Anda di halaman 1dari 11

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Konservasi


Konservasi alam adalah salah satu pengelolaan sumberdaya alam yang
menjamin pemanfaatannya secara bijaksana, sehingga mutu dan kelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan hidup dapat dipertahankan untuk menjamin
pembangunan yang berkesinambungan (Ensiklopedia Nasional Indonesia, 2004).
Konservasi dalam arti sempit dapat diartikan sebagai pelestarian dan pengawetan.
Dalam hal ini pengawetan meliputi kegiatan pelestarian produksi, pelestarian jenis
dan perlindungan penunjang sistem kehidupan. Objek kegiatannya adalah hutan
lindung, hutan pantai dan daerah aliran sungai, sedangkan bentuk kegiatan
pengawetan keanekaragaman plasma nutfah terbagi dua, yaitu konservasi ex-situ
dan konservasi in-situ 1 .
Konservasi in-situ adalah konservasi ekosistem dan habitat alami serta
pemeliharaan dan pemulihan populasi jenis-jenis berdaya hidup dalam lingkungan
alaminya, dan dalam hal jenis-jenis terdomestifikasi atau budidaya, di dalam
lingkungan tempat sifat-sifat khususnya berkembang. Jenis kegiatan konservasi
in-situ adalah kebun binatang, taman safari, kebun botani dan museum.
Konservasi ex-situ merupakan metode konservasi yang mengkonservasi spesies di
luar distribusi alami dari populasi tetuanya. Konservasi ini merupakan proses
melindungi spesies tumbuhan dan hewan (langka) dengan mengambilnya dari
habitat yang tidak aman atau terancam dan menempatkannya atau bagiannya di
bawah perlindungan manusia. Jenis kegiatan konservasi ex-situ adalah cagar alam
dan suaka margasatwa 2 .
Menurut Undang-Undang tentang ketentuan pokok pengelolaan
lingkungan hidup No. 23 tahun 1997, konservasi adalah pengelolaan sumberdaya
alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan
sumberdaya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaan
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas serta keanekaragamannya.
Kegiatan konservasi meliputi tiga hal yaitu :
1. Melindungi keanekaragaman hayati (biological diversity)

1
GPASMAN2. 26 April 2008. Konservasi. http://gpasman2.wordpress.com [31 Januari 2010]
2
Loc.cit
2. Mempelajari fungsi dan manfaat keanekaragaman hayati
3. Memanfaatkan keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan umat manusia.

2.2 Pengertian Pariwisata


Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah
dan pemerintah daerah (Undang-Undang No.10 tahun 2009). Menurut Direktorat
Jenderal Pariwisata (2005), wisata diartikan sebagai kegiatan perjalanan atau
sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat
sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
Menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, pariwisata didefinisikan
sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan objek wisata termasuk
pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang
wisata. Lahirnya kegiatan pariwisata berawal dari faktor manusia dan perilaku itu
sendiri. Secara periodik, manusia senantiasa membutuhkan aktifitas-aktifitas baru
diluar aktifitas rutinnya yang dapat menumbuhkan kembali kesegaran dan gairah
dalam hidupnya.

2.3 Pengertian Ekowisata (Wisata Alam)


Menurut The International Ecotourism Society (2002) dalam Subadra
(2007) mendefinisikan ekowisata sebagai berikut: Ecotourism is “responsible
travel to natural areas that conserves the environment and sustains the well-being
of local people.” Berdasarkan definisi tersebut, ekowisata merupakan perjalanan
wisata yang berbasiskan alam dimana dalam kegiatannya sangat tergantung
kepada alam, sehingga lingkungan, ekosistem, dan kearifan-kearifan lokal yang
ada di dalamnya harus dilestarikan keberadaannya.
Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam
yang alami maupun buatan serta budaya yang bersifat informatif dan partisipatif
dengan tujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Ekowisata
menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu keberlangsungan alam atau ekologi,
memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam
kehidupan sosial masyarakat. Kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses

8
kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman
alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Razak, 2008).

2.4 Konsep Ekowisata (Wisata Alam)


Konsep wisata yang berbasis ekologi atau yang lebih dikenal dengan
Ekowisata (Fandeli dalam Razak, 2008), dilatarbelakangi dengan perubahan pasar
global yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada negara-negara asal
wisatawan dan memiliki ekspektasi yang lebih mendalam dan lebih berkualitas
dalam melakukan perjalanan wisata. Konsep wisata ini disebut wisata minat
khusus (Fandeli dalam Razak, 2008). Wisatawan minat khusus umumnya
memiliki intelektual yang lebih tinggi dan pemahaman serta kepekaan terhadap
etika, moralitas dan nilai-nilai tertentu, sehingga bentuk wisata ini adalah
pencarian pengalaman baru (Razak, 2008). Wisatawan cenderung beralih kepada
alam dibandingkan pola-pola wisata buatan yang mereka rasakan telah jenuh dan
kurang menantang.
Konsep ekowisata telah dikembangkan sejak era tahun 80-an, sebagai
pencarian jawaban dari upaya meminimalkan dampak negatif untuk kelestarian
keanekaragaman hayati, yang diakibatkan oleh kegiatan pariwisata. Konsep
ekowisata sebenarnya bermaksud untuk menyatukan dan menyeimbangkan
beberapa konflik secara objektif yaitu dengan menetapkan ketentuan dalam
berwisata, melindungi sumberdaya alam dan budaya serta menghasilkan
keuntungan dalam bidang ekonomi untuk masyarakat lokal (Razak, 2008).
Dampak positifnya dari kegiatan ekowisata antara lain menambah sumber
penghasilan dan devisa negara, menyediakan kesempatan kerja dan usaha,
mendorong perkembangan usaha-usaha baru serta diharapkan mampu
meningkatkan kesadaran masyarakat maupun wisatawan tentang konservasi
sumber daya alam (Dephut, 2008). Selain itu dampak sosial bagi masyarakat
sekitar juga berdampak seperti yang dikemukakan Suhandi (2003), bahwa konsep
ekowisata yang terdiri dari komponen pelestarian lingkungan (alam dan budaya),
peningkatan partisipasi masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
lokal, telah diperkenalkan dan dikembangkan dengan sukses di banyak negara
berkembang. Pengembangan ini selalu konsisten dengan dua prinsip dasar yaitu

9
memberi keuntungan ekonomi langsung kepada masyarakat lokal serta turut andil
dalam pelestarian alam.
Drumm dalam Suhandi (2003) menyatakan bahwa ada enam keuntungan
dalam implementasi kegiatan ekowisata yaitu:
1. Memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di dalam lingkungan
yang dijadikan sebagai objek wisata;
2. Menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan;
3. Memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para
stakeholders;
4. Membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan
internasional;
5. Mempromosikan penggunaan sumberdaya alam yang berkelanjutan; dan
6. Mengurangi ancaman terhadap keanekaragaman hayati yang ada di objek
wisata tersebut.

2.5 Sifat atau Karakter Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Alam
Menurut Fandeli dalam Razak (2008), sifat dan karakter kepariwisataan
alam terkait dengan ODTW Alam antara lain :
1. In-situ ; ODTW alam hanya dapat dinikmati secara utuh dan sempurna di
ekosistemnya. Pemindahan objek ke ex-situ akan menyebabkan terjadinya
perubahan objek dan atraksinya. Pada umumnya wisatawan kurang puas
apabila tidak mendapatkan sesuatu secara utuh dan apa adanya.
2. Perishable ; suatu gejala atau proses ekosistem hanya terjadi pada waktu
tertentu. Gejala atau proses alam ini berulang dalam kurun waktu tertentu,
kadang siklusnya beberapa tahun bahkan ada puluhan tahun atau ratusan tahun.
ODTW alam yang demikian membutuhkan pengkajian dan pencermatan secara
mendalam untuk dipasarkan.
3. Non Recoverable ; suatu ekosistem alam mempunyai sifat dan perilaku
pemulihan yang tidak sama. Pemulihan secara alami sangat tergantung dari
faktor dalam (genotype) dan faktor luar (phenotype). Pemulihan secara alami
terjadi dalam waktu panjang, bahkan ada sesuatu objek yang hampir tak
terpulihkan, bila ada perubahan. Untuk mempercepat pemulihan biasanya

10
dibutuhkan tenaga dan dana yang sangat besar, apabila upaya ini berhasil tetapi
tidak akan sama dengan kondisi semula.
4. Non Substitutable ; di dalam suatu daerah atau mungkin kawasan terdapat
banyak objek alam, jarang sekali yang memiliki kemiripan yang sama.

2.6 Potensi ODTW Alam


Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang dimiliki
Indonesia, antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian
budaya tradisional, keindahan bentang alam, gejala alam, peninggalan sejarah atau
budaya yang secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat (Dephut, 2008).
ODTW alam yang menarik salah satunya adalah keragaman tipe ekosistem hutan
yang membentuk suatu tipe flora dan fauna serta bentangan alam (topografi) yang
unik (Fandeli dalam Razak, 2008). Keseluruhan potensi ODTW alam yang ada
merupakan sumberdaya ekonomi yang bernilai tinggi dan sekaligus merupakan
media pendidikan dan pelestarian lingkungan.

2.7 Pengelolaan dan Pengembangan ODTW Alam


Azas kemanfaatan dari ODTW Alam dapat tercapai melalui pengelolaan
dan pengusahaan yang benar dan terkoordinasi, baik lintas sektoral maupun
swasta yang berkaitan dengan pengembangan kegiatan ekowisata, misalnya
kepariwisataan, biro perjalanan, pemerintah daerah, lingkungan hidup, dan
lembaga swadaya masyarakat (Dephut, 2008).
Kesuksesan pengembangan ekowisata sangat ditentukan oleh peran dari
masing-masing pelaku ekowisata yaitu industri pariwisata, wisatawan, masyarakat
lokal, pemerintah dan instansi non pemerintah dan akademisi. Para pelaku
ekowisata mempunyai peran dan karakter tersendiri yaitu (Suhandi, 2003) :
1. Industri pariwisata yang mengoperasikan ekowisata merupakan industri
pariwisata yang peduli terhadap pentingnya pelestarian alam dan
keberlanjutan pariwisata dan mempromosikan serta menjual program wisata
yang berhubungan dengan flora, fauna dan alam.
2. Wisatawannya merupakan wisatawan yang peduli terhadap lingkungan.
3. Masyarakat lokal dilibatkan dalam perencanaan, penerapan dan pengawasan,
pembangunan dan pengevaluasian pembangunan.

11
4. Pemerintah berperan dalam pembuatan peraturan-peraturan yang mengatur
tentang pembangunan fasilitas ekowisata agar tidak terjadi eksploitasi
terhadap lingkungan yang berlebihan.
5. Akademisi bertugas untuk mengkaji tentang pengertian ekowisata dan
mengadakan penelitian untuk menguji apakah prinsip-prinsip yang dituangkan
dalam pengertian ekowisata sudah diterapkan dalam prakteknya.
Pembangunan ekowisata yang berkelanjutan dapat berhasil apabila karakter
atau peran yang dimiliki oleh masing-masing pelaku ekowisata digunakan
sesuai dengan perannya, bekerjasama secara holistik di antara para
stakeholders, memperdalam pengertian dan kesadaran terhadap pelestarian
alam dan menjamin keberlanjutan kegiatan ekowisata tersebut.
Dalam pengelolaan ODTW alam, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kesuksesan pengelolaannya diantaranya finansial, pemasaran
produk serta aspek koordinasi. Razak (2008) menyebutkan faktor utama yang
menjadi persoalan dalam pengembangan objek dan daya tarik wisata pada
umumnya terkendala pada aspek finansial. Biasanya investor bersedia
menginvestasikan modalnya untuk pengembangan objek dan daya tarik wisata
yang mempunyai potensi untuk dikembangkan.
Tantangan yang umum dihadapi dalam bidang ekowisata antara lain:
pertama, soal pemasaran yang tentunya terkait dengan jejaring atau kemitraan
dengan pelaku wisata lain; kedua, kualitas SDM dalam pengelolaan kegiatan
ekowisata di tingkat desa atau akar rumput (grassroot); ketiga, yang tak kalah
penting adalah menjaga keselarasan antara misi peningkatan taraf sosial-ekonomi
masyarakat lokal dengan pelestarian sumberdaya hayati, (Santoso, 2003).
Sementara itu, Dephut (2008) menambahkan bahwa kendala dalam
pengembangan ODTW alam berkaitan dengan Instrumen kebijaksanaan dalam
pemanfaatan dan pengembangan fungsi kawasan untuk mendukung potensi
ODTW alam. Efektifitas fungsi dan peran ODTW alam ditinjau dari aspek
koordinasi instansi terkait, kapasitas institusi dan kemampuan SDM dalam
pengelolaan ODTW alam di kawasan hutan, serta mekanisme peran serta
masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam. Strategi pengembangan
ODTW alam meliputi pengembangan (Dephut, 2008):

12
1. Aspek perencanaan pembangunan ODTW alam yang antara lain mencakup
sistem perencanaan kawasan, penataan ruang (tata ruang wilayah), standarisasi,
identifikasi potensi, koordinasi lintas sektoral, pendanaan dan sistem informasi
ODTW alam.
2. Aspek kelembagaan meliputi pemanfaatan dan peningkatan kapasitas institusi,
sebagai mekanisme yang dapat mengatur berbagai kepentingan, secara
operasional merupakan organisasi dengan SDM dan PP yang sesuai dan
memiliki efisiensi tinggi.
3. Aspek sarana dan prasarana yang memiliki dua sisi kepentingan, yaitu (1) alat
memenuhi kebutuhan pariwisata alam, (2) sebagai pengendalian dalam rangka
memelihara keseimbangan lingkungan, pembangunan sarana dan prasarana
dapat meningkatkan daya dukung sehingga upaya pemanfaatan dapat dilakukan
secara optimal.
4. Aspek pengelolaan, yaitu dengan mengembangkan profesionalisme dan pola
pengelolaan ODTWA yang siap mendukung kegiatan pariwisata alam dan
mampu memanfaatkan potensi ODTWA secara lestari.
5. Aspek pengusahaan yang memberi kesempatan dan mengatur pemanfaatan
ODTWA untuk tujuan pariwisata yang bersifat komersial kepada pihak ketiga
dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat setempat.
6. Aspek pemasaran dengan mempergunakan teknologi tinggi dan bekerja sama
dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar negeri.
7. Aspek peran serta masyarakat melalui kesempatan-kesempatan usaha sehingga
ikut membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
8. Aspek penelitian dan pengembangan yang meliputi aspek fisik lingkungan, dan
sosial ekonomi dari ODTWA. Diharapkan nantinya mampu menyediakan
informasi bagi pengembangan dan pembangunan kawasan, kebijaksanaan dan
arahan pemanfaatan ODTWA.
Pengelolaan ODTW alam dengan sifat dan karakteristik yang khas dan
cukup rentan terhadap perubahan, maka didalam pengelolaannya harus sangat
dipertimbangkan aspek lingkungan, disamping sarana pendukung. Kemasan
ODTW yang hendaknya diciptakan adalah perpaduan kondisi alami dan teknologi
sebagai sarana pendukung untuk pelestarian kondisi alami tersebut.

13
Suhandi (2003) menyatakan pengembangan ekowisata juga tidak bisa
terlepas dari dampak-dampak negatif seperti tertekannya ekosistem yang ada di
objek ekowisata apabila dikunjungi wisatawan dalam jumlah yang banyak dan
konflik kepentingan antara pengelola atau operator ekowisata dengan masyarakat
lokal terutama mengenai pembagian keuntungan dan aksesbilitas. Untuk
mengantisipasi dampak negatif dari pengembangan wisata, perlu pendekatan daya
dukung dalam pengelolaan ekowisata sesuai dengan batas-batas kewajaran.

2.8 Hasil Penelitian Terdahulu


Pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi studi literatur juga
dilakukan untuk mempelajari dan memperoleh informasi dari penelitian-penelitian
terdahulu yang relevan dengan judul skripsi yaitu tentang strategi pengembangan.
Simanullang (2004) dalam penelitian yang berjudul “Strategi
Pengembangan Pariwisata di Objek Wisata Danau Toba” menyatakan bahwa
investasi merupakan suatu tindak lanjut dari potensi yang ada di sekitar
lingkungan Danau Toba. Keinginan berinvestasi pada pembangunan industri
kepariwisataan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, kondisi infrastruktur, aksesbilitas, sarana telekomunikasi,
peluang usaha dan aspek pemasaran. Dalam hasil penelitiannya didapatkan tiga
alternatif strategi pengembangan yaitu : 1) mempertahankan persepsi dan apresiasi
wisatawan tentang keindahan dan kenyamanan terhadap objek wisata dengan
pengembangan potensi objek wisata yang didukung oleh pemerintah, LSM, dan
masyarakat; 2) meningkatkan koordinasi antar pemerintah untuk mempermudah
izin usaha; 3) meningkatkan keamanan untuk memberikan kenyamanan berwisata
melalui koordinasi antara pemerintah, LSM dan masyarakat.
Apul (2008) dalam penelitian yang berjudul “Strategi Pengembangan
Pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat Flores Nusa Tenggara Timur”
menghasilkan sepuluh strategi pengembangan yaitu : 1) melakukan
pengembangan wisata budaya, bahari (ekowisata) dan pertanian (agrowisata);
2) melakukan upaya mengurangi jarak tempuh wisatawan ke objek-objek wisata
yang ada; 3) meningkatkan promosi wisata; 4) pengadaan layanan internet dan
money changer; 5) meningkatkan kualitas SDM Diparbud Kabupaten Manggarai
Barat; 6) mendorong kerjasama dengan kabupaten-kabupaten tetangga;

14
7) membuat peta wisata; 8) meningkatkan hubungan kerjasama dengan lembaga
non pemerintah dalam mengontrol tingkah laku para wisatawan yang datang ke
Manggarai Barat; 9) pemberdayaan masyarakat lokal terutama di sekitar objek
wisata; 10) penerimaan tenaga ahli dari luar daerah secara proporsional. Strategi
yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan yaitu melakukan
pengembangan wisata budaya, bahari (ekowisata) dan pertanian (agrowisata)
dengan nilai TAS 3,85 yang artinya strategi ini memiliki ketertarikan yang tinggi
dengan faktor internal dan eksternal yang ada.
Kurniadi (2009) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Strategi
Pengembangan Kawasan Ekowisata Ciwidey di Perum Perhutani Unit III –
Bandung” menghasilkan 41 faktor yang memiliki pengaruh terhadap
pengembangan ekowisata Ciwidey. Berdasarkan hasil diskusi (FGD) maka
disepakati bahwa faktor - faktor penting yang berpengaruh terhadap kawasan
tersebut meliputi sejumlah faktor eksternal (tingkat aksesbilitas objek wisata,
komitmen atau kebijakan Pemda dalam pengembangan ekowisata, persepsi
masyarakat terhadap pengelolaan ekowisata lestari, layanan lembaga sejenis, daya
tarik pengunjung terhadap objek wisata, isu penegakan hukum terhadap
pelanggaran, kerjasama investor, dukungan multipihak dan tingkat pendidikan
masyarakat) dan 10 faktor internal (kapabilitas SDM, dukungan kebijakan dan
penganggaran, potensi ODTW, sistem insentif yang diberlakukan, model
pengelolaan yang dikembangkan, pemasaran oleh perusahaan, sarana, fasilitas
pendukung dan tarif harga, jenis paket wisata, peraturan dan sistem administrasi
serta kemampuan Perhutani dalam pengembangan jejaring).
Berdasarkan hasil analisis pembobotan paired comparison factor
aksesbilitas objek wisata, potensi ODTW dan kerjasama investor memiliki bobot
sebesar 0,128 menjadi peluang utama mendukung prospek pengembangan
kawasan. Faktor kapabilitas SDM, penerapan sistem reward berbasis kinerja
menjadi kekuatan yang sangat berpengaruh dalam pengembangan ekowisata.
Faktor dukungan kebijakan yang kuat namun belum didukung oleh penganggaran
menjadi kelemahan yang cukup berpengaruh. Kemampuan pemasaran perusahaan
yang belum optimal cukup berpengaruh dalam pencapaian tujuan.

15
Hasil analisis faktor eksternal terhadap peluang dan kendala atau tantangan
perusahaan (KBM - WBU Perum Perhutani cq DM 2 Ciwidey) masih memiliki
kemampuan respon yang relatif cukup baik. Adapun hasil analisis faktor internal,
diperoleh gambaran kondisi internal Perum Perhutani c.q. Pengelola Kawasan
Ciwidey masih dinilai cukup lemah. Perum Perhutani belum mengoptimalkan
kekuatan yang ada untuk mengatasi kelemahan yang dimilikinya dalam
mengembangkan kawasan ekowista. Oleh karena itu, perlu upaya pengembangan
nilai tambah melalui pengembangan model pengelolaan yang berkelanjutan dan
lestari.
Hasil analisis BCG, Patuha Resort berada pada posisi Question Mark.
Strategi penetrasi pada unit bisnis Patuha Resort dapat dilakukan dengan
mengintensifkan pemasaran pada pasar yang ada. Investasi diperlukan untuk
meningkatkan pertumbuhan bisnis, dan menghadapi pesaing dengan
meningkatkan produktivitas usahanya. Strategi pengembangan produk umumnya
cocok dilakukan dengan menggali minat dan perilaku pengunjung terhadap objek
daya tarik wisata.
Gambaran posisi masing - masing unit bisnis sebagai berikut: Unit Bisnis
WW Cimanggu dan Ranca Upas berada pada posisi di kuadran IV (Dogs) posisi
ini memiliki pangsa pasar relatif rendah dan bersaing pada rata - rata pertumbuhan
industri yang lemah. Hambatan utama pasar disebabkan karena adanya kendala
dari kegiatan militer yang sulit dikendalikan. Hasil analisis Matrik EI dinyatakan
secara keseluruhan, posisi unit bisnis wisata Kluster Ciwidey ini berada pada
posisi sel V. Masing - masing unit bisnis (WW Kawah Putih, TWA Cimanggu dan
WW Ranca Upas) rata-rata berada pada posisi sel V. Posisi tersebut menurut
David (2005) baik dikendalikan melalui pertahankan dan pelihara. Upaya yang
dilakukan adalah strategi penetrasi pasar dengan mengintensifkan kegiatan
promosi dan pemasaran produk atau paket program yang sudah ada agar dicapai
peningkatan jumlah pengunjung. Pengembangan bisnis wisata ini harus
menghindari pembangunan kawasan yang bersifat merusak. Strategi
pengembangan pasar dapat dipertimbangkan pada Patuha Resort yang berada di
sel IV (posisi grow dan build). Berdasarkan hasil SWOT dan analisa prioritas
melalui analisis QSPM dihasilkan beberapa alternatif strategi. Prioritas I adalah

16
mengembangkan pemasaran yang inovatif. Prioritas II adalah pengembangan
sarana-prasarana pendukung wisata yang efektif, mengembangkan kerjasama
dengan para investor untuk pembangunan kawasan ekowisata inovatif dan ramah
lingkungan, mengembangkan paket program wisata berbasis komunitas peminat
ekowisata. Prioritas strategi III adalah mengembangkan jejaring, membangun
keterlibatan masyarakat dalam usaha ekowisata secara efisien dan efektif. Strategi
prioritas IV adalah mengembangkan produk yang fokus terhadap karakteristik
spesifik potensi daya dukung ekowisata dan mengembangkan paket - paket wisata
yang menjual kekhasan wilayahnya.
Berdasarkan penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa dalam
mengembangkan sebuah objek wisata harus memperhatikan aspek pengembangan
sumberdaya manusia, sumberdaya alam, promosi, dukungan sarana dan
kelembagaan. Kegiatan investasi juga diperlukan dalam pengembangan wisata
yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis dan menghadapi pesaing dengan
meningkatkan produktivitas usahanya. Selain itu, pengembangan bisnis wisata
harus menghindari pembangunan kawasan yang bersifat merusak.
Pada penelitian ini terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian
terdahulu. Persamaannya adalah mengkaji tentang strategi pengembangan objek
wisata dan perbedaannya adalah objek wisata dan lokasi penelitian. Objek wisata
yang diteliti adalah wisata alam di kawasan konservasi dan lokasi penelitian di
Kebun Raya Bogor dengan menggunakan matriks SWOT. Selama ini penelitian
tentang strategi pengembangan pada objek wisata alam di kawasan konservasi
relatif sedikit, lebih banyak tentang tingkat kepuasan pengunjung terhadap objek
wisata alam.

17

Anda mungkin juga menyukai