barang-barang yang dikembalikan baik pembeli maupun


kepada penjual maka barang-barang yang dikembalikan akan dicatat dengan harga
pokok yang terakhir, selisihnya dengan harga belinya dicatat dalam rekening
selisih persediaan.

Dalam perusahaan yang yang memiliki banyak macam persediaan, penggunaan


metode MTKP untuk masing-masing jenis barang akan memakan waktu yang
lama. Untuk mengatasi kesulitan itu dapat digunakan cara perhitungan dengan cara
MTKP nilai rupiah persediaan.

MTKP Nilai Rupiah Persediaan


Metode MTKP dapat digunakan dengan metode nilai rupiah dari persediaan
dimana rupiah digunakan sebagai pengukur. Semua jenis barang yang sama
dimasukkan dalam satu kelompok dan kenaikan persediaan dengan indeks dihitung
atas dasar perubahan jumlah rupiahnya. Pengelompokkan barang bisa dilakukan
atas dasar kelompok-kelompok besar atau bagian-bagian (seksi-seksi) dalam
perusahaan.

Karena adanya perubahan nilai uang maka penggunaan metode ini memerlukan
data indeks harga setiap periode. Indeks ini akan digunakan untuk membandingkan
persediaan dalam 2 tanggal yang berbeda agar dapat diketahui apakah ada
kenaikan atau penurunan persediaan. Misalnya pada tanggal 31 Desember 2007
persediaan barang seharga Rp 1.500.000,00 dan pada tanggal 31 Desember 2008
sebesar Rp 1.650.000,00 . apabila dalam tahun 2008 tidak ada perubahan tingkat
harga, bisa dikatakan bahwa persediaan telah bertambah 10 %. Tetapi karena
adanya perubahan nilai mata uang maka untuk dapat megetahui berapa kenaikan
atau penurunan persediaan, kedua jumlah persediaan diatas harus dinyatakan dalam
rupiah yang nilainya sama; yaitu dengan indeks. Misalnya persediaan barang
tanggal 31 Desember 2008 sebesar Rp 2.100.000,00 (dengan harga pada tanggal
tersebut) dikathui selama tahun 2008 terjadi kenaikan harga barang-barang tersebut
10 %, maka persediaan tanggal tanggal 31 Desember 2008 dengan nilai rupiah 31
Desember 2007 adalah sebesar Rp 2.100.000,00 : 1,10 = Rp 1.909.090,00.

Apabila terjadi terjadi penurunan jumlah persediaan maka penurunan tadi akan
dikurangkan pada kenaikan persediaan dengan indeks terakhir, disusul dengan
persediaan dengan indeks sebelumnya dan seterusnya. Contoh sebagai berikut:

Indeks

31 Desember 2005 100 (tahun dasar)

31 Desember 2005 110

31 Desember 2005 115

31 Desember 2005 124


 
Persediaan barang tanggal 31 Desember 2005 (tahun dasar) : Rp 1.000.000,00.

Pada tanggal 31 Desember 2005 mulai dipakai metode MTKP nilai rupiah.

31 Desember 2006
Jumlah persediaan dengan harga pada tanggal 31 Desember 2006: Rp
1.200.000,00. Perhitungan jumlah persediaan dengan metode MTKP Nilai rupiah
sbb:

Persediaan 31 Desember 2006 dengan harga


dasar:

Rp 1.200.000,00 : 1.10 = Rp 1.090.900,00

Persediaan 31 Desember 2005 dengan harga


   Rp 1.000.000,00
dasar:

Kenaikan persediaan 2006 dengan harag


   Rp      90.900,00
dasar
Kenaikan persediaan dengan indeks 2006 dengan harga sekarang :

Rp 90.900,00 x 1,10 = Rp 100.000,00

Perbandingan antara MPKP, Rata-rata Tertimbang dan MTKP


            Metode MPKP akan mengakibatkan nilai persediaan dalam neraca
dicantumkan dengan harga sekarang sedangkan dengan metode MTKP
dicantumkan dengan harga mula-mula yang biasanya tidka pernah berubah,
sedangkan metode rata-rata tertimbang hasilnya mendekati metode MPKP.
Penggunaan MPKP dalam keadaan harga-harga naik akan mengahasilkan kenaikan
laba bruto dalam keadaan harga-harga turun akan berakibat penurunan laba bruto.
Sebaliknya dengan keadaan harga-harga naik, metode MTKP akan menghasilkan 
penurunan laba bruto, dan dalam keadaan harga-harga turun akan berakibat
kenaikan laba bruto. Laba bruto yang diperoleh dengan cara rata-rata tertimbang
akan memberikan hasil yang mendekati metode MPKP.
Perbedaan laba bruto ini disebabkan karena dalam metode MPKP harga pokok
persediaan yang dibebankan sebagai harga pokok penjualan adalah harga pokok
barang yang dibeli mula-mula, sehingga dalam keadaan harga-harga naik, harga
pokok penjualan jumlahnya kecil karena terdiri dari harga beli mula-mula.
Sedangkan dalam metode MTKP, harga pokok persediaan yang dibebankan
sebagai harga pokok penjualan adalah harga pokok pembelian-pembelian terakhir,
sehingga dalam keadaan harga-harga naik, harga pokok penjualan terdiri dari
harga-harga pokom terakhir yang lebih tinggi. Dalam keadaan harga-harga turun
akibatnya adalah kebalikan dari keadaan harga-harga naik.
Metode rat-rata tertimbang memberikan hasil yang mendekati metode MPKP
karena biasanya pembelian barang dalam satu periode itu jumlahnya beberapa kali
lebuh banyak dari persediaan awalnya, sehingga harga rata-rata persediaan
akhirnya sangat dipengaruhi dengan harga-harga sekarang. Seperti dalam MPKP,
harga-harga sekarang mempengaruhi nilai persediaan akhirnya.

(e) Persediaan Besi/ Minimum


Dalam metode ini dipakai anggapan bahwa perusahaan memerlukan suatu jumlah
persediaan minimum (besi) untuk menjaa kontinuitas usahanya. Persediaan
minimum (besi) ini dianggap sebagai suatu elemen yang harus selalu tetap,
sehingga dinilai dengan harga pokok yang tetap. Harga pokok untuk persediaan
besi (minimum) biasanya diambil dari pengalamn yang lalu dimana harga pokok
itu nilainya rendah.

Pada akhir periode jumlah barang yang ada dalam gudang dihitung. Jumlah
persediaan besi dinilai dengan harga pokok yang tetap sedangkan selisih antara
jumlah barang yang ada dengan jumlah persediaan besi dinilai dengan harga pada
saat tersebut (bisa dengan metode MTKP, rata-rata tertimbang atau metode-metode
lain).

Misalnya PT. Risa Fadila menetapkan persediaan besi sebesar 1.000 unit dengan
harga pokok Rp 250,00/ unit. Pada tanggal 31 Desember 2008 perhitungan fisik
menunjukkan jumlah persediaan sebanyak 1.300 unit. Harag pokok barang-barang
tersebut pada tanggal 31 Desember 2008 adalah sbb:

Persediaan besi 1.000 unit @ Rp 250,00 = Rp 250.000,00

Kelebihan diatas

Persediaan besi    300 unit @ Rp 400,00 = Rp 120.000,00

Nilai Persediaan 1.300 unit = Rp 370.000,00


Apabila persediaan barang tanggal 31 Desember 2008 sebanyak 800 unit maka
nilai persediaan dihitung sbb:

= Rp
Persediaan besi 1.000 unit @ Rp 250,00
250.000,00

Kekurangan Di
bawah

= Rp
Persediaan besi 200 unit @ Rp 400,00
120.000,00

= Rp
Nilai Persediaan     800 unit
170.000,00
 

Kadang-kadang persediaan tanggal 31 Desember 2008 tidak dicantumkan sebesar


Rp 170.000,00 tetapi tetap dicantumkan dengan jumlaha Rp 250.000,00 dikurangi
cadangan penurunan persediaan sebesar Rp 80.000,00.

Jurnal yang dibuat :

Harga pokok penjualan                                  Rp 80.000,00


            Cadangan Penurunan persediaan                  Rp 80.000,00
 
Pembelian barang pada awal periode berikutnya sampai sejumlah Rp 80.000,00
dibebankan ke rekening cadangan penurunan persediaan dengan jurnal sbb:

Cadangan Penurunan persediaan                  Rp 80.000,00


            Utang/Kas                                                       Rp 80.000,00
Dalam metode persediaan besi (minimum) dipakai anggapan bahwa jumlah
persediaan minimum itu selalu tetap sehingga harga pokok penjualan akan terdiri
dari pembelian-pembelian baru. Oleh karena itu hasil perhitungan nilai persediaan
dengan cara ini akan mendekati jumlah persediaan yang dihitung dengan cara
MTKP.

(f) Biaya Standar (Standard Cost)


            Dalam perusahaan manufaktur yang memakai sistem biaya standar,
persediaan barang dinilai dengan biaya standar, yaitu biaya-biaya yang seharusnya
terjadi. Biaya-biaya standar ini ditentukan di muka, yaitu sebelum proses produksi
dimulai, untuk bahan baku, upah langsung, dan biaya produksi tak langsung.
Apabila terdapat perbedaan antara biaya-biaya yang sesungguhnya terjadi dengan
biaya standarnya, perbedaan-perbedaan itu akan dicatat sebagai selisih.
Karena persediaan barang dinilai dengan biaya standar maka dalam harga pokok
penjualan tidak termasuk kerugian-kerugian yang timbul karena pemborosan-
pemborosan dan hal-hal yang tidak biasa. Biaya standar yang ditetapkan akan terus
digunakan apabila tidak ada perubahan harga maupun metode produksi. Apabila
ternyata ada perubahan maka biaya standar harus direvisi dan disesuaikan dengan
keadaan yang baru.

(g) Harga Pokom Rata-rata Sederhana (Simple Average)


Harga pokok persediaan dalam metode ini ditentukan dengan menghitung rata-
ratanya tanpa memperhitungkan jumlah barangnya.

Contoh :

@ Rp
Februari 1 Persediaan awal 100 unit
100,00

Februari 9 Pembelian 300 unit @ Rp


110,00

@ Rp
Februari 15 Pembelian 400 unit
116,00

@ Rp
Februari 24 Pembelian 100 unit
126,00
 

Harga Pokok rata-rata/unit      = Rp 100,00 + Rp 110,00 + Rp 116,00 + Rp 126,00


4

= Rp 113,00

Apabila jumlah barang yang dibeli berbeda-beda maka metode ini tidak
menghasilkan harga pokok yang dapat mewakili seluruh persediaan.

(h) Harga Beli Trerakhir (Latest Purchase Price)


Dalam metode ini persediaan barang yang ada pada akhir periode dinilai dengan
harga pokok pembelian terakhir tanpa mempertimbangkan apakah jumlah
persediaan yang ada melebihi jumlah pembeliaan terakhir. Misalnya, pembelian
terakhir pada tanggal 24 Februari sebanyak 100 unit dengan harga Rp 126,00/unit.
Persediaan barang pada tanggal 31 Desember 1991 sebanyak 300 unit. Nilai
persediaan pada tanggal 28 Februari dihitung sebagai berikut : 300 x Rp 126,00 =
Rp 37.800,00.

(i) Metode Nilai Penjualan Relatif

Metode ini dipakai untuk mengalokasikan biaya bersama (joint costs) kepada


masing-masing produk yang dihasilkan/dibeli. Masalah alokasi ini dapat timbul
dalam usaha dagang maupun perusahaan manufaktur. Dalam perusahaan dagang
apabila dibeli beberapa barang yang harganya menjadi satu, timbul masalah
berapakah harga pokok masing-masing barang tersebut. Pembagian biaya bersama
ini dilakukan berdasar nilai penjualan realtif dari masing-masing barang tersebut.
Contoh 1.

(j) Metode Biaya Variabel (Direct Costing)


Dalam metode ini harga pokok produksi dari produk yang dihasilkan oleh
perusahaan hanya dibebani dengan biaya produksi yang variabel yaitu biaya bahan
baku, upah langsung dan biaya produksi tak langsung variabel. Biaya produksi
tidak langsung yang tetap akan dibebankan sebagai biaya dalam periode yang
bersangkutan dan tidak ditunda dalam persediaan.

Metode ini bagi pimpinan perusahaan untuk merencanakan dan mengawasi biaya-
biayanya. Agar metode ini dapat digunakan, rekening-rekening biaya harus
dipisahkan menjadi biaya variabel dan tetap. Karena yang dimasukkan dalam
perhitungan harga pokok produksi hanya biaya-biaya yang variabel, metode ini
tidak diterima sebagai prinsip akuntansi yang lazim. Oleh karena itu jika
digunakan metode biaya variabel maka pada akhir periode harus diadakan
penyesuaian terhadap persediaan dan harga pokok penjualan.

1. AKIBAT KESALAHAN MENCATAT PERSEDIAAN


Kesalahan dalam mencatat jumlah persediaan barang akan mempengaruhi neraca
dan laporan laba rugi. Keasalahan-kesalahan yang terjadi mungkin hanya
berpengaruh pada periode yang bersangkutan atau mungkin mempengaruhi juga
periode-periode berikutnya. Kesalahan-kesalahan ini bila diketahui harus segera
dibuatkan koreksinya baik terhadap rekening riel maupun rekening nominal.

Beberapa kesalahan pencatatan persediaan dan pengaruhnya terhadap laporan


keuangan adalah sebagai berikut:

1. Persediaan akhir dicantumkan terlalu besar akibat dari salah hitung, harga
atau salah mencatat barang-barang yang sudah dijual.
Tahun Berjalan:
Laporan laba rugi; harga pokok penjualan terlalu kecil karena persediaan akhir
terlalu besar, dan laba terlalu besar.

Neraca; persediaan barang terlalu besar dan modal terlalu besar.

Tahun berikutnya:
Laporan laba rugi; harga pokok penjualan terlalu besar karena persediaan awal
terlalu besar, dan laba terlalu terlalu kecil.

Neraca; kesalahan tahun lalu sudah diimbangi oleh kesalahan laporan laba rugi
tahun ini sehingga neraca benar (counter balanced).
2. Persediaan akhir dicantumkan terlalu kecil akibat dari salah hitung, harga
atau salah mencatat barang-barang yang sudah dibeli. Kesalahan-kesalahan
yang terjadi adalah kebalikan dari kesalahan nomor 1 diatas.
3. Persediaan akhir dicantumkan terlalu besar bersama dengan belum
dicatatnya piutang dan penjualan akhir periode.
Tahun berjalan:
Laporan laba rugi; penjualan terlalu kecil sebesar harga jual barang-barang tersebut
dan harga pokok penjualan terlalu kecil sebesar harga pokok barang-barang
tersebut sehingga laba bruto dan laba bersih terlalu kecil sebesar laba bruto dari
penjualan tersebut.

Neraca; piutang terlalu kecil sebesar harga jual barang-barang tersebut dan
persediaan barang terlalu besar sebesar harga pokok barang-barang tersebut,
sehingga modal terlalu kecil sebesar laba bruto dari penjualan tersebut.

Tahun berikutnya:
Laporan laba rugi; penjualan tahun lalu dicatat dalam tahun ini sehingga penjualan
terlalu besar sebesar harga jual. Harga pokok penjualan juga terlalu besar sebesar
harga pokok barang-barang tersebut karena persediaan awal terlalu besar, sehingga
laba bruto dan laba bersih terlalu besar sebesar laba bruto dari penjualan tersebut.

Neraca; kesalahan tahun lalu sudah diimbangi oleh kesalahan laporan laba rugi
tahun ini sehingga neraca benar (counter balanced).
4. Persediaan akhir dicantumkan terlalu kecil besama dengan belum dicatatnya
utang dan pembelian pada akhir periode.
Tahun berjalan:
Laporan laba/rugi; pembelian terlalu kecil, tetapi diimbangi dengan persediaan
akhir yang terlalu kecil. Oleh karena itu laba bruto dan laba bersihnya benar.

Neraca; modalnya benar, tetapi aktiva lancar dan utang jangka pendek terlalu kecil

Tahun berikutnya:
Laporan laba rugi; persediaan awal terlalu kecil tetapi diimbangi pembelian yang
terlalu besar karena pembelian tahun lalu dicatat daalm tahun ini. Oleh kaena itu
laab bruto dan laba bersihnya benar.

Neraca; kesalahan tahun lalu tidak mempengaruhi tahun ini.

Apabila kesalahan-kesalahan persediaan baru diketahui setelah tutup buku pada


akhir tahun berikutnya maka kesalahan-kesalahan tersebut tidak mempunyai
pengaruh apa-apa (counter balanced) oleh karena itu tidak diperlukan koreksi atas
kesalahan-kesalahan tersebut.
PENUTUP

Kesimpulan:
persediaan dapat diartikan sebagai barang-barang yang disimpan untuk digunakan
atau dijual pada masa atau periode yang akan datang. Persediaan terdiri dari
persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah jadi dan persediaan barang jadi.

Secara umum istilah persediaan barang dipakai untuk menunjukkan barang –


barang yang  dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan untuk memproduksi
barang-barang yang akan dijual. Metode pencatatan persediaan barang meliputi
metode fisik dan buku (perpetual).
DAFTAR PUSTAKA

Baridwan, Zaki,Intermediate Accounting Edisi 8,BPFE Yogyakarta.

http://campusti.blogspot.co.id/2012/07/makalah-persediaan-barang.html#
http://kapanpunbisa.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-persediaan-barang.html

Anda mungkin juga menyukai