Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PENDIDIDIKAN AGAMA DALAM MEMAJUKAN MORAL PESERTA


DIDIK

DISUSUN OLEH :

ARIANSYAH

4519103066

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BOSOWA

2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah


Pendidikan adalah hak warga negara, tidak terkecuali pendidikan di usia dini merupakan
hak warga negara dalam mengembangkan potensinya sejak dini. Berdasarkan berbagai penelitian
bahwa usia dini merupakan pondasi terbaik dalam mengembangkan kehidupannya di masa
depan. Selain  itu pendidikan di usia dini dapat mengoptimalkan kemampuan dasar anak dalam
menerima proses pendidikan di usia-usia berikutnya.
Dengan terbitnya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas), keberadaan pendidikan usia dini diakui secara sah. Hal itu terkandung
dalam bagian tujuh, pasal 28 ayat 1-6, di mana pendidikan anak usia dini diarahkan pada
pendidikan pra-sekolah yaitu anak usia 0-6 tahun. Dalam penjabaran pengertian, UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sisidiknas menyatakan bahwa:
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Dengan agama inilah Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah
menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan agama Islam ini pula Allah
menyempurnakan nikmat atas mereka. Allah hanya meridhoi Islam sebagai agama yang harus
mereka peluk. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama pun yang diterima selain Islam. Allah ta’ala
berfirman,
ً ‫يت لَ ُك ُم ا ِإل ْسالَ َم ِدينا‬
ُ ‫ض‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوأَ ْت َم ْم‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِي َو َر‬ ُ ‫ْاليَوْ َم أَ ْك َم ْل‬
“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan Aku telah cukupkan
nikmat-Ku atas kalian dan Aku pun telah ridha Islam menjadi agama bagi kalian.” (QS. Al
Maa’idah: 3)
Salah satu tujuan diturunkannya agama Islam adalah memperbaiki akhlak manusia.
Ahklak hanya dapat dperbaiki dengan proses pendidikan, baik formal maupun informal. Betapa
pentingnya pendidikan sehingga ayat yang pertama diturunkan adalah perintah Allah kepada
manusia untuk membaca, membaca semua penomena yang terjadi di alam dunia ini. Konsep
membaca hanya dapat dilakukan melalui proses pendidikan. Adapun tujuan pendidikan menurut
Islam adalah agar seseorang dapat memahami tentang kekuasaan Allah SWT (yang tersirat dan
tersurat) dengan segala peraturan-peraturan Allah serta mampu menempatkan posisinya sebagai
hamba Allah SWT.
Mengkaji makna pendidikan anak menurut Islam dengan seluruh aspeknya merupakan
kewajiban setiap muslim, mempelajari berbagai hal, baik ilmu aqidah, syariah maupun
muamalah merupakan rangkuman pokok-pokok ajaran agama Islam. Karena itu, penulis akan
menggali khasanah ilmu pendidikan dalam pandangan Islam, baik pengertian, tujuan ataupun 
ruang lingkup pendidikan menurut ajaran Islam.
1.2       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan dipelajri dalam
penyusunan makalah ini adalah:
1.      Apakah yang dimaksud dengan pendidikan anak dan Islam?
2.      Bagaimana pandangan Islam terhadap pendidikan anak?
3.      Peran pendidikan agama islam bagi anak didik ?

1.3       Tujuan Penulisan


Tujuan penyusunan makalah yang yang bertema tentang pandangan Islam terhadap
pendidikan ini adalah:
1.    Mengetahui makna dan pengertian Islam dan pendidikan anak.
             2.      Mengkaji pandangan Islam terhadap pendidikan anak.
             3.      Mengkaji pengertian, tujuan dan ruang lingkup pendidikan anak menurut Islam?
            4.      Mengkaji peran agama islam bagi peserta didik ?

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1    Pengertian Peran

Peran berarti laku, bertindak. Didalam kamus besar bahasa Indonesia peran ialah perangkat
tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (E.St.
Harahap, dkk, 2007: 854) Sedangkan makna peran yang dijelaskan dalam Status, Kedudukan dan
Peran dalam masyarakat, dapat dijelaskan melalui beberapa cara, yaitu pertama penjelasan
histories. Menurut penjelasan histories, konsep peran semula dipinjam dari kalangan yang
memiliki hubungan erat dengan drama atau teater yang hidup subur pada zaman yunani kuno
atau romawi.
Dalam hal ini, peran berarti karakter yang disandang atau dibawakan oleh seorang actor
dalam sebuah pentas dengan lakon tertentu. Kedua, pengertian peran menurut ilmu sosial. Peran
dalam ilmu sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki jabatan
tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang didudukinya tersebut..
Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada
anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan
ditempattempat tertentu, tidak mesti lembaga pendidikan formal, tetapi juga bisa dimesjid,
surau/mushola, dirumah, dan sebagainya ( Syiful Bahri Djamarah, 1997:31).
Jadi, dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian peran guru adalah perangkat
tingkah laku atau tindakan yang dimiliki seseorang dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada
anak didik. Seseorang dikatakan menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban
yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari status yang disandangnya.
Dalam kaitannya dengan peran, tidak semuanya mampu untuk menjalankan peran yang
melekat dalam dirinya. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi kekurang berhasilan dalam
menjalankan perannya. Ada beberapa faktor yang menentukan kekurang berhasilan ini. .Dalam
ilmu sosial, ketidak berhasilan ini terwujud dalam kegagalan peran, disensus peran dan konflik
peran. Kegagalan peran terjadi ketika seseorang enggan atau tidak melanjutkan peran individu
yang harus dimainkannya. Implikasinya, tentu saja mengecewakan terhadap mitra perannya.
Orang yang telah mengecewakan mitra perannya akan kehilangan kepercayaan untuk
menjalankan perannya secara maksimal, termasuk peran lain, dengan mitra yang berbeda pula,
sehingga stigma negatif akan melekat pada dirinya. Disensus peran ialah mitra peran tidak setuju
dengan apa yang diharapkan dari salah satu pihak atau kedua-duanya.
Ketidak setujuan tersebut terjadi dalam proses interaksi untuk menjalankan aktifitas yang
berkaitan dengan perannya. Disini, persoalan bisa berasal dari aktor, bisa juga berasal dari mitra
yang berkaitan dengan aktifitas menjalankan peran. Konflik peran terjadi manakala seseorang
dengan tuntutan yang bertentangan melakukan peran yang berbeda.
Biasanya seseorang menangani konflik peran dengan memutuskan secara sadar atau tidak
peran mana yang menimbulkan konsekuensi terburuk, jika diabaikan kemudian memperlakukan
peran itu lebih dari yang lain. Konflik peran yang berlangsung sering terjadi apabila si individu
dihadapkan sekaligus pada kewajiban-kewajiban dari dua atau lebih peranan yang dipegangnya.
Pemenuhan kewajiban-kewajiban dari peranan tertentu sering berakibat melalaikan yang lain.

 
 BAB III
PEMBAHASAN

3.1       Pengertian
Menurut istilah psikologi bahwa pendidikan adalah proses menumbuhkembangkan
seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran. Adanya kata pengajaran itu
sendiri berarti adanya suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan yang sebut dengan belajar.
Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) dijelaskan bahwa” “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.” Sedangan fungsi pendidikan nasional adalah: “mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. 
Kata Islam merupakan penyataan kata nama yang berasal dari akar triliteral s-l-m, dan
didapat dari tatabahasa bahasa Arab Aslama, yaitu bermaksud "untuk menerima, menyerah atau
tunduk." Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan, dan
penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan
menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari al-Qur’an. Dalam
beberapa ayat, kualitas Islam sebagai kepercayaan ditegaskan: "Barangsiapa yang Allah
menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk
(memeluk agama) Islam... Ayat lain menghubungkan Islām dan dīn (lazimnya diterjemahkan
sebagai "agama"): "...Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." Namun
masih ada yang lain yang menggambarkan Islam itu sebagai perbuatan kembali kepada Tuhan-
lebih dari hanya penyataan pengesahan keimanan.
3.2       Tujuan Pendidikan Anak Menurut Islam
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama
menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan
bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka
internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang
ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, di Satuan pendidikan
nonformal penyelenggara pendidikan kesetaraan maupun masyarakat.
Pendidikan dalam pandangan Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai
perwujudan dari tujuan pendidikan. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan,
pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan.
Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai
potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan.
Pendidikan diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang
bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia
yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik
personal maupun sosial. Pendidikan dalam pandangan agama Islam juga diharapkan
menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta
aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan
peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam menghadapi
tantangan, hambatan, dan perubahan yang muncul  dalam pergaulan masyarakat baik dalam
lingkup lokal, nasional, regional maupun global.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan menurut Islam dalam
membentuk seorang muslim yang mampu melaksanakan kewajibannya kepada Allah,
sebagaimana firman allah yang artinya, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56). Maksud dari kata menyembah di
ayat ini adalah mentauhidkan Alloh dalam segala macam bentuk ibadah sebagaimana telah
dijelaskan oleh Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu, seorang sahabat dan ahli tafsir. Ayat ini dengan
tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia di dunia ini hanya untuk beribadah
kepada Alloh saja. Tidaklah mereka diciptakan untuk menghabiskan waktu kalian untuk
bermain-main dan bersenang-senang belaka. Sebagaimana firman Alloh,
“Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan
bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya
dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian.” (Al Anbiya: 16-17).
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main,
dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al-Mu’minun: 115)
Sehingga jelas bahwa tujuan pendidikan dalam Islam harus terkait dengan tujuan
penciptaan manusia itu sendiri di dunia ini, yakni menyembah Allah dengan segala aspeknya
ibadahnya, baik yang berhubungan dengan Allah, sesama manusia maupun dengan
lingkungannya. Ibadah yang juga berhubungan dengan masalah ukhrowi (akherat) maupun
masalah dunia (ilmu dunia).
3.3.      Ruang Lingkup Pendidikan Anak Menurut Islam
Adapun Ruang lingkup pendidikan anak menurut secara garis besar dibagi menjadi 5,
yaitu:
3.3.1      Pendidikan Keimanan
Tujuan pendidikan dalam Islam yang paling hakiki adalah mengenalkan peserta didik
kepada Allah SWT. Mengenalkan dalam arti memberikan pembelajaran tentang keesaan Allah,
kewajiban manusia terhadap Allah dan aspek-aspek aqidah lainnya. Dalam hal ini dapat dikaji
dari nasehat Luqman kepada anaknya yang digambarkan Allah dalam firmannya:
“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberikan pelajaran
kepadanya:”hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesengguhnya
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang nyata.” (Q.S 31:13)

Kemudian bagaimana cara mengenalkan Allah SWT dalam kehidupan peserta didik
melalui proses pendidikan, antara lain:
a)      Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis
b)      Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak, bertutur kata lembut, bertingkah laku
positif. Hadits Rasulullah : “cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka…:” (H.R Bukhari)
serta “Barang siapa mempunyai anak kecil, hendaklah ia turut berlaku kekanak-kanakkan
kepadanya.”    (H.R Ibnu Babawaih dan Ibnu Asakir)
c)      Menghadirkan sosok Allah melalui aktivitas rutin
d)     Seperti ketika kita bersin katakan alhamdulillah. Ketika kita memberikan uang jajan
katakan bahwa uang itu titipan Allah jadi harus dibelanjakan dengan baik seperti beli roti.
e)      Memanfaatkan momen religius
f)       Seperti Sholat bersama, tarawih bersama di bulan ramadhan, tadarus, buka shaum bersama.
g)      Memberi kesan positif tentang Allah
h)      Kenalkan sifat-sifat baik AllahJangan mengatakan “ nanti Allah marah kalau kamu
berbohong” tapi katakanlah “ anak yang jujur disayang Allah”.
i)        Beri teladan
j)        Anak akan bersikap baik jika orang tuanya bersikap baik karena anak menjadikan orang
tua model atau contoh bagi kehidupannya.
“hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat
besar di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.(Q.S 61:2-3)
k)      Kreatif dan terus belajar
l)       Sejalan dengan perkembangan anak. Anak akan terus banyak memberikan pertanyaan.
Sebagai orang tua tidak boleh merasa bosan dengan pertanyaan anak malah kita harus dengan
bijaksana menjawab segala pertanyaannya dengan mengikuti perkembangan anak.

3.3.2. Pendidikan Akhlak


Allah mengutus Nabi Muhammad kepada umat manusia adalah untuk memperbaiki
akhlak manusia. Dalam proses pendidikan terdapat hadits dari Ibnu Abas bahwa Rasulullah
pernah bersabda: “… Akrabilah anak-anakmu dan didiklah akhlak mereka.”, begitu juga
Rasulullah saw bersabda: ”Suruhlah anak-anak kamu melakukan shalat ketika mereka telah
berumur tujuh tahun dan pukullah mereka kalau meninggalkan ketika mereka berumur sepuluh
tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud).
Bagaimana cara megenalkan akhlak kepada anak melalui proses pendidikan, antara lain:
a)      Penuhilah kebutuhan emosinya
Dengan mengungkapkan emosi lewat cara yang baik. Hindari mengekspresikan emosi dengan
cara kasar, tidak santun dan tidak bijak. Berikan kasih saying sepenuhnya, agar anak merasakan
bahwa ia mendapatkan dukungan. Hadits Rasulullah : “ Cintailah anak-anak kecil dan sayangilah
mereka …:” (H.R Bukhari)
b)      Memberikan pendidikan mengenai yang haq dan bathil
Sebagaimana firman Allah yang artinya:“Dan janganlah kamu campur adukan yang haq dengan
yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui .”(Q.S
2:42) Seperti bahwa berbohong itu tidak baik, memberikan sedekah kepada fakir miskin itu baik.
c)      Memenuhi janji
Dalam hal ini Hadits Rasulullah berbunyi:”…. Jika engkau menjanjikan sesuatu kepada mereka,
penuhilah janji itu. Karena mereka itu hanya dapat melihat, bahwa dirimulah  yang memberi
rizki kepada mereka.” (H.R Bukhari)
d)     Meminta maaf jika melakukan kesalahan
e)      Meminta tolong/ mengatakan tolong jika kita memerlukan bantuan.

3.3.3    Pendidikan Intelektual
Menurut kamus Psikologi istilah intelektual berasal dari kata intelek yaitu proses
kognitif/berpikir, atau kemampuan menilai dan mempertimbangkan. Pendidikan intelektual ini
disesuaikan dengan kemampuan berpikir anak. Menurut Piaget seorang Psikolog yang
membahas tentang teori perkembangan yang terkenal juga dengan Teori Perkembangan
Kognitif mengatakan ada 4 periode dalam perkembangan kognitif manusia, yaitu:
a.       Periode 1, 0 tahun – 2 tahun (sensori motorik)
Mengorganisasikan tingkah laku fisik seperti menghisap, menggenggam dan memukul
pada usia ini cukup dicontohkan melalui seringnya dibacakan ayat-ayat suci al-Quran
atau ketika kita beraktivitas membaca bismillah.
b.      Periode 2, 2 tahun – 7 tahun (berpikir Pra Operasional)
Anak mulai belajar untuk berpikir dengan menggunakan symbol dan khayalan mereka
tapi cara berpikirnya tidak logis dan sistematis.
Seperti contoh nabi Ibrahim mencari Robbnya.
c.       Periode 3, 7 tahun- 11 tahun (Berpikir Kongkrit Operasional)
Anak mengembangkan kapasitas untuk berpikir sistematik
Contoh : Angin tidak terlihat tetapi dapat dirasakan begitu juga dengan Allah SWT tidak
dapat dilihat tetapi ada ciptaannya.
d.      Periode 4, 11 tahun- Dewasa (Formal Operasional)
Kapasitas berpikirnya sudah sistematis dalam bentuk abstrak dan konsep

3.3.4   Pendidikan Fisik
Dengan memenuhi kebutuhan makanan yang seimbang, memberi waktu tidur dan
aktivitas yang cukup agar pertumbuhan fisiknya baik dan mampu melakukan aktivitas seperti
yang disunahkan Rasulullah: “ Ajarilah anak-anakmu memanah, berenang dan menunggang
kuda.” (HR. Thabrani)

3.3.5    Pendidikan Psikis
Dalam hal ini Allah berfirman: “Dan janganlah kamu bersifat lemah dan jangan pula
berduka cita, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar
orang yang beriman.” (QS. 3:139)
Upaya dalam melaksanakan pendidikan psikis terhadap anak antara lain :
a  )      Memberikan kebutuhan emosi, dengan cara memberikan kasih saying, pengertian,
berperilaku santun dan bijak.
b   )      Menumbuhkan rasa percaya diri
c   )      Memberikan semangat tidak melemahkan
d  )     D.    Tiga Tahapan Pendidikan Anak menurut Islam

Menurut sahabat Ali bin Abitahalib ra, pendidikan anak dapat dibagi menjadi 3 tahapan/
penggolongan usia, yaitu:
1.      Tahap BERMAIN (“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir sampai kira-kira
7 tahun.
2.      Tahap PENANAMAN DISIPLIN (“addibuhum”/ajarilah mereka adab) dari kira-kira
7 tahun sampai 14 tahun.
3.      Tahap KEMITRAAN (“roofiquhum”/jadikanlah mereka sebagai sahabat) kira-kira
mulai 14 tahun ke atas.
Ketiga tahapan pendidikan ini mempunyai karakteristik pendekatan yang berbeda sesuai dengan
perkembangan kepribadian anak yang sehat. Begitulah kita coba memperlakukan mereka sesuai
dengan sifat-sifatnya dan tahapan hidupnya.

3.4   Pentingnya Pendidikan Agama Islam Bagi Peserta Didik


Seseorang bayi yang baru lahir adalah makhluk Allah swt yang tidak berdaya dan senantiasa
memerlukan pertolongan untuk dapat melangsungkan hidupnya di dunia ini.
Maha bijak sana Allah swt yang telah menganugrahkan rasa kasih saying kepada semua ibu
dan bapak untuk memelihara anaknya dengan baik tampa mengharapkan imbalan.
Manusia lahir tidak mengetahui sesuatu apapun, tetapi dia anugrahi oleh Allah swt
pancaindra, pikiran, dan rasa sebagai modal untuk menerima ilmu pengetahuan, memiliki
keterampilandan mendapatkan sikap tertentu melalui proses kematangan dan belajar terlebih
dahulu. Mengenai pentingnyabelajar menurut A. R. Shaleh dan Soependi Soeryadinata: anak
manusia tumbuh dan berkembang, baik pikiran, rasa, kemauan, sikap dan tingkah lakunya.
Dengan demikian sangat pital adanya faktor belajar.
Jadi pendidikan agama islam adalah ikhtiar manusia dengan jalan bimbingan dan pimpinan
untuk membantu dan mengarahkan fitrah agama si anak didik menuju terbentuknya kepribadian
utama sesuai dengan ajaran agama.
Oleh karena itu masalah akhlak atau budi pekerti merupakan salah satupokok ajaran islam
yang harus diutamakan dalam pendidikan agama islam untuk ditanamkan atau diajarkan kepada
anak didik.
Dengan melihat arti pendidikan islam dan ruang lingkupnya itu, jelaslah bahwa dengan
pendidikan islam kita berusaha untuk membentuk manusia yang berkepribadian kuat dan baik
(berakhlakul karimah) berdasarkan pada ajaran agama islam.
Oleh karena itu, pendidikan islam sangat penting sebab dengan pendidikan islam, orang tua
atau guru berusaha secara sadar memimpin dan mendidik anak diarahkan kepada perkembangan
jasmani dan rohani sehingga mampu membentuk kepribadian yang utama yang sesuai dengan
ajaran agama islam.
Pendidikan agama islam hendaknya ditanamkan sejak kecil, sebab pendidikan pada masa
kanak-kanak merupakan dasar yang menentukan untuk pendidikan selanjutnya. Sebagaimana
menurut pendapat Zakiyah Drajat bahwa: “pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh
pendidikan, pengalaman dan latihan yang dilaluinya sejak sejak kecil”.
Oleh karena itu dalam mewujudkan Tujuan Pendidikan nasional, pendidikan agama islam di
sekolah memegang peranan yang sangat penting. Oleh karena itu pendidikan agama islam di
Indonesia dimaksudkan ke dalam kurikulum nasional yang wajib diikuti oleh semua anak didik
mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi. Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
tuhan yang maha esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

BAB IV
PENUTUP
4.1                          Kesimpulan
Dari uraian pada bab-bab sebelumnya dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1.                  Menurut istilah psikologi bahwa pendidikan adalah proses menumbuhkembangkan
seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran. Sedangkan Dalam Undang-
Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dijelaskan
bahwa” “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
2.                  Tujuan pendidikan menurut Islam dalam membentuk seorang muslim yang mampu
melaksanakan kewajibannya kepada Allah yaitu beribadah dan menyembah Allah,
sebagaimana firman allah yang artinya, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56).  Menyembah Allah dengan segala
aspeknya ibadahnya, baik yang berhubungan dengan Allah, sesama manusia maupun dengan
lingkungannya. Ibadah yang juga berhubungan dengan masalah ukhrowi (akherat) maupun
masalah dunia (ilmu dunia).
3.                  Ruang Lingkup Pendidikan Menurut Islam dibagi menjadi 5, yaitu: 1) Pendidikan
Keimanan, 2)  Pendidikan Akhlak, 3) Pendidikan intelektual dan 5)   Pendidikan Psikis.
4.                  Menurut sahabat Ali bin Abitahalib ra, pendidikan anak dapat dibagi menjadi 3 tahapan/
penggolongan usia, yaitu: Tahap bermain(“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir
sampai kira-kira 7 tahun. Tahap penanaman disiplin (“addibuhum”/ajarilah mereka adab) dari
kira-kira 7 tahun sampai 14 tahun. Dan Tahap kemitraan (“roofiquhum”/jadikanlah mereka
sebagai sahabat) kira-kira mulai 14 tahun ke atas.

4.2   Saran-Saran
Setelah melakukan kajian terhadap masalah di atas, terdapat beberapa saran antara lain:
1.        Pendidikan harus dilaksanakan dalam  rangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
manusia (muslim) kepada Allah SWT. Sehingga seluruh proses pendidikan  harus mengacu pada
tujuan penciptaan manusia itu sendiri yaitu menyembah Allah SWT.
2.        Proses pembelajaran di kelas harus mengimplementasikan tujuan-tujuan serta ruang lingkup
pendidikan menurut Islam. Tentunya dengan tetap merujuk kurikulum pendidikan nasional kita.

Anda mungkin juga menyukai