Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, pada akhirnya dapat

menyelesaikan Makalah yang berjudul “Materialitas dan Risiko Audit” ini dengan

baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Auditing.

penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan Makalah ini terdapat

kekurangan baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu

penulis mengharapkan adanya masukan dan kritik serta saran yang membangun

untuk kekurangan yang ada.

Penulis tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih dan semoga

Allah SWT memberikan kebaikan dan rakhmat bagi kita semua. Segala kesalahan,

keterbatasan dan kekurangan dalam bentuk apapun yang mungkin ada dalam

laporan tugas ini, penulis memohon maaf, kiranya dapat dimaklumi dengan

bijaksana.

Kalimantan Selatan, 5 April 2020

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................... 1

DAFTAR ISI............................................................................................. 2

BAB I

PENDAHULUAN..................................................................................... 3

A. Latar belakang............................................................................... 3

B. Rumusan Masalah.......................................................................... 4

BAB II

PEMBAHASAN........................................................................................ 5

A. Konsep Materialitas....................................................................... 5

B. Pentingnya Materialitas Dalam Audit Atas Laporan Keuangan.... 5

C. Pertimbangan Awal Tentang Materialitas..................................... 6

D. Hubungan Antara Materialitas Denga Bukti Audit....................... 7

E. Resiko Audit.................................................................................. 8

F. Hubungan Antar Unsur Resiko...................................................... 10

G. Model Risiko Audit....................................................................... 10

BAB III

PENUTUP................................................................................................. 12

A. KESIMPULAN............................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 13

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perkembangannya, jasa profesi auditor semakin dibutuhkan
seiring dengan semakin banyaknya pihak-pihak yang menggunakan informasi
yang terkandung dalam laporan keuangan sebagai salah satu pertimbangan dalam
pengambilan keputusan. Pihak-pihak tersebut menuntut penyajian laporan
keuangan yang sesuai dengan standar yang berlaku dan juga dapat dipercaya.
Untuk mewujudkan keinginan tersebut, digunakanlah jasa auditor sebagai pihak
yang secara independen memberikan penilaian terhadap laporan keuangan yang
akan dijadikan dasar pengambilan keputusan.
Sebagai pihak yang dipercaya untuk memberikan penilaian secara
independen terhadap sebuah laporan keuangan perusahaan, auditor dituntut
melakukan pekerjaannya seprofesional mungkin dengan menghindari terjadinya
kesalahan dalam penilaian. Karena apabila terdapat kesalahan dalam penilaian,
maka akan berampak pada pihak-pihak yang menggunakan hasil penilaian auditor
sebagai dasar pengambilan keputusan.
Untuk meminimalisir tingkat kesalahan, auditor diharuskan
melakukan perencanaan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk dapat memahami
seluk beluk perusahaan yang akan diperiksa laporan keuangannya, sehingga
penilaian yang dihasilkan tepat guna dan terhindar dari kesalahan-kesalahan yang
dapat merugikan pihak-pihak terkait di kemudian hari.
Konsep-konsep dasar dalam auditing digunakan sebagai dasar
perencanaan audit. Diantara konsep-konsep yang ada, konsep materialitas dan
risiko termasuk konsep fundamental yang harus dipahami auditor dalam
merencanakan dan melakukan kegiatan audit. Konsep materialitas merupakan
dasar penerapan standar auditing terutama standar pekerjaan lapangan dan standar
pelaporan. Dengan konsep ini, auditor menentukan standar hal-hal yang tergolong
material atau tidak material. Hal ini menjadi sangat penting karena pendapat yang
diberikan auditor merupakan pendapat terhadap hal-hal yang bersifat material
saja. Maka ruang lingkup pemeriksaan dan penentuan pendapat yang akan
diberikan, bergantung pada interprestasi dan pemahaman auditor terhadap nilai-
nilai yang termasuk dalam hal yang material ataupun tidak material.
Sedangkan konsep risiko merupakan risiko yang terjadi dalam hal
auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya,
atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Materialitas?
2. Mengapa konsep materialitas penting dalam audit atas laporan keuangan?
3. Apa saja pertimbangan awal tentang materialitas?
4. Bagaimana hubungan antara materialitas denga bukti audit?
5. Apakah yang dimaksud dengan resiko audit?
6. Apakah saja unsur-unsur resiko audit dan bagaimana hubungan antara
unsur risiko audit tersebut?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP MATERIALITAS
Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama
standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas
mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan
keuangan. Dalam SA Seksi 319 Risiko Audit dan Materialitas Audit dalam
Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan materialitas
dalam perencanaan audit, dan penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan
secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Pengertian Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau
salah saji informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya,
dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang
yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya
penghilangan atau salah saji itu.

B. PENTINGNYA KONSEP MATERIALITAS DALAM AUDIT ATAS


LAPORAN KEUANGAN
Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan
jaminan bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan
keuangan auditan adalah akurat karena auditor yang bersangkutan tidak
memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat
menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas,
digolongkan, dan dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Oleh
karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan
(assurance) sebagai berikut:
 Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang
disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat,
diringkas, digolongkan, dan dikompilasi.
 Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti
audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan
pendapat atas laporan keuangan auditan.
 Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau
memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan
keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat
salah saji material karena kekeliruan dan ketidakberesan.
Dengan demikian ada dua konsep yang mendasari keyakinan yang
diberikan oleh auditor yaitu konsep materialitas yang menunjukkan seberapa besar
salah sajinya dan konsep risiko audit yang menunjukkan tingkat risiko kegagalan

5
auditor untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya
berisi salah saji material.

C. PERTIMBANGAN AWAL TENTANG MATERIALITAS


Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
dalam perencanaan auditnya. Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan
kuantitatif yang berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci
tertentu dalam laporan keuangan dan kualitatif yang berkaitan dengan penyebab
salah saji.
Faktor-Faktor yang berpengaruh pada kebijakan awal materialitas
Ada sejumlah faktor yang berpengaruh pada kebijakan awal materialitas
yang ditetapkan auditor untuk laporan keuangan yang akan diauditnya. Beberapa
faktor terpenting adalah :
Konsep materialitas adalah relative, bukan absolut
Sejumlah kesalahan penyajian bisa material bagi sebuah perusahaan kecil,
tetapi jumlah sekian tidak material bagi perusahaan lain yang lebih besar. Oleh
karena itu, tidaklah mungkin untuk membuat suatu pedoman jumlah rupiah untuk
menetapkan kebijakan awal materialitas yang akan berlaku umum bagi semua
klien audit.
Diperlukan dasar tertentu untuk mengevaluasi materialitas
Mengingat bahwa materialitas bersifat relative, maka diperlukan suatu
dasar untuk menetapkan apakah kesalahan penyajian dipandang material. Laba
bersih sebelum pajak sering digunakan sebagai dasar utama untuk menentukan
apa yang material bagi perusahaan yang berorientasi laba, karena laba bersih
sebelum pajak merupakan hal yang penting bagi para pengguna laporan. Beberapa
kantor akuntan menggunakan lebih dari satu dasar untuk menilai materialitas,
karena laba bersih sering berfluktuasi secara signifikan dari tahun ke tahun
sehingga tidak merupakan dasar yang stabil, atau apabila klien bukan merupakan
perusahaan yang berorientasi laba. Dasar lain yang lazim digunakan adalah
penjualan bersih, laba kotor, atau total aset. Seteleha menetapkan dasar utama,
auditor harus menetapkan juga apakah kesalahan penyajian bisa secara material
mempengaruhi dasar yang lain seperti misalnya, aset lancer, aset tetap, kewajiban
lancar, ekuitas pemilik. Standar auditing mewajibkan auditor untuk
mendokumentasikan dasar yang digunakan untuk menetapkan kebijakan awal
materialitas dalam kertas kerja audit.

6
Faktor-Faktor kualitatif juga mempengaruhi materialitas
Jenis-jenis kesalahan penyajian tertetntu seringkali lebih berpengaru
terhadap penggunaan laporan keuangan daripada lainnya, walaupun jumlah
rupiahnya sama. Sebagai contoh:
 Kesalahan penyajian yang menyangkut kecurangan dipandang lebih serius
daripada kekeliruan tidak disengaja walaupun jumlah rupiahnya sama,
karena kecurangan mencerminkan ketidakjujuran dan keandalan
manajemen atau orang-orang lain yang terlibat.
 Kesalahan penyajian yang jumlah rupiahnya kecil bisa menjadi material
apabila terkait dengan kewajiban kontraktual.
 Kesalahan penyajian yang kelihatannya tidak material, bisa menjadi
material apabila kesalahan penyajian tersebut memengaruhi tren laba.
Penggunaan tolok ukur dalam menentukan menentukan materialitas
untuk laporan keuangan secara keseluruhan
Penentuan materialitas membutuhkan penggunaan pertimbangan
professional sebagai langkah awal dalam menentukan materialitas untuk laporan
keuangan secara keseluruhan, presentase tertentu seringkali diterapkan pada suatu
tolok ukur yang telah dipilih. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi proses
identifikasi suatu tolok ukur yang tepat mencakup:
 Unsur-unsur laporan keuangan (aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan,
beban);
 Apakah terdapat unsur-unsur yang menjadi perhatian khusus para
pengguna laporan keuangan suatu entitas tertentu.
 Sifat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industry serta
lingkungan ekonomi yang di dalamnya entitas tersebut beroperasi.
 Struktur kepemilikan dan pendapatan entitas ; dan
 Fluktuasi relatif tolak ukur tersebut.

D. HUBUNGAN ANTARA MATERIALITAS DENGAN BUKTI


AUDIT
Materialitas merupakan satu di antara berbagai faktor yang
mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kuantitas (kecukupan) bukti audit.
Dalam membuat generalisasi hubungan antara materialitas dengan bukti audit,
perbedaan istilah materialitas dan saldo akun material harus tetap diperhatikan.
Semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan.
Semakin besar atau semakin signifikan suatu saldo akun, semakin banyak jumlah
bukti yang diperlukan.

7
E. RISIKO AUDIT
Risiko dalam auditing berarti bahwa auditor menerima suatu tingkat
ketidakpastian tertentu dalam pelaksanaan audit. Risiko audit yaitu risiko bahwa
auditor secara tidak sadar gagal untuk menyesuaikan pendapatnya atas laporan
keuangan yang salah saji secara material. Auditor menyadari bahwa risiko
tersebut ada karena adanya hal-hal sebagai berikut, misalnya ketidakpastian
mengenai kompetensi bukti, efektivitas struktur pengendalian intern klien, serta
ketidakpastian apakah laporan keuangan memang telah disajikan secara wajar
setelah audit selesai.
Standar auditing seksi 312  “Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan
Audit” mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan risiko audit dalam:

1. Perencanaan audit dan perancangan program audit


2. Pengevaluasian akhir apakah laporan keuangan secara keseluruhan
disajikan secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang berterima umum.

Komponen risiko audit pada umumnya terdiri atas tiga, yaitu:


Risiko Bawaan (Inherent Risk)
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material
dengan asumsi tidak ada kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern
yang terkait. Risiko bawaan selalu ada dan tidak pernah mencapai angka nol.
Risiko bawaan tidak dapat diubah oleh penerapan prosedur audit yang paling baik
sekalipun.
Risiko bawaan bervariasi untuk setiap asersi. Sebagai contoh, asersi keberadaan
dan keterjadia kas mempunyai risiko bawaan yang lebih tinggi daripada aktiva
tetap. Hal ini disebabkan uang tunai merupakan suatu aset yang sangat rawan
terhadap manipulasi, dan semua orang berminat terhadap uang. Sedangkan aktiva
tetap lebih terlihat jelas keberadaannya. Risiko bawaan juga dibedakan atas risiko
bawaan setiap akun dan risiko bawaan keseluruhan untuk banyak akun.
Sebagai contoh:

1. Valuasi piutang dagang, asersi keberadaan piutang dagang oleh


manajemen, terkait kecemasan auditor tentang going concern.
2. Kalkulasi beban pensiun, metode penyusutan aset tetap dan kalkulasi
beban penyusutan aset tetap
3. Kas lebih rentan pencurian dibanding persediaan.
4. Perubahan teknologi menyebabkan aset tetap padat teknologi harus di
hapus-buku lebih cepat lantaran ketinggaalan teknologi.
5. Lapping banyak terjadi pada industri perbankan, dana pensiun, asuransi.
KKN pada akun tabungan berjangka lebih banyak terjadi pada demand
deposit.

8
6. Berbagai perusahaan memilih tak menggunakan pedoman sistem &
prosedur (tertulis & kaku) untuk meningkatkan kreativitas dan layanan
pelanggan.
7. Moral, standar etika, misalnya uang tip boleh diterima, itu rezeki anda,
merupakan risiko budaya.

Risiko Pengendalian (Control Risk)


Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang
dapat terjadi dalam suatu asersi, tidak dapat dideteksi maupun dicegah secara
tepat pada waktunya oleh berbagai kebijakan dan prosedur pengendalian intern
entitas. Risiko pengendalian tidak pernah mencapai angka nol karena
pengendalian intern tidak akan dapat menghasilkan keyakinan penuh bahwa
semua salah saji material akan dapat dideteksi maupun dicegah.
Risiko pengendalian merupakan fungsi dari efektivitas struktur
pengendalian intern. Semakin efektif struktur pengendalian intern entitas klien,
semakin kecil risiko pengendaliannya. Penetapan risiko pengendalian didasarkan
atas kecukupan bukti audit yang menyatakan bahwa struktur pengendalian intern
klien adalah efektif.
Risiko Deteksi (Detection Risk)
Risiko deteksi merupakan risiko ketika auditor tidak dapat mendeteksi
salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi tergantung atas
penetapan auditor terhadap risiko audit, risiko bawaan, dan risiko pengendalian.
Semakin besar risiko audit, semakin besar pula risiko deteksi, sedangkan semakin
besar risiko bawaan ataupun risiko pengendalian, semakin kecil risiko deteksi.
Risiko deteksi merupakan risiko yang dapat dikendalikan oleh auditor. Hal
ini disebabkan oleh risiko deteksi yang merupakan fungsi dari efektivitas prosedur
dan penerapannya oleh auditor dengan cara melakukan perencanaan yang
memadai, supervisi atau pengawasan yang tepat, dan penerapan prosedur audit
yang efektif, serta penerapan standar pengendalian mutu.
Risiko deteksi muncul karena :

1. Auditor tak memeriksa 100% saldo akun-akun.


2. Ketidakpastian, kesalahan merancang prosedur audit, salah terap prosedur
audit, salah tafsir terhadap hasil audit.

9
F. HUBUNGAN ANTAR UNSUR RISIKO
Seperti yang dijelaskan dalam SPAP PSA seksi 312 para. 28 bahwa risiko
bawaan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko deteksi. Adapun risiko
bawaan dan risiko pengendalian tetap ada, terlepas dari dilakukan atau tidaknya
audit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan
prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Risiko deteksi
mempunyai hubungan yang terbalik dengan risiko bawaan dan risiko
pengendalian.
Semakin kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh
auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin
besar adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor,
maka semakin kecil tingkat risiko deteksi yang dapat diterima.

G. MODEL RISIKO AUDIT

Model risiko audit, mengekspresikan hubungan antara komponen-


komponen risiko audit sebagai berikut :

AR = IR X CR X DR

Dimana : AR = Audit Risk


IR = Inherent Risk
CR = Control Risk
DR = Detection Risk

Untuk mengilustrasikan penggunaan dari model tersebut, asumsikan


bahwa auditor telah membuat penilaian risiko berikut untuk suatu asersi tertentu
seperti asersi kelengkapan untuk persediaan.

AR = 5%, IR = 75%, CR = 50%

Risiko deteksi dapat ditentukan sebagai berikut :


DR = AR = 0,05 = 13%
IR x CR 0,75 x 0,50

Risiko deteksi sebesar 13%, berbarti auditor perlu merencanakan


pengujian subtantif dengan suatu cara yang akan menghasilkan risiko yang dapat
diterima bahwa terdapat kemungkinan kegagalan sekitar sebesar 13% dalam
mendeteksi salah saji yang material. Risiko ini dapat diterima jika auditor

10
memiliki keyakinan dari sumber-sumber lain untuk mendukung penilaian risiko
bawaan dan risiko pengendalian.

11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Materialitas merupakan pertimbangan utama dalam penerimaan jenis


laporan audit yang tepat untuk diterbitkan. Tanggung jawab auditor adalah
menentukan apakah laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian yang
material. Alasan penetapan suatu pertimbangan awal tentang tingkat materialitas
adalah untuk membantu auditor merencanakan bukti-bukti audit yang memadai
yang harus dikumpulkan.
Dalam hal ini risiko audit terdiri dari tiga unsur (1) risiko bawaan, (2)
risiko pengendalian dan (3) risiko deteksi. Seperti yang dijelaskan dalam SPAP
PSA seksi 312 para. 28 bahwa risiko bawaan dan risiko pengendalian berbeda
dengan risiko deteksi. Dengan adanya model risiko audit, hubungan antara setiap
komponen risiko audit dapat disajikan.

12
DAFTAR PUSTAKA
https://dokumen.tips/documents/unsur-risiko-audit.html
https://ayaakatsuka.wordpress.com/2012/05/13/risiko-audit/
https://ccaccounting.wordpress.com/2013/11/01/pengertian-risiko-audit/
Yusup, A. H. (2014). Auditing (Pengauditan Berbasis ISA). Yogyakarta: Bagian
Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

https://dokumen.tips/document/tugas-makalah-materialitas-dan-resiko-audit.html

13

Anda mungkin juga menyukai