Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinu, yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang yang menggunakan istilah “pertumbuhan”
dan “perkembangan” secara bergantian. Kedua proses ini berlangsung secara
interdependensi, artinya saling bergantung satu sama lain. Kedua proses ini tidak bias
dipisahkan dalam bentuk-bentuk yang secara pilah berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi bisa
dibedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya.

Dalam hal ini, kedua proses tersebut memiliki tahapan-tahapan, diantaranya tahap
secara moral dan spiritual. Karena pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dilihat dari
tahapan tersebut memiliki kesinambungan yang begitu erat dan penting untuk dibahas, maka
kita menguraikannya dalam bentuk struktur yang jelas baik dari segi teori sampai kaitannya
dengan pengaruh yang ditimbulkan.

B. Rumusan Masalah

1.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Individu Peserta Didik

Hakekat peserta didik menurut ilmu filosofi adalah menuntut pemikiran secara
dalam,luas, lengkap, menyeluruh, tuntas serta mengarah pada pemahaman tentang peserta
didik.Sedangkan menurut pandangan tradisionil, anak (peserta didik) adalah miniatur
manusiadewasa (Elizabeth B.Hurlock. 1078:2).

Johan amos omenius (abad ke17) mempelopori kajian tentang anak bahwa anak
harus dipelajari bukan sebagai embrio orang dewasa melainkan sosok alami anak.
PengikutOmenius mengembangkan pendapat bahwa mengamati anak secara langsung akan
memberi manfaat ketimbang mempelalari secara filosofis. Pandangan menurut ilmu psikolog
tentang peserta didik adalah individu yang sedang berkembang baik jasmani maupun rohani.
Perubahan jasmani biasa disebut pertumbuhan,ialah terdapatnya perubahan aspek jasmani
menuju kearah kematangan fungsi, missal kaki,tangan sudah mulai berfungsi secarea
sempurna. Sedangkan perkembangan adalah perubahan aspek psikis secara lebih jelas.

Dari tinjauan Anthopologi hakekat peserta didik dapat ditafsirkan sebagai berikut

1. Peserta didik sebagai makhluk yang bermasyarakat dan dapat dimasyarakatkan.

2. Peserta didik sebagai organism yang harus ditolong, sebab pada waktu lahir dia dalam
kondsi yang lemah.

Imran Manan (1989: 12-13 ) menjelaskan bahwa dari dimensi Anthropologi peserta
didik dapat dijelaskan dari tiga dimensi.

- Pertama, peserta didik adalah makhluk social yang hidup bersamasama.


- Kedua, peserta didik dipandang sebagai indiidualistis, yakni mampu menampilkan
kepribadian yang khas yang berbeda dengan indiidu yang lain.
- Ketiga, peserta didik dipandang memiliki moralitas.

B. Hakikat Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik

Dengan mempelajari perkembangan peserta didik kita akan memperoleh beberapa


keuntungan. Pertama, kita akan mempunyai ekspestasi yang nyata tentang anak dan ramaja.
Dari psikologi perkembangan akan diketahui pada umur berapa anak mulai berbicara dan
mulai mampu berfikirabstrack. Hal-hal itu merupakan gambaran umum yang terjadi pada
kebanyakan anak, disamping itu akan diketahui pula pada umur beberapa anak tertentu yang
akan memperoleh keterampilan prilakuda emosi khsusus. Kedua, pengetahuan tentang
psikologi perkembangan anak membantu kita untuk merespons sebagaimana mestinya pada
prilaku tertentu dari seorang anak. Bila seorang anak dari Taman Kanak-kanak tidak mau
sekolah lagi karena diganggu temannya, apa yang harus dilakukan oleh guru dan orang
tuanya? Bila anak selalu ingin merebut mainan dari temannya apakah dibiarkan saja?
Psikologi perkembangan akan membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dan
2
menunjukan sumber-sumber jawaban serta pola-pola anak mengenai pikiran, perasaan dan
prilakunya. Ketiga, pengetahuan tentang perkembangan anak akan membantu mengenali
berbagai penyimpangan dari perkembanganyang normal. Keempat, terakhir, dengan
mempelajari perkembangan anaka akan membantu memahami diri sendiri.
1. Hakikat pertumbuhan

Pertumbuhan adalah suatu proses bertambahan ukuran, volume serta jumlah sel yang
ditandai dengan bertambah panjang, berat dan tinggi mahluk hidup yang bersifat irrevesible
(tidak dapat kembali ke bentuk semula) dan kuantitatif (dapat diukur). Pertumbuhan
cenderung bersifat kuantitatif dan berkaitan dengan aspek fisik. Contoh: ukuran berat dan
tinggi badan.

2. Hakikat Perkembangan

Perkembangan adalah suatu proses dari organisme muda menuju keadaan yang lebih
dewasa (matang secara seksual sehingga dapat melakukan reproduksi), serta tidak bersifat
kualitatif (tidak dapat diukur). Perkembangan cenderung lebih bersifat kualitatif, berkaitan
dengan pematangan fungsi organ individu.

3. Hakikat Peserta Didik


Peserta didik adalah mahluk yang berbeda dalam proses perkembangan dan
pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, mereka memerlukan bimbingan dan
pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Di dalam
pandangan yang lebuh modern anak didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran
pendidikan, melainkan juga mereka harus diperlakukan sebgai subjek pendidikan,
diantaranya adalah dengan cara melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam
proses belajar mengajar.

Berikut ini adalah beberapa hal yang mendasari pentingnya mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik.

a)  Masa Perkembangan Yang Cepat


Pada anak terjadi pertumbuhan-pertumbuhan yang cepat dibandingkan dengan
perubahan-perubahan yang dialami spesies lain. Perubahan fisik, misalnya pada tahun
pertama lebih cepat dari pada tahun-tahun berikutnya.

Hal yang sama terjadi juga pada perubahan yang menyangkut interaksi social, perolehan dan
penggunaan bahasa, kemampuan mengingat serta berbagai fungsi lainnya.

b) Pengaruh Yang Lama


Alasan lainnya mengapa mempelajari anak ialah bahwa peristiwa-peristiwa dan
pengalaman-pengalaman pada tahun-tahun awal menunjukan pengaruh yang lama dan kuat
terhadap perkembangan individu pada masa-masa berikutnya. Kebanyakan ahli teori
psikologi berpendapat bahwa apa yang terjadi hari ini sangant banyak ditentukan oleh
perkembangan kita sebagai anak.

c) Proses Yang Kompleks


Sebagai peneliti yang mencoba memahami prilaku orang dewasa yang kompleks,
berpendapat bahwa mengkaji tentang bagaimana prilaku itu pada saat masih sederhana akan
sangat berguna. Misalnya ialah bahwa kebanyakan orang dapat membuat kalimat yang

3
panjang dan dapat dimengerti oleh orang lain. Manusia mampu berkomunikasi dari cara yang
sederhana sampai yang kompleks karena bahasa yang digunakan mengikuti aturan-aturan
tertentu. Tetapi menentukan apa aturan itu dan bagaimana menggunakan adalah sulit.  Suatu
pendekatan terhadap masalah ini adalah dengan mempelajari proses kemampuan berbahasa.
Anak membentuk kaliamat yang hanya terdiri atas satu atau dua kata, kalimat itu muncul
dengan mengikuti aturan yang diajarkan oleh orang dewasa. Dengan mengkaji kalimat
pertama tersebut para peneliti bahasa bertambah wawasannya tentang mekanisme cara
berbicara orang dewasa yang lebih kompleks.

d) Nilai yang diterapkan

Penelitian tentang tahap awal perkembangan sosial secara relevan berkaitan dengan orang
tua tentang perannya dalam kehidupan sehari-hari, percobaan tentang strategi pemecahan
masalah pada anak akan memberikan inforasi berharga tentang metode belajar yang baik.
Hasil penelitian atau pengkajian teoritis dapat secara langsung atau tidal dapat mempengaruhi
pada pola pendidikan atau pengajaran.

e) Masalah yang menarik

Anak merupakan mahluk yang mengagumkan dan penuh teka teki serta menarik untuk
dikaji. Kemudahan anak umur dua tahun untuk mempelajari bahasa ibunya dan kreativitas
anak untuk bermain dengan temannya merupakan dua hal dari karakteristik anak yang sedang
berkembang. Misalnya banyak hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan anak yang
merupakan misteri yang menarik. Dalam hal ini ilmu pengetahuan lebih banyak menjumpai
peretanyaan-pertanyaan dari pada jawabannya.

C. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Dididk


1. Pertumbuhan Peserta didik

            Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitatif pada materiil sesuatu


sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Perubahan kuantitatif ini dapat berupa
pembesaran atau pertambahan dari tidak ada menjadi tidak ada, dari kecil menjadi besar dari
sedikit menjadi banyak, dari sempi t menjadi luas, dan lain-lain.

            Pertumbuhan juga merupakan perubahan secara fiologis sebagai hasil dari proses
pematangan fungsi-fungsi fisik, yang berlangsung secara normal pada diri anak yang sehat,
peredaran waktu tertentu ( kartono ). Pertumbuhan dinyatakan dalam perubahan-perubahan
yag terjadi pada bagian, tetapi pertumbuhan itu sendiri adalah suatu sifat umum dari suatu
organisme (Whitherington, 1991 : 156). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan merupakan perubahan individu beruapa fisik yang bersifat kuantitatif tentunya
yang dapat diukur. Dapat dicontohkan misalnya pertumbuhan berat badan, bertambahnya
tinggi, dan bertambahnya panjang pada rambut.

2. Perkembangan Peserta Didik

            Perkembangan merupakan pola perkembangan individu yang berawal pada konsepsi


dan terus berlanjut sepanjang hayat dan bersifat involusi ( Santrok Yussen. 1992). Dengan
demikian perkembangan berlangsung dari proses terbentuknya individu dari proses

4
bertemunya sperma dengan sel telur dan berlangsung sampai ahir hayat yang bersifaf
timbulnya adanya perubahan dalam diri individu.              

            Perubahan merupakan hal yang melekat dalam perkembangan. E.B. Hurlock


(Istiwidayanti dan Soejarwo, 1991) mengemukakan bahwa perkembangan atau development
merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses
kematangan dan pengalaman. Ini berarti, perkembangan terdiri atas serangkaian perubahan
yang bersifat progresif (maju), baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan kualitatif
disebut juga ”pertumbuhan” merupakan buah dari perubahan aspek fisik seperti penambahan
tinggi, berat dan proporsi badan seseorang. Perubahan kuantitatif meliputi peubahan aspek
psikofisik, seperti peningkatan kemampuan berpikir, berbahasa, perubahan emosi dan sikap,
dll. Selain perubahan ke arah penambahan atau peningkatan, ada juga yang mengalami
pengurangan seperti gejala lupa dan pikun. Jadi perkembangan bersifat dinamis dan tidak
pernah statis.

            Perkembangan mengandung makna adanya pemunculan sifat-sifat yang baru, yang


berbeda dari sebelumnya ( Kasiram, 1983 : 23), menandung arti bahwa perkembangan
merupakan peubahan sifat indiviu menuju kesempurnaan yang merupakan penyempurnaan
dari sifat-sifat sebelumnya.

            Spikier (1966) mengemukakan dua macam pengertian yang harus dihubungakan


dengan perkembangan yaitu:

a.       Ontogenetik, yang berhubungan dengan perkembangan sejak terbentuknya


individu yang baru dan seterusnya sampai dewasa

b.      Filogenetik, perkembang dari asal-usul manusia sampai sekarang ini.

            Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian perkembangan
yaitu merupakan perubahan individu kearah yang lebih sempurna yang terjadi dari proses
terbentuknya individu sampai ahir hayat dan berlangsung secara terus menerus. Sebagai
contoh anak yang baru berusia 5 bulan hanya dapat tengkurab kemudian setelah kira-kira 7
bulan sudah bisa berdiri tapi dengan bantuan orang lain, kemudian pada umur 9 bulan baru
dapat berdiri sendiri dan mulai berjalan sedikit demi sedikit. Setelah berumur 10 bulan baru
dapat berjalan dengan lancar, setelah itu dia dapat berlari-lari.Mka proses perubahan tarsebut
dinamakan dengan perkembangan.

Dari porses perkembangan dapat dikelompokan menjadi 3 aspek yaitu :

a.       aspek bilogis . Aspek biologis tersebut merupakan perkembangan pada fisik


individu, contohnya : bertambahnya berat badan dan tinggi badan yantg tentunya dapat
kita ukur.

b.      aspek kognitif meliputi perubahan kemampuan dan cara berfikir. Aspek ini
merupakan perubahan dalam proses pemikiran yang merupakan hasil dari lingkungan
sekitar. salah satunya yaitu anak mampu menyelesaikan soal matematika.

5
c.       aspek psikososial dapat diartikan bahwa aspek ini merupakan perubahan aspek
perasaan, emosi, dan hubungannya dengan orang lain. Dengan demikian aspek
psikososial merupakan aspaek perkembangan individu dengan lingkungan sekitar atau
masyarakat. Dari semua aspek tersebut yaitu aspek biologis ( fisik ), aspek kognitif
( pemikiran ), dan aspek psikososial ( hubungan dengan masyarakat ) semuanya saling
mempengaruhi sehingga apabila pada suatu aspek mengalami hambatan maka akan
mempengaruhi perkembangan aspek yang lainnya.

D. Karakteristik Umum Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik

Dalam proses pendidikan. Peserta didik merupakan salah satu komponen manusiawi yang
menempati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian
dalam semua transpormasi yang disebut pendidikan. Karnapeserta didik merupakan
komponen Manusiaw yang terpenting dalam proses pendidikan, maka seorang guru dituntun
mampu memahami perkembangan peserta didik, sehingga guru dapat memberikan pelayanan
pendidikan atau menggunakan strategi pembelajaran yang relevan sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa tersebut.

1. Karakteristik anak usia sekolah dasar

Usia rata-rata anak indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai pada
usia 12 tahun. Kao mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak usia
sekolah berada dalam dua masa perkembangan yaitu bahasa kanak-kanak tengah (6-9 tahun)
dan masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun). Anak-anak usia sekolah ini memiliki karakteristik
yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda, ia senang bermain, bergerak,
bekerja dalam kelompok dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung.

Menurut Havighurst, tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi :

a. Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik
b. Membina hidup sehat
c. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok
d. Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin
e. Belajar membaca, menulis, dan berhitung agr mampu berpartisipasi dalam masyarakat
f. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berfikir efektif
g. Mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai
h. Mencapai kemandirian pribadi

2. Karakteristik anak usia SMP

Anak usia SMP berada pada tahap perkembangan pubertas (10-14 tahun) dimana
karakteristik yang menonjol adalah

a. Terjadinya ketidakseimbangan proporsi tiggi dan berat badan


b. Mulai timbulnya ciri-ciri seks skunder

6
c. Kecendrungan ambivalensi antara keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul
serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan
dari orang tua.
d. Senang membandingkan kaidah-kaidah, nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan
yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa
e. Mulai mempertanyakan secara skeptic mengenai eksistensi , sifat kemurahan dan
keadilan tuhan
f. Reaksi dan ekspresi emosi masih labil
g. Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap prilaku diri sendiri yang sesuai
dengan dunia sosial
h. Kecendrungan minat dan pilihan karir relatif sudah lebih jelas.

3. Karakteristik anak usia remaja(SMA)

Masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peraihan antara masa kehidupan anak-anak
dan masa kehidupan orang dewasa. Bahasa remajasering dikenal dengan masa pencarian jati
diri (ego identity). Karakteristiknya antara lain:

a. Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya


b. Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat
c. Menerima keadaan fisik mampu menggunakan secara efektif
d. Mencapai kemandirianemosional dari orang tua dan orang dewasa
e. Memilih dan mempersiapkan karir dimasa depan sesuaidengan minatdan
kemampuannya
f. Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan hidup berkeluarga dan memiliki
anak
g. Mengenbangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai
warga negara
h. Mencapai tingkah lakuyang bertanggung jawab secara sosial
i. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah
laku
j. Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas.

E. Hukum-Hukum Pertumbuhan dan Perkembangan

 Bagi setiap makhluk hidup, sejak kelahirannya dan dalam menjalani kehidupan
seterusnya terdapat dasar-dasar dan pola-pola kehidupan yang berlaku umum sesuai dengan
jenisnya. Di samping itu tcrdapat pula pola-pola yang berlaku khusus sehubungan dengan
sifatsifat individualnya. Pola-pola ini mempunyai arti yang universal yang bisa berlaku di
mana-mana. Pola kehidupan yang dimaksudkan bisa dipergunakan sebagai patokan untuk
mengenal ciri perkembangan anakanak, misalnya anak-anak di Amerika, anak-anak di'Asia,
dan juga bagi anak-anak di Indonesia. Itu semua karena ciri dan sifatnya yang universal.
Lingkungan dan latar belakang kebudayaan masing-masing bangsa mempengaruhi pola
pertumbuhan dan perkembangan bangsa itu, dan dengan demikian, akan terjadi atau

7
terbentuk karakteristikkaxakteristik yang menjadl pola khusus bangsa yang bersangkutan. Di
antara pola-pola khusus itu, dan bahkan antara pribadi dengan pribadi, juga terdapat
perbedaan-perbedaan tertentu. Perbedaan tersebut akan lebih jelas apabila dibandingkan
secara keseluruhan pribadi bangsabangsa itu.

            Berdasar persamaan-persamaan clan perbedaan-perbedaan itulah diperoleh


kecenderungan - kecenderungan umum dalam pertumbuhan dan perkembangan, yang
selanjutnya dinamakan hukum-hukum perkumbuhan dan perkembangan. Hukum-hukum
perkembangan itu antara lain:

1. Hukum Cephalocoudal

            Hukum ini berlaku pada pertumbuhan fisik yang menyatakan bahwa pertumbuhan
fisik dimulai dari kepala ke arah kaki. Bagianbagian pada kepala tumbuh lebih dahulu
daripada bagian-bagian lain. Hal ini sudah terlihat pada pertumbuhan pranatal, yaitu pada
janin. Seorang bayi yang baru dilahirkan mempunyai bagian-bagian dan alat-alat pada kepala
yang lebih "matang" daripada bagian-bagian tubuh lainnya. Bayi bisa menggunakan mulut
dan matanya lebih cepat daripada anggota badan lainnya. Baik pada masa perkembangan
pranatal, neonatal, rnaupun anak-anak, proporsi bagian kepala dengan rangka batang
tubuhnya mula-mula kecil dan makin lama perband'rngan ini makin besar.

2. Hukum Proximodistal

            Hukum Proximodistal adalah hukum yang berlaku pada pertumbuhan fisik, dan
menurut hukum ini pertumbuhan fisik berpusat pada sumbu dan mengarah ke tepi. Alat-alat
tubuh yang terdapat di pusat, seperti jantung, hati, dan alat-alat pencernaan lebih dahulu
berfungsi daripada anggota tubuh yang ada di tepi. Hal ini tentu saja karena alatalat tubuh
yang terdapat pada daerah pusat itu lebih vital daripada misalnya anggota gerak seperti
tangan dan kaki. Anak masih bisa melangsungkan kehidupannya bila terjadi kelainan-
kelainan pada anggota gerak, akan tetapi bila terjadi kelainan sedikit saja pada jantung atau
ginjal bisa berakibat fatal.

            Ditinjau dari sudut biologis, sudut anatomis, dan sudut ilmu faal masih banyak lagi
ketentuan yang berhubungan dengan pertumbuhan, struktur dan fungsi, serta kefaalan
anggota tubuh. Misalnya dalam hal kematangan, anggota-anggota tubuh akan tumbuh,
berkembang, dan berfungsi yang tidak sama antara satu dengan lainnya. Contohnya terlihat
pada kelenjar-kelenjar kelamin, yang baru mulai berfungsi (matang) ketika anak memasuki
masa remaja. Pada saat ini terjadi

3. Perkembanga Terjadi dari Umum ke Khusus

            Pada setiap aspek terjadi perkembangan  yang dimulai dari hal-hal yang umum,
kemudian berangsur menuju hal yang khusus. Terjadi proses diferensiasi seperti yang
dikemukakan oleh Werner. Anak akan lebih dulu mampu menggerakkan lengan atas, lengan
bawah, tepuk tangan baru kemudian menggerakkan jemarinya. Dari sudut perkembangan
juga terlihat hal yang tadinya umum ke khusus.

8
4.    Perkembangan Berlangsung dalam Tahapan-Tahapan Perkembangan

            Pada setiap masa perkembangan terdapat cirri-ciri perkembangan yang berbeda dalam
setiap fase perkembangan. Sebenarnya cirri-ciri perkembangan sebelumnya diperlihatkan
pada masa berikutnya, hanya saja terjadi dominasi pada cirri-ciri yang baru. Namun demikian
ada aspek-aspek tertentu yang tidak berkembangdan tidak meningkat lagi, hal ini disebut
fiksasi.

5.    Hukum Tempo dan Ritme Perkembangan

            Setiap tahap perkembangan perkembangan tidak berlangsung secara melompat-


lompat. Akan tetapi menurunkan suatu pola tertentu dengan tempo dan irama tertentu pula.
Yang ditentukan oleh kekuatan yang ada dalam diri anak.

Dalam praktik, sering terlihat dua hal sebagai petunjuk  keterlambatan pada keseluruhan
perkembangan mental, yakni:

a.       Jika perkembangan kemampuan fisik untuk berjalan jauh tertinggal dari


patokan umum, tanpa ada sebab khusus pada fungsionalistik fisik yang terganggu.

b.      Jika perkembangan kemampuan sangat terlambat dibandingkan dengan anak-


anak yang lain pada masa perkembangan yang sama.

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik

1.    Faktor Internal

Yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi
psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri.

Faktor Genetika (HEREDITAS)

Hereditas merupakan “totalitas karakeristik individu yang diwariskan orang tua


kepada anak, atau segala potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa
konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen.

Pada masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma), seluruh bawaaan hereditas
individu dibentuk dari 23 kromosom (pasangan xx) dari ibu dan 23 kromosom (pasangan xy)
dari ayah. Dalam 46 kromosom tersebut terdapat beribu-ribu gen yang mengandung sifat-sifat
fisik dan psikis individu atau yang memnentukan potensi-potensi hereditasnya.

Masa dalam kandungan dipandang sebagai periode yang kritis dalam perkembangan
kepribadian individu, sebab tidak hanya sebagai saat pembentukan pola-pola kepribadian,
tetapi juga sebagai masa pembentukan kemampun-kemampuan yang menentukan jenis
penyesuaian individu terhadap kehidupan setelah kelahiran.

9
Pengaruh gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung karena
dipengaruhi gen secara langsung adalah kualitas system syaraf, keseimbangan biokimia
tubuh, dan struktur tubuh.

Dengan demikian faktor internal bisa dibagi menjadi 2 macam yaitu faktor fisiologis
dan faktor psikologis.

a)    Faktor Fisiologis

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik


individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani.
Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar seseorang.
Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan
belajar individu. Sebalikrtya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat
tercapainya hasil belajar yang maksimal.

Oleh karena keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu
ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani. Cara untuk menjaga kesehatan Jasmani antara
lain adalah:

1) menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk ke
dalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat
lelah, lesu, dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk
belajar;                                                 

2) rajin berolahraga agar tubuh selalu bugat dan sehat;                                          

3) istirahat yang cukup dan sehat.

Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran


fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra.
Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik
pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang
diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar.
Pancaindra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh
karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga pancaindra dengan baik, baik secara
preventif maupun yang,bersifat kuratif, dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi
persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara periodik, mengonsumsi
makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.

b)   Faktor Psikologis

Dalam hal kejiwaan, kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi setiap orang itu
berbeda. Kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar,
memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi,

10
kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat
menentukan keberhasilan dan kecerdasan dalam perkembangan sosial  anak.

Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal
utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang
berkemampuan intelektual tinggi, berbeda dengan anak yang mempunyai daya intelektual
kurang, mereka selalu tampak murung, pendiam, mudah tersinggung karenanya suka
menyendiri, tingkat kecerdasan yang lambat dan temperamen.

Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa,
motivasi, minat, sikap, dan bakat.

 Kecerdasan/inteligensi siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi


rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan
demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-
organ tubuh yang lain. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan
organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sendiri sebagai
pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia.

Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa,
karena itu menenentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi tingkat inteligensi seorang
individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya,
semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan
belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orangtua, dan
lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar,
maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru
atau guru profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.

Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orangtua dan guru
atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater.
Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat
superior, superior, ratarata, atau mungkin lemah mental. Informasi tentang taraf kecerdasan
seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi kemampuan belajar
seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu
mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada siswa.

 Motivasi

Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa.
Motivasilah yang mendorong siswa inginn melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi
mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong,
memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan
sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku
seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yairu motivasi intrinsik dan

11
motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri
individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang
gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak
hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya.
Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena
motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).

Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk
belajar antara lain adalah:

1.      Dorongan ingin tahu dan ingin menyelediki dunia yang lebih luas;

2.      Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;

3.      Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-
orang penting, misalkan orangtua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebagainya;

4.      Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi dirinya,
dan lain-lain.

Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi
pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, reladan guru
orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan
memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.

 Minat

Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau


keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah
yang populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor
internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.

Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi,
karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki
minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena
itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan
minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dipelajarinya.

Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan
tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang membebaskan
siswa untuk mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa
(kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru
yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini,
alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan
minatnya.

 Sikap

12
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses belajarnya.
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi
atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan
sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat
dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau
lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengan tisipasi munculnya sikap yang negatif dalam
belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggung
jawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha
memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengembangkan kepribadian sebagai
seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan
pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat
mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang
srudi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.

 Bakat

Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum,
bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar,
Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa
untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorangyang menjadi salah satu
komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai
dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya
sehingga kernungkinan besar ia akan berhasil.

Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi
belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan
sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya
pendidikan dan latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah
menyerap segala informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya,
siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa lain
selain bahasanya sendiri.

2.      Faktor Eksternal

Yaitu hal – hal yang datang atau ada diluar diri siswa/peserta didik yang meliputi lingkungan
(khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dengan lingkungan.
faktor eksternal yang memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu
faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

1) Lingkungan sosial

a. Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa


akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengang-
guran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak

13
siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat
belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
b. Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar.
Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah),
pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar
siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang
harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
c. Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat
memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara
ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah.
maka para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat
yang dimiliki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut
mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai
dengan bakatnya.

2) Lingkungan nonsosial.

 Faktor faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah:

a.   Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin,
sinar yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan
tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat
memengaruhiaktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak
mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.

b.   Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam.
Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan
olahragd dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-
peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain sebagainya.

Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan
dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan
dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi
yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran
dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.

Faktor eksternal dibagi menjadi 6 macam yaitu :

faktor biologis, physis, ekonomis, cultural, edukatif, dan religious.

a)    Faktor Biologis

Bisa diartikan, biologis dalam konteks ini adalah faktor yang berkaitan dengan
keperluan primer seorang anak pada awal kehidupanya: Faktor ini wujudnya berupa pengaruh
yang datang pertama kali dari pihak ibu dan ayah.

b)   Faktor Physis

14
Maksudnya adalah pengaruh yang datang dari lingkungan geografis, seperti iklim
keadaan alam, tingkat kesuburan tanah, jalur komunikasi dengan daerah lain, dsb.

Semua ini jelas membawa dampak masing – masing terhadap perkembangan anak –
anak yang lahir dan dibesarkan disana. Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan
psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima
pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional.

c)    Faktor Ekonomis/Status Sosial Ekonomi

Dalam proses perkembanganya, betapapun ukuranya bervariasi, seorang anak pasti


memerlukan biaya. Biaya untuk makan dan minum dirumah, tetapi juga untuk mebeli
peralatan sekolah yang dibutuhkan oleh siswa. Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh
kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan
memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam
konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam
pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang
berlaku di dalam keluarganya. Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak
memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan
dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan
ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu
mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat
berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka
akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.

d)   Faktor Cultural

Di Indonesia ini, jika dihitung ada berpuluh bahkan beratus kelompok masyarakat
yang masing – masing mempunyai kultur, budaya, adat istiadat, dan tradisi tersendiri, dan hal
ini jelas berpengaruh terhadap perkembangan anak – anak.

e)    Faktor Edukatif

Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang mempunyai pengaruh terhadap


perkembangan anak manusia terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu
yang normatif, yang memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan
kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan
bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan
kelembagaan.

Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepadapeserta didik
yang belajar di kelembagaan pendidikan (sekolah).

Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat,
tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa(nasional) dan norma kehidupan
antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Faktor pendidikan ini relatif paling besar pengaruhnya dibandingkan dengan faktor yang lain.

15
f)    Faktor Religious

Sebagai contoh seorang anak kyai, sudah pasti ia akan berebeda dengan anak lain
yang tidak menjadi kyai, yang sekedar terhitung orang beragama, lebih – lebih yang memang
tidak beragama sama sekali, ini adalah persoalan perkembangan pula, menyangkut proses
terbentunya prilaku seorang anak dengan agama sebagai faktor penting yang
mempengaruhinya karena pondasi agama merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh dan berperan penting sebagai media kontrol dalam perkembangan peserta didik.

Beberapa aliran yang berhubungan dengan  faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan


siswa adalah :

 Aliran Nativisme

Nativisme (nativisme) adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap
aliran psikologis . Tokoh utama aliran ini bernama arthur Schopenhoeur (1788-1860)
seorangg filosofis Jerman, Aliran filosofis nativisme ini dijuluki sebagai aliran pesimistis
yang memandang segala sesuatu dengan kacamata hitam, karena para ahli penganut ini
berkeyakinan bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan
pengalaman dan pendidikan tidak ada pengaruhnya. Dalam ilmu pendidikan pandangan ini
disebut pesimisme pedagogis.

 Aliran Empirisisme

Aliran empirisisme (empiricism) tokoh utamanya adalah John Locke (1632-1704). Nama
asli aliran ini adalah “ The School of British Empiricism” (aliran empirisme inggris). Doktrin
aliran empirisme yang amat mashur ialah “tabula Rasa” yang berarti lembaran kosong.
Doktrin tabula rasa menekankan arti pentingnya pengalaman, lingkungan dan pendidikan
dalam arti perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan
pengalaman pendidiknya sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada
pengaruhnya.

 Aliran Konvegerensi

Aliran kovergensi merupakan gabungan antara aliran empirisisme dengan aliran


nativisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas ( pembawaan) dengan
lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Tokoh
utama aliran ini bernama Louis William Stern, seorang filosof dan psycholog Jerman.

G. Implikasi Pertumbuhan dan Perkembangan Bagi Pendidikan

1. Implikasi Genetik dan Lingkungan Terhadap Pendidikan Dasar

16
Dalam situasi sekolah, gen-gen dapat dilihat sebagai bagian dari dunia nyata individu-
individu. Meskipun demikian, bagi seseorang yang bekerja dekat dengan individu-individu
dan remaja, kekuatan dan kelemahan dari pengaruh genetik ini adalah penting untuk
dipahami. Seorang guru misalnya, perlu memahami sifat-sifat dan perbedaan-perbedaan
individual. Di samping itu, pemahaman tentang dampak faktor-faktor lingkungan terhadap
perkembangan individu akan memberi pendidik suatu pertimbangan yang optimistis tentang
potensi-potensi yang penting ditumbuh kembangkan dalam diri semua peserta didik. Mcdevit
dan Ormrod (2002) merekomendasikan beberapa hal penting yang perlu dilakukan guru
dalam menyikapi pengaruh genetik dalam lingkungan bagi perkembangan individu, yaitu:

 Memahami dan menghargai perbedaan-perbedaan individual individu.

Guru yang menghargai berbagai karakteristik fisik, tipe-tipe kepribadian, dan bakat-
bakat mereka dapat membuat peserta didik menjadi senang. Individu-individu yang tinggi
dan pendek, gemuk damn kurus, yang serasi dan kikuk, yang sedih dan ceria, yang kalem
dan pemarah semuanya harus mendapat tempat yang benar dalam hati guru.

 Menyadari bahawa sebenarnya faktor lingkungan mempengaruhi segala aspek


perkembangan.

Gen-gen mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan fisiologis dan


pengaruh yang sedang terhadap karakteristik fisikologis yang kompleks. Meskipun
demikian, perkembangan dan belajar harus dipandang sebagai suatu hasil pertumbuhan
biasa dari aspek biologis yang sangat berpengaruh terhadap individu. Faktor-faktor
lingkungan dapat mempengaruh perkembangan individu melalui banyak cara seperti
melalui layanan pengajaran dan bimbingan. Individu-individu yang secara genetik
memiliki kecenderungan untuk menjadi seorang yang mudah marah atau agresif dan
dapat dilatih dan dibimbing seseorang yang lebih adaktif dan memperlihatkan tingkah
laku prososial.

 Mendorong siswa menentukan pilihan-pilihan sendiri untuk meningkatkan


pertumbuhan. Misalnya, untuk tumbuh menjadi lebih dewasa individu-individu dan
remaja harus aktif mencari lingkungan-lingkungan dan pengalaman-pengalaman yang
sesuai dengan kemampuan naturalnya, dan guru mengambil posisi kunci untuk
menolong mereka menemukan aktivitas dan sumber-sumber yang memungkinkan
mereka menggunakan dan mengembangkan bakat-bakat mereka.

2. Implikasi Perkembangan Otak Terhadap Pendidikan Dasar

            Otak adalah sebuah sistem biologis manusia yang sengaja diciptakan Allah Swt. untuk
mengindera dunia dan sekaligus memberikan berbagai tanggapan terhadapnya. Otak
berfungsi untuk mengoptimalkan perilaku sehingga tubuh mampu menghdapi tantangan dan
kesempatan yang datang setiap saat. Aktivitas sel saraf yang terorganisasi akan dirasakan
sebagai aktivitas mental yang teratur. Oleh karena itu, otak menjadi penentu utama
keberhasilan proses pendidikan karena otak sentral dari semua aktivitas manusia baik
aktivitas organ yang ada di dalam, maupun aktivitas pancaindra yang ada di luar.

17
            Perkembangan otak mulai terjadi sejak masa prenatal, yaitu 25 hari setelah konsepsi.
Pada awal masa perkembangan ini otak terlihat seperti sebuah tabung yang tidak rata dan
sangat halus (Raiport, 1992; Jonhson, 1998). Tabung halus ini berisi sel-sel yang kemudian
membentuk kantong-kantong atau ruang-ruang. Ruang-ruang tersebut terbagi menjadi tiga
ruang, yaitu forebrain (otak depan), mitbrain (otak tengah), dan hindbrain (otak belakang).

            Perkembangan otak pada usia sekolah dan remaja banyak terjadi di wilayah korteks,
suatu wilayah otak di mana individu dapat mengontrol tingkah lakunya sendiri. Selama masa
usia sekolah, korteks mengalami perkembangan puncak dan terus diperbaiki dalam masa
remaja (Kolb dan Vantien, 1998).

            Dalam hal ini, pendidikan harus memberikan lebih banyak kesempatan kepada peserta
didik untuk menguasai keterampilan-keteramppilan yang memungkinkan otaknya
berkembang. Proses pembelajaran harus jauh dari upaya menjejalkan pengetahuan ke dalam
otak anak. Penjejalan pengetahuan secara berlebihan justru akan mengganggu pemahaman
dan melelahkan otak anak. Menjejali otak anak dengan sejumlah besar informasi dan
pengetahuan malah akan mematikan kecerdasan oleh karena itu, pendidikan seharusnya
merupakan upaya pengembangan segala potensi anak, melatih pengamatan, dan
pemngambilan keputusan, merangsang pemikiran dan imajinasi, memperdalam pemahaman
dan memperkuat konsentrrasi.

3. Karakteristik Individu dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Dasar

            Karakteristik individu adalah keseluruhan kelakukan dan kemampuan yang ada pada
individu sebagai hasil pembawaan dan lingkungannya. Untuk menjelaskan karakteristik-
karakteristik individu baik dalam hal fisik, maupun mental biasanya digunakan
istilah nature dan nurture. Nature (alam, sifat dasar) adalah karakteristik individu atau sifat
khas seseorang yang dibawa sejak kecil atau yang diwarisi sebagai sifat pembawaan,
sedangkan nurneture(pemeliharaan, pengasuhan) adalah faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhi individu sejak dari masa pembuahan sampai masa selanjutnya.

Adanya karakteristik individu yang dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan
tersebut jelas membawa implikasi terhadap proses pendidikan di sekolah. Dalam hal ini,
proses pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik secara
individu. Ini berarti bahwa di dalam proses belajar mengajar setiap individu peserta didik
memerlukan perlakuan yang berbeda sehingga strategi dan pelaksanaannya pun akan
berbeda-beda.

Pemahaman pendidik tentang karakteristik peserta didik akan sangat berguna dalam
memilih dan menentukan pola-pola pengajaran yang lebih baik atau lebih tepat yang dapat
menjamin kemudahan belajar bagi peserta didik. Ketepatan pemilihan pola mengajar akan
menimbulkan proses interaksi dari masing-msing komponen belajar mengajar secara
optimal.  

4. Implikasi  Perkembangan Kognitif Terhadap Pendidikan Dasar

18
Perkembangan kognisi adalah perkembangan tentang pengetahuan. Perkembangan
kognitif meliputi kemampuan metakognitif, strategi kognitif, gaya kognitif dan pemikiran
kritis. Metakognisi adalah pengetahuan dan kesadaran tentang proses kognitif atau
pengetahuan tentang pikiran dan cara kerjanya. Strategi kognitif merupakan salah satu
kecakapan aspek kognitif yang penting dikuasai oleh peserta didik dalam belajar atau
memecahkan masalah.

Kemampuan metakognisi merupakan aspek-aspek kognitif yang penting dalam


meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Peserta didik diharapkan mampu
mengembangkan dan menggunakan strategi kognitif secara efektif. Ini berarti bahwa
perkembangan metakognisi dan strategi kognitif memberikan beberapa implikasi bagi
pendidikan. Secara umum pengetahuan metakognitif mulai berkembang pada usia 5-7 tahun
dan terus berkembang selama usia sekolah, masa remaja, bahkan sampai dewasa. Meskipun
demikian hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan individual antara peserta didik
dalam usia yang sama.

Flevel menyatakan bahwa individu-individu yang masih kecil telah menyadari adanya
pikiran, memiliki keterkaitan, atau terpisah dengan dunia fisik, dapat menggambarkan objek-
objek dan peristiwa-peristiwa secara akurat atau tidak akurat, dan secara aktif menengahi
interpretasi tentang realitas dan emosi yang dialami. Individu-individu usia 3 tahun telah
mampu memahami bahwa pikiran adalah peristiwa mental internal yang menyenangkan
(merujuk pada peristiwa-peristiwa nyata atau khayalan). Mereka juga dapat membedakan
pikiran dengan pengetahuan.

Berdasarkan kemampuan metakognisinya proses pembelajaran pada individu-individu


bukan semata-mata proses penyampaian materi bidang ilmu tertentu saja, sebaliknya yang
lebih penting adalah proses pengembangan pengetahuan strategi kognitif peserta didik. Hal
inilah yang menjadi kunci pendidikan untuk membantu siswa dalam mempelajari serangkaian
strategi yang dapat mengahasilkan solusi problem. Berikut ini beberapa upaya yang harus
dilakukan pendidik dalam mengembangkan kemampuan metakognisi dan strategi kognitif.

a. Pendidik harus mengajarkan dan menganjurkan kepada peserta didik untuk


menggunakan strategi belajar yang sesuai dengan kelompok usia mereka.
b. Memberikan pelatihan tentang strategi belajar, kapan dan bagaimana menggunakan
strategi untuk mempelajari tugas-tugas baru dan sulit. Penelitian tentang pelatihan
strategi menunjukkan bahwa terjadinya kemajuan belajar secara subtansial setelah
peserta didik mengikuti pelatihan strategi di sekolah (Seiffer dan Hofnung, 1994).
c. Menunjukkan strategi belajar yang efektif serta mendorong peserta didik untuk
menggunakan strateginya sendiri.
d. Mengidentifikasi situasi-situasi di mana suatu strategi memungkinkan untuk
digunakan.
e. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sendiri dengan sedikit atau
tanpa bantuan dari pendidik.

19
f. Memberi kesempatan seluas luasnya kepada peserta didik untuk mengakses hasil
belajarnya sendiri, sehingga mereka bisa mengetahui apa yang telah dikerjakannya
dan apa yang belum diketahuinya.
g. Sering memberikan umpan balik tentang kemajuan belajar mereka ketika pendidik
sering memberikan umpan balik. Ia tidak hanya meningkatkan belajar dan prestasi
akademik peserta didik di kelas, tetapi juga membantu metakognitif mereka
berkembang dengan baik. Pendidik dapat juga menggunakan umpan balik untuk
mendorong perkembangan strategi belajar siswa yang lebih efektif.
h. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi belajarnya sendiri dan
menolong mereka mengembangkan mekanisme melakukan perbuatan belajar yang
efektif.
i. Mengharapkan dan menganjurkan peserta didik untuk belajar mandiri, yakni
melakukan perbuatan belajar sendiri, menentukan sendiri apa yang harus dilakukan
memecahkan masalah sendiri, tanpa bergantung pada orang lain (Desmita, 2009:143-
144).

5. Implikasi Konsep Diri Peserta Didik Terhadap Pendidikan

            Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, pendidik perlu


melakukan upaya-upaya yang memungkinkan terjadinya peningkatan konsep diri peserta
didik. Berikut ini akan di uraikan beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan oleh
pendidik, yaitu:

 Membuat siswa merasa mendapat dukungan dari pendidik

Dukungan pendidik ini dapat ditunjukkan dalam bentuk dukungan emosional


(emotional support), seperti ungkapan empati, kepedulian, perhatian, dan umpan balik.
Bentuk dukungan ini memungkinkan siswa untuk membangun perasaan, memiliki harga diri,
memiliki kemampuan dan berarti

 Membuat siswa bertanggung jawab

Rasa tanggung jawab akan mengarahkan sikap positif siswa terhadap diri sendiri yang
diwujudkan dengan usaha pencapaian prestasi belajar siswa yang tinggi serta peningkatan
integritas dalam menghadapi tekanan sosial.

 Membuat siswa merasa mampu

Pendidik harus berpandangan bahwa semua siswa pada dasarnya memiliki kemampuan
hanya saja mungkin belum dikembangkan. Dengan sikap dan pandangan positif terhadap
kemampuan siswa ini, siswa akan berpandangan positif juga terhadap kemampuan dirinya.

 Mengarahkan siswa untuk mendapat tujuan yang realistis

20
Pendidik harus membentuk siswa untuk menetapkan tujuan yang hendak dicapai secara
realistis mungkin, yakni sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

 Membantu siswa menilai diri mereka secara realistis

Untuk menghindari penilaian yang negatif terhadap dirinya sendiri, pendidik perlu
membantu siswa menilai prestasi mereka secara realistis sehingga dapat menumbuhkan rasa
percaya diri terhadap kemampuan mereka. Hal ini pada gilirannya dapat membangkitkan
motivasi, minat, dan sikap siswa terhadap seluruh tugas di sekolah.

 Menolong siswa agar bangga dengan dirinya secara relistis

Memberikan dorongan kepada siswa agar bangga dengan prestasi yang telah dicapainya
merupakan hal penting karena rasa bangga tersebut adalah salah satu kunci untuk menjadi
lebih positif dalam memandang kemampuan yang dimilikinya.

6. Perkembangan Kemandirian Peserta Didik dan Implikasinya dalam Dunia Pendidikan

Kemandirian adalah kecakapan yang berkembang sepanjang rentang kehidupan


individu. Pengembangan kemandirian peserta didik meliputi:

 Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis


 Mendorong individu berpartisipasi dalam mengambil keputusan
 Memberi kebebasan kepada individu untuk mengeksplorasi lingkungan
 Penerimaan positif tidak membeda-bedakan individu yang satu dengan yang lain
 Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan individu.

7. Implikasi Perkembangan Moral dan Spiritual  Terhadap Pendidikan

Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi
mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam berinteraksi dengan orang lain
(Santrock, 1998). Individu-individu ketika dilahirkan tidak memiliki moral tetapi dalam
dirinya terdapat potensi moral yang siap untuk dikembangkan. Individu belajar memahami
perilaku baik dan perilaku buruk melalui orang tua, saudara, teman sebaya, dan guru.

Perkembangan spiritural adalah  suatu kepercayaan akan adanya suatu kekuatan atau


suatu yang lebih agung dari dirinya sendiri (Witmer, 1989). Bollinger (1969)
menggambarkan kebutuhan spiritual sebagai kebutuhan terdalam dari diri seseorang yang
apabila terpenuhi individu akan menemukan identitas dan makna hidup yang penuh arti.
Istilah spiritual dan religius sering sekali dianggap sama, namun banyak pakar yang
menyatakan keberatannya jika kedua istilah ini dipergunakan saling silang. Spritualitas
kehidupan adalah inti keberadaan dari kehidupan. Spiritualitas adalah kesadaran tentang diri,
dan kesadaran individu tentang asal, tujuan, dan nasib. Agama adalah kebenaran mutlak dari
kehidupan yang memiliki manifestasi fisik di atas dunia. Agama memiliki kesaksian iman,
komonitas, dan kode etik. Dengan kata lain spiritualitas memberikan jawaban siapa dan apa
seseorang itu, sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus dikerjakan seseorang.

21
Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa spiritualitas merupakan gabungan dari
semua dimensi: 1) Sense of meaning, 2) concept of divine, absolute, or force greater than
one’s self, 3) relationship with divinity and other beings, 4) tolerance or negatife capability
for mystery, 4) peak and ordinary experience engaget to enhance spirituality (may include
rituals or spiritual discliplines), dan 6) spirituality as a systemic force that acts to integrate all
the dimensions of one’s life (Desmita, 2009:277).

Memerhatikan uraian tentang perkembangan moral dan spiritual seperti yang telah
dipaparkan, sekolah sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk membantu peserta didik
dalam mengembangkan moral dan spiritual mereka sehingga mereka dapat menjadi manusia
yang moralis dan religius. Beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan dalam membantu
perkembangan moral dan spiritual peserta didik, yaitu:

a. Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kerikulum


tersembunyi.
b. Memberikan pendidikan moral langsung, yakni pendidikan moral dengan
pendekatan pada nilai dan sifat.
c. Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu
pendekatan pendidikan moral tidak rangsung terfokus pada upaya membantu
siswa untuk memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka.
d. Menjadikan wahana yang kondusif bagi peserta didik menghayati agamanya.
Dengan pendekatan itu yang ditonjolkan dalam pendidikan agama adalah
ajaran dasar agama yang sarat dengan nilai-nilai spiritualitas dan moralitas.
e. Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui
pendekatan spiritual parentin.

8.  Implikasi Proses Penyesuaian Individu Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan

Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa setiap
individu. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga mengemban fungsi pendidikan.
Dalam kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari
peranan keluarga, yaitu sebagi rujukan dan tempat perlindungan jika individu didik
mengalami masalah. Oleh karena itulah, di setiap sekolah ditunjuk wali kelas, yaitu guru-
guru yang akan membantu peserta didik menghadapi kesulitan dalam pembelajarannya dan
guru-guru bimbingan dan penyuluhan untuk membantu peserta didik yang mempunyai
masalah pribadi, dan masalah penyesuaian diri baik terhadap dirinya sendiri, maupun
terhadap tuntutan sekolah.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mempelancar proses penyesuaian diri  setiap


individu khususnya di sekolah adalah sebagai berikut.

a. Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa betah bagi individu
didik baik secara sosial, fisik, maupun akademis.
b. Menciptakan suasana belajar mengajkar yang menyenangkan bagi peserta
didik.

22
c. Usaha memahami peserta didik secara menyeluruh baik prestasi belajar,
sosial, maupun seluruh aspek pribadinya.
d. Menggunkan metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
e. Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
f. Ruangan kelas yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
g. Peraturan atau tata tertib yang jelas dan dipahami oleh peserta didik.
h. Guru menjadi teladan dalam segala aspek pendidikan
i. Kerja sama dan saling pengertian dari para guru dalam melaksindividuan
kegiatan pendidikan di sekolah.
j. Pelaksanaan program bimbingan dan penyeluhan sebaik-baiknya.
k. Situasi kepemimpinan yang saling pengertian dan tanggung jawab baik pada
guru, maupun pada siswa.
l. Hubungan yang baik dan penuh pengertian antara sekolah dengan orang tua
siswa dan masyarakat (Sunarto dan Hartono, 2008:240).

Guru merupakan figur pendidik yang penting dan besar pengaruhnya terhadap
penyesuaian peserta didik, maka dari itu seorang guru harus memiliki sifat-sifat yang efektif,
yaitu sebagai berikut.

a. Memberi kesempatan, antusias, dan berminat dalam aktivitas peserta didik di


kelas.
b. Ramah ( cheerful) dan optimis.
c. Mampu mengontrol diri, tidak mudah terganggu, dan teratur tindakannya.
d. Senang akan canda gurau dan mempunyai rasa humor.
e. Mengetahui dan mengakui kesalahan-kesalahannya sendiri.
f. Jujur dan objektif dalam memperlakukan peserta didik.
g. Menunjukkan pengertian dan rasa simpati dalam bekerja dengan peserta didik
(Ryans dalam Sunarto dan Hartono, 2008:241).    

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

24
DAFTAR PUSTAKA

25

Anda mungkin juga menyukai