Anda di halaman 1dari 21

HIDROLOGI DAN GEOHIDROLOGI

ANALISIS CURAH HUJAN

Disusun oleh :

WAHYU DEVI A. 18413055

NANDA ARYA L. 18513071

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan segala rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Analisis Curah Hujan” yang merupakan tugas
mata kuliah Hidrologi dan Geohidrologi. Diharapkan makalah ini dapat menjadi referensi dan dapat
menginspirasi bagi pembacanya. Dalam penulisan makalah ini tentu masih banyak kekurangan dalam
penulisan maupun penyusunan makalah. Untuk kritik dan saran yang membangun dari pembaca
akan sangat membantu untuk memperbaiki penyusunan makalah berikutnya.

Yogyakarta, 23 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN................................................................................................1

BAB II : PEMBAHASAN.................................................................................................3

2.1 Pengisian Data Curah Hujan yang Hilang...............................................3


2.2 Pengujian Data Hujan..............................................................................9
2.3 Perhitungan Curah Hujan Kawasan......................................................12
BAB III : PENUTUP......................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki dua musim, yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Namun akhir akhir ini iklim di dunia kurang bisa di prediksi
karena akibat dari pemanasan global yang terjadi. Di Indonesia sendiri dalam kurun satu tahun
dapat mengalami kekeringan Panjang maupun sebaliknya, yaitu terjadi curah hujan yang sangat
ekstrim.
Pada periode 2010-2039 diprakirakan akan terjadi peningkatan jumlah curah hujan di atas
wilayah Indonesia, yang ditandai dengan perubahan zonasi wilayah hujan dengan anomali positip
zona konveksi, peningkatan temperatur, dan evaporasi terutama pada zona konveksi  tertinggi di
sepanjang selat Malaka, Laut Banda, Laut Karimata, dan Laut Arafura.  Perubahan kualitas dan
kuantitas curah hujan, khususnya curah hujan 100-150 mm/hari  secara signifikan (59% dan
100%) pada stasiun sinoptik Tamanbogo dan Genteng telah terjadi pada periode 1991-2000. 
Langkah antisipasi limpahan curah hujan yang lebih besar dapat dilakukan secara serentak
melalui pendekatan lingkungan dan kemasyarakatan.
Di Indonesia sendiri terdapat stasiun tempat pengamatan curah hujan yang sering disebut
dengan stasiun hujan. Namun dalam pelaksanaannya terdapat data curah hujan yang hilang,
Padahal data curah hujan ini sangat diperlukan untuk keperluan perancangan pembangunan,
perencanaan bangunan air, management sumber daya air, dan untuk management keairan.
Dengan tidak lengkapnya data curah hujan ini dapat mempengaruhi hasil perhitungan dan
analisis data suatu wilayah. Hilangnya data hujan ini dapat diakibatkan dari beberapa faktor,
contohnya karena alat yang digunakan rusak, tidak adanya anggaran atau dana yang cukup
untuk menggunakan alat tersebut.
Pengamatan curah hujan dilakukan dengan sebuah alat ukur curah hujan. Salah satu alat
pengamat curah hujan adalah alat ukur biasa yang diletakkan di suatu tempat terbuka yang tidak
dipengaruhi oleh bangunan atau pepohonan dengan ketelitian pembacaan sampai 1/10 mm.
Pengamatan ini dilaksanakan satu kali sehari dan dibaca sebagai curah hujan hari sebelumnya
dengan waktu yang sama.

1
Gambar 1. Stasiun hujan

Dari data hujan yang telah direkam oleh suatu stasiun hujan, selanjutnya data tersebut bisa
digunakan untuk menghitung berbagai parameter hidrologi, termasuk perhitungan debit andalan.
Debit andalan dalam kaitannya analisis hidrologi dapat digunakan untuk membuat model neraca
air. Debit andalan dibutuhkan dalam menilai luas daerah potensial yang dapat dialiri sungai yang
bersangkutan. Sehingga bisa membantu dalam perencanaan maupun pembuatan masterplan.
Melihat pentingnya fungsi dari data hujan, maka mengisi data hujan yang hilang merupakan
sebuah permasalahan yang perlu mendapat perhatian serius untuk dicari solusinya. Untuk itu
mengetahui metode pengisian data hujan yang akurat menjadi sangat penting dan krusial untuk
digunakan sebagai analisis lanjutan.
Terdapat beberapa metode dalam mencari data curah hujan yang hilang. Untuk menghitung
data curah hujan yang hilang dibagi menjadi dua kategori, yaitu dengan menggunakan cara
empirik dan cara stokastik. Untuk cara empiric dibagi menjadi empat metode lagi yaitu, rata-rata
aritmatik (arithmetical average), perbandingan normal ( normal ratio ), reciprocal method, dan
kantor cuaca nasional USA (U.S national weather service). Sedangkan cara stokastik dibagi
menjadi dua metode lagi yaitu, metode bilangan acak dan metode markov.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengisian Data Curah Hujan yang Hilang


Kekosongan data dapat terjadi akibat ketidak hadiran pengamat atau kerusakan alat.
Jumlah hujan dihitung dari pengamatan di ketiga stasiun terdekat dan sedapat mungkin
berjarak sama terhadap stasiun yang kehilangan data. Beberapa metode yang dapat
digunakan adalah :
A. Metode Empirik
1. Rata-Rata Aritmatik (Arithmetical Average)
Digunakan metode rata-rata aritmatik ketika semua pos hujan memiliki karakteristik
sama dan curah hujan normal tahunan dari stasiun A,B, dan C lebih kecil dari 10%
berbeda dengan stasiun hujan X. Dengan begitu data curah hujan pada stasiun hujan
X yang kosong dapat dihitung dengan rumus :
CHx = 1/n(CHa + CHb + CHc)
Keterangan :
CH = curah hujan setiap stasiun
n = jumlah stasiun hujan yang diketahui

Gambar 2. Contoh perhitungan rata-rata aritmatik

3
2. Perbandingan Normal ( Normal Ratio )
Digunakan metode perbandingan normal ketika semua pos hujan memiliki
karakteristik sama dan curah hujan normal tahunan dari stasiun A,B, dan C berbeda
lebih dari 10% dengan stasiun hujan X. Rumus untuk menghitung data curah hujan
yang hilang dengan menggunakan metode perbandingan normal adalah :
CHx = 1/n{(Nx : Na)CHa + (Nx : Nb)CHb + (Nx : Nc)CHc)
Keterangan :
CH = curah hujan setiap stasiun
n = jumlah stasiun yang diketahui
Nx = tinggi hujan pada stasiun x
N = tinggi hujan setiap tahun

4
Gambar 3. Contoh perhitungan perbandingan normal

3. Reciprocal Method
Metode reciprocal atau Metode Inversed Square Distance adalah salah satu
metode yang digunakan untuk mencari data yang hilang. Pada metode ini dilakukan
berdasarkan jarak antar stasiun hujan yang berdekatan dan memiliki jarak yang
relative sama. Rumus yang digunakan dalam metode reciprocal adalah :
1 1 1
2
PA+ P +
2 B
PC
( D XA ) ( DXB ) ( DXC )2
Px=
1
¿
2 1
( D¿ ¿ XA) + ¿
2 1
( D¿¿ XB) + ¿
( D¿¿ XC )2

Keterangan :

5
Px = data hujan yang hilang
Dx = jarak antara stasiun yang hilang dengan stasiun yang diketahui

6
Gambar 4. Contoh soal reciprocal method

4. Kantor Cuaca Nasional USA (U.S National Weather Service)


Metode yang digunakan adalah menggunakan pembagian kuadran lokasi stasiun
hujan yang ada. Jadi stasiun indeks berlokasi disetiap kuadran dari garis yang
menghubungkan utara-selatan-timur-dan barat melalui stasiun hujan X. Rumus yang
digunakan pada metode ini adalah :

Hi
CHx=
[∑ (
Li 2
) ]
1
[∑ (
Li 2
) ]
Keterangan :
CHx = tinggi hujan di stasiun x yang akan diduga
Hi = tinggi hujan di stasiun A, B, C, dan D.
Li = jarak stasiun A, B, C, dan D terhadap stasiun X

7
8
Gambar 5. Lokasi stasiun X

Contoh soal :

9
gambar 6. Contoh soal metode kantor caua USA

B. Metode Stokastik
1. Metode Bilangan Acak
Berbeda dengan metode reciprocal, pada metode bilangan acak tidak
diperlukan stasiun pembanding. Metode bilangan acak ini, dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :

Nilai X rata-rata : X = Xi/n

Nilai Standar Deviasi :


S= ⅀( X −Xr)2
√ (n−1)
Nilai data hilang : X = Xr+ (S.(k))

Dimana,
Xr= Data curah hujan rata-rata
S = Standar deviasi
Xi = Data curah hujan bulan ke-i
n = Jumlah data curah hujan

Sebagai contoh:
dilakukan perhitungan untuk rangkaian data tahun 1983 stasiun 1 dengan cara kerja
seperti berikut:
a. Urutkan data curah hujan dari Januari 1982 hingga Desember 1982.
b. Dihitung nilai rata-ratanya, Xrata-rata = 52,42 mm
c. Dihitung deviasi standar, standar deviasi = 24,59
d. Tentukan persamaan distribusi normal :
X = Xrata-rata + S.k = 52,42+ 24,59 (k) Ricka Aprillia_D14107032
e. Didapat bilangan acak dari tabel bilangan acak yaitu 7822 untuk bulan
Januari 1983.
f. Dihitung peluang,
g. peluang = 1 – (7822 / 1000), dan hasilnya adalah 0,2178.
h. Dicari nilai k pada peluang 0,2178. Didapatkan dari table bahwa nilai
peluang 0,2178 terletak diantara peluang 0,2206 dan 0,2177. Dimana pada
peluang 0,2206 harga k = -0,77 dan pada peluang 0,2177 harga k = -0,78.
Dengan interpolasi, akan didapatkan nilai k pada peluang 0,2178 =

10
[ (0,2178-0,2206 )/ (0,2177-0,2206 ) x(-0,77- (-0,78 )]
i. Dicari besarnya curah hujan pada bulan Januari 1983 (X) ;  X = 52,42 +
24,59 (-0,7797) = 33,24 mm
j. Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan menggunakan tabel agar lebih
mudah.

2. Metode Markov
Pada metode markov ini sedikit berbeda dari metode metode lainnya, pada
metode ini untuk pengisiannya harus menggunakan data acuan berupa data hIstorik
tahun sebelumnya yang lengkap. Menggunakan proses markov adalah menggunakan
model auto-regresif tahunan. Model yang paling sederhana adalah markov-chain,
dapat dirumuskan sebagai berikut :

2.2 Pengujian Data Hujan


A. Uji Konsistensi
 Kegunaan: menguji kebenaran data

11
 Data hujan disebut konsisten bila data yang terukur dan dihitung adalah
teliti dan benar serta sesuai dengan fenomena saat hujan itu terjadi
 Data tidak konsisten, disebabkan:
1. Penggantian jenis dan spesifikasi alat
2. Perkembangan lingkungan sekitar pos hujan
3. Pemindahan lokasi pos hujan
Metode :

1. Observasi lapangan
2. Observasi ke kantor pengolahan data
3. Membandingkan data hujan dengan data untuk iklim yang sama
4. Analisis kurva massa ganda
5. Analisis statistik

Gambar 7. Analisis Kurva Massa Ganda

Data hujan yang digunakan minimal adalah 10 tahun, dan ada ketentuan
perubahan pola yaitu, pola yang terjadi harus berupa garis lurus tidak terjadi
patahan arah garis.

B. Pemeriksaan Oulier (Data diluar ambang batas)

 Pengertian : data observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik


secara univariat maupun multivariat.
 Kegunaan :untuk menentukan suatu data yang menyimpang dari
sekumpulan data yang lain
 Keberadaan outlier biasanya mengganggu pemilihan jenis
distribusi suatu sampel data, sehingga outlier ini perlu dibuang.

12
 Uji Grubbs dan Beck (Chow, 1987 : 403) menetapkan dua batas ambang
bawah xL dan ambang atas xH sebagai berikut :

Contoh soal :

13
C. Pemeriksaan Homogenitas Data

 Data hujan yang dianalisis harus homogen. Data hujan tersebut dikatakan
homogen jika berada dalam grafik homogenitas.
 Ketidakhomogenan data hujan disebabkan gangguan atmosfer karena
pencemaran udara atau disebabkan adanya hujan buatan yang sifatnya
insidentil.
 Salah satu yang termasuk jenis uji homogenitas untuk sampel kecil adalah
Uji t.
 Sampel kecil adalah dimana ukuran sampel (n)<30.
 Pembagian sampel, awalnya sampel di bagi dua yang berasal dari
populasi yang sama, lalu dihitung dengan rumus (Widandi Soetopo, 1997 :
19) :

14
2.3 Perhitungan Curah Hujan Kawasan
A. Metode Aritmatik ( Rerata Aljabar)
Dengan menggunakan metode Aritmatik, curah hujan rata-rata DAS  dapat
ditentukan dengan menjumlahkan curah hujan dari semua tempat
pengukuran untuk suatu periode tertentu dan membaginya dengan
banyaknya stasiun pengukuran. Metode ini dapat dipakai pada daerah datar
dengan jumlah stasiun hujan relatif banyak, dengan anggapan bahwa di DAS
tersebut sifat hujannya adalah merata (uniform) Secara sitematis dapat ditulis
sebagai berikut:

dengan:
p = curah hujan rata-rata
p1, p2, pn = curah hujan pada setiap stasiun
n=banyaknya stasiun curah hujan

Metode ini sangat sederhana dan mudah diterapkan, akan tetapi kurang
memberikan hasil yang teliti memngningat tinggi curah hujan yang
sesungguhnya tidak mungkin benar-benar merata pada seluruh DAS.
Utamanya di wilayah tropis termasuk Indonesia, sifat distribusi hujan menurut
ruang  sangat bervariasi, sehingga untuk suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
yang relatif besar, metode Aritmatik tidak cocok untuk digunakan.

B. Metode Poligon Thiessen


Dalam metode poligon thiessen, curah hujan rata-rata didapatkan dengan
membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis
penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian setiap stasiun penakar
hujan akan terletak pada  suatu wilayah poligin tertutup luas tertentu. Cara ini
dipandang lebih baik dari cara rerata aljabar (Arimatik), Yaitu dengan
memasukan faktor luas areal yang diwakili oleh setiap stasiun hujan.
Jumlah perkalian antara tiap-tiap luas poligon dengan besar curah hujan di
stasiun dalam poligon tersebut dibagi dengan  luas daerah seluruh DAS akan
menghasilkan nnilai curah hujan rata-rata DAS. Prosedur hitungan dari
metode ini dilukiskan pada persamaan-persamaan berikut:

15
dengan:
p                    = curah hujan rata-rata,
p1,p2,...,pn      = curah hujan pada setiap stasiun,
A1,A2,...,An = luas yang dibatasi tiap poligon atau luas daerah yan mewakili
stasiun 1,2,...,n.

Nilai perbandingan antara luas poligon yang mewakili setiap stasiun terhadap
luas total Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut disebut sebagai faktor bobot
Thiessen untuk stasiun tersebut. Dengan demikian cara ini dipandang lebbi
baik dari cara rerata aljabar karena telah memperhitungkan pengaruh letak
penyebaran stasiun penakar  hujan. Metode ini cocok untuk menentukan
hujan rata-rata dimana lokasi hujan tidak banyak dan tidak merata.

Prosedur pembentukan Poligon Thiessen adalah sebagai berikut:


1. penggambaran stasiun penakar hujan pada peta DAS, baik stasiun hujan
di dalam DAS, maupun stasiun hujan di luar DAS yang letaknya berdekatan.
Antar stasiun dibuat garis lurus penghubung;
2. buat garis tegak lurus di tengah antar stasiun, sehingga persis membentuk
poligon. Luasan masing-masing stasiun diwakili oleh poligon yang terbentuk;
3. luasan daerah pada tiap poligon dapat diukur kemudian dikalikan dengan
kedalaman hujan pada masing-masing stasiun dalam 17 poligon dan
selanjutnya dibagi dengan luas total DAS diperoleh dengan menjumlahkan
semua luasan poligon.

C. Metode Isohyet
Metode ini menggunakan pembagian DAS dengan garis-garis yang
menghubungkan tempat-tempat dengan curah hujan yang sama besar
(isohyet). Curah hujan rata-rata di daerah aliran sungai didapatkan dengan
menjumlahkan perkalian antara curah hujan rata-rata di antara garis-garis
isohyet dengan luas daerah yang dibatasi oleh garis batas DAS dan dua
garis isohyet,kemudian dibagi dengan luas seluruh DAS.
Cara ini mempunyai kelemahan yaitu apabila dikerjakan secara
manual, dimana setiap kali harus menggambarkan  garis isohyet yang
tentunya hasilnya sangat tergantung pada masing-masin pembuat garis.
Unsur subyektivitas ini dapat dihindarkan dengan penggunaan perangkat

16
lunak komputer yang dapat menghasilkan gambar garis isohyet berdasarkan
sistem intrpolasi grid, sehingga hasilnya akan sama untuk setiap input data di
masing-masing stasiun hujan.
Prosedur pembentukan metode ini:
1. penggambaran stasiun penakar hujan pada peta DAS; 18
2. membuat interpolasi dari nilai kedalaman hujan di staiun hujan
yang berdekatan;
3. dibuat kurva yang menghubungkan titik-titik interpolasi;
4. mengukur luas daerah antara dua Isohyet yang berurutan dan
kemudian dikalikan dengan nilai rerata kedua garis Isohyet;
5. jumlah dari hitungan untuk seluruh garis Isohyet dibagi dengan
luas daerah yang ditinjau menghasilkan kedalaman hujan rerata
daerah tersebut.

Ilustrasi hitungan hujan rerata DAD dengan menggunakan metode


isohyet dapat kita lihat pada Contoh Soal dan Penyelesaian. Persamaan
dalam hitungan hujan rata-rata dengan metode isohyet dapat kita rumuskan :

dengan:
p                    = curah hujan rata-rata,
p1,p2,...,pn      = besaran curah hujan yang sama pada setiap garis isohyet,
At                  = luas total DAS (A1+A2+...+An)

Dalam praktek pemakaian hitungan hujan DAS tersebut, banyak


digunakan cara kedua atau metodePoligon thiessen karena dipandan lebih
praktis dengan hasil yang cukup baik.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Data curah hujan yang hilang dapat dicari dengan metode empiric dan metode
stokastik. Untuk metode empirik terdapat empat cara yaitu rata-rata aritmatik,
perbandingan normal, reciprocal method, kantor cuaca nasional USA. Sedangkan
metode stokastik dibagi menjadi dua yaitu, metode bilangan acak dan metode markov.
Untuk pengujian data curah hujan, cara yang biasa dilakukan adalah menguji konsistensi
curah hujan yang ada untuk mengetahui kebenaran data yang ada. Metode yang dapat
dilakukan adalah observasi lapangan, observasi ke kantor pengolahan data,
membandingkan data hujan dengan data untuk iklim yang sama, analisis kurva massa
ganda, analisis statistik. Sedangkan untuk perhitungan curah hujan suatu Kawasan dapat
dicari dengan metode aritmatik, poligon thiessen, isohyet.

18

Anda mungkin juga menyukai