Attachment Reumatoid Atritis
Attachment Reumatoid Atritis
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengetahuan tentang asuhan keperawatan muskuloskeletal makin dibutuhkan
mahasiswa ataupun perawat selaku pemberi pelayan kesehatan. Artritis reumatoid
merupakan kasus panjang yang sangat sering diujikan. Bisanya terdapat banyak
tanda- tanda fisik. Diagnosa penyakit ini mudah ditegakkan. Tata laksananya sering
merupakan masalah utama. Insiden pucak dari artritis reumatoid terjadi pada umur
dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada
laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan pada 70% pasien ).
Artritis reumatoid diyakni sebagai respon imun terhadap antigen yang tidak
diketahui. Stimulusnya dapat virus atau bakterial. Mungkin juga terdapat predisposisi
terhadap penyakit.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Penulis dapat melakukan tindakan keperawatan terhadap pasien dengan gangguan
sistem muskuloskeletal: artritis reumatoid secara langsung dan cepat.
2. Tujuan Khusus
1) Mengkaji klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal: artritis reumatoid.
2) Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal: artritis reumatoid.
3) Menentukan tujuan dan rencana tindakan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem muskuloskeletal: artritis reumatoid.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
Rheumatoid Arthritis Kata arthritis mempunyai arti inflamasi pada sendi (“arthr”
berarti sendi “itis” berarti inflamasi). Inflamasi menggambarkan tentang rasa sakit,
kekakuan, kemerahan, dan pembengkakan. Rheumatoid arthritis merupakan suatu
penyakit autoimun, dimana target dari sistem imun adalah jaringan yang melapisi sendi
sehingga mengakibatkan pembengkakan, peradangan, dan kerusakan sendi (The
Arthritis Society, 2015).
Rheumatoid arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai
dengan terdapatnya sinovitas erosif simetrik yang terutama mengenai jaringan
persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh lainnya. Pasien dengan gejala
penyakit kronik apabila tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan
persendian dan deformitas sendi yang progresif disabilitas bahkan kematian dini
(Suarjana, 2009).
B. ETIOLOGI
Penyebab utama penyakit reumatik masih belum diketahui secara pasti.
Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetik, lingkungan, hormonal dan faktor
sistem reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti
bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).
Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu:
1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan
infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin
disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang
menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita. Faktor
pencetus mungkin adalah suatu bakteri, mikoplasma, virus yang menginfeksi sendi
atau mirip dengan sendi secara antigenis. Biasanya respon antibodi awal terhadap
mikro-organisme diperatarai oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil mengancurkan
mikro-organisme, namun individu yang mengidap AR mulai membentuk antibodi lain
biasanya IgM atau IgG, terhadap antibodi IgG semula. Antibodi ynng ditujukan ke
komponen tubuh sendiri ini disebut faktor rematoid ( FR ).
C. PATOFISIOLOGI
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti
vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan,
sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada
persendian ini granulasi membentuk panus, atau penutup yang menutupi kartilago.
Panus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang
menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang
menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau
dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan
osteoporosis setempat.
Lamanya artritis reumatoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa
adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari
serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama yang
mempunyai faktor reumatoid (seropositif gangguan reumatoid) gangguan akan
menjadi kronis yang progresif.
Pada Artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan sinovial.
Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim
tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial,
dan akhirnya membentuk panus. Panus akan meghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan
mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan
kontraksi otot.
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Tanda dan gejala setempat
a. Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morning stiffness) dan
gerakan terbatas, kekakuan berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan dapat
berlanjut sampai berjam-jam dalam sehari. Kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan osteoartritis yang biasanya tidak berlangsung lama.
b. Lambat laun membengkak, panas merah, lemah.
c. Poli artritis simetris sendi perifer : semua sendi bisa terserang, panggul, lutut,
pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu. Paling sering mengenai sendi kecil
tangan, kaki, pergelangan tangan, meskipun sendi yang lebih besar seringkali
terkena juga.
d. Artritis erosive : sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi yang kronik
menyebabkan erosi pada pinggir tulang dan ini dapat dilihat pada penyinaran
sinar X.
e. Deformitas : pergeseran ulnar, deviasi jari-jari, subluksasi sendi
metakarpofalangea, deformitas boutonniere dan leher angsa. Sendi yang lebih
besar mungkin juga terserang yang disertai penurunan kemampuan fleksi
ataupun ekstensi. Sendi mungkin mengalami ankilosis disertai kehilangan
kemampuan bergerak yang total.
f. Rematoid nodul : merupakan massa subkutan yang terjadi pada 1/3 pasien
dewasa, kasus ini sering menyerang bagian siku (bursa olekranon) atau
sepanjang permukaan ekstensor lengan bawah, bentuknya oval atau bulat dan
padat.
g. Kronik, ciri khas rematoid artritis.
2. Tanda dan gejala sistemik
Lemah, demam, takhikardi, berat badan turun, anemia, anoreksia.
Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:
a. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat
bergerak, bengkak, dan kekakuan.
b. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga
pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain tanda
dan gejala tersebut diatasterjadi pula perubahan bentuk pada tangan yaitu
bentuk jari swan-neck.
c. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi
diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis
fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Faktor rematoid: positif pada 80%-95% kasus.
2. Fiksasi lateks: positif pada 75% dari kasus-kasus khas.
3. Reaksi-reaksi aglutinasi: Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
4. LED: Umumnya meningkat pesat (80-100mm/h). Mungkin kembali normal
sewaktu gejala-gejala meningkat.
5. Protein C-reaktif: Positif selama masa eksaserbasi.
6. SDP: Meningkat pada waktu timbul proses inflamasi.
7. JDL: Umumnya menunjukkan anemia sedang.
8. Ig (IgM dan IgG): Peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai
penyebab AR.
9. Sinar x dari sendi yang sakit: Menunjukkan pembengkakkan pada jaringan lunak,
erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal)
berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan
subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
10. Scan radionuklida: Identifikasi peradangan sinovium.
11. Artroskopi langsung: Visualisasi dari area yang menunjukkan
iregularitas/degenerasi tulang pada sendi.
12. Aspirasi cairan sinovial: Mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari
normal; buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi, perdarahan,
produk-produk pembuangan degeneratif); elevasi SDP dan leukosit, penurunan
viskositas dan komplemen (C3 dan C4).
13. Biopsi membran sinovial: Menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan
panas.
G. PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan medik pada pasien RA diantaranya :
1. Pendidikan : meliputi tentang pengertian, patofisiologi, penyebab, dan prognosis
penyakit ini.
2. Istirahat : karena pada RA ini disertai rasa lelah yang hebat
3. Latihan : pada saat pasien tidak merasa lelah atau inflamasi berkurang, ini
bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi pasien
4. Termoterapi
5. Gizi yaitu dengan memberikan gizi yang tepat
6. Pemberian Obat-obatan :
a. Anti Inflamasi non steroid (NSAID) contoh:aspirin yang diberikan pada dosis
yang telah ditentukan.
b. Obat-obat untuk Reumatoid Artitis :
c. Acetyl salicylic acid, Cholyn salicylate (Analgetik, Antipyretik, Anty
Inflamatory)
d. Indomethacin/Indocin(Analgetik, Anti Inflamatori)
e. Ibufropen/motrin (Analgetik, Anti Inflamatori)
f. Tolmetin sodium/Tolectin(Analgetik Anti Inflamatori)
g. Naproxsen/naprosin (Analgetik, Anti Inflamatori)
h. Sulindac/Clinoril (Analgetik, Anti Inflamatori)
i. Piroxicam/Feldene (Analgetik, Anti Inflamatori)
H. KOMPLIKASI
1. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses granulasi
di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
4. Terjadi splenomegaly
I. PROGNOSIS
Perjalanan penyakit artritis reumatoid sangat bervariasi, bergantung pada
ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50 – 70% pasien
artritis reumatoid akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Golongan ini umumya
meninggi 10 – 15 tahun lebih cepat dari pada orang tanpa artritis reumatoid. Penyebab
kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal pernapasan, gagal ginjal, dan
penyakit saluran cerna. Umumnya mereka memiliki keadaan umum yang buruk, lebih
dari 30 buah sendi yang mengalami peradangan, dengan manifestasi ekstraartikuler,
dan tingkat pendidikan yang rendah. Golongan ini memerlukan terapi secara agresif
dan dini karena kerusakan tulang yang luas dapat terjadi dalam 2 tahun pertama.
J. PENCEGAHAN
Selain dengan menggunakan obat-obatan, untuk mengurangi nyeri juga bisa
dilakukan tanpa obat , misalnya dengan menggunakan kompres es. Kompres es bias
menurunkan ambang nyeri dan menggurangi fungsi enzim. Kemudian banyak jenis
sayuran yang dapat di konsumsi oleh penderita rematik, misalnya jus seledri, kubis
dan wortel yang dapat mengurangi gejala rematik. Beberapa jenis herbal juga dapat
melawan nyeri rematik, misalnya jahe, kunyit, biji seledri, daun lidah buaya atau
minyak juniper yang bisa menghilangkan bengkak pada sendi.
Menjaga berat badan ideal juga perlu. Kelebihan berat badan dapat membebani
sendi di bagian ekstermitas bawah. Selain itu bobot tubuh berlebih dapat
memperbesar resiko terkena penyakit rematik. Olahraga ringan seperti jalan kaki
bermanfaat bagi penderita rematik. Ini karena Jalan kaki dapat membakar kalori,
memperkuat otot, dan membangun tulang yang kuat tanpa menggangu persendian
yang sakit.
Selama periode bebas gejala, ini pedoman diet dapat membantu melindungi
terhadap serangan penyakit rematik masa depan:
1. Jaga asupan cairan tubuh anda tinggi. Sekitar 8 sampai 16 gelas (sekitar 2 sampai
4 liter) air setiap hari.
2. Batasi atau menghindari alkohol.
3. Makan diet seimbang. Makanan sehari-hari Anda harus menekankan buah-
buahan, sayuran, biji-bijian, dan bebas atau rendah lemak susu produk-lemak.
4. Dapatkan protein dari lemak susu produk-rendah.
5. Batasi konsumsi daging, ikan dan unggas.
6. Menjaga berat badan yang diinginkan
BAB III
A. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ
lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut
atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
Pengkajian 11 Pola Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
a. Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?
b. Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?
c. Riwayat keluarga dengan RA
d. Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
e. Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
2. Pola Nutrisi Metabolik
a. Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang banyak
mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan protein)
b. Riwayat gangguan metabolic
3. Pola Eliminasi
a. Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
4. Pola Aktivitas dan Latihan
a. Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
b. Jenis aktivitas yang dilakukan
c. Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
d. Tidak mampu melakukan aktifitas berat
5. Pola Istirahat dan Tidur
a. Apakah ada gangguan tidur?
b. Kebiasaan tidur sehari
c. Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
d. Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
6. Pola Persepsi Kognitif
a. Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
a. Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
b. Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya?
8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
a. Bagaimana hubungan dengan keluarga?
b. Apakah ada perubahan peran pada klien?
9. Pola Reproduksi Seksualitas
a. Adakah gangguan seksualitas?
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
a. Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
11. Pola Sistem Kepercayaan
a. Agama yang dianut?
b. Adakah gangguan beribadah?
c. Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan
B. DIAGNOSA
1. Nyeri Akut/Kronis
2. Mobilitas Fisik, Kerusakan
3. Gangguan Citra Tubuh/ Perubahan Penampilan Peran.
4. Kurang Perawatan Diri
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan Membantu dalam menentukan kebutuhan
intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang manajemen nyeri dan keefektifan program.
mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit
nonverbal.
2. Berikan matras/kasur keras, bantal kecil. Matras yang lembut atau empuk, bantal yang
Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan. besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran
tubuh yang tepat, menempatkan stres pada sendi
yang sakit.
3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman Pada penyakit berat/eksaserbasi, tirah baring
pada waktu tidur atau duduk di kursi. mungkin diperlukan (sampai perbaikan objeltif
Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai dan subjektif didapat) untuk membatasi nyeri atau
indikasi. cedera sendi.
4. Tempatkan/pantau penggunaan bantal, karung Mengistirahakan sendi-sendi yang sakit dan
pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. mempertahankan posisi netral
5. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu Mencegah terjadinya kelelahan umum dan
pasien untuk bergerak ditempat tidur, sokong kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi
sendi yang sakit diatas dan dibawah, hindari gerakan atau rasa sakit pada sendi.
gerakan yang menyentak.
6. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas,
mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan
pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat
untuk mengompres sendi-sendi yang sakit dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan.
beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres,
air mandi, dan sebagainya. Meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan
7. Berikan masase yang lembut. otot
8. Dorong penggunaan teknik manajemen stres,
misalnya relaksasi progresif, sentuhan Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol
terapeutik, biofeedback, visualisasi, pedoman dan mungkin meningkatkan kemampuan koping.
imajinasi, hipnosis diri, dan pengendalian
napas.
9. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai Memfokuskan kembali perhatian, memberikan
untuk situasi individu stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan
perasaan sehat.
Kolaborasi : Sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan
10. Berikan obat-obatan sesuai petunjuk dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan
11. Bantu dengan terapi fisik, mis., sarung tangan mobilitas
parafin, bak mandi dengan kolam Memberikan dukungan panas untuk sendi yang
bergelombang. sakit. Catatan: Panas merupakan kontraindikasi
12. Berikan es atau kompres dingin jika pada adanya sendi-sendi yang panas dan bengkak.
dibutuhkan. Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan
bengkak selama periode akut.
Kolaborasi :
Berguna dalam memformulasikan program
8. Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan
latihan/aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan
spesialis vokasional.
individual dan dalam mengidentifikasikan
alat/bantuan mobilitas.
9. Berikan matras busa/pengubah tekanan.
Menurunkan takanan pada jaringan yang mudah
pecah untuk mengurangi resiko imobilitas/terjadi
10. Berikan obat-obatan sesuai indikasi. dekubitus.
Agen antireumatik, mis., emas, natrium Krisoterapi (garam emas) dapat menghasilkan
tiumaleat (Myochrysin) atau auranofin remisi dramatis/terus- menerus tetapi dapat
(Ridaura);Steroid. mengakibatkan inflamasi rebound bila terjadi
penghentian atau efek samping serius, mis., krisis
nitrotoid dengan pusing, penglihatan kabur,
kemerahan tubuh, perkembangan syok anafilaktik.
Intervensi Rasional
Mandiri: Berikan kempatan untuk mengidentifikasi rasa
1. Dorong pengungkapan mengenai masalah takut/kesalahan konsep dan menghadapinya
tentang proses penyakit, harapan masa depan. secara langsung.
2. Diskusikan arti dari kehilangan/ perubahan Mengidentifikasi bagaimana penyakit
pada pasien/orang terdekat. Memastikan mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan
bagaimana pandangan pribadi pasien dalam orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap
memfungsikan gaya hidup sehari-hari, intervensi/konseling lebih lanjut.
termasuk aspek-aspek seksual.
3. Diskusikan persepsi pasien mengenai Isyarat verbal/nonverbal orang terdekat dapat
bagaimana orang terdekat menerima mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana
keterbatasan. pasien memandang dirinya sendiri.
4. Akui dan terima perasaan berduka, Nyeri konstan akan melelahkan, da perasaan
bermusuhan, ketergantungan. marah dan bermusuhan umum terjadi.
5. Perhatikan pengaruh menarik diri, penggunaan
menyangkal atau terlalu memperhatikan Dapat menunjukkan emosional ataupun metode
tubuh/perubahan. koping maladaptif, membutuhkan intervensi lebih
6. Susun batasan pada perilaku maladaptif. Bantu lanjut/dukungan psikologis.
pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol
yang dapat membantu koping. diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga
7. Ikut-sertakan pasien dalam merencanakan diri.
perawatan dan membuat jadwal aktivitas. Meningkatkan perasaan kompetensi/ harga diri,
mendorong kemandirian, dan mendorong
8. Bantu dengan kebutuhan perawatan yang partisipasi dalam terapi.
diperlukan. Mempertahankan penampilan yang dapat
9. Berikan bantuan positif bila perlu. meningkatkan citra diri.
Memungkinkan pasien untuk merasa senang
Kolaborasi: terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku
10. Rujuk pada konseling psikiatri, mis., perawat positif. Meningkatkan rasa percaya diri.
spesialis psikiatri perawat klinis, Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan
psikiatri/psikolog, pekerja sosial. dukungan selama berhadapan dengan proses
11. Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis., jangka panjang/ketidakmampuan.
antiansietas dan obat-obatan peningkat alam
Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi
perasaan.
hebat sampai pasien mengembangkan
kemampuan koping yang lebih efektif.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asuhan Keperawatan mengambarkan dan mencerminkan individualisasi
perawatan yang perawat berikan. Proses-proses keperawatan yang dilakukan
menunjukan pentingnya peranan perawat dalam proses pengobatan dan penyembuhan
pasien. Intervensi yang diberikan haruslah sesuai dengan masalah pasien dan diagnosa
keperawatan yang ada. Akhirnya, dengan penyusunan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Artritis Reumatoid yang telah dibuat menunjukan dan menjelaskan cara
pembuatan asuhan keperawatan yang benar dalam bentuk teori dan penangganan
langsung kepada pasien. Pemahaman yang benar tentang penyakit ini dapat
mempermudah dalam pembuatan Askep. Dengan mengetahui cara yang benar dalam
pembuatan Askep dapat meningkat keterampilan dan kualitas dari perawat itu sendiri.
B. SARAN
Diharapakan kita sebagai mahasiswa mampu mengetahui definisi penyakit
artritis reumatoid, etiologinya, anatomi dan fisiologi, patofisiologi dan patoflow
artritis reumatoid, manifestasi klinik, pemeriksaan diagnosis, terapi penyakit,
komplikasi dari penyakit artritis reumatoid, prognosis dan pencegahan yang dapat
dilakukan dalam proses keperawatan, dapat mengidentifikasi tujuan dalam proses
keperawatan, serta dapat mengetahui contoh bentuk asuhan keperawatan sebelum kita
turun ke lapangan/masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam. 2001. Proses & Dokumentasi Keperawatan: Konsep & Praktik. Jakarta: Penerbit
Salemba Medika.
Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ; Cet.1 ;
Jil.II. Jakarta : EGC.
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan, Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,
EGC.
Ian. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Klien Atritis Reumatoid.
http://ianpakpahanaskep.blogspot.com/2010/10/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan_17.html. Diakses pada tanggal 02 Maret 2011 pukul 15:00 WITA.