cakradonya
DENTAL JOURNAL Vol.10, No.2, Agustus 2018
Cakradonya Dental Journal (CDJ) diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Gigi sebagai media
komunikasi ilmiah untuk pemajuan dan perkembangan intelektualitas civitas akademika antar
perguruan tinggi, peneliti dan stakeholder yang mengetengahkan tentang kesehatan gigi dan
mulut serta keilmuan lain yang terkait. CDJ terbit dalam dua versi yaitu versi cetak dan versi
online melalui Open Journal System (OJS) Unsyiah dilengkapi dengan Digital Object Identifier
(DOI) sehingga makin menarik dan mudah diakses, menyuguhkan informasi-informasi terkini
mengenai kesehatan rongga mulut dan tubuh secara sistemik.
Naskah yang tampil dalam volume 10 no 2 ini berbentuk laporan penelitian, laporan kasus dan
tinjauan pustaka mengenai pengembangan kedokteran gigi dan korelasi ilmu kesehatan integrasi
mencakup bidang; Konservasi, Kesehatan Masyarakat, Radiologi, Penyakit Mulut, Prostodonsia,
Dental Material, dan Periodonsia. Kali ini serasa makin lengkap dengan naskah dari FK Unsyiah
bagian neurologi yang dikaitkan dengan kedokteran gigi. Semoga informasi yang CDJ
ketengahkan pada edisi ini dapat menambah hasanah pengetahuan Anda.
DAFTAR ISI
Hubungan Antara Status Periodontal Dan Status Gigi Geligi Usia Dewasa
Masyarakat Kelurahan Malino Kabupaten Gowa ......................................................................... 71-77
Ayub Iemadani Anwar, Asti Puspita Adnan, Aldy Anzhari Ayub
Tata laksana tetanus generalisata dengan karies gigi: Laporan Kasus ......................... 86-95
Wati Safrida, Syahrul
Pengaruh Teknik Pencetakan Fisiologis Terhadap Cacat Permukaan Cetakan .................. 129-133
Putri Welda Utami Ritonga, Nafsani Fauzia
Cakradonya Dent J; 10(2): 65-70
Abstrak
Apoptosis merupakan proses aktif yang diatur dengan sangat baik yang ditandai oleh perubahan
morfologis dan biokimia. Signifikansi dalam memahami rangkaian mekanisme apoptosis ini mutlak
dibutuhkan karena apoptosis merupakan gabungan komponen baik dalam proses fisiologis maupun
patologis. Apoptosis dapat distimulasi oleh kondisi fisiologis dan patologis serta memegang peranan
penting dalam menjaga homeostasis normal dan patogenesis beberapa penyakit. Sinyal untuk
apoptosis terjadi melalui jalur caspase dependen dan independen yang diawali oleh kejadian yang
memicunya dari dalam sel atau dari luar sel melalui ikatan reseptor kematian. Tinjauan pustaka ini
bertujuan untuk menyediakan pandangan yang berkaitan dengan apoptosis, karakteristik morfologis
dan biokimia, serta mekanismenya.
Kata Kunci: Apoptosis, reseptor kematian, mitokondria, caspase
Abstract
Apoptosis is considered as a tighly regulated active process signified by specific morphological and
biochemical. The significance of understanding the apoptosis cascade mechanism is imperative as
apoptosis being component of both physiological and pathological process. Apoptosis can be
stimulated by both physiological and pathological conditions and hence play a role in maintenance of
normal homeostasis and in pathogenesis of several diseases. Signaling for apoptosis occurs via
caspase dependent and independent pathways that are initiated either from triggering events within
the cell or from outside the cell by ligation of death receptors. Present review aims to provide an
overview regarding apoptosis, its morphological and biochemical characteristics, and its mechanism.
Keyword: Apoptosis, death reseptor, mitochondria, caspase
Target protein pada umumnya melibatkan yaitu TNF-Reseptor Associated Death Domain
protein lain, suatu DNA endonuklease.8 Ketika (TRADD). Kompleks yang terbentuk antara
protein target pecah, DNAase bebas untuk ligan-reseptor dan reseptor kematian FADD
berpindah tempat ke inti dan mulai pelaksanaan. disebut DISC.10 Kompleks ini akan menginisiasi
Perubahan dalam apoptosis terjadi ketika pro caspase-8 yang mengaktifkan caspase
caspase-3 membelah gelsolin, yakni suatu eksekutor.10
protein pemelihara morfologi sel. Gelsolin akan Caspase-8 bekerja dengan cara memotong
membelah actin filamen di dalam sel. Protein anggota famili Bcl-2 yaitu Bid.11, 12 Bid yang
yang lain diperlukan untuk membentuk badan terpotong pada bagian ujungnya akan
apopotik adalah p21-activated kinase 2 (PAK-2). menginduksi insersi Bax ke dalam membran
Kinase ini diaktifkan oleh caspase-3 dengan mitokondria dan melepaskan molekul
proteolisis terbatas. Caspase-3 juga berfungsi proapoptotik seperti sitokrom c, Samc/Diablo,
untuk membelah sitokeratin terutama Apoptotic Inducing Factor (AIF), dan
cytokeratin 18 (CK18), dimana epitop baru pada omi/Htr2.11 Adanya dATP akan terbentuk
CK18 tampak dominan saat apoptosis awal.9 kompleks antara sitokrom c, Apaf-1, dan
caspase-9 yang disebut apoptosom. Caspase-9
Jalur Caspase Dependen (Jalur Ekstrinsik akan mengaktifkan aliran procaspase-3.11
dan Intrinsik) Protein caspase-3 yang aktif memecah berbagai
Apoptosis dipicu oleh berbagai jalur macam substrat, diantaranya enzim perbaikan
sinyal dan diatur oleh ligan ekstrinsik dan DNA seperti poly-ADP Ribose Polymerase
intrinsik yang kompleks.10 Terdapat dua jalur (PARP), dan DNA protein kinase yaitu protein
apoptosis utama yakni melibatkan fungsi struktural seluler dan nukleus, termasuk aparatus
caspase dan tanpa caspase. Mitokondria mitotik inti, lamina nukleus, dan aktin serta
bertindak sebagai crosstalk organelles yakni endonuklease, seperti Inhibitor Caspase-
organel yang berperan pada kedua jalur Activated Deoxyribonuklease (ICAD) dan
apoptosis yang berbeda tersebut. Jalur apoptosis konstituen seluler lainnya.11
terbagi dua yaitu caspase dependen dan Caspase-3 juga mempunyai kemampuan
independen.10 Sinyal apoptosis jalur caspase untuk mengaktifkan caspase lainnya, seperti pro-
dependen bisa terjadi secara intraseluler dan caspase-6 dan 7 yang memberikan amplifikasi
ekstraseluler.10 Jalur ekstrinsik (ekstraseluler) terhadap kerusakan seluler.8 Adanya stres seluler
diinisiasi stimulasi reseptor kematian sedangkan meningkatkan ekspresi dari protein p53 yang
jalur intrinsik diinisiasi oleh pelepasan faktor mengakibatkan terjadinya G1 arrest atau
sinyal dari mitokondria dalam sel.10 apoptosis.8 Anggota dari Apoptosis Stimulating
Apoptosis jalur ekstrinsik dimulai dari Protein p53 (ASPP) yaitu ASPP 1 dan ASPP 2
adanya pelepasan molekul sinyal disebut ligan, secara spesifik menstimulasi fungsi transaktivasi
oleh sel lain bukan berasal dari sel yang akan p53 pada promotor gen pro-apoptotik seperti
mengalami apoptosis.10 Ligan tersebut berikatan Bax dan p53 inducible gene 3 (PIG 3), tapi tidak
dengan reseptor kematian yang terletak pada pada promotor gen yang menyebabkan
transmembran sel target yang menginduksi hambatan siklus sel, yaitu p21 dan mdm2.8
apoptosis.10 Reseptor kematian yang terletak di Stres mitokondria yang menginduksi apoptosis
permukaan sel adalah famili reseptor Tumor jalur intrinsik disebabkan oleh senyawa kimia
Necrosis Factor (TNF), yang meliputi TNF-R1, atau kehilangan faktor pertumbuhan, sehingga
CD 95 (Fas), dan TNF-Related apoptosis menyebabkan gangguan pada mitokondria dan
inducing ligan (TRAIL)-R1 dan R2. Ligan yang terjadi pelepasan sitokrom c dari intermembran
berikatan dengan reseptor tersebut mitokondria.11 Sitokrom c adalah suatu heme
mengakibatkan caspase inisiator 8 membentuk protein yang bertindak sebagai suatu pembawa
trimer dengan adaptor protein FADD. elektron dalam fosforilasi oksidasi mitokondria,
Reseptor CD 95, TRAIL-R1 dan R2 terikat pemberhenti elektron sitokrom c oksidase,
dengan FADD, sedangkan TNF-R1 terikat secara keluar intermembran dan mengikat protein
tidak langsung dengan molekul adaptor lain, sitoplasmik yang disebut Apaf-1. Protein ini
akan mengaktifkan inisiator caspase-9 di bobot molekular kurang dari 1500. Perubahan
sitoplasma.8 Protein ini keluar dari mitokondria pada gradien proton menyebabkan oksidasi dan
setelah terjadi perubahan potensiasi elektrokimia foforilasi di mitokondria dan perubahan ion
di membrane yang menyebabkan terbukanya menyebabkan pembengkakan matriks. Sisi
suatu kanal yang nonspesifik dalam membran bagian dalam sangat kusut dan memiliki luas
yang permeabel, terdiri atas dua protein selaput permukaan jauh lebih besar dibanding selaput
bagian dalam yakni Adenine Nucleotide yang luar, bengkak pada matriks mengarah
Translocator (ANT) dan protein bagian luar rusaknya sisi luar, sehingga sitokrom c dan
yakni porin; Voltage Dependent Anion Channel Apaf-1 keluar masuk sitoplasma. Jalur ini biasa
(VDAC). Protein ini bertindak bersama-sama, diaktifkan dalam respon stimulus letal yang lain
pada sisi luar dan sisi dalam terjadi kontak. seperti perusakan DNA, stress oksidatif, dan
Saluran ini dapat dilewati zat yang memiliki hipoksia.
Gambar 1. Jalur Caspase Dependen (Ekstrinsik dan Intrinsik). Mitokondria dan organel nukleus memegang peranan
penting dalam tipe apoptosis ini. Organel ini dpat menghubungkan sinyal yang berbeda untuk aktivase caspase
sehingga terjadi perubahan pada senyawa oksigen reaktif, sitokrom c, dan membran potensial mitokondria. Selain
jalur mitokondria, ligan eksternal juga dapat mengaktifkan ERK yang dilanjutkan dengan rangkaian aktifitas
caspase.1
Gambar 2. Jalur Caspase Independen.1 Tipe apoptosis ini tidak melibatkan anggota famili caspase dan tidak dapat
dihambat oleh inhibitor caspase. Beberapa komponen sel seperti AIF, spesies oksigen reaktif, Ca2+, ATP, modifikasi
dan misfolding protein, serta kerusakan DNA dapat memicu apoptosis caspase independen.1
jalur caspase independen terlihat pada Gambar 7. Cory S, Adams JM. The Bcl2 family:
2. Hingga kini mekanisme apoptosis caspase regulators of the cellular life-or-death
independen masih belum jelas diketahui. switch. Nat Rev Cancer 2002;2:647-56
Beberapa peneliti telah menemukan bahwa AIF; 8. Rastogi RP, Richa, dan Sinha RP.
ROS, dan ligan lainnya mampu menstimulasi Apoptosis: Molecular mechanism and
tipe kematian sel ini, jalur sinyal ini masih tahap pathogenicity. EXCLI Journal
fenomena dan mekanisme yang lebih terperinci 2009;8:155-81
masih terus diteliti. Apapun bentuk 9. Vermes I, Haanen C, dan
apoptosisnya, kematian sel jenis ini memiliki Reutelingsperger. Flowcytometry of
fungsi yang penting dalam pertumbuhan sel, apoptotic cell death. J Immunol Methods
proliferasi, dan kematian pada beberapa spesies. 2000;243:167-90
10. Kuntz S, Wenzel U, Daniel H.
SIMPULAN Comparative analysis of the effects of
Apoptosis merupakan fenomena yang flavonoids on proliferation, cytotoxicity,
masih terus diteliti, memegang peranan penting and apoptosis in human colon cancer cell
dalam homeostasis organisme multiseluler serta lines. Eur J Nutr 1999;38:133-42
dapat mengatasi penyakit, namun malfungsi 11. Wong R. Apoptosis in cancer: From
proses apoptosis akan menimbulkan penyakit pathogenesis to treatment. J Exp Clin
seperti kanker, neurodegeneratif, dan autoimun. Canc Res 2011;30(87):1-14
Rangkaian molekuler ini melibatkan dua jalur 12. Fulda S, Meyer E, Debatin KM. Inhibition
yakni caspase dependen (ekstrinsik dan of TRAIL-induced apoptosis by Bcl-2
intrinsik) serta caspase independen. overexpression. Oncogen 2000; 21:2283-
neurodegeneratif, dan autoimun. Hingga kini 94
mekanisme apoptosis dan implikasinya untuk 13. Deveraux QL, Roy N, Stennicke HR, Van
tujuan pengobatan penyakit masih terus diteliti. Arsdale T, Zhou Q, et al. IAPs block
apoptotic events induced by caspase-8 and
DAFTAR PUSTAKA cytochrome c by direct inhibition of
1. Hongmei Z. Extrinsic and Intrinsic distinct caspases. EMBO J 1998;17:2215-
Apoptosis Signal Pathway in Apoptosis 23
And Medicine. 2012; Edited Volume:3-23 14. Thome M, Schneider P, Hofmann K,
2. Lawen A. Apoptosis—An Introduction. Fickenscher H, Meinl E, et al. Viral
Bio Essays. 2003;25(9):888-96 FLICE-inhibitory proteins (FLIPs)
3. Mohan H. Textbook of Pathology. 5th ed. prevent apoptosis induced by death
New Delhi: Jaypee Brothers Medical receptors. Nature 1997;386:517-21
Publishers; 2010 15. Denis M, Zhu P dan Judy L.
4. Fink SL, Cookson BT. Apoptosis, GranzymeA,Induces Caspase-Independent
pyroptosis, and necrosis: mechanistic Mitochondrial Damage, a Required First
description of dead and dying eukaryotic Step for Apoptosis Immunity
cells. Infect Immun. 2005;73(4):1907-16 2005;22(3):355-7
5. Kroemer G, El-Deiry WS, Golstein P, 16. Dencic MS, Poljarevic J, Vilimanovich U.
Peter ME, Vaux D, et al. Classification of Cyclohexyl Analogues of
cell death: recommendations of the Ethylenediamine Dipropanoic Acid
Nomenclature Committee on Cell Death. Induce Caspase-Independent
Cell Death Differ. 2005;12:1463-67 Mitochondrial Apoptosis in Human
6. O’Brien MA, Kirby R. Apoptosis: a Leukemic Cells. Chem Res Toxicol
review of pro-apoptotic and antiapoptotic 2012;25(4):931-39.
pathways and dysregulation in disease. J
Vet Emerg Crit Care 2008;18(6):572-85
Abstrak
Kesehatan gigi dan mulut bagi sebagian orang menjadi prioritas kesekian kalinya. Hal tersebut terlihat
dari data bahwa penyakit gigi dan mulut masih diderita oleh 90% masyarakat Indonesia, sehingga
perlu mendapat perhatian serius dari tenaga kesehatan. Gigi dan mulut merupakan pintu gerbang
masuknya bakteri sehingga dapat mengganggu organ tubuh lainnya. Penelitian ini menggunakan
pendekatan observasional analytic dengan desain cross-sectional study. Survei ini dilakukan di
kelurahan Malino. kecamatan Tinggimoncong, kabupaten Gowa, provinsi Sulawesi Selatan dengan
jumlah subjek sebanyak 52 orang. Survei dengan data primer ini dianalisis menggunakan Uji chi-
square. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara perdarahan, poket, dan
kehilangan perlekatan gigi; dengan status karies (p>0,05). Disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara status periodontal dan status karies pada masyarakat dewasa di kelurahan
Malino, kecamatan Tinggimoncong.
Kata Kunci: Status periodontal, Status gigi geligi
Abstract
Oral and dental health for some people is the umpteenth priority. This can be seen from the data that
dental and oral diseases are still suffered by 90% of Indonesian people, so it needs serious attention
from health workers. Dental and oral are the gates of the entry of bacteria so that they can interfere
with other organs. This study uses an analytic observational approach with a cross-sectional study
design. This survey was conducted in Malino village. Tinggimoncong sub-district, Gowa district,
South Sulawesi province with 52 subjects. Surveys with these primary data were analyzed using chi-
square test. The results showed no significant relationship between bleeding, pocket, and tooth
attachment loss; with caries status (p> 0.05). It was concluded that there was no significant
relationship between periodontal status and caries status in adult communities in Malino village
Tinggimoncong district.
Keywords: Periodontal status, Dental status
Untuk pemeriksaan status periodontal 1= 4-5mm CEJ belum melewati band hitam,
digunakan sebuah alat khusus yaitu WHO 3= 9-11mm CEJ antara band hitam ke 3 & ke 4,
periodontal probe. Kespesifikan probe ini adalah 9= gigi tidak dicatat
sebagai berikut. Pada ujung probe ada ball Pada hasil penelitian ini dilakukan
berukuran 0,5mm. Di atas bagian atas ball ada penekanan pada kriteria penilaian kehilangan
petanda band hitam dengan jarak 3,5-5,5mm perlekatan, dengan kategori untuk kehilangan
dari ball. Kemudian ada petanda ring pada jarak perlekatan terbagi atas 2 yaitu tidak ada dan ada
8,5-11,5mm dari ujung ball.7 kehilangan. Pada kategori ada kehilangan
Gingiva semua gigi dalam diperiksa perlekatan didapatkan dari adanya kehilangan
secara teliti dengan memasukkan ujung probe perlekatan 4-5mm dan 6-8mm atau lebih.
WHO ke dalam sulkus di area interdental untuk Penilaian karies pada survei ini
menilai ada atau tidaknya respons perdarahan. berdasarkan indeks DMF-T secara numerik,
Kekuatan tekanan yang diberikan tidak lebih indeks DMF-T menggambarkan prevalensi
dari 20 gram. Perabaan dengan ujung probe karies pada setiap individu dan hasilnya
mengikuti konfigurasi anatomi akar gigi. Dua diperoleh dengan menghitung jumlah gigi yang
indikator status periodontal digunakan untuk ada. Penilaian ini dilakukan berdasarkan kriteria
penilaian ini yaitu perdarahan gingiva dan penilaian, yaitu8 Decayed (D): 1. Gigi karies 2.
kedalaman poket periodontal.7 Gigi karies dan adanya restorasi pada gigi yang
Skor Perdarahan Gingiva (bleeding on sama. Missing (M): 1. Gigi yang dicabut karena
probing/BOP) yaitu karies 2. Gigi dicabut karena penyebab lain.
0= keadaan gusi sehat, Filled (F): Gigi yang telah direstorasi secara
1= ada perdarahan, permanen. Setelah didapatkan nilai DMF-T
9= gigi ekslusi, kemudian dicocokkan dengan kriteria penilaian
x= gigi tidak ada . karies yaitu sangat rendah: 0,0–1,1, rendah: 1,2–
Sedangkan Skor Poket Periodontal 2,6, sedang: 2,7–4,4, tinggi: 4,5–6,5, dan sangat
(periodontal pocket depth/PPD) yaitu tinggi: >6,6.
0= Tidak ada poket,
1= Poket 4-5 mm, HASIL
2= Poket 6 mm atau lebih, Survei ini melibatkan 52 masyarakat
9= gigi ekslusi, kelurahan Malino yang berusia lebih dari 18
x= gigi tidak ada. tahun dan mendapatkan pemeriksaan intra oral
Kriteria penilaian poket periodontal secara lengkap.
adalah tidak ada dan ada poket. Pada kategori Tabel 1 menunjukkan distribusi subjek
keberadaan poket didapatkan dari adanya survei berdasarkan karakteristik demografi
kedalaman poket 4-5 mm dan poket 6 mm atau dengan status karies. Berdasarkan jenis kelamin,
lebih. Kehilangan perlekatan dicatat dengan jumlah subjek perempuan (21 orang) lebih
membagi keadaan rongga mulut dalam sektan banyak dibandingkan dengan subjek laki-laki (9
yang didefinisikan berdasarkan regio posisi orang) dengan status karies yang sangat tinggi.
geligi 18–14, 13-23,24–28, 38–34, 33-43, dan Berdasarkan usia, subjek dengan usia <29 tahun
44–48.7 paling banyak (9 orang) dibandingkan dengan
Skor Kehilangan Perlekatan (attachment usia lainnya dengan status karies sangat tinggi.
of loss/AOL) yaitu 4= 12mm ≤ CEJ, lebih dari Berdasarkan jenis pekerjaan, subjek dengan
band ke 4, pekerjaan tidak bekerja (9 orang) paling banyak
x= sektan tidak diperiksa dibandingkan dengan jenis pekerjaan lain
0= 0-3mm (normal), dengan status karies sangat tinggi.
Tabel 3. Hubungan status periodontal dengan karies pada masyarakat malino tahun 2018
Status Karies (DMF-T)
Sangat Jumlah
Sangat
Karakteristik Rendah Sedang Tinggi tinggi Nilai P
rendah
n %
n % n % n % N % n %
Perdarahan
Tidak ada 1 4,2 4 16,7 6 25,0 1 4,2 12 50,0 24 100 0,06**
Ada 2 7,1 0 0.0 3 10,7 5 17,9 18 64,3 28 100
Poket
Tidak ada 3 7,7 4 10,3 6 15,4 3 7,7 23 59,0 39 100 0,31**
Ada 0 0,0 0 0,0 3 23,1 3 23,1 7 53,8 13 100
Kehilangan
perlekatan
Tidak ada 3 10,7 3 10,7 14,3 3 10,7 15 53,6 28 100 0,43**
Ada 0 0,0 1 4,2 5 20,8 3 12,5 15 62,5 24 100
* Uji chi-square (p≤0,05, significant)
kategori jenis kelamin, usia, dan jumlah gigi Penyebab bakteriologis dari kedua
yang ada. Hasilnya menunjukkan tidak ada penyakit di atas serta banyaknya faktor latar
hubungan antara dua penyakit ini.11 belakang yang umum dapat menjelaskan temuan
Juga ada penelitian lain yang menghitung ini. Kebiasaan hidup, faktor sosial dan perilaku
skor rerata DMF di antara tiga kelompok yang kesehatan gigi telah digambarkan sebagai faktor
berbeda dari subjek tanpa gingivitis, gingivitis yang memungkinkan terjadinya kedua penyakit
moderat, hingga gingivitis berat. Penelitian tersebut. Sedangkan menurut Sewon dkk. (dalam
tersebut melibatkan 4.043 pria kulit putih Mattila dkk. 20106), hubungan negatif selain dari
berusia antara 17 hingga 20 tahun dari berbagai perbedaan dalam spektrum bakteriologis, juga
daerah di Amerika Serikat. Dalam penelitian berkaitan dengan proses demineralisasi yang
tersebut juga tidak menemukan adanya terlihat dalam perkembangan karies sebagai
hubungan antara karies dan gingivitis.11 lawan dari proses mineralisasi yang terlihat
Penyakit periodontal disebabkan oleh plak dalam pembentukan kalkulus terkait dengan
bakteria sebagai biofilm yang memulai kondisi penyebab penyakit periodontal.
peradangan, terutama gingivitis dan
periodontitis. Secara global ditemukan bahwa SIMPULAN
periodontitis mengenai atau diderita oleh 45- Hasil survei ini menunjukkan bahwa tidak
50% orang dewasa dalam bentuk paling ringan, ada hubungan yang signifikan antara status
sedangkan periodontitis paling parah diderita periodontal dengan status karies pada
oleh 9-11% populasi dewasa dunia.12 Berkaitan masyarakat berusia dewasa di kelurahan Malino,
dengan kesehatan periodontal terdapat simbiosis kecamatan Tinggimoncong provinsi Sulawesi
antara biofilm yang berhubungan dengan Selatan.
kesehatan dan respons inflamasi imun host yang
sebanding. Periodontitis berkembang setelah DAFTAR PUSTAKA
munculnya simbiosis tersebut pada individu 1. Pitalu S. Analisis hubungan perilaku
yang rentan terkait dengan disregulasi respons pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
inflamasi imun serta mengarah kepada host yang terhadap status kesehatan gigi dan mulut
diperantarai melalui kerusakan jaringan ikat dan siswa SD dan SMP di Medan. Jurnal
kehilangan tulang alveolar.13 Pendidikan dan Kebudayaan 2010; 16(4):
Plak gigi merupakan faktor penyebab 376-7.
bersama dalam perkembangan karies gigi dan 2. Sanadhya S, Aapaliya P, Jain S, Sharma N,
periodontitis serta dinyatakan bahwa karies dan Choudhary G, Dobaria N. Assessment and
periodontitis adalah hal yang berbeda. Pada comparison of clinical dental status and its
kasus periodontitis agresif plak bukan sebagai impact on oral health-related quality of life
faktor penyebab utamanya. Akibatnya prevalensi among rural and urban adults of Udaipur,
rendah lesi karies pada kasus periodontitis India: a cross-sectional study. Journal of
agresif dapat diperbandingkan dengan pasien Basic and Clinical Pharmacy 2015; 6(2):
periodontitis kronis. Berbagai penelitian yang 50-51
dilakukan oleh para peneliti, salah satunya oleh 3. Entezari S, Amoian B, Fereidooni M, Esmi
Kinane dkk. (dalam Zimmerman dkk. 201513), F, Bijani A. Correlation between caries
juga tidak dapat menemukan hubungan antara prevalence and chronic periodontitis.
karies dan periodontitis. Caspian J of Dent Res 2014;3:21-22
Karies melibatkan interaksi antara struktur 4. Badan Penelitian dan Pengembangan
gigi, biofilm yang terbentuk pada permukaan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
gigi, gula dan faktor saliva, serta faktor genetik. Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
Karies merupakan penyakit umum yang terjadi 2013.p.110-2.
di semua kalangan usia. Berdasarkan suatu 5. Jepsen S, Blanco J, Buchalla W, Carvalho
penelitian ditemukan puncak kavitas karies JC, Dietrich T, Dorfer C et al. Prevention
dentin yang tidak dirawat pada pasien berusia and control of dental caries and periodontal
6,26 dan 70 tahun.9 disease at individual and population level:
consensus report of group 3 of joint the Dental caries and periodontal disease in the
boundaries between caries and periodontal ageing population: call to protect and
disease. J Clin Periodontol 2017;87 enhance oral health and well-being as an
6. Mattila PT, Niskanen MC, Veskalahti MM, essential component of healthy ageing-
Nordblad A, Knuuttila MLE. Prevalence and consensus report of group 4 of the joint
simultaneous occurance of periodontitis and efp/orca workshop on the boundaries
dental caries. Journal of Clinical between caries and periodontal disease.
Periodontology 2010;37:965-7. Journal of Clinical Periodontology 2017.
7. WHO. Oral health surveys basic methods. p.44:136
5th Ed. 2013. p.46-47 11. Ismail A, Pitts N, Tellez M, Banerjee, A,
8. Marya CM. A textbook of public health Deery, C, Gail D, Eggertsson H, The
dentistry. New Delhi: Jaypee Brothers international caries classification and
Medical Publisher; 2011.p.204-3. management system (iccms) an example of
9. Chapple L, Bouchard P, Cagetti M, Campus caries management pathways. BMC Oral
G, Carra M, Cocco F, et al. Interaction of Health 2015;15:159
lifestyle, behavior or systemic disease with 12. Zimmerman H, Hagenfeld D, Diercke K,
dental caries and periodontal; diseases: El-Sayed N, Fricke J, Greiser KH, et al.
consensus report of group 2 of the joint Pocket depth and bleeding on probing and
efp/orca workshop on the boundaries their association with dental, lifestyle,
between caries and periodontal diseases. J socioeconomic and blood variables: a cross-
Clin of Periodontol 2017.p.44:41 sectional, multicenter feasibility study of the
10. Tonetti MS, Bottenberg P, Conrads G, german national cohort. BMC Oral Health
Eickholz P, Heasman P, Huysmans M, et al. 2015;15:6
Abstrak
Dental radiografi merupakan bagian dari radiologi kedokteran gigi yang bertujuan untuk melihat
manifestasi oral di rongga mulut yang tidak dapat dilihat secara klinis. Unit radiologi yang melayani
dental radiografi ini merupakan salah satu unit yang terdapat di Rumah Sakit Gigi dan Mulut
(RSGM) Unsyiah. Kualitas pelayanan kesehatan terkait erat dengan kepuasan pasien baik secara
medis maupun non medis. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan
terhadap kepuasan pasien pada unit radiologi di RSGM Unsyiah. Jenis penelitian ini adalah penelitian
analitik. Pengambilan subjek menggunakan metode purposive sampling dan sesuai dengan kriteria
inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan pembagian kuisioner kepada subjek penelitian yang
telah diberi informed consent. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kualitas
pelayanan terhadap kepuasan pasien dalam bidang radiologi di RSGM Unsyiah. Subjek penelitian
sebanyak 63 orang. Kualitas pelayanan didominasi oleh kategori baik sebanyak 32 orang (50,8%), dan
kepuasan didominasi oleh kategori puas sebanyak 32 orang (50,8%). Berdasarkan hasil uji chi-square
menunjukan nilai p= 0,000 < α 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kepuasan pasien.
Kata Kunci: Dental radiografi, kualitas pelayanan, kepuasan.
Abstract
Dental radiography is part of dental radiology which aims to see oral manifestation that cannot be
seen clinically. Radiology unit which serves dental radiography is one of the units that can be found at
RSGM Unsyiah. The quality of medical services is strongly related to patients' satisfaction both
medically and nonmedically. The purpose of study is to identify the influence of service quality
towards patient’s satisfaction at radiology unit of RSGM Unsyiah. This study is an analytical study.
The subject’s collection was using purposive sampling and according to the criteria of inclusion. The
data collection was through distribution of questionnaire to the subject whom was given informed
consent before. The result of study showed that service quality influences the patient’s satisfaction at
radiology unit of RSGM Unsyiah. There are 63 people as subject. The service quality was dominated
by good cathegory represented by 32 people (50,8%), and the satisfaction was dominated by satisfied
cathegory represented by 32 people (50,8%). According to chi-square test p=0,000 < α 0,05. The
concluded that service quality has a significant influence towards patient’s satisfaction
Keywords: Dental radiography, service quality, satisfaction
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Tabel 7. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian
Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan dimensi kehandalan (reability)
Pendidikan Jumlah Kualitas Pelayanan Frekuensi Persentase
Persentase
Terakhir (orang) Sangat tidak baik 0 0%
Perempuan 40 63,5%
Tidak baik 3 4,8%
Laki-laki 23 36,5%
Cukup baik 12 19,0%
Total 63 100%
Baik 29 46,0%
Sangat baik 19 30,2%
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian
Berdasarkan Pendidikan Total 63 100%
Pendidikan Jumlah
Persentase Tabel 8. Distribusi frekuensi subjek penelitian
Terakhir (orang)
berdasarkan dimensi ketanggapan (responsiveness)
SMP 1 1,6%
SMA 29 46,0% Kualitas Pelayanan Frekuensi Presentase
S-1 33 52,4% Sangat tidak baik 0 0%
Total 63 100% Tidak baik 3 4,8%
Cukup baik 13 20,6%
Baik 32 50,8%
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian
Sangat baik 15 23,8%
Berdasarkan Pekerjaan
Total 63 100%
Jumlah
Pekerjaan Persentase
(orang)
Pelajar/Mahasiswa 14 22,2% Tabel 9. Distribusi frekuensi subjek penelitian
Ibu Rumah Tangga berdasarkan dimensi jaminan (assurance)
(IRT) 11 17,5% Kualitas Pelayanan Frekuensi Presentase
Petani 1 1,6% Sangat tidak baik 0 0%
Wiraswasta 10 15,9% Tidak baik 2 3,2%
Honor/Kontrak 6 9,5% Cukup baik 12 19,0%
Pegawai Negeri Sipil Baik 32 50,8%
(PNS) 15 38,8% Sangat baik 17 27,0%
Karyawan Swasta 6 9,5% Total 63 100%
Total 63 100%
Tabel 10. Distribusi frekuensi subjek penelitian
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kualitas berdasarkan dimensi perhatian (emphathy)
Pelayanan Kualitas Pelayanan Frekuensi Presentase
Kualitas Pelayanan Frekuensi Presentase Sangat tidak baik 0 0%
Sangat tidak baik 0 0% Tidak baik 3 4,8%
Tidak baik 3 4,8% Cukup baik 11 17,5%
Cukup baik 5 7,9% Baik 34 54,0%
Baik 32 50,8% Sangat baik 15 23,8%
Sangat baik 23 36,5% Total 63 100%
Total 63 100% Adapun kepuasan pasien terhadap
pelayanan bidang radiologi RSGM Unsyiah
Tabel 6. Distribusi frekuensi subjek penelitian terdapat pada Tabel 11 berikut:
berdasarkan dimensi tampilan (tangible) Tabel 11. Dsitribusi Frekuensi Berdasarkan Kepuasan
Kualitas Pelayanan Frekuensi Persentase Pasien
Sangat tidak baik 0 0% Kepuasan Frekuensi Presentase
Tidak baik 2 3,2% Sangat tidak puas 0 0%
Cukup baik 24 38,1% Tidak puas 2 3,2%
Cukup puas 13 20,6%
Baik 26 41,3% Puas 32 50,8%
Sangat baik 11 17,5% Sangat Puas 16 25,4%
Total 63 100% Total 63 100%
memperoleh berbagai pengalaman yang lebih Hal ini menunjukkan pelayanan kepada pasien
luas sehingga informasi yang didapat lebih sudah baik.
banyak. Penelitian Caresya (2016)18 juga Tabel 9 menunjukkan hasil penelitian
mengatakan faktor ekonomi juga ikut berperan berdasarkan dimensi jaminan (assurance)
penting dalam pemilihan tempat pengobatan, merupakan suatu kondisi yang memberikan
semakin tinggi penghasilan seseorang maka kepercayaan/keyakinan kepada pelanggan
cenderung memilih tempat pengobatan yang berupa jaminan bahwa tidak ada keraguan dalam
lebih baik dari segi sarana maupun prasarana. memberikan pelayanan sehingga tidak terjadi
Tabel 5 menunjukkan hasil penelitian kesalahan dalam memberi pelayanan tersebut
berdasarkan kualitas pelayanan didominasi oleh didominasi oleh kategori baik yaitu sebanyak 32
kategori baik yaitu sebanyak 32 orang (50,8%). orang (50,8%). Hal ini menunjukkan pelayanan
Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien sudah baik.
yang diberikan oleh bidang radiologi RSGM Tabel 10 menunjukkan hasil penelitian
Unsyiah telah memenuhi kebutuhan pasien berdasarkan dimensi perhatian (emphathy)
tersebut. Kualitas pelayanan adalah suatu upaya merupakan suatu kondisi yang memberikan
dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan perhatian kepada pelanggan secara individu dan
konsumen serta ketepatan penyampaiannya berusaha untuk mengerti apa keinginan,
dalam mengimbangi harapan konsumen.20 kemauan, serta kebutuhan konsumen didominasi
Kualitas pelayanan sangat menentukan tingkat oleh kategori baik yaitu sebanyak 32 orang
kepuasan konsumen. Semakin tinggi kualitas (50,8%). Hal ini menunjukkan pelayanan yang
pelayanan maka semakin tinggi pula kepuasan diberikan kepada pasien sudah baik.
yang diterima konsumen.21 Hal ini sesuai dengan Tabel 11 menunjukkan hasil penelitian
penelitian Hanif (2010)22 menyatakan bahwa berdasarkan kepuasan pasien didominasi oleh
kualitas pelayanan yang baik akan menciptakan kategori puas yaitu sebanyak 32 orang (50,8%).
hubungan jangka panjang dan menguntungkan Kepuasan adalah suatu perasaan yang
bagi penyedia jasa dan konsumen. menunjukkan kesenangan atau kekecewaan
Berdasarkan hasil penelitian dilihat dari seseorang terhadap kinerja atau produk yang
dimensi kualitas pelayanan sebagai berikut:23 muncul setelah membandingkan antara
Tabel 6 menunjukkan hasil penelitian persepsi/kesan.24 Kepuasan dan ketidakpuasan
berdasarkan dimensi penampilan (tangible) atas kualitas pelayanan kesehatan pada dasarnya
merupakan suatu kondisi yang membuat pasien berpengaruh pada pola perilaku selanjutnya.
dapat merasakan kenyamanan seperti tempat Apabila pasien merasa puas, pasien tersebut
pelayanan, dan kelengkapan fasilitas didominasi akan menunjukkan besarnya kemungkinan untuk
oleh kategori baik yaitu sebanyak 26 orang kembali datang berkunjung ke pelayanan
(41,3%). Hal ini menunjukkan pelayanan yang kesehatan. Pasien yang puas cenderung
diberikan kepada pasien sudah baik. memberikan referensi yang baik terhadap
Tabel 7 menunjukkan hasil penelitian pelayanan kesehatan yang diterimanya kepada
berdasarkan dimensi kehandalan (reability) orang lain.22 Sesuai dengan penelitian Vuuren
merupakan suatu kondisi dalam memberikan (2012)25bahwa kepuasan pasien terhadap
pelayanan yang dijanjikan secara tepat dan kualitas pelayanan di rumah sakit dapat menjaga
akurat didominasi oleh kategori baik yaitu suatu kepercayaan pasien sehingga pasien
sebanyak 29 orang (46,0%). Hal ini tersebut dapat menjadi loyal atau setia terhadap
menunjukkan pelayanan yang diberikan kepada suatu rumah sakit tersebut. Penelitian Suki
pasien sudah baik. Tabel 8 menunjukkan hasil (2011)26 menyatakan bahwa kepercayaan pasien
penelitian berdasarkan dimensi ketanggapan terhadap suatu rumah sakit dapat terbentuk
(responsiveness) merupakan suatu kondisi dalam melalui pengalaman positif serta keinginan
membantu pelanggan untuk memberikan pasien untuk datang dan berobat kembali.
pelayanan yang cepat serta kepekaan yang tinggi Tabel 12 menunjukkan hasil penelitian uji
untuk membantu konsumen didominasi oleh chi-square didapatkan nilai p=0.00 sehingga
kategori baik yaitu sebanyak 32 orang (50,8%). dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan antara kualitas pelayanan Singapura. Jurnal Ekonomi Bisnis 2009;
terhadap kepuasan pasien yang diperoleh dari 14(2):114.
nilai p<0.05. Analisis yang dilakukan terkait 3. Departemen Kesehatan. Sistem Kesehatan
pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan
pasien dalam bidang radiologi RSGM Unsyiah RI: 1987:231.
dengan menggunakan uji chi-square 4. Lestari MMW, Yulianthini. Analisis
menunjukan nilai p= 0,000< α 0,05 artinya Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
terdapat pengaruh yang signifikan antara Kepuasan Pasien Rawat Inap. e-Journal
kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien. Bisma Universitas Pendidikan Ganesha
Secara keseluruhan, dari hasil penelitian Jurusan Manajemen. 2016 (1):2.
telah menunjukkan bahwa pasien telah puas 5. Jenita. Pelayanan pada Bisnis Rumah Sakit.
dengan pelayanan di RSGM Unsyiah.Hal ini Jurnal Kajian Ekonomi Islam 2016;
ditunjukkan berdasarkan kriteria jawaban 1(2):155.
responden dari masing-masing dimensi kualitas 6. Tanudjaya K. Pengaruh Kualitas Pelayanan
pelayanan termasuk kategori baik. Hasil Klinik Gigi Terhadap Kepuasan dan
penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Kepercayaan Pasien Sehingga
yang dilakukan oleh Made Fryanantha Yudhia A Meningkatkan Keinginan untuk Berobat
(2014)16yaitu terdapat pengaruh kualitas Kembali. Jurnal Manajemen Dan
pelayanan radiologi terhadap kepuasan pasien Pemasaran Jasa. 2014; 7(1):45.
menurut persepsi pasien di RSGM Universitas 7. Badan Penelitian dan Pengembangan
Mahasaraswati Denpasar telah memenuhi Kesehatan Departemen Kesehatan (Balitban
kebutuhan pasien dengan memberikan gkes) RI, 2013. Laporan Hasil Riset
pelayanan yang sebaik-baiknya sehingga Kesehatan Dasar.http://www.depkes.go.id/
harapan pasien untuk mendapatkan pelayanan resources/download/general/Hasil%20Risk
yang terbaik sudah terpenuhi dan pasien merasa esdas%202013.pdf. (Diakses 15 Mei 2018)
puas atas pelayanan yang diberikan. 8. RSGM Universitas Syiah Kuala
http://www.fkg.unsyiah.ac.id/profil/rsgm-
SIMPULAN fkg-unsyiah (Diakses 26 Februari 2017)
Kualitas pelayanan berdasarkan dimensi 9. Supriyadi. Pedoman Interpretasi Radiograf
tangible (penampilan), relibiality (kehandalan), Lesi-Lesi di Rongga Mulut. Jurnal
responsiveness (ketanggapan), assurance Kedokteran Gigi Universitas Jember. 2012;
(jaminan), empathy (perhatian) berdasarkan hasil 9(3): 1.
penelitian didominasi oleh kategori baik. 10. Taunay, Edward G. Analisis Kepuasan
Sedangkan kepuasan pasien telah menunjukkan Konsumen Terhadap Kualitas Pelayanan
didominasi oleh kategori puas. Berdasarkan Jasa Kesehatan (Studi Kasus di RS
hasil uji chi-square didapatkan nilai p= 0,000< α BhaktiWira Tamtama Semarang). Jurnal
0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat Manajemen Dan Pemasaran Jasa. 2005;
pengaruh yang signifikan antara kualitas 2(1): 11-3.
pelayanan terhadap kepuasan pasien. 11. Kurniawan A. Pengaruh Kualitas Layanan
Terhadap Kepuasan dan Kepercayaan
DAFTAR PUSTAKA Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Paru dr.
1. Dwiatmoko S. Pengaruh Kualitas Ario Wirawan Salatiga. Jurnal Kesehatan
Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien di Masyarakat. 0 4(2): 5.
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas 12. Wijaya I. Pengetahuan, Sikap dan Aktivitas
Jember. Indonesian Journal Of Remaja SMA dalam Kesehatan Reproduksi
Dentistry. 2007; 14(3):230. di Kecamatan Buleleng. Jurnal Kesehatan
2. Haryanto JO, Olivia. Pengaruh Faktor Masyarakat. 2014; 10(1): 40.
Pelayanan Rumah Sakit, Tenaga Medis dan 13. Putri A. Pengaruh Kualitas Pelayanan
Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Terhadap Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien BPJS
Intensi Pasien Indonesia untuk Berobat di di Rumah Sakit Tingkat II Udayana. Jurnal
ABSTRAK
Tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah melalui vaksinasasi, dimana menyebabkan kematian
309.000 orang per tahunnya. Dilaporkan lebih dari satu juta kasus tiap tahunnya di negara
berkembang. Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani ditandai dengan rigiditas dan spasme otot yang periodik dan berat. Seorang
lelaki umur 46 tahun, datang dengan kekakuan seluruh tubuh sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya pasien merasakan kekakuan pada rahangnya sehingga sulit untuk membuka mulut dan sulit
menelan, kemudian pasien merasakan tubuhnya seperti robot yang sulit untuk digerakan, sulit
berjalan, sulit berbicara dan mengalami hambatan dalam segala aktivitas. Kejang rangsang dialami
oleh pasien. Pasien memiliki riwayat demam sejak 1 minggu ini, pasien juga memiliki gigi yang
berlubang sejak 2 tahun ini. Pada pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 110/70 mmhg,
nadi 117 x per menit, frekuensi napas 24 kali permenit, temperatur 38 0C. Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan trismus, rhisus sardonicus dan spastik seluruh tubuh. Tatalaksana awal berupa primary
survey, atasi kejang dan spastik, netralisir toksin dan pemberian antibiotik. Pasien diisolasi untuk
mencegah kejang rangsang. Pasien dirawat bersama bagian Gigi Mulut dan dilakukan tindakan yang
berhubungan dengan faktor resiko karies gigi pasien.
Kata kunci: Tetanus, karies gigi, trismus
ABSTRACT
Tetanus is a vaccine preventable disease that yearly causes a total of 309,000 deaths. Reports showed
up to 1 million cases annually, mostly in underdeveloped countries. Tetanus is an acute toxemia
caused neurotoxins produced by Clostridium tetani characterized periodic and severe muscle rigidity
and spasme. A 46-years-old man, comes with a whole body stiffness felt since 7 days before entering
the hospital. Initially the patient felt the stiffness in his jaw made difficult to open his mouth and hard
to swallow, then patient feeling his body like a robot that was difficult to move, walking, difficulty
speaking and experiencing obstacles in all activities. Spasm excitatory experienced by the patient.
Patient had a history of fever since one week, patient also had a caries dentis since 2 this year. On
examination of vital sign, blood pressure obtained 110/70 mmhg, pulse 117 x per minute, breath
frequency 24 times permenit, temperature 380C. Results of physical examination obtained trismus,
rhisus sardonicus and spastik entire body. Preliminary management of primary survey, resolve
seizures and spastic, neutralize toxins and administration of antibiotics. Patients were isolated to
prevent seizure. Patients treated by Dental Division and performed actions related to dental caries risk
factors of the patient.
Key words: Tetanus, Caries Dentis, Trismus
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pasien membersihkan jalan nafas secara berkala.
Jenis Nilai Pasien dikonsulkan ke bagian Gigi dan
Hasil Satuan
Pemeriksaan Rujukan Mulut untuk dilakukan tatalaksana sesuai
Hematologi dengan faktor resiko pada pasien. Pasien
Hemoglobin 13,6 12,0-15,0 g/Dl kemudian direncanakan pemeriksaan
Hemotokrit 40 37-47 % lanjutan setelah trismus berkurang dan
Eritrosit 3,9 4,2-5,4 10 /mm3
3 keadaan umum stabil.
Leukosit 5,8 4,5-10,5 103/mm3
PEMBAHASAN
Trombosit 263 150-450 103/mm3 Pada pasien yang dilaporkan diatas
MCV 85 80-100 fL terdapat kekakuan otot yang terjadi diawali
MCH 26 27-31 Pg dari wajah leher, faring dan seluruh otot
MCHC 33 32-36 % ekstremitas dan batang tubuh. Kemudian
RDW 13,6 11,5-14,5 % pasien juga mengalami kejang rangsang yang
Eosinofil 1 0-6 % merupakan gejala khas dari Tetanus. 2,3,4
Tetanus atau Lockjaw merupakan
Basofil 0 0-2 %
penyakit akut yang menyerang susunan saraf
Neutrofil Batang 0 2-6 % pusat yang disebabkan oleh racun
Neutrofil Segmen 75 50-70 % tetanospasmin yang dihasilkan oleh
Limfosit 15 20-40 % Clostridium tetani. Penyakit ini timbul jika
kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui
Monosit 9 2-8 %
luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi
Natrium (Na) 130 132-146 mmol/L telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali
Kalium (K) 4,6 3,7-5,4 mmol/L pusat. Kuman ini dalam tubuh berkembang
Klorida (Cl) 107 98-106 mmol/L biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain
GDS 126 < 200 mg/dL tetanospasmin yang secara umum
Ureum 16 13-43 mg/dL menyebabkan kekakuan, spasme dari otot
Kreatinin 0,60 0,51-0,95 mg/dL bergaris.1,2,3
Tampak pada pasien bahwa kekakuan
Pasien didiagnosa banding dengan yang terjadi pada tubuh terjadi secara bertahap.
Meningitis, Poliomielitis, Tetany dan Kekakuan awalnya terjadi pada otot masseter,
Retropharingeal Abses. Pasien diberikan menyebabkan kesulitan membuka mulut
tatalaksana awal berupa pembebasan jalan trismus atau low jaw. Kekakuan biasanya
nafas, oksigen 3 liter permenit, kemudian terjadi pada otot leher, faring, dan juga seluruh
pemberian terapi medikamentosa berupa otot ekstremitas, dan batang tubuh. Kekakuan
netralisasi Toksin Human Tetanus otot wajah akan memberikan gambaran rhisus
Immunoglobulin (HTIG) dosis 500 IU/IM sardonikus. Kekakuan pada otot leher
(ekstra), antibiotik dengan injeksi menyebabkan retraksi leher, kekakuan pada
Metronidazol 500 mg/6 jam i.v selama 10 hari otot faring akan mnyebabkan disfagia dan
dan Penicilin Prokain 1.200.000 iu/12 jam i.v kekakuan pada otot dada dan interkostal akan
selama 10 hari, antispasme dengan Inj menyebabkan keterbatasan dalam gerakan
Diazepam 10 mg ekstra, maintanance 80 mg/8 napas. Otot abdomen akan berkontraksi
jam dengan kecepatan 62,5 cc/jam via infus menyebabkan rigiditas yang biasa disebut
pump, kemudian setiap kejang diberikan perut papan. Kekakuan yang hebat pada otot
diazepam 10 mg/IV secara perlahan dapat punggung dapat memberikan gambaran
diulang setiap 15 menit maksimal 3 kali epistotonus. 3,4, 6,7,9
pemberian. Untuk terapi suportif pemasangan Pada pasien diatas, spasme yang terjadi
NGT dan Cateter Urin, nutrisi diberikan merupakan spasme berat yang dilakukan
melalui NGT-Diet Sonde 6x200 cc via NGT. dilakukan managemen awal pada jam–jam
Isolasi pasien ke ruang minimal rangsangan pertama berupa Primary Survey. Pemberian
cahaya dan suara, menghindari anti spasme otot (diazepam i.v 10 mg bolus
tindakan/perbuatan yang bersifat merangsang, perlahan) dan mencari sumber infeksi sebagai
termasuk rangsangan suara dan cahaya, port d entry juga dilakukan pada pasien ini.
Adapun penatalaksanaan pada 24 jam cahaya, maka spora dapat hidup di tanah
pertama yaitu pemberian Human Tetanus berbulan–bulan bahkan sampai tahunan. Juga
Imunoglobulin 500 ui, pemberian antibiotik dapat merupakan flora usus normal dari kuda,
Metronidazol i.v 4 x 500 miligram dan sapi, babi, domba, anjing, kucing, tikus, ayam
Penicilin Prokain 2x 1.200.000 ui i.v, dan manusia. Spora akan berubah menjadi
diberikan dosis pemeliharaan diazepam 80 mg bentuk vegetatif dalam anaerob dan kemudian
dalam 500 cc, Nacl per 8 jam dengan berkembang biak.3,5,7
kecepatan 62,5 cc perjam dan isolasi pasien ke Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap
ruang khusus. panas dan beberapa antiseptik Kuman
Pasien memiliki riwayat sakit gigi dan tetanus tumbuh subur pads suhu 17°C dalam
dicurigai sebagi port d entry kuman tetanus, media kaldu daging dan media agar darah.
selanjutnya pasien dikonsulkan ke bagian Gigi Demikian pula dalam media bebas gula karena
dan Mulut, namun karena gejala akut masih kuman tetanus tidak dapat memfermentasikan
ada, terutama trismus, maka ekstraksi gigi glukosa7,8
yang mengalami karies tidak bisa dilakukan. Kuman tetanus tidak invasif tetapi dapat
Selama Perawatan 15 hari di rumah memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu
sakit, pasien menunjukan perkembangan yang tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmis
sangat berarti. Trismus dan spasme otot merupakan protein dengan berat molekul
mengalami penurunan secara perlahan. Pada 150.000 Dalton, larut dalam air labil pada
saat pasien direncanakan pulang berobat jalan panas dan cahaya, rusak dengan enzim
kekakuan sudah menghilang sebanyak 90 proteolitik, tetapi stabil dalam bentuk murni
persen. dan kering. Tetanospasmin disebut juga
neurotoksin karena toksin ini melalui
Etiologi beberapa jalan dapat mencapai susunan
Kuman tetanus yang dikenal sebagai saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa
Clostridium tetani; kuman gram positif kekakuan (rigiditas), spasme otot dan kejang–
basilus berukuran panjang 2–5 um dan lebar kejang. Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel
0,3–0,5 um, dan bersifat anaerob. Clostridium darah merah.9,10,11,12
Tetani dapat dibedakan dari tipe lain
berdasarkan flagella antigen.8,9 Patogenesis Dan Patofisiologi
Chlostridium tetani dalam bentuk spora
masuk kedalam tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja
binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain
luka tusuk, luka bakar, luka lecet, otitis media,
infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus,
tali pusat, terkadang luka tersebut hampir tak
terlihat.5,6,7 Pandi dkk (1965) melaporkan
bahwa 70% pada telinga sebagai port d’entree,
sedangkan beberapa peneliti melaporkan
Gambar 1. Pewarnaan Gram pada kultur bahwa port d'entry melalui telinga hanya
Clostridium Tetani dengan Pembesaran 6,5%.2,3
1000x 3 Bila keadaan menguntungkan di mana
tempat luka tersebut menjadi hipaerob sampai
Kuman tetanus ini membentuk spora anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrosis,
yang berbentuk lonjong dengan ujung yang lekosit yang mati, benda–benda asing maka
bulat, khas seperti batang korek api (drum spora berubah menjadi vegetatif yang
stick). Sifat spora ini tahan dalam air mendidih kemudian berkembang.
selama 4 jam dan obat antiseptik tetapi mati Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel
dalam autoklaf bila dipanaskan selama 15–20 kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu
menit pada suhu 121°C. Bila tidak kena tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanospasmin
sangat mudah mudah diikat oleh saraf dan membran terminal presinap di dalam otot.
akan mencapai saraf melalui ;.1,3, 8,9 Reseptor ini merupakan suatu gangliosid
1. Secara lokal: diabsorbsi melalui selanjutnya toksin akan berinternalisasi dan
mioneural junction pada ujung–ujung naik sepanjang akson saraf perifer di dalam
saraf perifer atau motorik melalui axis otot menuju sel-sel kornu anterior segmen
silindrik ke cornu anterior susunan saraf medula spinalis yang menginervasi otot –otot
pusat dan susunan saraf perifer. Meskipun yang terinfeksi.13
demikian 20% pasien tetanus tidak memilii
riwayat luka yang jelas sebagai port d’ Manifestasi Klinik
entry . Masa inkubasi tetanus umumnya antara
2. Dari otot yang terkena luka toksin akan 3–21 hari, namun dapat singkat hanya 1–2 hari
menyebar ke otot-otot yang dekat dan kadang–kadang lebih dari 1 bulan. Makin
disekitarnya sehingga daerah asal tempat pendek masa inkubasi makin jelek
toksin menyebar melalui jalur neural akan prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak
meningkat dan terjadi peningkatan jumlah tempat invasi Clostridium tetani dengan
saraf yang terlibat dalam transport toksin ke susunan saraf pusat dan interval antara luka
sistem saraf Pusat. dan permulaan penyakit, dimana makin jauh
3. Toksin yang berasal dari jaringan dengan tempat invasi maka inkubasi makin
cepat akan menyebar melalui nodus panjang.1,2,14
limfatikus regional, dan segera toksin Secara klinis tetanus, dapat muncul
tersebut akan menyebar melalui aliran dengan berbagai tipe yaitu, tetanus umum,
darah. tetanus lokal dan tetanus cephalic. Pada pasien
4. Toksin akan diserap melalui sirkulasi darah yang terjadi adalah tetanus umum. Tetanus
melalui sistem limfatik, namun juga dapat umum merupakan gambaran tetanus yang
melalui kapiler pembuluh darah di dekat paling sering dijumpai. Terjadinya bentuk ini
depot toksin. Semakin banyak jumlah berhubungan dengan luas dan dalamnya luka
toksin di dalam darah maka semakin seperti luka bakar yang luas, luka tusuk yang
banyak toksin yang dapat dinetralisasi dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus
karena antitoksin dapat diberikan intravena. dekubitus dan suntikan hipodermis. 1,2,3,7,15
Namun jika deposit di dalam otot lebih Biasanya tetanus timbul secara
banyak tetanus ascenden yang bersifat letal mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat
akan terus berkembang karena transport menyeluruh ataupun hanya sekelompok
toksin ke susunan saraf sepanjang jaras otot. Kekakuan otot terutama pada rahang
saraf. (trismus) dan leher (kaku kuduk). Lima
puluh persen penderita tetanus umum akan
menunjukkan trismus. Pada 24–48 jam dari
kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke
ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama
otot masseter menyebabkan mulut sukar
dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut
'Lock Jaw'. Selain kekakuan otot masseter,
pada muka juga terjadi kekakuan otot muka
sehingga muka menyerupai muka meringis
kesakitan yang disebut 'Rhisus Sardonicus'
(alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke
luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada
Gambar 2. Mekanisme Toksin Tetanus 18 gigi), akibat kekakuan otot–otot leher bagian
belakang menyebabkan nyeri waktu
Toksin tencapai susunan saraf pusat melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga
melalui transpor retrograde sepanjang jalur memberikan gejala kuduk kaku sampai
aksonal, setelah penyebaran toksin melalui opisthotonus.12Selain kekakuan otot yang luas
otot, pertama kan berikatan dengan reseptor biasanya diikuti kejang umum tonik baik
23. mechanisms to enter neurons of the 28. González-Forero, D.; Morcuende, S.;
central nervous system. Infect. Immun. Alvarez, F.J.; de la Cruz, R.R.; Pastor,
2012, 80,1662–1669. A.M. Transynapticeffects of tetanus
24. Schiavo, G.; Matteoli, M.; Montecucco, neurotoxin in the oculomotor system.
C. Neurotoxins affecting Brain 2005, 128, 2175–2188.
neuroexocytosis. Physiol. Rev.2000, 80, 29. Bergey, G.K.; Bigalke, H.; Nelson, P.G.
717–766. Differential effects of tetanus toxin on
25. Mayo, J.; Berciano, J. Cephalic tetanus inhibitory and excitatory synaptic
presenting with Bell’s palsy. J. Neurol. transmission in mammalian spinal cord
Neurosurg.Psychiatry 1985, 48, 290. neurons in culture: A presynapticlocus
26. Herrman, H.; Brækhus, A.; Aaserud, O.; of action for tetanus toxin. J.
Aukrust, P.; Stubhaug, A.; Hassel, B. Neurophysiol. 1987, 57, 121–131.
Early treatment of tetanus-induced 30. Gonzalez-Forero, D.; de la Cruz, R.R.;
trismus with botulinum toxin A. Anesth. Delgado-Garcia, J.M.; Alvarez, F.J.;
Analg. 2008, 106, 1591. Pastor, A.M.Functional alterations of cat
27. Schwab, M.E.; Thoenen, H. Electron abducens neurons after peripheral
microscopic evidence for a transsynaptic tetanus neurotoxin injection.
migration of tetanus toxin in spinal cord J.Neurophysiol. 2003, 89, 1878–1890.
motoneurons: An autoradiographic and
morphometric study. Brain Res. 1976,
105, 213–227.
Abstrak
Resin komposit nanofiler merupakan restorasi estetik di bidang kedokteran gigi dengan kelemahan
dapat menyerap cairan di sekitar permukaannya. Kopi arabika gayo merupakan salah satu kopi
arabika unggulan di Aceh. Minuman kopi memiliki pH rendah (asam) yang dapat menyebabkan
degradasi ikatan polimer dan partikel filer. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perubahan
mikrostruktur permukaan resin komposit nanofiler sebelum dan setelah perendaman dalam kopi
arabika gayo selama 4 dan 6 hari. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratoris
dengan rancangan pretest + posttest design group. Terdapat 4 spesimen resin komposit nanofiler yang
berbentuk silinder dengan tebal 2 mm dan diameter 6 mm, dan dibagi dalam 2 kelompok yakni
kelompok A berjumlah 2 spesimen (A1&A2) yang direndam dalam minuman kopi arabika gayo
selama 4 hari dan kelompok B berjumlah 2 spesimen (B1&B2) direndam dalam kopi arabika gayo
selama 6 hari. Mikrostruktur specimen diamati perubahannya dengan menggunakan scanning
electron mcroscope (SEM) dengan perbesaran 3000x. Hasinya, terlihat area yang berwarna
gelap/porus pada gambaran SEM. Setelah dianalisis dengan paired t-test dan unpaired t-test (p<0,05)
terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok A dan kelompok B. Kesimpulan: Semakin lama
perendaman yang dilakukan semakin jelas terlihat perubahan yang terjadi.
Kata Kunci: komposit nanofiler, kopi arabika gayo, SEM
Abstract
Nanofilled composite resin is a kind of aesthetic restoration in dentistry which has a disadvantage can
absorb liquid around. Arabika gayo coffee is one of superior arabica coffee in Aceh. Coffee is an
acidic beverage (low pH) that cause degradation of polymer chain and filler particle. The aim of this
study was to view microstructural changes of nanofilled composite resin surface after immersion in
arabica gayo coffee for 4 and 6 days. This study was an experimental laboratory with Pretest+posttest
group design. There were 4 cylindrical specimens of nanofilled composite resin 2mm thickness and 6
mm in diameter, divided into 2 groups: A group A (A1&A2) was immersed in arabica gayo coffee
for 4 days and B group (B1&B2) was immersed in arabica gayo coffee for 6 days. The
microstructures of specimen were observed through scanning electron microscope (SEM) with 3000x
magnification followed by observing the number of porosity which was analyzed by paired dan
unpaired t-test (p<0,05). The results showed significant difference of the porousity number after
mm n o o w n 4 - 6 days. Conclusion: The longer the immersion is done the
more clearly visible changes occur.
Keyword: nanofilled, arabica gayo coffee, SEM
kopi memiliki pH asam sekitar 5,01. Minuman Specimen dikondisikan dalam aquades selama
dengan pH rendah (3-6) dapat menyebabkan 24 jam, dengan tujuan penyesuaian spesimen
kerusakan permukaan resin.4 seperti di dalam rongga mulut. Setelah itu
Berdasarkan penelitian yang telah amati mikrostruktur permukaan spesimen
dilakukan diketahui bahwa komposit akan sebelum dan setelah perendaman dalam larutan
mengalami perubahan struktur dan fisik kopi arabika gayo merk Kiswah Gayo. Kopi
apabila direndam dalam larutan kopi secara tersebut memiliki pH 5,03 dan suhu 55°C.
terus menerus. Semakin lama perendaman Penelitian dilakukan di laboratorium Rekayasa
yang dilakukan maka semakin dapat terlihat Material Teknik Mesin Universitas Syiah
perubahan struktur dan fisik yang terjadi.6 Kuala menggunakan alat scanning electron
Penelitian Rini (2015)12 menunjukkan microscope TM 3000 dengan perbesaran
terjadinya peningkatan kekasaran permukaan 3000x. Setelah diperoleh data hasil
resin komposit nanofiler setelah direndam pengamatan, data dianalisis dengan analisa
dalam seduhan kopi arabika gayo selama 4 kualitatif dan kuantitatif (paired t-test untuk
hari dengan asumsi konsumsi kopi selama satu melihat perubahan yang terjadi sebelum dan
tahun. Penelitian Chumairo dkk (2014)4 juga setelah perendaman spesimen dan unpaired t-
menunjukkan adanya efek perubahan test untuk melihat perbedaan gambaran
kekasaran permukaan yang terjadi setelah mikrostruktur yang terjadi pada spesimen yang
perendaman resin komposit nanofiler dalam direndam selama 4 dan 6 hari.
seduhan kopi selama 1,3,5 dan 7 hari.
Perubahan kekasaran permukaan resin HASIL
komposit diawali dengan perubahan struktur Berdasarkan hasil pengamatan SEM
permukaannya. Gambaran perubahan sebelum (pengkondisian aquades selama 24
mikrostruktur resin komposit dapat dilihat jam) dan setelah perendaman dalam kopi
dengan menggunakan scanning electron arabika gayo (spesimen A1dan A2 (selama 4
microscope (SEM). Scanning electron hari) serta spesimen B1 dan B2 (selama 6 hari)
microscope merupakan jenis mikroskop terdapat perubahan mikrostruktur pada
elektron yang dapat menampilkan gambaran spesimen-spesimen tersebut. Perubahan
permukaan dan rincian suatu spesimen dengan mikrostruktur yang terjadi berupa porus atau
resolusi yang tinggi.1 rongga berwarna gelap pada permukaan
Berdasarkan uraian di atas maka spesimen.
dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk Tabel 1 dan 2 memperlihatkan hasil
melihat gambaran mikrostruktur permukaan penelitian dan analisis data dengan
resin komposit nanofiler setelah perendaman menggunakan paired t-test pada kedua
dalam kopi arabika gayo selama 4 dan 6 hari kelompok spesimen. Sebelum data dianalisis,
dengan menggunakan scanning electron terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data
microscope. dengan menggunakan Kolmogorov Smirnov
dan Shapiro-Wilk, dan hasilnya menunjukkan
BAHAN DAN METODE bahwa data berdistribusi normal (p>0,05).
Penelitian ini menggunakan metode
eksperimental laboratoris dengan rancangan Tabel 1. Analisis jumlah porus pada mikrostruktur
pretest dan posttest design group. Dilakukan permukaan resin komposit nanofiler sebelum dan
pembuatan 4 spesimen resin komposit setelah perendaman dalam kopi gayo selama 4 hari
nanofiler dengan teknik bulk berbentuk Spesimen Area Sebelum Setelah P
silinder (tebal 2 mm dan diameter 6 mm), 1 4 11
dibagi dalam 2 kelompok yakni kelompok A A1 2 3 7
berjumlah 2 spesimen (A1 & A2)yang 3 0 5
direndam dalam minuman kopi arabika gayo 1 2 5
selama 4 hari, dan kelompok B berjumlah 2 A2 2 0 8
3 2 8
spesimen (B1 dan B2) direndam dalam kopi
arabika gayo selama 6 hari. Sebelum Rata-rata ( x ±SD) 1,8±1,6 7,3±2,2 0,001*
direndam dalam minuman kopi arabika gayo. *perbedaan bermakna (paired t-test, p<0,05)
Tabel 2. Analisis jumlah porus pada mikrostruktur unpairedt-test menunjukkan adanya perbedaan
permukaan resin komposit nanofiler sebelum dan yang bermakna pada spesimen yang direndam
setelah perendaman dalam kopi gayo selama 6 hari dalam minuman kopi arabika gayo selama 4
Spesimen Area Sebelum Setelah p hari dan pada spesimen yang direndam dalam
1 4 12 minuman kopi arabika gayo selama 6 hari,
B1 2 4 9 dengan nilai p=0,017.
3 0 11
1 1 10
PEMBAHASAN
B2 2 1 9
3 3 15 Berdasarkan hasil pengamatan SEM
sebelum perendaman dalam kopi arabika gayo
Rata-rata( x ± SD) 2,1±1,7 11±2,2 0,000* terlihat adanya perubahan mikrostruktur pada
*perbedaan bermakna (paired t-test, p<0,05) beberapa permukaan spesimen. Adanya
perubahan mikrostruktur sebelum perendaman
Berdasarkan hasil analisis data terlihat kopi arabika gayo diduga karena lemahnya
adanya perbedaan yang bermakna pada kedua ikatan antara matriks dan filer saat
kelompok spesimen. Pada spesimen sebelum polimerisasi. Umumnya kegagalan
dan setelah perendaman dalam minuman kopi polimerisasi pada resin komposit light cured
arabika gayo selama 4 hari, diperoleh nilai disebabkan karena teknik penyinarannya,
kemaknaan (p)=0,001 dan pada spesimen misalnya posisi dan arah sinar, ketebalan
sebelum dan setelah perendaman dalam bahan restorasi, durasi dan jarak penyinaran,
minuman kopi arabika gayo selama 6 hari, serta intensitas cahaya yang kurang. Intensitas
diperoleh nilai kemaknaan (p)=0,000. Karena cahaya yang tidak tepat mengakibatkan
nilai p<0,05 maka kedua kelompok spesimen polimerisasi yang tidak sempurna.Menurut
menunjukkan adanya perbedaan yang Fitriyani dkk (2007)13 sumber cahaya LED
bermakna sebelum dan setelah perendaman untuk mempolimerisasi resin komposit
dalam minuman kopi arabika gayo selama 4 nanofiler yang tepat adalah dengan intensitas
dan 6 hari. cahaya 800 mW/cm2 dan lama penyinaran 20
detik. Menurut spesifikasi pabrik, penyinaran
Tabel 3. Analisis statistik perbedaan jumlah porus optimal light curing composite adalah antara
setelah perendaman dalam kopi arabika gayo 800-1200 mW/cm2. Dalam penelitian ini
selama 4 dan 6 hari
diketahui resin komposit dipolimerisasi
Jumlah Porus
Spesimen p dengan intensitas cahaya 375 mW/cm2 (<800
( x ±SD) mW/cm2), sehingga resin komposit
A1 dan A2 5,5±1,8 terpolimerisasi namun tidak maksimal.
0,017* Pada Tabel 1 dan 2 terlihat bahwa tidak
B1 dan B2 9,8±3,1 semua area pada spesimen yang diamati
*perbedaan bermakna (unpaired t-test, p<0,05) terdapat porus walaupun berasal dari spesimen
yang sama. Ada dan tidak adanya porus diduga
Pada Tabel 3 terlihat rata-rata karena polimerisasi yang tidak sempurna pada
peningkatan jumlah porus setelah perendaman beberapa area spesimen. Selain karena
dalam kopi arabika gayo selama 4 dan 6 hari. lemahnya ikatan matriks dan filer saat
Pada spesimen A1 dan A2 yang direndam 4 polimerisasi, degradasi pada permukaan
hari ditemukan rata-rata peningkatan jumlah spesimen juga didukung oleh sifat resin
porus sebanyak 5,5, sedangkan pada spesimen komposit yang mampu menyerap cairan.
B1 dan B2 yang direndam selama 6 hari Penyerapan air telah diidentifikasi sebagai
ditemukan peningkatan rata-rata jumlah porus faktor utama dalam terjadinya degradasi fisik
sebanyak 9,8. Dari data tersebut dapat maupun kimia dari bahan komposit dan dapat
diketahui bahwa jumlah porus lebih banyak menurunkan kualitas resin komposit.14
ditemukan pada spesimen yang direndam Pada gambaran mikrostruktur dari penelitian
selama 6 hari dibandingkan dengan spesimen ini, terlihat beberapa porus sudah mulai
yang direndam selama 4 hari. Berdasarkan terbentuk saat pengkondisian dalam aquades,
hasil analisis data pada Tabel 3 menggunakan dan bertambah banyak pada
perendaman dalam kopi arabika gayo merk menyatakan bahwa nilai fracture toughness
Kiswah Gayo dengan rata-rata pH 5,03. Pada pada resin komposit nanofiler lebih tinggi
hasil analisis data dengan menggunakan paired dibandingkan dengan komposit hibrid
t-test juga menunjukkan adanya perubahan konvensional. Fracture toughness yaitu
yang bermakna pada spesimen sebelum dan ketahanan resin komposit terhadap terjadinya
setelah perendaman dalam minuman kopi crack pada permukaan resin komposit.18
arabika gayo. Bertambah banyaknya jumlah
porus pada perendaman dalam kopi arabika SIMPULAN DAN SARAN
gayo diduga karena adanya kandungan asam Berdasarkan penelitian yang dilakukan
yang terkandung di dalam kopi. Salah satu pada spesimen resin komposit nanofiler yang
unsur kimia yang terdapat dalam kopi adalah direndam dalam kopi arabika gayo selama 4
asam klorogenat yang merupakan senyawa dan 6 hari dapat diambil kesimpulan bahwa
polifenol dengan kelebihan ion H+. Kelebihan minuman kopi arabika Gayo dapat
ion H+ menyebabkan ikatan kimia dari rantai menyebabkan terjadinya perubahan
ganda polimer matriks resin komposit mikrostruktur pada permukaan resin komposit
nanofiler menjadi tidak stabil, karena terjadi nanofiler, yaitu semakin lama perendaman
ikatan secara crosslink dengan ion H+ tersebut, resin komposit nanofiler dalam kopi arabika
sehingga ikatan ganda polimer matriks gayo maka semakin besar perubahan yang
terputus yang disertai dengan pelepasan terjadi pada gambaran mikrostrukturnya.
partikel filer.15 Terdapat perbedaan jumlah porus yang
Adanya pelepasan partikel filer ini akan bermakna pada gambaran mikrostruktur resin
menyebabkan ruang-ruang kosong di antara komposit antara perendaman dalam kopi
matriks polimer bertambah banyak sehingga arabika gayo selama 4 dan 6 hari.
memudahkan terjadinya proses difusi cairan Disarankan elakukan uji fitokimia pada
dari luar menuju ke dalam resin komposit.4 kopi arabika gayo guna mengetahui
Penelitian yang dilakukan oleh Han, Okamoto, kandungannya. Penelitian dengan light cure
Fukushima, dan Okiji (2008)16 membuktikan unit dengan intensitas yang cukup (800-1200
bahwa filer dapat terlepas dari material resin mW/cm2). Serta perlunya penelitian mengenai
dan komponen matriks mengalami pengujian dengan atomic force microscopy
dekomposisi ketika terpapar dengan (AFM) guna melihat gambaran mikroskopik
lingkungan yang memiliki pH asam (3-6). tiga dimensi dari permukaan resin komposit.
Menurut Daibs et al (2012)17 mikroporus pada
permukaan spesimen akan semakin meningkat DAFTAR PUSTAKA
berdasarkan frekuensi dan durasi paparan 1. Hamouda I, Elkader HA, Badawi MF.
asam. Hal ini dibuktikan pada penelitian ini Microleakage of Nanofilled Composite Resin
dengan bertambahnya jumlah porus pada Restorative Material. J Biomater
permukaan spesimen setelah perendaman Nanobiotechnol. 2011;02(03):329-334.
dalam kopi arabika gayo selama 4 dan 6 hari, 2. Genda DR, Leman MA. Pengaruh Jus Pepaya
dimana jumlah porus lebih banyak didapatkan (Carica papaya) terhadap Perubahan Warna
pada resin komposit yang direndam dalam Resin Komposit. J Ilm Farm. 2016;5(1):15-19.
kopi arabika gayo selama 6 hari dibandingkan 3. Putriyanti F, Herda E, Soufyan A. strength
dengan perendaman selama 4 hari (Tabel 3). micro fine hybrid resin composite yang
Hasil analisis data menggunakan unpairedt- direndam dalam minuman isotonik J PDGI.
test juga menunjukkan adanya perbedaan yang 2012;61(1):43-48.
bermakna pada kedua kelompok spesimen 4. Chumairo SM, R DMC, Nugroho R, et al.
yang direndam dalam minuman kopi arabika Pengaruh Kebiasaan Minum Kopi Robusta
gayo selama 4 hari dan selama 6 hari. (Coffea robusta) terhadap Perubahan Warna
Pada hasil penelitian ini tidak ditemukan pada Restorasi Resin Resin Komposit
adanya crack pada mikrostruktur permukaan Nanofiler (The Effect of Robusta Coffee
resin komposit nanofiler. Hal ini diduga karena (Coffea robusta) Drinking Habits on Nanofiler
resin komposit nanofiler memiliki nilai Composite Resin Discoloration). Artik Ilm Has
fracture toughness tinggi, hal ini didukung Penelit Mhs. 2014:0-4.
oleh hasil penelitian Hamouda (2012)18 yang 5. Berger SB, Palialol ARM, Cavalli V, Giannini
ABSTRAK
Kehilangan seluruh gigi merupakan masalah kesehatan yang diderita oleh kebanyakan lansia. Jika
masalah ini tidak diperbaiki akan mengganggu kecantikan (estetik) dan gangguan bicara (fonetik)
pada pasien lansia. Untuk mengatasi masalah ini pasien dibuatkan gigi tiruan lengkap (GTL). Pasien
lansia memiliki beragam tingkat kepuasan tergantung dari hasil pelayanan yang diberikan dan GTL
yang dibuatkan. Penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien dalam menggunakan
gigi tiruan lengkap dari segi estetik dan fonetik. Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental
yang bersifat observasional deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan tekhnik pembagian
kuisioner kepada pasien lansia pengguna gigi tiruan lengkap yang berada di Rumah Sakit Gigi Mulut
(RSGM) Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Usakti Jakarta Barat yang berusia 60 tahun keatas
sebanyak 30 orang. Berdasarkan hasil analisis program SPSS menggunakan windows versi 22.0
menunjukkan bahwa pengguna gigi tiruan lengkap terhadap faktor estetik memiliki tingkat kepuasan
67% dan tidak puas 33%. Demikian juga faktor fonetik memiliki tingkat kepuasan sebesar 74% dan
tidak puas 26%. Berdasarkan data yang diperoleh penggunaan gigi tiruan lengkap lebih banyak pada
pasien perempuan yang berusia 60-74 tahun. Tingkat kepuasaan estetik penggunaan gigi tiruan
lengkap di RSGM FKG Usakti wanita lebih rendah dibandingkan pria.
Kata Kunci: Gigi tiruan lengkap, estetik, fonetik
ABSTRACT
Tooth loss entirely is one of the health problems that elderly people suffer from.This problem affect to
esthetics and phonetic functions for the elderly people. The endentulous state can be solved by using a
complete denture. Elderly patients have various degrees of satisfaction which depend on the provided
services and final result of the complete denture. The objective of this study was to determine the
degrees of patient’s satisfaction in terms of esthetics and phonetics while using complete dentures.
This was a non-experimental descriptive observational study. The collection of data was conducted by
using questionnaires that were given to 30 elderly patients (60 years old or above) of complete
dentures in Dental Hospital Trisakti, West Jakarta. Analysis test using SPSS program for windows
version 22.0 showed the satisfaction on esthetic factors by 67% and 33% dissatisfaction. To add,
phonetic factor have satisfaction rates of 74% and 26% on dissatisfaction rate. The female patients of
complete denture were mostly in the age of 60-74 years old. The level of esthetics satisfaction in
using complete dentures in RSGM FKG USAKTI for females was lower then males.
Keywords: Complete denture, esthetics, phonetic
pada penelitian ini sampai jumlah subjek yang bahwa lansia pengguna gigi tiruan lengkap
diperlukan terpenuhi yaitu 30 subjek penelitian lebih banyak pada kelompok umur 60–74
dimana jumlah sampel diperolah tahun ( elderly) berjumlah 21 orang (70%).
menggunakan rumus cross-sectional, dengan Selanjutnya kelompok 75–90 tahun (old)
kriteria inklusinya adalah pasien dengan usia dengan jumlah 9 orang atau 30%.
60 tahun keatas menggunakan GTL. Penelitian
ini diawali dengan penjelasan kepada subjek Tabel 3. Gambaran sampel lansia pengguna gigi
penelitian mengenai jalannya penelitian dan tiruan lengkap berdasarkan tingkat kepuasan
meminta persetujuan subjek penelitian Variabel Jumlah Wanita Pria %
(informed consent), setelah subjek penelitian Estetik
menyetujui maka diinstruksikan untuk mengisi Puas 20 10 10 67
lembar kuisoner yang terdiri dari 10
pertanyaan mengenai tingkat kepuasan estetik Tidak puas 10 6 4 33
dan fonetik pemakai GTL. Setelah Fonetik
memperoleh data dari kuisioner terkumpul Puas 22 10 12 74
dilakukan tabulasi ke dalam program Tidak puas 8 6 2 26
Statistical Program for Social Science (SPSS)
for windows version 22.0 (Armonk, NY: IBM Berdasarkan Tabel 3 memperlihatkan
Corp.) dengan uji statistik deskriptif. Pada bahwa pasien yang puas dari segi estetik
pengolahan data hasil kuisioner akan sebanyak 20 orang atau 67% dan pasien yang
digolongkan menjadi puas atau tidak puas. Jika tidak puas secara estetik sebanyak 10 orang
pasien menjawab ya >50% maka pasien atau 33%. Sedangkan dari segi fonetik pasien
tersebut digolongkan puas, tetapi bila pasien yang merasa puas adalah sebanyak 22 orang
menjawab tidak >50% maka digolongkan atau 74% dan secara fonetik pasien yang tidak
tidak puas. puas adalah 8 orang atau 26% serta didapatkan
hasil bahwa tingkat kepuasan estetik pada
HASIL wanita lebih rendah dibandingkan pria.
Berdasarkan total sampel yang mengisi
kuisioner diperoleh jumlah lansia wanita lebih PEMBAHASAN
banyak yaitu 18 orang, jika dibandingkan Berdasarkan data sampel sesuai dengan
dengan lansia pria yaitu 12 orang.(Tabel 1) pembagian kelompok usia menurut WHO,
kelompok usia 60–74 tahun (elderly) yang
Tabel 1. Gambaran sampel lansia penggunaan gigi menggunakan gigi tiruan lengkap berjumlah
tiruan lengkap berdasarkan jenis kelamin 21 orang dan kelompok usia 75–90 tahun (old)
Jenis Kelamin Jumlah % yang menggunakan gigi tiruan lengkap
Pria 14 47 berjumlah 9 orang. Dengan meningkatnya
usia, jumlah sampel menjadi lebih sedikit atau
Wanita 16 53 mengalami penurunan. Hal ini tejadi dengan
meningkatnya usia terjadi penurunan daya
tahan fisik atau mengalami perubahan
Tabel 2. Gambaran sampel lansia pengguna gigi
tiruan lengkap berdasarkan umur (WHO)
fisiologis, seperti mengidap suatu penyakit
Umur Jumlah % yang memerlukan perawatan intensif sampai
kematian.11,12 Terjadi penurunan adaptasi dan
45–59 tahun potensi regenerasi sel dan jaringan, jaringan
- 0
(middle aged) penyangga gigi, rahang, lidah, warna gigi,
60–74 tahun dan bahkan kelenjar saliva mengalami
21 70
(elderly) perubahan yang cukup signifikan, oleh karena
75–90 tahun (old)) 9 30 itu kelompok usia diatas 90 tahun (very old)
dijumpai sangat sedikit.13,14 Terlihat pula
90 tahun ke atas jumlah sampel wanita yang memakai gigi
- 0
(very old) tiruan lengkap yaitu 16 orang lebih banyak
dibandingkan dengan jumah sampel pria yang
Berdasarkan Tabel 2 mengenai menggunakan gigi tiruan lengkap sebanyak 14
pengelompokkan umur lansia menunjukan orang. Hasil ini sesuai dengan angka harapan
penduduk Indonesia, dimana angka harapan dalam menentukan DVO, pemilihan warna
hidup wanita 74 tahun dan pria 68 tahun.15,16 pada elemen atau bentuk gigi sehingga
Hasil analisis menggunakan statistik deskriptif mempengaruhi tingkat kenyamanan dan
menunjukkan gambaran bahwa lansia kepuasan pasien. Kesalahan kedua kepada
pengguna gigi tiruan lengkap di RSGM FKG laboratorium yang membuat GTL tidak sesuai
Usakti Jakarta Barat, memiliki tingkat dengan instruksi.20
kepuasan yang cukup (Tabel 3). Berdasarkan
data yang diperoleh dari kuisioner, dapat SIMPULAN DAN SARAN
diketahui bahwa pasien lansia pengguna gigi Dari hasil penelitian dapat ditarik
tiruan lengkap yang puas dari segi fonetik simpulan bahwa berdasarkan hasil uji
lebih banyak dijumpai pada pria yaitu 12 orang deskriptif menunjukkan terdapat perbedaan
jika dibandingkan dengan wanita yaitu 10 tingkat kepuasan pada pasien lansia yang
orang. menggunakan gigi tiruan lengkap dimana
Hal ini sesuai dengan penelitian tingkat kepuasan wanita lebih rendah
McMillan17 yang menyatakan bahwa wanita dibandingkan pria terutama dalam hal estetik
lebih susah untuk dipuaskan dibandingkan karena standar kepuasan estetik pada wanita
dengan pria sehingga standar kepuasan wanita lebih tinggi. Melalui data yang diambil dari
lebih tinggi dibandingkan pria. Dari hasil lembar kuisioner, pasien lansia pengguna gigi
penelitian didapat bahwa pasien di RSGM tiruan lengkap di RSGM FKG Usakti memiliki
FKG Usakti Jakarta Barat yang menggunakan tingkat kepuasan yang tinggi.
gigi tiruan lengkap diperoleh jumlah lansia Untuk memaksimalkan hasil
wanita yang tidak puas dari segi fonetik yaitu penelitian, disarankan dilakukan penelitian
6 orang dan pria terdapat 2 orang. lebih lanjut dengan jumlah subjek yang lebih
Dijumpai pula pasien gigi tiruan banyak dan merata, sehingga dapat mewakili
lengkap yang tidak puas dalam segi estetik semua populasi untuk dapat mengetahui
lebih banyak pada pasien wanita yang tingkat kepuasan pasien terhadap gigi tiruan
berjumlah 6 orang jika dibandingkan dengan lengkap dari segi estetik dan fonetik. Retensi
pasien lansia pengguna gigi tiruan lengkap pria dan stabilitas pada pembuatan gigi tiruan
yang berjumlah 4 orang. Dari hasil penelitian lengkap perlu diperhatikan oleh para
juga dapat diketahui bahwa pasien lansia yang mahasiswa koas RSGM FKG Usakti sehingga
memiliki tingkat kepuasan yang tinggi dalam memperoleh tingkat kepuasan pasien yang
hal estetik berjumlah 20 orang, yang lebih tinggi.
diantaranya adalah 10 orang lansia wanita dan
10 orang lansia pria. Hal ini sejalan dengan DAFTAR PUSTAKA
Vervoon18 yang menyatakan bahwa wanita 1. Alhamdan EM. Assessing the Dental
lebih mementingkan estetik dibandingkan Treatment Needs of Female Patients at
fungsi lainnya, sehingga wanita ingin lebih the Dental College, Riyadh, Saudi
terlihat menarik.19 Arabia. Oral Health and Dent Man J
Dengan demikian dapat dinyatakan 2016; 15(3):172-178.
bahwa berdasarkan data kuisioner pasien 2. Vern L, Alan C, David M. Sourcebook
lansia di RSGM FKG Usakti umumnya of Family Theory and Research. 2005.
memiliki tingkat kepuasan yang cukup tinggi h.414
karena pembuatan gigi tiruan lengkap yang 3. Roesler DM. Complete denture success
cepat dan tepat waktu, dengan hasil kerja dan for patients and dentists. Int Dent J
pelayanan dari mahasiswa koas RSGM FKG 2003;53:340-5.
Usakti, namun pada lansia pengguna gigi 4. Falatehan N. Metode Baru Untuk
tiruan lengkap masih dijumpai pasien yang Menilai Adaptasi pemakai Gigi Tiruan
merasa tidak puas dengan hasil kerja Penuh Rahang Atas Berdasarkan
mahasiswa koas RSGM FKG Usakti. Hal ini Palatogram Konsonan Linguo-Palatal
terjadi karena penanganan pasien lansia Bahasa Indonesia. (Thesis). Jakarta:
memakan waktu yang cukup lama sehingga Universitas Indonesia; 2013: h.14-21
menyebabkan perubahan dan perbedaan dalam 5. Ahmed N. Ahmend M. Jafri Z.
jaringan mulut dengan model kerja, juga Esthetics Considerations in the
terjadi kesalahan pertama kepada operator Selection of Teeth for Complete
Denture Patients: A Review Annals of 14. Siti MR, Mia FE, Rosidawati, Jubaedi
Dental Specialty J 2013;1(1):4-6 A, Batubara I. Mengenal Usia Lanjut
6. Madhav. Esthetic Failures in Fixed dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Partial Dentures. J Int Dent Med Res Medika. 2012. h. 2-20
2010;3(3):146 15. Esan TA, Olusile AO, Akeredolu PA,
7. Biljana A, Jusuf Z. Measuring Esan AO. Socio-demographic factors
customer satisfaction with service and edentulism the Nigerian
quality using American Customer experience. BMC Oral Health. 2004;
Satisfaction Model (ACSI Model). Int J 4(3): p:1-6.
Acad Res in Business and Social Scie 16. Pusat Data dan Informasi Kementrian
2011;1(3):236-258. Kesehatan RI. Gambaran kesehatan
8. Handjani YS, Widaja NT. Gambaran lanjut usia di Indonesia. Jakarta:
Kesehatan pada Masyarakat Lansia di Buletin Jendela Data dan Informasi
DKI Jakarta dan Hubungan dengan Kesehatan. 2013. h. 1-5.
Determinannya. (Thesis). Jakarta: 17. Allen PF, Mcmillan A.S. A review of
Fakultas Kedokteran Universitas the functional and pyshosocial
Katolik Indonesia Atma Jaya; 2007: outcomes of edentulousness treated
h.146-156 with complete replacement dentures. J
9. Nugroho W. Komunikasi Dalam Can Dent Assoc 2003;69(10):662-9.
Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC. 18. Vervoon, Seiffert, Spasetti VJ. Factors
2009. h. 5-11. Assosiated with Satisfaction with
10. Darmojo B. Geriatri (Ilmu kesehatan Complete Denture Theraphy. J
Usia Lanjut). Ed ke-5. Jakarta: Balai Prosthodont 1996;5:84-90.
Penerbit FKUI: 2014. h. 46. 19. Boedi S. Mengenal Kelainan Dalam
11. Taringan S. Pasien Prostodonti Lanjut Mulut yang Menyertai Diabetes
Usia: Beberapa Pertimbangan Dalam: Melitus, Jurnal Ilmiah dan Teknologi
Perawatan. Medan; USU; 2005.h.8-13 Kedokteran Gigi 2003;1(2):60-64.
12. Gunadi HA, Margo A, Burhan LK, 20. Charles WE, Jack HR, James MT.
Suryatenggara F, Setiabudi I. Buku Synopsis of Complete Denture.
Ajar Ilmu Geligi Tiruan Sebagian Philadelphia: Lea and Febiger.1975.
Lepasan Jilid 1. Jakarta: p.321-6.
Hipokrates;1995: h.33-27
13. Stanley, Mickey, Beare PG. Buku Ajar
Keperawatan Gerodontik. Jakarta:
EGC. 2006. h.180-218
ABSTRAK
Saliva adalah cairan kompleks yang sangat penting untuk kesehatan rongga mulut Asap rokok
mengandung berbagai komposisi beracun yang mengakibatkan perubahan saliva secara struktural
maupun fungsional. Asap rokok mengandung nikotin yang bekerja pada reseptor kolinergik tertentu
di otak yang dapat menyebabkan aktivasi saraf sehingga terjadi perubahan sekresi dan pH saliva.
Tujuan penelitian ini untuk melihat gambaran pH saliva pada perokok aktif dan pasif. Penelitian ini
merupakan penelitian cross sectional. Metode pengambilan sampel dengan cara non probability
sampling pada 80 subjek yang terdiri dari dua kelompok, yaitu 40 subjek perokok aktif dan 40 subjek
perokok pasif. Hasil analisis univariat menunjukkan semua perokok aktif, 40 orang atau 100%,
mempunyai pH saliva bersifat asam, sedangkan pada perokok pasif hanya 13 orang (32,5%). Sisa
subjek perokok pasif yaitu sebanyak 27 orang (67,5%) mempunyai pH saliva bersifat normal. Sebagai
kesimpulan penelitian ini adalah pH saliva yang bersifat asam ditemukan pada semua perokok aktif,
sedangkan pada perokok pasif lebih banyak didapatkan pH saliva normal. Juga pH saliva perokok
aktif lebih asam (6,15) daripada pH saliva perokok pasif (6,81).
Kata Kunci: Perokok aktif, perokok pasif, pH saliva
ABSTRACT
Saliva is a complex liquid that is very important for oral health. Cigarette smoke contains various
toxic compositions that cause structural and functional changes in saliva. Cigarette smoke contains
nicotine which acts on certain cholinergic receptors in the brain which can cause nerve activation
resulting in changes in salivary secretion and pH. The purpose of this study was to see the picture of
salivary pH in active and passive smokers. This research is a cross sectional study. The sampling
method is non-probability sampling in 80 subjects consisting of two groups, namely 40 active
smokers and 40 passive smokers. The results of univariate analysis showed that all active smokers, 40
people or 100%, had salivary pH as acidic, while in passive smokers there were only 13 people
(32.5%). The remaining subjects of passive smoking, which were 27 people (67.5%) had normal
salivary pH. In conclusion, this study found that the pH of acidic saliva was found in all active
smokers, whereas in passive smokers there was more normal salivary pH. Also the saliva pH of active
smokers is more acidic (6.15) than the pH of passive smokers (6.81).
Key Words: Active smoker, passive smoker, saliva pH
Elektroda dimasukkan ke dalam larutan Sebanyak 2/3 subjek perokok pasif sisanya
buffer pH 7, putar elektroda agar larutan buffer memiliki pH saliva normal (Gambar 1).
homogen. Biarkan beberapa saat sampai nilai
yang tertera pada display tidak berubah. Tekan
tombol CAL pada layar. Tekan tombol
hold/ent untuk menyempurnakan kalibrasi.
Pada bagian layar akan muncul angka 7 yang
menunjukkan pH meter tersebut telah
dikalibrasi dengan buffer pH 7. Angkat
elektroda dari larutan buffer 7, kemudian bilas
dengan air deionisasi beberapa kali dan
keringkan dengan kertas tisu, pH meter telah
siap digunakan.
Kemudian pH meter digital dihidupkan Gambar 2. Rata-rata pH saliva perokok aktif
dengan menekan tombol ON/OFF. Elektroda berdasarkan jenis rokok
dimasukkan ke dalam sampel dan diputar agar
larutan homogen. Dibiarkan sampai angka Dari kelompok perokok aktif dilihat dan
pada layar berganti dengan nilai saliva yang dipisahkan menurut jenis rokok yang dihisap.
diukur pHnya. Lalu pH meter digital dimatikan Gambar 2 menunjukkan rerata pH saliva pada
dengan menekan tombol ON/OFF. Lihat angka perokok filter sebesar 6,4. Sedangkan rerata
yang tertera pada pH meter. Data yang didapat pH saliva perokok kretek sebesar 6,0.
langsung dicatat pada lembar data yang telah
disediakan.
HASIL
Subjek penelitian adalah masyarakat
desa Lamreh kecamatan Mesjid Raya, Aceh
Besar. Penelitian ini dilakukan untuk melihat
gambaran pH saliva pada perokok aktif dan
pasif. Subjek penelitian sesuai dengan kriteria
inklusi berjumlah 80 orang yang terdiri dari 40
perokok aktif pada laki-laki dan 40 orang
perokok pasif pada perempuan.
Gambar 3. Rerata pH Saliva pada perokok aktif dan
pasif
dan efisien. Setelah masuk ke dalam paru- saliva bersifat asam.Kadar pH saliva normal
paru, nikotin mengikuti proses sirkulasi darah lebih banyak ditemukan pada perokok pasif,
melalui bilik kiri jantung, kemudian nikotin sedangkan pada perokok aktif pH salivanya
dipompa secara langsung ke otak dan bagian tidak ada yang normal.
tubuh lainnya. Konsentrasi nikotin yang tinggi
di pembuluh arteri diperoleh melalui inhalasi DAFTAR PUSTAKA
asap rokok dan keseimbangan nikotin di antara 1. Djokja RM, Lampus BS, Mintjelungan C.
darah dan otak menghasilkan jumlah nikotin Gambaran perokok dan angka kejadian
yang tinggi di otak, dipengaruhi oleh otak dan lesi mukosa mulut di Desa Monsongan
ganglion yang aktif mengumpulkan nikotin.19 Kecamatan Banggai Tengah. jurnal e-
Nikotin merupakan zat kimia yang dapat GiGi (eG) 2013;1:38-44.
meracuni saraf. Jika sistem kerja saraf 2. Ali Ghufron Mukti. Upaya Pengendalian
terganggu maka akan menyebabkan berbagai Tembakau di Indonesia. Dalam:
perubahan, salah satunya perubahan saliva, KomNasHAM dpWRH (ed). 2013
karena saliva merupakan salah satu cairan 3. Setyanda YOG, Sulastri D, Lestari Y.
yang disekresikan di bawah kontrol saraf. Hubungan merokok dengan kejadian
Perubahan saliva yang terjadi dapat hipertensi pada laki-laki usia 35-65 tahun
mengurangi kuantitas dan kualitas dari di kota Padang. Jurnal Kesehatan
saliva.20 Andalas 2015; 4(2):434-440
Berdasarkan usia, didapatkan 13 subjek 4. Proverawati A, Rahmawati E. Perilaku
berusia 26-35 tahun memiliki pH saliva Hidup Bersih dan Sehat. Yogyakarta:
bersifat asam sedangkan pada usia 36-45 tahun Nuha Medika; 2012.
terdapat 40 subjek memiliki pH saliva bersifat 5. Perdana DA, Waspada AEB. Kampanye
asam (Gambar 4). Dari hasil data tersebut pencegahan perokok pasif pada anak-
dapat diperkirakan bahwa perubahan pH saliva anak. jurnal Tingkat Seni Rupa dan
menjadi bersifat asam berdasarkan usia lebih Desain. 2014; 3(1):1-10.
banyak terjadi pada usia 35-45 tahun 6. Romli MI, Sukarya WS. Hubungan antara
dibandingkan dengan usia 26-35 tahun. perempuan perokok pasif dengang
Penemuan ini sesuai dengan hasil penelitian gambaran hasil pemeriksaan pap smear di
Marasabessy (2012)21 yang meneliti perubahan Yayasan Kanker Indonesia Jawa Barat.
pH saliva berdasarkan usia, dan hasil 2011; 2(1):33-40.
penelitiannya juga menyatakan terdapat 7. Kusuma ARP. Pengaruh merokok
perubahan pH saliva, yaitu pH saliva menurun terhadap kesehatan gigi dan mulut.
seiring dengan bertambahnya usia. Majalah Sultan Agung: World Class
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Islamic Cyber University UNISULA;
pH saliva perokok aktif dan pasif bersifat 2014.
asam. Hal ini dapat berpengaruh buruk 8. Kanwar A, Sah K, Grover N, Chandra S,
terhadap kesehatan gigi dan mulut seperti Singh RR. Long-term effect of tobacco on
terjadinya karies akibat peningkatan resting whole mouth salivary flow rate
mikroorganisme asidogenik, akumulasi plak and pH: An institutional based
yang lebih cepat akibat penurunan fungsi comparative study. European Journal of
saliva, serta jika keadaan ini berlanjut, akan General Dentistry 2013; 2(1):296-299.
menimbulkan berbagai penyakit lainnya 9. Tortora GJ. Principles of Anatomy and
seperti penyakit periodontal berupa gingivitis, Physiology.13th ed. Roesch B, editor:
periodontitis, dan kehilangan gigi. John Wiley and Sons, United States of
Amerika; 2011.
SIMPULAN 10. Mubeen K, Chandrasherkar H, Kavitha
Berdasarkan hasil penelitian pada M, Nagarathna S. Effect of tobacco on
masyarakat desa Lamreh kecamatan Mesjid oral health an overview. Journal of
Raya, Aceh Besar, disimpulkan bahwa pH Evolution of Medical and Dental Sciences
saliva yang bersifat asam ditemukan pada 2013; 2(20):3523-3534.
semua perokok aktif, sedangkan pada perokok 11. Singh M, Ingle Na, Kaur N, Yadav P, Indle
pasif hanya 32,5% subjek yang memiliki pH Ekta. Effect of Long-term Smoking on
Salivary Flow Rate and Salivary pH. 16. Cordry HV. Tobacco : a Reference
2015;13(1):11-13. Handbook. Santa Barbara: ABC-CLIO
12. Ferragut JM, Cunha MR, Carvalho CA, Inc., 2001.p.10.
Ricardo, Isayama N, Caldeira EJ. 17. Susanna D, Hartono B, Fauzan H.
Epithelial-stroma interactions in salivary Penentuan Kadar Nikotin dalam Asap
glands of rats exposed to chronic passive Rokok. Makara Kesehatan 2003;7(2):38-
smoking. Journal Homepage. Brazil: 41.
Elsevier Ltd.; 2010. 18. Herponi A. Perbedaan pH saliva antara
13. Badan Penelitian dan Pengembangan pasien hipertensi dan normotensi di
Kesehatan Kementrian RI. Riskesdas RSUD Simo Boyolali.(Skripsi).
2013.h.132 Surakarta: Fakultas Kedokteran
14. Ueno M, Ohara S, Sawada N, Inoe M, Universitas Muhammadiyah Surakarta;
Tsugane S, Kawaghuci Y. The association 2012.
of active and secondhand smoking with 19. Mangan P. Applied Oral Physiology. 2nd
oral health in adults: Japan Public Health ed. BristoL: Butterworth and Co.; 1998.
Center-based study. Journal Tobacco 20. Petrusic N, Posavac M, Sabol I, Stipetic
Induced Diseases. 2015;13(1):1-9 MM. The Effect of Tobacco Smoking On
15. Soesilo D, Santoso RE, Diyatri I. Peran Salivation, 2015.49(4):309-315.
sorbitol dalam mempertahankan 21. Marasabessy FA. Hubungan volume dan
kestabilan pH saliva pada proses pH saliva pada lansia.Skripsi. Makassar:
pencegahan karies. Maj Ked Gigi (Dental Fakultas Kedokteran Gigi UNHAS; 2012.
J) 2005;38(1):25-8.
Reni Nofika
Abstrak
Trauma pada gigi permanen imatur akan mengganggu apeksogenesis sehingga apeks tetap terbuka
dan bisa terjadi diskolorasi jika gigi telah nekrosis. Kasus ini melaporkan perawatan pada gigi
nekrosis dengan apeks masih terbuka dan mengalami diskolorasi. Pasien laki-laki usia 22 tahun
datang ke klinik konservasi gigi RSGM Prof Soedomo FKG UGM karena gigi 1.1 atasnya patah di
usia 12 tahun akibat jatuh dan merasa gigi tersebut berubah warna. Pada pemeriksaan klinis gigi 1.1
fraktur pada sepertiga insisal distal melibatkan dentin dan mengalami diskolorasi. Tes perkusi dan
palpasi positif, tes termal negatif, dan tidak ada kegoyangan gigi. Pada radiograf periapeks terlihat
apeks terbuka dan radiolusensi di periapeks dengan batas difus. Diagnosisnya adalah nekrosis pulpa
dengan abses apikalis kronis disertai apeks terbuka dan diskolorasi intrinsik. Rencana perawatan
adalah apeksifikasi dilakukan dengan menempatkan bahan MTA pada ujung akar, dilanjutkan
prosedur intracoronal bleaching (walking bleach) dan direstorasi dengan resin komposit kelas IV
diperkuat dengan pasak fiber siap pakai. Evaluasi pasca restorasi menunjukkan tidak ada keluhan
sakit dan kondisi klinis baik. Kesimpulannya penutupan apeks menggunakan MTA dilanjutkan
dengan intracoronal bleaching pada kasus nekrosis pulpa dengan abses apikalis kronis disertai apeks
terbuka dan diskolorasi intrinsik menunjukkan kesuksesan.
Kata kunci: apeksifikasi, intracoronal bleaching, pasak fiber
Abstract
Trauma to the immature permanent tooth can disturb process of apexogenesis which results in open
apex and tooth discoloration if the pulp is non vital. This case reported treatment of a non vital
discoloured tooth witth open apex. The 22 years old male patient came to clinic of conservative
denstistry RSGM Prof Soedomo FKG UGM because his 1.1 tooth was broken at the age of 12 years
due to fall and the tooth was change in color. Clinical examination showed that 1.1 was fractured on
incisal distal third involving the dentin and the toorh was discolourred. Percussion and palpation tests
were positive, thermal test was negative, and no tooth mobility. Radiograf showed open apex and
radiolucency with diffuse borders on the periapical tissue. The diagnosis was pulp necrosis with
chronic apical abscess with open apex and intrinsic discoloration. The treatment was root canal
treatment and apexification with MTA, followed by intracoronal bleaching (walking bleach) and
finally fiber reinforced resin composite restoration. Post-restoration evaluation showed no pain
complaints and good clinical conditions. In conclusion, apex closure using MTA was continued with
intracoronal bleaching in cases of pulp necrosis with chronic apical abscesses with open apex and
intrinsic discoloration suggesting success.
Keywords: apexification, fiber post, intracoronal bleaching
fraktur Ellis kelas 4 dengan apeks terbuka dan karet, tumpatan sementara dibongkar,
lesi periapeks disertai diskolorasi intrinsik. dilanjutkan dengan irigasi yang berulang-ulang
Rencana perawatan adalah apeksifikasi dan menggunakan NaOCl untuk mengeluarkan dan
intracoronal bleaching dilanjutkan dengan membersihkan kalsium hidroksida yang
restorasi resin komposit kelas IV disertai pasak terdapat di dalam saluran akar. Digunakan juga
fiber siap pakai (prefabricated). endoactivator (Dentsply, Maillefer) untuk
Pada kunjungan pertama setelah membantu menghilangkan sisa kalsium
dilakukan pengukuran panjang kerja estimasi hidroksida. Saluran akar dikeringkan dengan
menggunakan radiograf, gigi diisolasi dengan paper point. Mineral trioxide agregate
isolator karet (rubber dam) (Osung). Akses (ProRoot MTA, Dentsply) diaplikasikan
kavitas dimulai dengan menggunakan bur sebagai bahan apeksifikasi dengan panjang
metal bulat (MI stainless bur, Mani) sampai sekitar 4 mm pada bagian apeks saluran akar.
menembus atap pulpa, kemudian dilanjutkan MTA yang sudah dimasukkan ditekan secara
dengan non end cutting fissure bur ringan dengan menggunakan hand plugger
(Diamendo, Denstply) untuk mengangkat yang diberi rubber stoper. Kemudian kapas
semua atap pulpa. Kemudian, dilakukan lembap diletakkan di atas MTA, dan
eksplorasi menggunakan pathfinder ditinggalkan minimal 4-6 jam agar membantu
(SybronEndo) dan debridement menggunakan proses setting MTA sempurna. Kavitas
barbed broach (Denstply), dilanjutkan dengan ditumpat dengan tumpatan sementara
irigasi saluran akar menggunakan NaOCl 2,5% (Caviton, GC), kemudian dibuat radiograf
dan salin. Panjang kerja ditentukan dengan periapeks. untuk konfirmasi panjang MTA
menggunakan apex locator (Dentaport ZX, pada apeks saluran akar.
Morita) dan dikonfirmasi dengan radiograf
periapeks dengan K-file #20 (Dentsply A B
Maillefer, Switzerland) dalam saluran akar,
diperoleh 21 mm. Preparasi saluran akar
dilakukan dengan teknik konvensional dengan
irigasi setiap pergantian file menggunakan
NaOCl dan salin. Setelah preparasi selesai,
saluran akar diirigasi dengan larutan NaOCl,
salin, dan EDTA 17% (Smear Clear, Sybron Gambar 3.A. Foto klinis yang menunjukkan
Endo). Saluran akar dikeringkan kemudian pemasangan isolator karet sebelum aplikasi MTA,
kalsium hidroksida digunakan sebagai 3B. Radiograf periapeks gigi 11 menunjukkan
medikamen intrakanal. Kavitas ditumpat gambaran radiopak (MTA) ujung saluran akar.
dengan tumpatan sementara (Caviton, GC).
Pada kunjungan ketiga, yaitu dua hari
setelah kunjungan kedua, dilakukan obturasi
saluran akar dengan teknik kondensasi lateral
menggunakan gutapercca dan siler resin
(TopSeal, Dentsply), dilanjutkan dengan
aplikasi resin modified glass ionomer cement
(GC) sebagai basis dan ditumpat sementara
menggunakan Caviton. Hasil obturasi dicek
menggunakan radiograf periapeks.
Gambar 2. Radiograf periapeks pengukuran
panjang kerja gigi 11.
Pada kunjungan kelima, yaitu 5 hari Gambar 7. Radiograf periapeks pengambilan guta
setelah kunjungan keempat, warna gigi masih perca pada gigi 11.
belum sama dengan gigi kontralateral,
sehingga dilakukan aplikasi ulang bahan Pasak fiber disemenkan ke dalam
bleaching. Pada kunjungan keenam yaitu 6 saluran pasak menggunakan semen resin.
hari setelah kunjungan kelima warna gigi Pasak tersebut diolesi silane (Ceramic primer,
sudah sama dengan gigi kontralateral. 3M ESPE) dan dibiarkan mengering.
Tindakan selanjutnya adalah area kerja Permukaan yang telah dipreparasi serta saluran
diisolasi menggunakan isolator karet, pasak dietsa dengan asam fosfat 37% (Denfil
tumpatan sementara dibongkar, dan kapas Etchant-37) kemudian dilanjutkan dengan
serta pasta bleaching dikeluarkan. Setelah itu, aplikasi bahan bonding. Semen resin (Build IT-
kavitas dibersihkan dari sisa pasta bleaching FR, Pentron) dimasukkan ke dalam saluran
dengan irigasi menggunakan air hangat secara pasak menggunakan lentulo (Denstply).
berulang-ulang, kemudian dikeringkan dengan Selanjutnya pasak fiber dioles dengan semen
pelet kapas Akhirnya, kavitas ditutup dengan resin dan segera dimasukkan ke dalam saluran
kapas kecil dan ditumpat sementara. Pasien pasak, kemudian ditahan sampai semen resin
diinstruksikan datang kembali dua minggu mulai mengeras dilanjutkan dengan
kemudian untuk melanjutkan perawatan. penyinaran dengan light curing unit. Restorasi
gigi diselesaikan dengan menggunakan resin
komposit packable. Pengambilan radiograf
A B dilakukan pasca sementasi pasak fiber dan
restorasi resin komposit. Satu minggu
setelahnya pasien datang untuk kontrol. Tidak
ada keluhan pada pasien dan tidak ada
kelainan pada pemeriksaan klinis. Selanjutnya
Gambar 6. Foto klinis gigi 11. A. Sebelum pasien diintruksikan untuk kontrol 1 bulan
prosedur bleaching B. Setelah prosedur kemudian dan pasien diberikan edukasi untuk
bleaching.
selalu menjaga kebersihan rongga mulut dan jaringan keras pada ujung akar. Kalsium
kontrol rutin ke dokter gigi. hidroksida telah lama digunakan untuk proses
ini, dengan durasi waktu yang terlalu lama
yaitu 12 bulan sampai 24 bulan.2 Waktu yang
lama ini menyebabkan pasien memerlukan
waktu yang cukup lama dengan beberapa kali
kunjungan perawatan dan gigi bisa mengalami
fraktur selama perawatan.6 Barrier yang
terbentuk pada apeksifikasi dengan kalsium
hidroksida tidak sempurna, mempunyai
tampilan swiss cheese dan dapat menyebabkan
kebocoran mikro di apeks sehingga terjadi
reinfeksi. Untuk mengatasi kerugian
penggunaan kalsium hidroksida sebagai
material sealing, maka diperkenalkan dan
Gambar 8. Setelah sementasi pasak fiber siap digunakanlah MTA sebagai one visit
pakaidan restorasi resin komposit kelas IV pada apexification.2 MTA telah digunakan untuk
gigi 11, A dan B. Foto klinis, C. Radiograf membuat barrier jaringan keras dengan cepat
periapeks setelah prosedur disinfeksi saluran akar pada
kasus dengan apeks terbuka.3 Material ini
PEMBAHASAN memiliki biokompatibilitas yang bagus dan
Apeks terbuka terjadi pada proses kemampuan penutupan yang baik, serta
perkembangan akar gigi imatur sampai memiliki pH yang tinggi yang memberikan
penutupan apeks selesai, yaitu sekitar 3 tahun sifat antimikroba.6
setelah gigi erupsi. Jika tidak terdapat penyakit MTA merupakan salah satu material
pulpa dan penyakit periapeks maka apeks yang efektif untuk menutup hubungan
terbuka tersebut adalah normal, namun jika iatrogenik dan patologik antara ruang
pulpa menjadi nekrosis sebelum pertumbuhan endodonsia dan ruang periodontium. Ketika
akar selesai, maka pembentukan dentin dan berkontak dengan jaringan periradikular, MTA
perkembangan akar berhenti sehingga apeks mempunyai kemampuan menginduksi
tetap terbuka. Hal ini menyebabkan akar sementum. MTA menstimulasi produksi
menjadi pendek dan tipis sehingga dinding interleukim dan sitokin, sehingga
dentin saluran akar lemah. Apeks terbuka juga menghasilkan pembentukan jaringan keras.
bisa terjadi karena hasil resopsi ekstensif pada MTA plug pada bagian apeks akar mendukung
apeks yang matur setelah perawatan ortodonsia perbaikan apeks dan mencegah overfilling
atau inflamasi periapeks yang parah.6 Pada saluran akar dan meningkatkan resistensi
apeks yang terbuka tidak ada barrier yang fraktur pada gigi imatur.2 MTA mengandung
menahan material pengisi di ujung apeks tricalcium silicate, dicalcium alumino ferrite,
saluran akar sehingga material pengisi dapat calcium sulphate dan bismuth oxide. Secara
masuk ke dalam jaringan periapeks dan kimia MTA identik dengan semen Portland
menyebabkan trauma pada jaringan tersebut. kecuali adanya kandungan bismuth oxide yang
Tidak adanya apical stop juga dapat meningkatkan radiopasitas dan memodifikasi
menyebabkan saluran tidak terisi penuh dan reaksi setting MTA. MTA merupakan material
rentan terjadi kebocoran.3 Bergantung pada alkali yang mengeras ketika terpajan pada air.
vitalitas pulpa, dua pendekatan perawatan Reaksi setting melibatkan fase hidrasi awal
yang dapat dilakukan pada kasus apeks dengan kelembapan permukaan partikel
terbuka adalah apeksogenesis (terapi pulpa dengan larutan dari kalsium sulfat. Kristal dari
vital) atau apeksifikasi (penutupan ujung calcium aluminium sulphate hydroxide yang
apeks).6 Pada kasus ini gigi permanen terhidrasi (ettringite) terbentuk pada
mengalami nekrosis dengan apeks terbuka permukaan partikel clinker melalu interaksi
pasca trauma, sehingga dilakukan perawatan dengan tricalcium aluminate. Fase akhir dari
apeksifikasi menggunakan MTA. Apeksifikasi setting ditandai dengan pembentukan kristal
merupakan suatu proses pembentukan barrier calcium silicate hydrate sepanjang kristal
ettringite yang membentuk massa yang padat.7 murah dan menghasilkan estetis yang baik jika
Serbuk MTA dicampur dengan air steril dan mengikuti petunjuk pabrik.6,9,10 Bleaching
ditempatkan 3 sampai 4 mm pada ujung merupakan prosedur pencerahan warna gigi
apeks.3 Pelet kapas lembap ditempatkan di atas melalui aplikasi bahan kimia untuk
MTA dan ditinggal minimal 6 jam untuk mengoksidasi pigmen organik pada gigi.
membantu proses pengerasan, kemudian Tujuan bleaching adalah mengembalikan
ditutup dengan tumpatan sementara.3,6 warna normal gigi dengan deskolorisasi stain
Radiograf dibuat untuk mengkorfirmasi bahwa menggunakan bahan oksidasi yang sangat
ujung akar telah terisi dengan MTA.6 Setelah kuat.4,5 Mekanisme bleaching terutama
MTA mengeras, keseluruhan saluran akar dihubungkan dengan degradasi molekul
dapat diisi dengan material pengisi.3 Pasien organik kompleks yang mempunyai berat
diinstruksikan untuk datang kembali ketika molekul tinggi, memantulkan cahaya dengan
MTA telah mengeras untuk obturasi dan panjang gelombang spesifik, yang berperan
pembuatan restorasi permanen.6 Prosedur terhadap warna stain yang terjadi. Degradasi
aplikasi MTA tersebut adalah prosedur yang tersebut menghasilkan molekul dengan berat
telah dilakukan pada kasus ini. molekul rendah dan tersusun dari molekul
Pada kasus ini juga terjadi diskolorasi yang kurang kompleks, merefleksikan sedikit
gigi. Diskolorasi gigi merupakan perubahan cahaya, sehingga mengurangi atau
pada warna atau translusensi gigi yang terjadi menghilangkan diskolorasi.4
karena suatu penyebab.3 Diskolorasi gigi bisa Teknik bleaching yang digunakan pada
bermacam-macam sesuai dengan etiologi, kasus diskolorasi intrinsik adalah intracoronal
warna, lokasi, keparahan, dan pelekatan pada bleaching (bleaching pada gigi nonvital).4
struktur gigi. Diskolorasi gigi diklasifikan Metode yang digunakan pada intracoronal
menjadi diskolorasi ekstrinsik dan intrinsik.4,8 bleaching adalah teknik termokatalitik dan
Diskolorasi intrinsik terjadi karena adanya teknik walking bleach.6 Teknik walking bleach
material kromogenik pada email atau dentin merupakan salah satu metode yang biasa
yang masuk baik selama odontogenesis digunakan untuk memutihkan gigi nonvital
ataupun setelah erupsi gigi. Diskolorasi atau yang sudah dilakukan perawatan saluran
intrinsik yang terjadi setelah erupsi gigi akar.6 Teknik ini dilakukan dengan cara
disebabkan oleh nekrosis pulpa, trauma, aplikasi bahan bleaching pada kamar pulpa
hiperkalsifikasi dentin, karies gigi, material selama beberapa hari.11 Teknik walking bleach
tumpatan dan prosedur perawatan gigi, lebih sering digunakan karena lebih nyaman,
penuaan, serta perubahan fungsional dan dan lebih aman untuk pasien daripada teknik
parafungsional.4,5 Pada kasus ini, diskolorasi termokatalitik.6 Natrium perborat (NaBO3)
terjadi karena nekrosis pulpa atau karena merupakan bahan bleaching yang banyak
trauma pada gigi saat pasien jatuh. Nekrosis digunakan untuk bleaching intrakoronal.3,4
pulpa biasanya terjadi karena bakteri, iritasi Natrium perborat tersedia dalam bentuk
mekanis atau iritasi kimia pada pulpa. Produk bubuk kering yang stabil atau dalam bentuk
nekrosis pulpa ini masuk ke tubulus dentin dan gel.3 Natrium perborat masih baru
menyebabkan diskolorasi. Sedangkan pada mengandung perborat 95% dan oksigen
kasus trauma gigi, trauma tersebut 9,9%.3,6 Bahan ini terutama terdiri dari tiga
menyebabkan perubahan degeneratif pada tipe yaitu natrium perborat monohidrat,
pulpa dan email yang dapat mengubah warna trihidrat, dan tetrahidrat. Ketiga tipe tersebut
gigi tersebut. Pendarahan pulpa menghasilkan mempunyai kandungan oksigen berbeda yang
diskolorasi keabu-abuan. Trauma pada gigi menentukan kemampuan pemutihannya.3,4,6
menyebabkan lisis sel darah merah dan Asam, air, dan udara hangat akan memulai
melepaskan feri sulfida yang masuk ke dalam dekomposisi natrium perborat menjadi natrium
tubulus dentin dan mengubah warna gigi.4 metaborat, hidrogen peroksida, dan oksigen
Diskolorasi gigi dapat dirawat dengan nascent.3 Natrium perborat lebih mudah
pembuatan restorasi vinir, mahkota penuh, dikontrol dan lebih aman daripada larutan
mikroabrasi, makroabrasi, serta bleaching. hidrogen peroksida.3,6 Pada kasus ini dengan
Bleaching sering menjadi pilihan perawatan intracoronal bleaching teknik bleach
karena bersifat lebih konservatif, sederhana, menggunakan bahan natrium perborat.
ABSTRAK
Penutupan fisura merupakan metode pencegahan non-invasif yang efektif pada permukaaan gigi
dengan pit dan fisura yang dalam dan sempit untuk mencegah terjadinya karies. Bahan penutupan
fisura yang sering digunakan adalah resin komposit dan Glass Ionomer Cement (GIC). Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang perbandingan tingkat kebocoran mikro antara resin
komposit dan GIC sebagai bahan penutupan fisura melalui evaluasi in vitro setelah satu bulan
aplikasi. Spesimen penelitian berjumlah 16 gigi premolar rahang atas dengan pit dan fisura yang
dalam dan sempit. Spesimen ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok perlakuan. Kelompok pertama
menggunakan resin komposit (3M ESPE Clinpro) dan kelompok kedua menggunakan GIC (Fuji VII).
Spesimen dilakukan pengkondisian selama satu bulan didalam inkubator dan direndam dalam larutan
methilene blue 5% selama 24 jam. Spesimen kemudian diamati dengan menggunakan stereo
mikroskop dan diukur tingkat kebocorannya. Skor kebocoran mikro menggunakan penetrasi dye
dengan tiga kriteria skor yaitu 0, 1, dan 2. Data dianalisis menggunakan statistik nonparametrik (uji
Mann Whitney). Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan skor kebocoran mikro yang
signifikan antara bahan penutupan fisura resin komposit dan GIC (p<0,05). Kelompok penutupan
fisura dengan resin komposit memiliki rerata skor kebocoran mikro lebih kecil (0,25) dibandingkan
kelompok penutupan fisura dengan GIC (1,875) setelah penutupan fisura satu bulan.
Kata Kunci : Penutupan fisura, resin komposit, GIC.
ABSTRACT
Fissure sealant is non-invasive method of prevention which effective of a tooth that has pits and
fissures of teeth deep and narrow to prevent dental caries. Fissure sealant materials used are
composite resin material and GIC. Purpose of this study was to obtain information about comparison
of microleakage between composite resin and glass ionomer cement (GIC) as fissure sealant material
through in vitro evaluation after one month application. Specimens were 16 maxillary premolars with
deep and narrow pits and fissures. Specimens divided into two treatment groups. First group uses
composite resin (3M ESPE Clinpro) and second group uses GIC (Fuji VII). Specimens were
conditioning for one month in incubator and immersed in 5% methylene blue solution for 24 hours.
Specimens research observed using stereo microscope and measured levels of microleakage. Scores
microleakage using dye penetration with three criteria score was 0, 1, and 2. Data analyzed using
nonparametric statistics (Mann Whitney test). Analysis results showed that significant difference
scores between the microleakage of fissure sealant material composite resin and GIC (p <0.05). Group
fissure sealant with composite resin had a smaller mean score of microleakage (0.25) compared with
group fissure sealant with GIC (1.875) after sealant fissure for one month.
Keywords: fissures sealant, composite resin, GIC.
apabila sonde dijalankan disepanjang pit dan Pemeriksaan spesimen dilakukan dengan
fisura gigi, namun pada gigi yang memiliki pit melihat tingkat kebocoran mikro pada kedua
dan fisura gigi yang dalam dan sempit sonde sisi gigi yang telah dibelah menggunakan
akan menyangkut saat dijalankan. stereo mikroskop.19 Hasil pengujian diukur
Gigi kemudian dibersihkan dengan berdasarkan penetrasi dye menurut Hevinga
polishing brush low speed. Gigi dibagi dkk. sit Christiono S. (2011) skor penetrasi dye
menjadi dua kelompok dengan 8 gigi pada tiap dikriteriakan menjadi tiga yaitu; 18
kelompoknya. Kelompok 1 diaplikasikan skor 0 : Tidak ada penetrasi dari larutan
bahan penutupan fisura resin komposit. Gigi pewarna, skor 1 : Penetrasi larutan pada bagian
dietsa dengan menggunakan asam phosphat setengah dari bagian permukaan antara
37% selama 20 detik.1,14 Gigi yang telah dietsa penutupan fisura dan struktur gigi, dan skor 2 :
selanjutnya dibersihkan dengan menggunakan Penetrasi larutan pewarna lebih dari setengah
semprotan air dan dikeringkan dengan dari seluruh permukaan penutupan fisura.
menggunakan semprotan angin selama 10 Hasil pengujian tingkat kebocoran
detik.28 Gigi yang telah bersih kemudian mikro pada bahan penutupan fisura dianalisis
diaplikasikan resin komposit dan disinari menggunakan Statistical Package for Social
selama 20 detik dengan alat curing.1,15 Sciences (SPSS) dengan uji Mann-Whitney.
Kelompok 2 diaplikasikan bahan
penutupan fisura GIC. Gigi diberi aplikasi HASIL
dentin conditioner (polyacrilic acid 10%) dan Hasil pengukuran rerata skor kebocoran
dibiarkan selama 20 detik.1,16 Gigi yang telah mikro pada kelompok 1 yaitu penutupan fisura
diaplikasikan dentin conditioner dibersihkan dengan bahan resin komposit (3M ESPE
dengan semprotan air dan dikeringkan dengan Clinpro) dan kelompok 2 yaitu penutupan
kapas selama 20 detik.17Bahan GIC dengan fisura dengan bahan GIC (Fuji VII). (Tabel 1)
merek Fuji VII dimanipulasi pada paper pad
yang diletakkan diatas mixing slab dengan Tabel 1. Hasil pengukuran skor kebocoran mikro
komposisi pengadukan powder dan liquid 1:1 tiap spesimen setelah satu bulan pengkondisian di
selama 25 detik, waktu kerja selama 2 menit dalam inkubator pada temperatur 370C
No Spesimen Kelompok 1 Kelompok 2
10 detik dan waktu pengerasan selama 3
( Resin Komposit) (GIC)
menit. Bahan GIC diaplikasikan menggunakan
semen spatula plastik, lalu dioleskan selapis 1A 0 2
tipis GC Fuji varnish.12,16 1B 0 2
Gigi yang telah diaplikasikan bahan 2A 0 2
penutupan fisura diletakkan dalam wadah 2B 0 2
plastik diatas kapas basah dan disimpan dalam 3A 0 2
inkubator selama satu bulan pada suhu 37oC 3B 0 2
dipertahankan kelembabannya agar tetap 4A 0 2
seperti keadaan dalam rongga mulut. 4B 0 2
Kelembaban dapat dijaga dengan 5A 0 2
mempertahankan keadaan kapas agar tetap
5B 2 2
dalam keadaan basah. Kapas basah diganti
6A 0 2
pada hari ke-15. Isolasi daerah kerja dilakukan
setelah satu bulan pengkondisian spesimen 6B 0 2
dalam inkubator pada suhu 370C. Gigi diisolasi 7A 0 2
dengan cara diolesi varnish kuku diseluruh 7B 2 2
permukaan gigi kecuali pada bahan penutupan 8A 0 1
fisura lebih kurang 1 mm disekelilingnya.2,18 8B 0 1
Gigi selanjutnya direndam dalam larutan
methylene blue 5% selama 24 jam.1Gigi Hasil analisis uji Mann-Whitney
kemudian dicuci dan dikeringkan. Gigi dibelah menunjukkan bahwa adanya perbedaan skor
menggunakan carborundum disc dengan arah kebocoran mikro yang signifikan antara
buko-lingual melewati penutupan fisura penutupan fisura dengan bahan resin komposit
menjadi dua bagian.18 dan bahan GIC dengan nilai p=0,000 (p<0,05).
Kelompok penutupan fisura dengan resin pada bahan penutupan fisura berbasis resin
komposit memiliki rerata skor kebocoran komposit dan GIC setelah aplikasi selama 24
mikro lebih kecil yaitu 0,25 sedangkan jam, menunjukkan bahwa skor kebocoran
kelompok penutupan fisura dengan GIC mikro bahan penutupan fisura resin komposit
memiliki rerata skor kebocoran mikro lebih yaitu 0,13 sedangkan GIC yaitu
besar yaitu 1,875 (Tabel 2). Data tersebut 1,63.10Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat
menunjukkan bahwa skor kebocoran mikro bahwa nilai kebocoran mikro bahan penutupan
pada kelompok penutupan fisura dengan resin fisura resin komposit dan GIC mengalami
komposit lebih kecil daripada kelompok peningkatan setelah satu bulan. Bahan
penutupan fisura dengan GIC. penutupan fisura resin komposit mengalami
peningkatan hampir dua kali lipat sebesar 0,12
Tabel 2.Persentase dan rerata skor kebocoran sedangkan bahan penutupan fisura GIC
mikro pada kelompok 1 Resin Komposit dan 2 mengalami sedikit peningkatan sebesar 0,245.
GIC setelah satu bulan pengkondisian di dalam Peningkatan nilai kebocoran mikro GIC
inkubator pada temperatur 370C. yang kecil diduga karena GIC terus menerus
Rerata melepaskan fluor dan proses maturasi GIC
skor yang terus berlanjut hingga beberapa bulan.
Skor Kebocoran Mikro Pertukaran ion bahan penutupan fisura GIC
Kelompok n kebocoran
mikro yang terus berlanjut selama satu bulan
0 1 2 x ± SD menyebabkan terjadinya difusi ion secara terus
Kelompok 1 0,25 ± menerus antara permukaan gigi dengan bahan
87,5 0 12,5 16 penutupan fisura GIC sehingga peningkatan
RK (%) 0,68313
kekuatan ikatan setelah satu bulan aplikasi
Kelompok 2 1,875 ± bahan penutupan fisura lebih baik
0 12,5 87,5 16
GIC (%) 0,34157
dibandingkan setelah 24 jam.
Total 87,5 12,5 100 32 Peningkatan ikatan antara struktur gigi
dengan bahan penutupan fisura GIC tidak
dapat dilihat menggunakan stereomikroskop.
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian ini peningkatan
Berdasarkan hasil uji statistik non kekuatan ikatan GIC dengan struktur gigi
parametrik Mann-Whitney untuk melihat diduga tidak begitu berperan menurunkan nilai
perbandingan tingkat kebocoran mikro antara kebocoran mikro GIC. Hal ini menyebabkan
bahan penutupan fisura berbasis resin dan GIC skor kebocoran mikro GIC lebih besar
setelah satu bulan aplikasi bahan penutupan dibandingkan dengan resin komposit.
fisura melalui evaluasi in vitro didapatkan Peningkatan nilai kebocoran mikro resin
hasil yang menunjukkan adanya perbedaan komposit lebih besar dibandingkan kebocoran
kebocoran mikro yang signifikan antara mikro setelah 24 jam, disebabkan karena resin
kelompok 1 yang menggunakan bahan komposit 3M ESPE Clinpro mengalami
penutupan fisura resin komposit dan kelompok penurunan retensi setelah satu bulan. Hal ini
2 yang menggunakan GIC sebagai bahan diduga dapat meningkatkan nilai kebocoran
penutupan fisura dengan p<0,05. mikro bahan penutupan fisura resin komposit.
Penutupan fisura dengan bahan resin Nilai kebocoran mikro resin komposit tersebut
komposit memiliki tingkat kebocoran mikro tetap memiliki nilai yang lebih kecil
yang lebih rendah dibandingkan GIC setelah dibandingkan dengan nilai kebocoran mikro
satu bulan pengkondisian. Rerata kebocoran GIC. Persentase skor kebocoran mikro bahan
mikro resin komposit yaitu 0,25 dan rerata penutupan fisura setelah satu bulan aplikasi
kebocoran mikro GIC yaitu 1,875. Perbedaan fisura dapat dilihat pada bar diagram. Skor
rerata skor kebocoran mikro yang signifikan kebocoran mikro resin komposit (3M ESPE
diduga karena perbedaan sifat kedua bahan Clinpro) yaitu skor 0 sebesar 87,5% dan skor 2
penutupan fisura tersebut. Penelitian sebesar 12,5%. Skor kebocoran mikro GIC
sebelumnya telah dilakukan Jayadi (2015) (Fuji VII) yaitu skor 1 sebesar 12,5% dan skor
mengenai evaluasi in-vitro kebocoran mikro 2 sebesar 87,5%.
segera setelah penyinaran dan terus berlanjut membentuk ikatan kimia dengan struktur gigi
hingga 24 jam. Dark reaction sebagian besar seperti resin komposit. Hal tersebut karena
terjadi selama 10-15 menit setelah penyinaran. GIC juga memiliki kandungan fluor-oalumino
Hasil penelitian Lange dkk., (1980) silicateglass sehingga GIC juga dapat
menyatakan bahwa dark reaction dapat melepaskan ion fluor yang akan berikatan
meningkatkan kekerasan resin komposit yang dengan hidroksi apatit (Ca10(PO4)6(OH)2) pada
diaktivasi oleh cahaya antara waktu 1 dan 24 permukaan gigi. Ion fluor (F-) yang dilepaskan
jam. Kekerasan maksimum resin komposit dari fluoro-alumino silicateglass membentuk
didapat dalam waktu 24 jam karena ikatan ionik dengan (Ca10(PO4)6(OH)2) yang
polimerisasi maksimum resin komposit terjadi telah melepaskan molekul (OH)2 sehingga
selama 24 jam menurut Lange dkk Cit. terbentuk molekul baru yang disebut fluor-
Mohammad dkk (2007).19 Polimerisasi cahaya apatit (Ca10(PO4)6F2).
resin komposit (3M ESPE Clinpro) memiliki Ikatan antara struktur gigi dan GIC
keuntungan yaitu proses pengerasan yang dikondisikan dengan bantuan dentin
cepat dan dapat dikontrol sehingga dapat conditioner. Komposisi dentin conditioner
menyebabkan peningkatan sifat fisik dan yang digunakan pada penelitian ini adalah
mekanik resin komposit dibandingkan GIC. polyacriylc acid 10%. Dentin conditioner
Hal ini diduga dapat menyebabkan kebocoran diaplikasikan selama 20 detik sesuai petunjuk
mikro resin komposit lebih rendah penggunaan dan kemudian dibilas dengan air.
dibandingkan GIC yang mengalami maturasi Hal itu diduga dapat membantu meningkatkan
sempurna setelah beberapa bulan. Polimerisasi kekuatan ikatan GIC pada gigi. Dentin
cahaya resin komposit dapat menyebabkan conditioner berperan menghilangkan smear
pengkerutan (shrinkage) yang dapat memicu layer dan kontaminasi permukaan (kotoran)
kebocoran mikro pada penutupan fisura tanpa membuka tubulus dentin sehingga dapat
menurut Santos dkk (2006), namun meningkatkan ikatan atau adhesi ke
berdasarkan penelitian ini hanya sedikit yang permukaan gigi, terutama permukaan dentin
mengalami kebocoran mikro.20 berdasarkan penelitian Mazaheri dkk (2015).21
Resin komposit 3M ESPE Clinpro Bahan penutupan fisura juga dilindungi dari
merupakan resin komposit yang tidak kontaminasi cairan rongga mulut dengan
mengandung bahan pengisi (unfilled). Bahan aplikasi varnish setelah ditumpatkan pada pit
pengisi pada resin komposit berfungsi untuk dan fisura gigi. Varnish juga berperan menjaga
menurunkan penyerapan air dan koefisien GIC agar tidak mengalami dehidrasi selama
termal ekspansi resin komposit. Tidak adanya proses pengerasan sehingga GIC tetap
bahan pengisi pada resin komposit ini memiliki sifat fisik yang baik.
menyebabkan penyerapan air dan koefisien GIC Fuji VII yang digunakan pada
termal ekspansi resin komposit lebih tinggi penelitian ini secara fisik terlihat lebih kental
sehingga kemungkinan terjadinya kebocoran jika dibandingkan dengan resin komposit.
mikro, namun berdasarkan hasil penelitian ini Bahan penutupan fisura GIC yang kental sulit
kebocoran mikro bahan penutupan fisura resin mengalir pada pit dan fisura gigi yang dalam
komposit 3M ESPE Clinpro hanya sedikit. dan sempit karena semakin kental suatu bahan
GIC juga dapat digunakan sebagai maka semakin sulit untuk mengalir.
bahan penutupan fisura walaupun pada uji Kemampuan mengalir bahan penutupan fisura
kebocoran mikro GIC memperoleh nilai GIC pada permukaan pit dan fisura gigi yang
kebocoran mikro lebih tinggi. dalam dan sempit menjadi kurang baik karena
Bahan penutupan fisura GIC dapat sifatnya yang lebih kental. Hal ini dapat
melepaskan fluor secara terus menerus mempengaruhi perlekatan GIC dengan
sehingga memiliki sifat biokompatibilitas permukaan gigi. Semakin kental bahan
sangat baik dibandingkan dengan bahan penutupan fisura semakin tidak baik
penutupan fisura resin komposit. Fluor yang perlekatannya.
dilepaskan bahan penutupan fisura GIC
menyebabkan bahan penutupan fisura GIC SIMPULAN
sangat baik dalam mencegah terjadinya karies Terdapat perbedaan tingkat kebocoran
gigi. Bahan penutupan fisura GIC juga dapat mikro yang signifikan antara resin komposit
dan GIC sebagai bahan penutupan fisura yaitu 9. El- Din MK, El Motayam, Fouad WA,
rerata skor kebocoran mikro pada resin and Youssef R. Assessment and
komposit lebih rendah dan GIC memiliki comparison of nanoleakage and resin
rerata skor kebocoran mikro yang lebih tinggi tag length of three different pit and
setelah dilakukan aplikasi bahan penutupan fissure sealants: an in-vitro scanning
fisura selama satu bulan. Pada penelitian ini electron microscope study. J of
bahan penutupan fisura berbasis resin American Sci. 2013;9(5):329-37.
menunjukkan retensi lebih baik dibandingkan 10. Jayadi D. Perbandingan tingkat
dengan bahan penutupan fisura GIC. kebocoran mikro antara resin komposit
dan glass ionomer cement sebagai bahan
DAFTAR PUSTAKA penutupan fisura. Banda Aceh: Unsyiah,
1. Kristina G. Fissure Sealing In Occlusal 2015. 21-2. Skripsi.
Caries Preventionin. INTECH. 2015. 11. Khoroushi M dan Fateme K. A review
p.1-28. of glass-ionomers: from conventional
2. Markovic D, dkk. Mikroleakage, glass-ionomer to bioactive glass-
adaptation ability and clinical efficacy ionomer. Dent res J. 2013;10(4):411-20.
of two fluoride releasing fissure 12. Baygin O, Fatih MK, Tamer T,
sealants. Vojnosanit Pregl Mehmet T. The effect of different
Journal.2012;69(4):320-5. enamel surface treatments on the
3. Khodadadi E, Esmaeili B, Karimian N, microleakage of fissure
Khafri S. Evaluation of microleakage of sealants.Springer. 2011;27(1):153-60.
ionoseal filling material as a fissure 13. Mehran M, Hojjati ST, Bahal NS.
sealant agent. Caspian J of Dent Comparative evaluation of microleakage
Res.2014;3:39-45. of resin sealant after conventional acid-
4. Fernandes KS, Chalakkal P, Ataide I N, etch tehnique, two component self-etch
Pavaskar R, Fernandes PP, and Soni H. and one-component total-etch adhesives
A comparison between three different an in-vitro study. Int. Dent. Clin J.
pit and fissure sealants with regard to 2014;7(2):1-3
marginal integrity.J Conserv 14. Mount, GJ; Hume,WR. Preservation
Dent.2012;15(2):146–50. and Restoration of Tooth Structure. 2nd
5. Ninawe N, Ullal NA, and Khandelwal Ed. Queensland : Knowledge Books and
V. A 1-year clinical evaluation of Software; 2005. p. 164-6, 184-8.
fissure sealant on permanent first 15. Sakaguchi RD, Power JM. Craig's
molars.ContempClin Dent J. Restorative Dental Material. 13stEd.
2012;3(1):54–9. United State: Mosby Elsevier; 2012. p.
6. Deshpande, A, Urvashi S, Seema B, 148-52,162-80,259,340.
Poonacha KS, Manoj K, Neelam J. Six 16. Cabe JFM, Walls AWG. Applied Dental
months clinical performance of self Material. 9thEd. UK: Blackwell
etch-self adhesiveflowable composite Munksgaard; 2008.p197-8,200,206-
and conventional pit-and-fissure 9,212,248-52,285,303.
sealants in 7 to 10 year old children. J of 17. Spiller, Martin S. Dental Composites: A
Advance Mel and Dent Sci Res. Comprehensive Review Updated 2015.
2016;4(2):96-101. Academy-Dental Learning & OSHA
7. El-Yazeed AM., Zeid AW, Zaazou M. Training is an ADA CERP Recognized
Effect of different enamel pretreatment provider; 2015. p. 19-22.
techniques for pit and fissure sealing in 18. Christiono S. Efektivitas resin bis-
primary and permanent teeth. Aust J of gmasebegaibahan fissure sealant pada
Basic and Applied Sci. 2013;7(2):895-9. perubahan suhu dalam mengurangi
8. Veiga NJ, Ferreira PC, Correia PI, kebocoran tepi. Unissula Sultan Agung
Carlos M. Fissure sealants:a review of J. 2011;49(124):1-9.
their importance in preventive dentistry. 19. D, Mohamad, Young RJ, Mann AB,
Health Sciences Department Watts DC. Original article post-
Universidade Católica Portuguesa J. polymerization of dental resin
2014;13(4):987-93. composite evaluated with
Abstrak
Prosedur penting yang harus dilakukan untuk mendapatkan cetakan dan membuat model kerja yang
akurat adalah pemilihan dan penggunaan teknik pencetakan dan bahan cetak yang tepat. Pada
pembuatan model kerja gigi tiruan cekat perlu diperhatikan kualitas permukaannya untuk
mendapatkan model yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik pencetakan
fisiologis terhadap cacat permukaan cetakan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
laboratoris. Sampel pada penelitian ini adalah hasil pencetakan model induk dengan bahan elastomer,
model induk berukuran 6,33 mm untuk ukuran mesiodistal, 8,02 mm untuk ukuran oklusogingival dan
28,25 mm untuk ukuran interabutment berjumlah 30 buah pada masing-masing teknik dan diperiksa
cacat permukaan cetakannya dengan menggunakan kaca pembesar. Setelah itu, hasil dari cacat
permukaan diuji menggunakan chi-square. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan antara
teknik pencetakan putty wash one-step dan two-step terhadap cacat permukaan. Dapat disimpulkan,
kedua teknik pencetakan putty wash one-step dan two-step dapat digunakan untuk mendapatkan
cetakan yang baik.
Kata kunci: Pencetakan fisiologis, gigi tiruan cekat
Abstract
Critical procedures which must be followed to obtain an impression and to make accurate dental stone
cast are correct choice and use of impression techniques and materials. In order to make a fixed
denture cast, surface quality of impression must be evaluated to obtain a good cast. The aim of this
study was to find the effect of physiological impression techniques on surface defect of impression.
The design of this study was a laboratory experimental. The samples of this research were the
impressions from master model using elastomer material which measurement of mesiodistal was 6.02
mm, occlusogingival was 8.02 mm and interabutment was 28.25 mm with each technique consist of
30 samples and are examined for its’ surface defect using magnifying glass. The result of the
examined samples were tested using chi-square test. The result of the study showed that there was no
difference of the putty wash one-step and two-step impression techniques on surface defect. In
conclusion, both techniques can be applied to obtain a good impression’s quality.
Keywords: Physiological impressions, fixed denture
hasil cetakan dilakukan dengan mencetak Tabel 3. Pengaruh Teknik Pencetakan dengan
model induk stainless steel berbentuk 2 Teknik putty wash one-step dan Teknik Pencetakan
mahkota yang telah dipreparasi dengan ukuran Putty wash two-step terhadap Cacat Permukaan
mesiodistal 6,33 mm, oklusogingival 8,02 mm, Teknik Tipe Cacat Jumlah Persen p
Pencetakan (n) tase
dan interabutment 28,25 mm dengan dua
0 14 46,7%
teknik pencetakan, yaitu putty wash one-step
dan putty wash two-step. Jumlah sampel pada 1 8 26,7%
masing-masing teknik adalah 30 buah Putty wash
One-Step 2 5 16,7%
sehingga total sampel adalah 60 buah.
Pada teknik putty wash one-step, bahan 3 3 10%
cetak putty dan wash diaduk secara bersamaan 0,804
0 17 56,7%
dan diletakkan di gigi penyangga secara
bersamaan. Kedua bahan tersebut kemudian Putty wash 1 8 26,7%
dicetakkan ke model induk. Setelah bahan Two-Step 2 3 10,0%
cetak setting, model induk dilepaskan dari
cetakan dan cacat permukaan hasil cetakan 3 2 6,7%
diperiksa dengan kaca pembesar dengan jarak
150 mm. Pada teknik putty wash two-step, Pada Tabel 3 terlihat persentase dari
bahan cetak putty diaduk terlebih dahulu dan jumlah tipe cacat dari masing-masing teknik
dicetakkan pada model induk dengan selapis pencetakan. Pada teknik putty wash two-step,
spacer polietilen sebagai spacer untuk bahan didapati hasil cetakan dengan tipe cacat 0
wash. Setelah bahan cetak putty setting, spacer (tidak ada cacat) berjumlah 17 lebih banyak
dan model induk dilepaskan. Bahan wash lalu dibandingkan teknik putty wash one-step.
diaduk memakai spatula dan diletakkan diatas
bahan cetak putty dan kembali dicetakkan ke PEMBAHASAN
model induk. Setelah setting, model induk Hasil pemeriksaan permukaan cetakan
dilepaskan dari cetakan dan cacat permukaan engan teknik putty wash one-step didapatkan
hasil cetakan diperiksa dengan kaca pembesar jumlah tipe cacat yang paling banyak adalah
dengan jarak 150 mm. Hasil dari pemeriksaan tipe 0 dengan jumlah 14 dan jumlah tipe yang
cacat permukaan digolongkan sesuai tipe cacat paling sedikit adalah tipe 3 dengan jumlah 3;
yakni7 Tipe 0, tidak ada cacat; Tipe 1, 1-2 pada teknik putty wash two-step, jumlah tipe
gelembung udara; Tipe 2, >2 gelembung cacat yang paling banyak adalah tipe 0 dengan
udara; Tipe 3, adanya lubang. jumlah 17 dan jumlah tipe yang paling sedikit
Uji chi-square digunakan untuk adalah tipe 3 dengan jumlah 2. Hasil ini sesuai
menganalisis pengaruh teknik pencetakan dengan hasil penelitian Caputi dkk7 yang
terhadap cacat permukaan cetakan. menunjukkan pada teknik putty wash one-step
dan two-step, jumlah tipe cacat yang paling
HASIL banyak adalah tipe 0 dan paling sedikit tipe 3.
Pada teknik putty wash one-step, jumlah Hasil penelitian Samet12 menunjukkan bahwa
tipe cacat yang paling banyak adalah tipe 0 dari 193 sampel dengan teknik pencetakan dan
dengan jumlah 14 dan jumlah tipe yang paling bahan cetak yang berbeda menunjukkan
sedikit adalah tipe 3 dengan jumlah 3; pada beberapa kesalahan banyak terjadi pada hasil
teknik putty wash two-step, jumlah tipe cacat cetakan, yakni adanya lubang atau robekan
yang paling banyak adalah tipe 0 dengan pada akhiran servikal sebanyak 50,7% dan
jumlah 17 dan jumlah tipe yang paling sedikit adanya gelembung udara pada akhiran servikal
adalah tipe 3 dengan jumlah 2. sebanyak 40,4%. Kemungkinan terjadinya
Uji Chi-Square digunakan untuk gelembung udara pada penelitian ini karena
menganalisis pengaruh teknik pencetakan digunakannya pengadukan elastomer secara
terhadap cacat permukaan. Hasil statistik uji manual yaitu pada saat operator mengaduk
Chi-Square menunjukkan p=0,804 (p>0,05). bahan wash, jika gerakan yang dilakukan
Hal ini berarti tidak ada pengaruh antara kedua kurang tepat maka udara yang seharusnya
teknik pencetakan putty wash one-step dan tidak ada dapat terjebak sehingga membentuk
putty wash two-step terhadap cacat permukaan gelembung udara atau bahkan lubang pada
cetakan (Tabel 3). hasil cetakan.
Kemungkinan lain yang dapat terjadi jenis bahan yang sama yaitu putty dan wash,
adalah saat peletakan bahan wash, udara dapat dan bahan wash memiliki daya alir yang lebih
terjebak pada abutment gigi yang akan dicetak, tinggi sehingga memiliki kemungkinan untuk
menyebabkan terbentuknya gelembung udara mereproduksi permukaan cetakan dengan lebih
atau lubang pada hasil cetakan. Penelitian baik.7 Menurut hasil penelitian Samet dkk12
Shresta dkk11 menyatakan bahwa lubang dan menyatakan bahwa ada korelasi yang
gelembung udara adalah cacat yang sering signifikan antara tipe bahan cetak dengan
terjadi (59% dan 30% untuk masing-masing lubang dan robekan pada akhiran servikal,
kategori cacat) pada pengadukan elastomer sehingga cacat permukaan cetakan mungkin
manual. Penggunaan alat automixing dapat lebih dipengaruhi dari bahan cetak daripada
meminimalisir terbentuknya gelembung udara teknik pencetakan. Hasil ini tidak sesuai
daripada pengadukan secara manual. dengan hasil penelitian Shresta11 yang
Gelembung udara juga dapat terbentuk karena menyatakan bahwa teknik putty wash one-step
tekanan yang berlebihan saat mencetak.3 Cacat memiliki jumlah cacat permukaan lebih sedikit
permukaan pada hasil cetakan juga dapat dari teknik putty wash two-step.11
disebabkan karena kesalahan manipulasi
pencetakan saat meletakkannya pada gigi yang SIMPULAN DAN SARAN
dipreparasi atau terlalu cepat mengangkat Berdasarkan penelitian ini dapat
cetakan dari mulut.12 disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara
Hasil statistik uji Chi-Square (Tabel 3) kedua teknik pencetakan dalam hal cacat
yang menunjukkan p=0,804 (p>0,05), artinya permukaan cetakan sehingga kedua teknik
tidak ada perbedaan antara kedua teknik pencetakan putty wash one-step dan putty
pencetakan putty wash one-step dan putty wash two-step dapat digunakan untuk
wash two-step terhadap cacat permukaan hasil mendapatkan cetakan yang baik.
cetakan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Penelitian lebih lanjut diperlukan
Caputi dkk7 yang menunjukkan bahwa tidak dengan menggunakan alat yang lebih baik
ada perbedaan yang ditemukan antara kedua seperti pistol pengaduk (mixing gun) ataupun
teknik putty wash one-step dan putty wash mesin pengaduk agar bahan cetak elastomer
two-step pada jumlah cacat pada hasil cetakan. dapat diaduk dengan lebih baik untuk
Sesuai dengan literatur, kedua teknik yaitu mencegah terjadinya kesalahan operator.
putty wash one-step dan putty wash two-step,
menunjukkan insidensi yang rendah terjadinya DAFTAR PUSTAKA
lubang dan gelembung udara. Hal ini 1. Jeyapalan V, Krishnan CS. Partial
dihubungkan dengan tekanan yang edentulism and its correlation to age,
diaplikasikan oleh bahan cetak dengan gender, socio-economic status and
viskositas mayor (putty) pada bahan cetak incidence of various Kennedy’s classes–A
dengan viskositas minor (wash), yang Literature Review. J Clin Diag Res.
meningkatkan laju alir dan membantu dalam 2015;9(6):ZE14.
menghasilkan cetakan dengan detail yang lebih 2. Rahmayani L, Herwanda H, Idawani M.
tepat. Tidak terdapatnya perbedaan antara Perilaku pemakai gigi tiruan terhadap
kedua teknik ini kemungkinan karena bahan pemeliharaan kebersihan gigi tiruan
cetak yang digunakan pada kedua teknik lepasan. Jurnal PDGI. 2013;6(3):83-88.
adalah sama-sama bahan putty dan bahan 3. Vitti RP, Silva MABd, Consani RLX,
wash. Pada bahan cetak yang memiliki Sinhoreti MAC. Dimensional accuracy of
viskositas yang tinggi dan daya alir yang stone casts made from silicone-based
rendah seperti monophase mengakibatkan impression materials and three impression
injeksi ke gigi yang dipreparasi akan lebih sulit techniques. Braz Dent J. 2013;24(5):498-
dikontrol dan pengisian bahan monophase 502.
dalam jumlah besar akan mengakibatkan 4. Anusavice KJ. Phillips' science of dental
peletakan dari bahan cetak kurang tepat dan materials: 12th ed. Missouri: Saunder
udara dapat terjebak.10,12 Kemungkinan hal-hal Elsevier, 2013.h. 55, 154-169, 186-187.
diatas tidak terjadi pada penelitian ini karena 5. Caputi S, Varvara G. Dimensional
pada penelitian ini kedua teknik pencetakan accuracy of resultant casts made by a
putty wash yang diteliti menggunakan dua monophase, one-step and two-step, and a
Cakradonya Dental Journal (CDJ) adalah jurnal ilmiah yang Pendahuluan (tanpa subjudul)
terbit dua kali setahun, Februari dan Agustus. Artikel yang Subjudul-subjudul sesuai kebutuhan
diterima CDJ akan dibahas para pakar dalam bidang keilmuan Penutup (kesimpulan dan saran)
yang sesuai (peer-review) bersama redaksi. Sekiranya peer- Daftar pustaka
review menyarankan adanya perubahan, maka penulis diberi 3. Laporan Kasus. Berisi artikel tentang kasus di klinik yang
kesempatan untuk memperbaikinya. cukup menarik, dan baik untuk disebarluaskan di kalangan
CDJ menerima artikel konseptual dari hasil penelitian original sejawat lainnya. Formatnya terdiri atas: Pendahuluan,
yang relevan dengan bidang kesehatan, kedokteran gigi dan Laporan kasus, Pembahasan dan Daftar pustaka.
kedokteran. CDJ juga menerima literature review, dan 4. Gambar dan tabel. Kirimkan gambar yang dibutuhkan
laporan kasus. bersama makalah. Tabel harus diketik 1 spasi.
5. Metode statistik. Jelaskan tentang metode statistik secara
Artikel yang dikirim adalah artikel yang belum pernah rinci pada bagian “metode”. Metode yang tidak lazim,
dipublikasi, untuk menghindari duplikasi CDJ tidak menerima ditulis secara rinci berikut rujukan metode tersebut.
artikel yang juga dikirim pada jurnal lain pada waktu 6. Judul ditulis dengan huruf besar 11 point, baik judul
bersamaan untuk publikasi. Penulis memastikan bahwa seluruh singkat dengan jumlah maksimal 40 karakter termasuk
penulis pembantu telah membaca dan menyetujui isi artikel. huruf dan spasi. Diletakkan di bagian tengah atas dari
halaman pertama. Subjudul dengan huruf 11 point dengan
1. Artikel Penelitian huruf kapital.
Tatacara penulisan: 7. Nama dan alamat penulis disertai pas photo. Nama penulis
Judul dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. tanpa gelar dan alamat atau lembaga tempat bekerja ditulis
Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia & Inggris, lengkap dan jelas. Alamat korespondensi, nomor telepon,
dalam bentuk tidak terstruktur dengan jumlah nomor facsimile, dan alamat e-mail. Pas photo terbaru
maksimal 200 kata, harus mencerminkan isi artikel, ukuran 3x4.
ringkas dan jelas, sehingga memungkinkan pembaca 8. Ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih hanya untuk
memahami tentang aspek baru atau penting tanpa para profesional yang membantu penyusunan naskah,
harus membaca seluruh isi artikel. Diketik dengan termasuk pemberi dukungan teknis, dana dan dukungan
spasi tunggal satu kolom. umum dari suatu institusi.
Kata Kunci dicantumkan pada halaman yang sama 9. Daftar pustaka. Daftar pustaka ditulis sesuai dengan
dengan abstrak. Pilih 3-5 buah kata yang dapat aturan penulisan Vancouver, yaitu diberi nomor urut
membantu penyusunan indeks. sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan teks dan
Artikel utama ditulis dengan huruf jenis Times New ditulis secara super script. Jumlah refernsi dalam Daftar
Roman ukuran 11 poin, spasi satu. pustaka minimal 10 referensi. Disebutkan 6 nama
Artikel termasuk tabel, daftar pustaka, dan gambar pengarang kemudian at al.
harus diketik 1 spasi pada kertas dengan ukuran 21,5 Contoh
x 28 cm (kertas A4) dengan jarak dari tepi 2,5 cm, - Jurnal: Hendarto H, Gray S. Surgical and non surgical
jumlah halaman maksimum 12. Setiap halaman diberi intervation for speech rehabilitation in Parkinson
nomor secara berurutan dimulai dari halaman judul disease. Med J Indonesia 2000; 9 (3): 168-74.
sampai halaman terakhir. - Buku: Lavelle CLB. Dental placque In Applied Oral
Laporan tentang penelitian pada manusia/hewan coba Physiology,2nd ed. London: Wright. 1988:93-5.
harus memperoleh persetujuan tertulis (signed - Book Section: Shklar G, Carranza FA. The Historical
informed consent) dan lolos etik (Ethical clearance) Background of Periodontology. In: Carranza's Clinical
Sistematika penulisan artikel hasil penelitian, adalah Periodontology (Newman MG, Takei HH, Klokkevold
sebagai berikut: PR, Carranza FA, (Eds), 10th ed. St. Louis: Saunders
Judul Elsevier, 2006: 1-32.
Nama dan alamat penulis disertai pas photo - Website : Almas K. The antimicrobial effects of seven
Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris different types of Asian chewing sticks. Available in
Kata kunci http://www.santetropicale.com/resume/49604.pdf
Pendahuluan (tanpa subjudul, memuat latar Accessed on April, 2004.
belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, dan 10. Artikel dikirim sebanyak 1 (satu) eksemplar, dalam
masalah/tujuan penelitian). bentuk hard dan soft copy, tuliskan nama file dan program
Bahan dan Metode yang digunakan, kirimkan paling lambat 2 (dua) bulan
Hasil sebelum bulan penerbitan kepada:
Pembahasan Ketua Dewan Penyunting
Kesimpulan dan Saran Cakradonya Dental Journal (CDJ)
Daftar Pustaka. Fakultas Kedokteran Gigi-Unsyiah
2. Tinjauan pustaka/artikel konseptual (setara hasil Darussalam Banda Aceh 23211
penelitian) merupakan artikel review dari jurnal dan atau Telp/fax. 0651-7551843
buku mengenai ilmu kedokteran gigi, kedokteran dan 11. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akan
kesehatan mutakhir memuat: diberitahukan secara tertulis. Penulis yang artikelnya
Judul dimuat mendapat imbalan berupa nomor bukti pemuatan
Nama penulis sebanyak 1 (satu) eksemplar. Artikel yang tidak dimuat
Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris tidak akan dikembalikan kecuali atas permintaan penulis.
Fakultas Kedokteran Gigi pISSN 2085.546X eISSN 2622-4720
Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh
Aceh-Indonesia
Telp.Fax/0651 7555183
E-mail: cdj.fkg@unsyiah.ac.id