A. Pendahuluan
Kebijakan pemerintah dalam penuntasan wajib belajar pendidikan
dasar sembilan tahun disemangati oleh seruan International Education
For All (EFA) atau yang diterjemahkan dengan Pendidikan untuk
Semua (PUS) yang dikumandangkan UNESCO sebagai kesepakatan
global di Dakkar, Senegal tahun 2000. PUS pada dasarnya sangat
relevan dengan semangat dan jiwa Pasal 31 UUD 1945 tentang hak
setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32
UUSPN No 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan dan Layanan Khusus.
*) Dosen Tetap Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus
Keadilan Dan Kesetaraan Dalam Pendidikan Inklusif Bagi Pengidap Disleksia
( Retno Susilowati ) 249
B. Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses belajar yang
ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu, dalam mencapai tujuan
belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas akademik,
baik disebabkan oleh problem-problem neurologis, maupun sebab-
sebab psikologis lain, sehingga prestasi belajarnya rendah, tidak sesuai
dengan potensi dan usaha yang dilakukan.
Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam
berbagai jenis manifiestasi tingkah laku (bio-psikososial) baik secara
langsung atau tidak, bersifat permanen dan berpotensi menghambat
berbagai tahap belajar siswa. Tidak seperti cacat lainnya, sebagaimana
kelumpuhan atau kebutuhan gangguan belajar (learning disorder) adalah
kekurangan yang tidak tampak secara lahiriah. Ketidakmampuan
dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda
dengan orang normal lainnya.
Kesulitan belajar adalah keterbelakangan yang mempengaruhi
kemampuan individu untuk menafsirkan apa yang mereka lihat dan
dengar. Kesulitan belajar juga merupakan ketidakmampuan dalam
menghubungkan berbagai informasi yang berasal dari berbagai
bagian otak mereka. Kelemahan ini akan tampak dalam beberapa hal,
seperti kesulitan dalam berbicara dan menuliskan sesuatu, koordinasi,
pengendalian diri atau perhatian. Kesulitan-kesulitan ini akan tampak
ketika mereka melakukan kegiatan-kegiatan sekolah, dan menghambat
proses belajar membaca, menulis, atau berhitung yang seharusnya
mereka lakukan.
Kesulitan belajar dapat berlangsung dalam waktu yang lama.
Bebarapa kasus memperlihatkan bahwa kesulitan ini memengaruhi
banyak bagian dalam kehidupan individu, baik itu di sekolah,
pekerjaan, rutinitas sehari-hari, kehidupan keluarga, atau bahkan
terkadang dalam hubungan persahabatan dan bermain. Beberapa
penderita menyatakan bahwa kesulitan ini berpengaruh pada
252 PALASTRèN Vol. 5, No. 2, Desember 2012
D. Pengertian Disleksia
Istilah disleksia berasal dari bahasa Yunani, yakni dys yang
berarti sulit dalam dan lex berasal dari legein, yang artinya berbicara.
Jadi secara harfiah, disleksia berarti kesulitan yang berhubungan
dengan kata atau simbol-simbol tulis. Kelainan ini disebabkan oleh
ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan dan tertulis,
atau kesulitan mengenal hubungan antara suara dan kata secara
tertulis.
Jadi disleksia merupakan sebuah kondisi ketidakmampuan
belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada anak
tersebut dalam melakukan aktifitas membaca dan menulis. Gangguan
ini bukan bentuk dari ketidakmampuan fisik, seperti karena ada
masalah dengan penglihatan, tapi mengarah pada bagaimana otak
mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca anak tersebut.
Kesulitan ini biasanya baru terdeteksi setelah anak memasuki dunia
sekolah untuk beberapa waktu menulis pada anak disleksia. Bryan &
Bryan (dalam Abdurrahman, 1999: 204), menyebut disleksia sebagai
suatu sindroma kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen
kata dan kalimat, mengintegrasikan komponen-komponen kata dan
kalimat dan dalam belajar segala sesuatau yang berkenaan dengan
waktu, arah dan masa. Sedangkan, menurut Lerner seperti di kutip
oleh Mercer (1979: 200), mendefinisikan kesulitan belajar membaca
sangat bervariasi, tetapi semuanya menunjuk pada adanya gangguan
fungsi otak.
Pada kenyataannya, kesulitan membaca dialami oleh 2-8 persen
anak sekolah dasar. Sebuah kondisi, di mana ketika anak atau siswa
tidak lancar atau ragu-ragu dalam membaca, membaca tanpa irama
(monoton), sulit mengeja, kekeliruan mengenal kata; penghilangan,
penyisipan, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, dan
membaca tersentak-sentak, kesulitan memahami; tema paragraf
atau cerita, banyak keliru menjawab pertanyaan yang terkait dengan
bacaan; serta pola membaca yang tidak wajar pada anak.
Ada empat kelompok karakteristik kesulitan belajar membaca,
yaitu kebiasaan membaca, kekeliruan mengenal kata, kekeliruan
pemahaman, dan gejala-gejala serba aneka (Mercer, 1983).
Keadilan Dan Kesetaraan Dalam Pendidikan Inklusif Bagi Pengidap Disleksia
( Retno Susilowati ) 255
F. Macam-macam Disleksia
Macam-macam disleksia adalah sebagai berikut:
1. Disleksia Murni, yang meliputi: 1) Disleksia visual, Disebabkan
oleh gangguan memori visual (penglihatan yang berat). Anak
dengan gangguan ini ditandai dengan sama sekali tidak dapat
membaca huruf atau hanya dapat membaca huruf demi huruf
saja. Membaca atau menulis huruf yang mirip bentuknya sering
terbalik, misalnya: b dengan p, p dengan q.
2. Disleksia auditorik, Disebabkan gangguan pada lintasan visual
(penglihatan), auditorik (pendengaran), dalam hal ini bentuk-
bentuk tulisan secara visual tidak mampu membangkitkan imajinasi
bunyi atau pengucapan kata-kata apapun atau sebaliknya dimana
bunyi kata tidak mampu membangkitkan bayangan huruf/kata
tertulis.
3. Disleksia Tidak Murni. Sebagai akibat dari gangguan aspek bahasa
(difasia). Disleksia tipe tersebut dinamakan disleksia verbal, yang
ditandai dengan terganggunya kemampuan membaca secara cepat
dan benar, serta kurangnya pemahaman arti yang telah dibacanya,
sehingga tampak disamping kurang lancar dalam membaca,
banyak tanda baca yang diabaikan begitu saja, hal ini juga sebagai
isyarat bahwa sebenarnya dia kurang memahami apa yang tengah
dibacanya.
Menurut kategori lain macam-macam disleksia adalah sebagai
berikut:
a. Disleksia Primer, ada kesukaran membaca terutama dalam
mengintegrasikan simbol-simbol huruf atau kata-kata, disebabkan
kelainan biologis, 10 persen dari anak berintelegensi normal
menderita disleksia primer, perbandingan anak laki-laki dan
perempuan adalah 5:1.
260 PALASTRèN Vol. 5, No. 2, Desember 2012
13. Menulis huruf dan angka dengan hasil yang kurang baik.
14. Terdapat jarak pada huruf-huruf dalam rangkaian kata. Anak
dengan gangguan ini biasanya menulis dengan tidak stabil,
tulisannya kadang naik dan kadang turun.
15. Menempatkan paragraf secara keliru.
benar, tapi dia juga lucu, humoris dan menarik hingga banyak orang
suka padanya.
Intinya, bantulah mereka menemukan keunggulan diri, agar
bisa merasa bangga dan tidak pesimis terhadap hambatan yang saat
ini sedang diatasi. Kalau perlu, jelaskan pada mereka figur-figur orang
terkenal yang mampu mengatasi problem disleksianya dan melakukan
sesuatu yang berguna untuk masyarakat.
Cara yang paling sederhana dan efektif untuk membantu anak-
anak yang mengalami gangguan disleksia adalah dengan memberikan
pelajaran membaca dengan menggunakan metode phonic. Hal ini
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gittelman & Feingold
memberikan kesimpulan sebagai berikut. Intervensi terhadap pelajaran
membaca dalam bentuk phonic benar-benar terbukti membantu anak-
anak yang memiliki masalah dengan membaca.
Cara yang dilakukan oleh orang tua. Orang tua dapat melakukan
program phonic di rumah dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Membuat jadwal harian untuk membiasakan anak membaca;
2. Istirahat sejenak apabila terlihat kelelahan, lapar atau mulai jenuh;
3. Memberikan pelajaran terlalu lama dan banyak ketika baru pertama
kali melakukannya;
4. Membuat target-target yang ingin dicapai;
5. Memberi reward & punishment pada anak setiap melakukan
kemajuan dan kesalahan.
6. Membuat kesan pada kata-kata yang ada dalam cerita ketika
dibacakan, anak tidak berarti harus mengulang kata.
7. Mulai dengan membaca beberapa halaman atau paragraf pertama
dari sebuah cerita dengan suara keras agar anak anda terpancing
untuk menyimak.
8. Membuat aktivitas-aktivitas yang variatif dengan memberikan
beberapa sesi untuk mengerjakan permainan-permainan huruf di
samping aktivitas membaca.
9. Membaca dengan suara keras di hadapan anak. Berdasarkan
bukti-bukti yang ada, pendekatan yang paling baik adalah dengan
menggunakan guru kelas regular untuk anak-anak tersebut.
Namun, apabila masih kesulitan, guru tersebut bisa dibantu oleh
seorang spesialis, yang akan memberikan pelajaran membaca.
266 PALASTRèN Vol. 5, No. 2, Desember 2012
I. SIMPULAN
Anak berkesulitan belajar (LD) adalah individu yang mengalami
gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar, disfungsi
sistem syarat pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan
dalam kegagalan-kegagalan yang nyata dalam pemahaman dan
penggunaan pendengaran, berbicara, membaca, mengeja, berpikir,
menulis, berhitung, atau ketrampilan sosial.
Kesulitan tersebut bukan bersumber pada sebab-sebab
keterbelakangan mental, gangguan emosi, gangguan pendengaran,
gangguan penglihatan, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya,
atau ekonomi, tetapi dapat muncul secara bersamaan. Disleksia yaitu
kesukaran belajar atau suatu sindrom kesulitan dalam mempelajari
komponen-komponen kata dan kalimat dan dalam belajar segala
sesuatu yang berkenaan dengan waktu,arah,dan masa. Hal tersebut
dapat dilihat ketika anak tersebut disuruh membaca huruf dan angka
sang anak mengalami kesulitan.
Bagi pengidap disleksia ini apabila dia diabaikan maka mereka
akan merasa termarginalkan, putus asa dan tidak punya cita-cita.
Dengan lahirnya pendidikan inklusi maka sangat menolong pengidap
disleksia untuk bisa mengatasi kekurangannya, sehingga mereka
dapat dibantu orang tuanya dan gurunya untuk bisa membaca dan
menulis. Kesabaran dan ketekunan para psikolog juga diperlukan
agar keberadaan mereka menjadi berarti. Mereka difasilitasi setara
dengan anak-anak lain, dan diperlakukan adil. Adil dalam tutur
kata dan perbuatan. Dengan demikian, kesetaraan dan keadilan bagi
pengidap disleksia baik itu pengidap untuk anak laki-laki maupun
anak perempuan menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan, sehingga
tujuan membentuk anak yang berkualitas akan terwujud.
Keadilan Dan Kesetaraan Dalam Pendidikan Inklusif Bagi Pengidap Disleksia
( Retno Susilowati ) 267
SUMBER RUJUKAN