Anda di halaman 1dari 5

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO 2

DISUSUN OLEH :
NAMA : ARIQ MUHAMMAD GAFFAR
STAMBUK : N101 18 115
KELOMPOK :9

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2019
TUGAS !

1. CAIRAN INFUS YANG DIBERIKAN PADA BAYI YANG SINOSIS, FUNGSI CAIRAN DAN
NAMA OPERASI
JAWAB :

Terapi cairan intravena dengan dekstrose 10% dan saline hipotonik


seharusnya dimulai untuk mempertahankan cairan, elektrolit, dan
keseimbangan glukosa. Analog vitamin K seharusnya diberikan sebelum
pembedahan. Intubasi endotrakeal sebaiknya dihindari karena resiko
perforasi gaster dan memperburuk distress pernafasan karena perut akan
makin kembung karena ventilasi melalui TEF.

pasien tidak dapat menelan air liur dan ASI dari ibu, kemudian pasien
disiapkan untuk operasi pembuatan saluran keluar air liur di leher
(esophagostomy) dan pembuatan saluran untuk masuk makanan lewat
selang dinding perut (gastrotomy). Kelainan kongenital lain tidak ada. Pasien
merupakan anak ke 2, lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 3100 gram,
spontan, ditolong bidan langsung menangis.

Pada pemeriksaan fisik, anak tampak aktif, terdapat oesophagostomy


pada leher sinistra inferior dengan produksi saliva (+), pada abdomen tampak
feeding tube di epigastrium. Pasien didiagnosis dengan Post
oesophagostomy dan Gastrostomy ai Atresia Oesophagus tipe A,
direncanakan untuk dilakukan esophagoplasty dan Interposisi kolon
retrosternal. Teknik operasi yang digunakan adalah laparotomy, dilakukan
insisi mideline atas dan bawah pusar, setelah peitoneum dibuka Identifikasi
kolon asenden, Dilakukan pembuatan graft kolon dengan menggunakan kolon
ascenden 1/3 distal, kolon transversum dan 1/3 proksimal kolon descenden.
Identifikasi arteri kolika dekstra, arteri kolika media, pedikel diperdarahi oleh
atreri mesentrika inferior.

Sumber :

Rifki, M., Syamun, R., Efendi. 2019. Interposisi Colon Retrosternal dan
Esofagoplasty Pada Pasien Atresia Esophagus Tipe A Long Gap. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2019; 8(Supplement 1). Viewed on 21 november 2019. From
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/935/827

2. TERAPI FARMAKOLOGI SESUAI KASUS !


JAWAB :

Infuse : cairan intervena dengan dekstrose 10% dan saline hipotonik


Anastesi : sevofluran MAC 1 %, fentanil 4 mg / jam, dan rocuronium 0,5 mg / jam.
Sumber :
Lubis, and H. Arifin, "Penatalaksanaan Anestesi pada Koreksi Atresia Esophagus
dan Atresia Esofagus,"JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia), vol. 5, no. 3, pp. 217-
224, Nov. 2019. https://doi.org/10.14710/jai.v5i3.6312

3. EPIDEMIOLOGI 3 E !
JAWAB:
Fistula trakheoesofagus merupakan kelainan kongenital yang
terjadi sekitar 1 dalam 4000 kelahiran hidup, lebih dari 85 % disertai
dengan atresia oesofagus. Cacat bawaan dari sudut anatomis disebabkan
oleh perkembangan embrio yang abnormal oleh karena adanya fistula
esofagus membentuk tracheoesofageal fistel. Perbaikan dari segi
pembedahan adalah pengobatan definitif untuk kelainan ini. Pembedahan
umumnya dilakukan dalam waktu 24 hingga 72 jam pada neonatus sehat.
Keterlambatan dalam melakukan koreksi atresia oesophagus dapat
meningkatkan resiko aspirasi.Berdasarkan hasil penelitian sekitar 70 %
kebanyakan bayi yang mengalaminya, memiliki paling tidak satu
abnormalitas lain. Hampir 20 – 25 % disertai dengan penyakit jantung
bawaan, meliputi ventricular septal defect, patent ductus arteriosus,
tetralogy of fallot, atrial septal defect, atrioventricular canal, coartasio
aorta dan arcus aorta.
Etiologi atresia esofagus merupakan multifaktorial dan masih
belum diketahui dengan jelas. Adanya hubungan atresia esofagus dengan
berbagai kelainan bawaan lainnya, menunjukkan bahwa lesi ini terjadi
akibat adanya gangguan dalam embriogenesis, yang penyebab pastinya
belum

Sumber:
Lubis, and H. Arifin, "Penatalaksanaan Anestesi pada Koreksi Atresia Esophagus
dan Atresia Esofagus,"JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia), vol. 5, no. 3, pp. 217-
224, Nov. 2019. https://doi.org/10.14710/jai.v5i3.6312

4. TEKNIK PEMASANGAN OGT ( UKURAN UNTUK BAYI DEWASA DIPASANG DI MANA


PROSEDUR ) GAMBAR !
JAWAB:
Sumber :
Gregg, S., et al. 2010. Airway Management Paramedic. United States : Jones and
Bartlett Publishers

5. PROGNOSIS KASUS !
JAWAB:

Penelitian di India yang dilakukan selama 3 tahun menyatakan bahwa angka


mortalitas sebesar 40%. Penelitian di Saudi Arabia yang dilakukan selama 20 tahun
menyatakan bahwa mortalitas pasien TEF yang dilakukan operasi sebanyak 20,9%.
Data ini menunjukkan bahwa angka mortalitas di Indonesia dan India masih tinggi,
hal ini dipengaruhi oleh prognosis pasien TEF seperti kelainan kongenital penyerta,
pneumonia, sepsis, BBL, usia kehamilan, dan kebutuhan ventilator mekanik. Selain
itu, terdapat perbedaan jumlah sampel dan lama waktu di teliti sehingga
mempengaruhi angka luaran dari mortalitas tersebut.
Sumber ;
Syahputra, D.A.,dkk. 2017. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
LUARAN PENANGANAN ATRESIA ESOPHAGUS. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Vol
17 (2). Viewed on 21 November 2019. From www.jurnal.unsyiah.ac.id

6. EDUKASI KE KELUARGA !
JAWAB:

Pasca operasi pasien di ventilasi selaa 5 hari. Suction harus dilakukan secara
rutin. Selang cateter untun suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu dalam
dan mengenai bekas operasi dan tempat anastomosis agar tidak menimbulkan
kerusakan. Setalah hari ketiga bis dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.
Pemberian minum baik oral maupun intral merupakan kontraindikasi mutlak untuk
bayi ini. Sebaiknya ditidurkan dengan posisi prone atau telenkup, dengan posisi
kepala 30 derajat lebih tinggi. Dilakukan pengisapan lendir secara berkala, sebaiknya
dipasang sonde nasogastric untuk mengosongkan the blind end pouch. Bila perlu di
berrikan dot agar tidak gelisa atau menanggis berkepanjangan.

Sumber:
Lubis,F,A., Arifin,H. 2015. PENATALAKSANAAN ANASTESI PADA KOREKSI ATRESIA
ESOFAGUS. Jurnal Anatesiologi Indonesia. Vol 5(3). Viewd on 22 november 2019.
From:https://ejournal.undip.ac.id

Anda mungkin juga menyukai