Bahasa merupakan sarana manusia untuk dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya. Sedangkan bahasa menurut Kridalaksana (1985:12) adalah sistem bunyi bermakna yang dipergunakan untuk komunikasi oleh kelompok manusia. Definisi-definisi tersebut mengisyaratkan betapa pentingnya bahasa agar memudahkan manusia untuk melakukan segala aktivitas yang berhubungan dengan orang lain. Karena penting sehingga setiap negara memiliki bahasa masing-masing yang dijunjung tinggi. Hal tersebut juga berlaku di Indonesia. Berikrarnya Sumpah Pemuda yang mampu membakar semangat pemuda-pemudi dari Sabang sampai Merauke menjadi saksi dijunjungnya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sebagai langkah dalam mengangkat derajat bangsa ini. Tetapi kini yang menjadi pertanyaan apakah bahasa Indonesia telah berdaulat di negeri ini sesuai yang diinginkan ketika 28 Oktober 1928. Pertanyaan-pertanyaan tersebut yang sekarang adalah keresahan kita semua sebagai warga negara Indonesia. Ceu Popong, seorang mantan legislator dari daerah pemilihan Jawa Barat mengatakan keresahannya ketika ditemui awak media setelah menghadiri acara sekolah seorang cucunya. Dirinya mengatakan tidak habis pikir saat mengetahui bahwa di sekolah cucunya sama sekali tidak menggunakan bahasa Indonesia. “Bukan karena saya tidak bisa berbahasa Inggris, saya dulu sebelum jadi anggota DPR seorang guru bahasa Inggris. Saya hanya heran mengapa sekolahnya ada di Indonesia, tetapi dalam acara itu sama sekali tidak menggunakan bahasa Indonesia.” Kata Ceu Popong yang memiliki nama lengkap Popong Otjie Djunjunan. Tentu dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa kurangnya eksistensi bahasa Indonesia di negara Indonesia sendiri. Perubahan pemakaian bahasa Indonesia menjadi bahasa asing adalah salah satu dampak adanya proses moernisasi. Modernasi ialah proses perubahan masyarakat menuju masyarakat modern dimana modernisasi membawa pada suatu perkembangan. Beberapa ciri tentang modernisasi (Lauer, 2003) yakni adanya tingkat pertumbuhan yangs tabil dan berlanjut, adanya partisipasi masyarakat dalam pemerintahan, adanya norma dan nilai sekuler-rasional dalam masyarakat, adanya mobilitas sosial masyarakat dan adanya perubahan dalam diri individu yangs sesuai dengan tuntutan kemodernan. Perubahan ini tentu tidak hanya berimplikasi tentang positif tetapi dapat juga negatif. Tidak memungkiri adanya pemakaian bahasa asing membuat bahasa Indonesia sendiri terasingkan. Sangat amat memilukan apabila lama-kelamaan bahasa Indonesia akan hilang. Inilah tugas kita bersama sebagai generasi muda untuk menjaga kedudukan serta eksistensi bahasa Indonesia sendiri. Seperti komentar Bapak Yus Badudu yang dikutip dari buku PELLBA 5 (Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya) yang berkomentar bahasa Indonesia harus dapat memberikan kemajuan bagi bangsa Indonesia. Masyarakat harus benar-benar bijak dalam menggunakan bahasa asing. Menggunakan asing diperbolehkan tetapi jangan sampai menyebabkan anti menggunakan bahasa sendiri. Upaya mewujudkan eksistensi seharusnya turut dilakukan oleh semua pihak, yakni dengan mendirikan Badan Pengembangan Bahasa. Dengan pembentukan badan ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan bahasa sebagai jati diri bangsa Indonesia. Referensi: Jurnal Eksistensi Penggunaan Bahasa Indonesia Di Era Globalisasi, Sri Murti, Dosen Program STKIP PGRI Lubuk Linggau. https://news.detik.com/berita/d-4762075/91-tahun-sumpah-pemuda-sudahkah-bahasa- indonesia-berdaulat-di-negeri-sendiri