Anda di halaman 1dari 38

EKOLOGI DAN MANAGEMEN LINGKUNGAN

MAKALAH

1. Konsep komunitas, predominansi, dominansi, keanekaragaman hayati, dan


kestabilan ekosistem.
2. Konsep anggaran energi, efisien ekologi dan produktivitas (primer dan
sekunder)

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Ekologi dan Managemen Lingkungan


yang diampu oleh Prof. Dr. Hj. Mimien Henie Irawati Al Muhdhar dan
Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si

Oleh

Offering C
Kelompok 5

Ismiatul Hasanah 190341764441


Nadya Nurul Isnaeni 190341864401
Siti Nurhikmah Mustaduddin 190341864415

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
OKTOBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Ekologi Dan Manajemen
Lingkungan dengan judul :
1. Konsep komunitas, predominansi, dominansi, keanekaragaman hayati, dan
kestabilan ekosistem.
2. Konsep anggaran energi, efisien ekologi dan produktivitas (primer dan
sekunder)
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si
selaku dosen matakuliah Ekologi Dan Manajemen Lingkungan dan teman-teman
sejawat, yang telah membantu dalam berbagai hal sehingga tugas makalah ini
dapat selesai dengan baik.
Walaupun pikiran dan pengetahuan yang penulis miliki telah sepenuhnya
penulis kerahkan dalam penyelesaian tugas makalah Ekologi Dan Manajemen
Lingkungan ini, penulis menyadari bahwa tugas makalah ini masih memiliki
kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Malang, Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Sampul i
Kata Pengantar ii
Daftar isi iii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah Makalah 1
1.3 Tujuan Penulisan Makalah 1
BAB 2. PEMBAHASAN 3
2.1 Konsep komunitas, predominansi, dominansi, keanekaragaman hayati, dan
kestabilan ekosistem 3
A. Konsep Komunitas 3
B. Domninasi dan Predominansi 8
C. Keanekaragaman Hayati 13
D. Macam-macam Keanekaragaman 14
E. Kestabilan Ekosistem 17
2.2. Konsep anggaran energi, efisien ekologi dan produktivitas (primer
dan sekunder) 19
F. Anggaran Energi 19
G. Efisiensi Dalam Ekologi 21
H. Produktivitas 24
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan 32
3.2 Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 34

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kehidupan tidak terlepas dari peran lingkungan/ekologi ataupun
ekosistem, konsep ekologi berperan demikian penting pada masa sekarang,
sehingga konsep serta dasar ekologi perlu ditunjukkan sedini mungkin serta
disebarluaskan ke segenap lapisan masyarakat. Ekologi sebagian besar
berkepentingan dengan populasi dan komunitas.
Populasi dalam ekologi, aslinya diartikan sebagai kelompok orang, lalu
diperluas menjadi kelompok-kelompok makhluk yang manapun. Dengan istilah
Komunitas (kadang-kadang disebut sebagai “komunitas biotik”, dimaksudkan
meliputi semua populasi yang berdiam di suatu daerah tertentu. Komunitas
dengan lingkungan non-hayati berfungsi bersama sebagai suatu sistem ekologik
atau ekosistem. Sistem biologi yang paling besar dan hampir dapat memenuhi
kebutuhan sendiri disebut biosfer atau ekosfer. Gen merupakan anasir sel, sel
menyusun jaringan, jaringan menyusun organ, organ menyusun organisme,
organisme menyusun populasi, populasi merupakan anasir komunitas, komunitas
menyusun ekosistem, dan ekosistem menyusun biosfer.
Banyak ilmuwan berbagai disiplin ilmu yang berlainan telah menggunakan
hampiran melalui konsep ekosistem dalam memecahkan berbagai macam
persoalan ekologi di laboratorium dan di lapangan atau di alam sesungguhnya.
Menurut Odum (1983) dalam ekosistem yang majemuk seperti danau dan hutan,
dilaksanakan hampiran.
Dalam mempelajari suatu ekosistem, harus mengeahui sumber energi
ekosistem tersebut. Dengan adanya energi dan arus energi dapat menjamin
kelangsungan hidup organisme yang berada dalam suatu ekosistem tersebut.
Karena semua organisme memerlukan energi untuk pertumbuhan, pemeliharaan,
reproduksi, dan pada beberapa spesies, untuk lokomosi atau pergerakan.
Pengaturan energi suatu ekosistem bergantung pada produktivitas primer.
Sehingga sangat penting untuk mempelajari produktivitas suatu ekosistem dalam
kaitannya mempelajari kelangsungan hidup suatu organisme.

1
Jumlah total energi yang terbentuk melalui proses fotosintesis perunit area
perunit waktu di sebut produktivitas primer kotor, namun demikian tidak semua
energy yang dihasilkan melalui fotosintesis ini diubah menjadi biomassa, tetapi
sebagian dibebaskan lagi melalui proses respirasi. Produktivitas primer bersih
dengan demikian adalah hasil fotosintesis dikurangi dengan respirasi (Barbour et
al., 1987).

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang terdapat pada makalah ini adalah:
1. Bagaimana konsep komunitas dalam kajian ekologi hewan ?
2. Bagaimana konsep predominansi dalam kajian ekologi hewan ?
3. Bagaimana konsep dominansi dalam kajian ekologi hewan ?
4. Bagaimana konsep keanekaragaman hayati dalam kajian ekologi hewan
?
5. Bagaimana konsep kestabilan ekosistem dalam kajian ekologi hewan ?
6. Bagaimana konsep anggaran energi dalam kajian ekologi hewan ?
7. Bagaimana konsep efisien ekologi dalam kajian ekologi hewan ?
8. Bagaimana konsep produktivitas dalam kajian ekologi hewan ?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah :
1. Untuk menjelaskan konsep komunitas dalam kajian ekologi hewan
2. Untuk menjelaskan konsep predominansi dalam kajian ekologi hewan
3. Untuk menjelaskan konsep dominansi dalam kajian ekologi hewan
4. Untuk menjelaskan konsep keanekaragaman hayati dalam kajian ekologi
hewan
5. Untuk menjelaskan konsep kestabilan ekosistem dalam kajian ekologi
hewan
6. Untuk menjelaskan konsep anggaran energi dalam kajian ekologi hewan
7. Untuk menjelaskan konsep efisien ekologi dalam kajian ekologi hewan
8. Untuk menjelaskan konsep produktivitas dalam kajian ekologi hewan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep komunitas, predominansi, dominansi, keanekaragaman hayati, dan


kestabilan ekosistem.

A. Konsep Komunitas
1. Pengertian Komunitas
Dalam ekologi, terdapat suatu kumpulan populasi yang disebut
dengan komunitas. Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang
hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan
mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan
yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi.
Komunitas merupakan konsep penting karena di alam berbagai
jenis organisme hidup bersama dalam suatu aturan dan tidak tersebar
begitu saja dan apa yang dialami oleh komunitas akan dialami juga oleh
organisme. Jadi untuk memusnahkan suatu organisme kita dapat lakukan
dengan mengubah komunitasnya. Misalnya nyamuk dapat dikendalikan
dengan efisien dan murah dengan jalan mengubah komunitas perairan,
yaitu dengan menaikkan dan menurunkan permukaan air dan arus.
Pengendalian gulma yang ada di tepi jalan bukan dengan jalan
pembersihan jalan dengan pembajakan/pencangkulan, tetapi dapat dengan
jalan pengembangan vegetasi yang mantap dimana gulma kalah bersaing
(Achmad, 2011).
Terdapat beberapa asas-asas yang berperan dalam organsasi pada
taraf komunitas. Komunitas biotik merupakan kumpulan populasi yang
menempati suatu habitat dan terorganisasi sedemikian rupa sehingga
memperlihatkan sifat tambahan dari sifat individu dan populasi sebagai
suatu kesatuan misalnya struktur jenjang makanan dan arus energi.

2. Ciri-ciri komunitas
Dalam derajat keterpaduan komunitas, lebih kompleks jika
dibandingkan dengan individu dan populasi. Semua organisasi merupakan
bagian dari komunitas dan dari komponennya saling terhubung dengan
3
keragaman interaksinya. Contoh yang termasuk komunitas adalah populasi
ganggang, populasi ikan, dan populasi hewan di sekitarnya yang
membetuk suatu komunitas terumbu karang.

Gambar 1.1: Komunitas terumbu karang


Sumber: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2018/05/10/indonesia-surga-terumbu-karang-dunia

Ciri ciri suatu komunitas adalah:


a) Adanya interaksi dengan komponen abiotik
b) Terdapat sekumpulan macam-macam populasi
c) Di dalamnya ada proses saling memangsa
d) Mulai terdapat peran pengurai dan perombak

3. Penamaan Komunitas
Nama komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai
sifat-sifat komunitas tersebut. Cara yang paling sederhana, memberi nama
itu dengan menggunakan kata-kata yang dapat menunjukkan bagaimana
wujud komunitas seperti padang rumput, padang pasir, hutan jati.
Cara yang paling baik untuk menamakan komunitas itu adalah
dengan mengambil beberapa sifat yang jelas dan mantap, baik hidup
maupun tidak. Pemberian nama komunitas dapat berdasarkan:
a. Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk hidup atau
indikator lainnya seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau
hutan Dipterocarphaceae, dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan
dominan seperti hutan sklerofil.
b. Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan
lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan, dll.

4
c. Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe
metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti
iklim, misalnya terdapat di daerah tropik dengan curah hujan yang
terbagi rata sepanjang tahun, maka disebut hutan hujan tropik.
4. Struktur Komunitas
Struktur yang diakibatkan oleh penyebaran organisme di dalam, dan
interaksinya dengan lingkungannya dapat disebut pola. Struktur suatu
komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh hubungan antar spesies, tetapi
juga oleh jumlah individu dari setiap spesies organisme. Hal yang
demikian itu menyebabkan kelimpahan relatif suatu spesies dapat
mempengaruhi fungsi suatu komunitas, bahkan dapat memberikan
pengaruh pada keseimbangan sistem dan akhirnya berpengaruh pada
stabilitas komunitas itu sendiri (Heddy, 1986). Berdasarkan
pembentukannya, struktur komunitas dibagi menjadi struktur fisik dan
struktur biologi.
a. Struktur fisik, suatu komunitas tampak jika komunitas diamati,
misalnya jika mengunjungi hutan deciduosa akan tampak suatu
struktur primer secara musiman dan suatu struktur sekunder berupa
pepohonan kecil.
b. Struktur biologi, komposisi perubahan temporal dalam komunitas yang
merupakan hubungan antara spesies dalam suatu komunitas sehingga
sebagiannya bergantung pada struktur fisik, kedua struktur komunitas
berpengaruh kuat pada fungsi suatu komunitas. Fungsi komunitas yaitu
kerja suatu komunitas sebagai memproses energi dan Pada habitat
yang berbeda dan satuan lingkungan yang berbeda, maka akan
didapatkan komunitas yang berbeda pula. Pada kenyataannya
komposisi dan sifat komunitas dapat dijadikan indikator yang paling
baik untuk komunitas yang berada pada habitat maupun satuan
lingkungan tertentu.

5
5. Karakter komunitas
a. Kualitatif, seperti komposisi, bentuk hidup, fenologi dan vitalitas.
Vitalitas menggambarkan kapasitas pertumbuhan dan
perkembangbiakan organisme.
b. Kuantitatif, seperti Frekuensi, densitas dan densitas relatif. Frekuensi
kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu
spesies di dalam suatu habitat. Densitas (kepadatan) dinyatakan
sebagai jumlah atau biomassa per unit contoh, atau persatuan
luas/volume, atau persatuan penangkapan.
c. Sintesis adalah proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung
menuju ke satu arah yang berlangsung lambat secara teratur pasti
terarah dan dapat diramalkan. Suksesi-suksesi terjadi sebagai akibat
dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitasnya dan
memerlukan waktu. Proses ini berakhir dengan sebuah komunitas atau
ekosistem yang disebut klimas. Dalam tingkat ini komunitas sudah
mengalami homoestosis. Menurut konsep mutahir suksesi merupakan
pergantian jenis-jenis pioner oleh jenis-jenis yang lebih mantap yang
sangat sesuai dengan lingkungannya.

6. Macam-macam Komunitas
a. Berdasarkan wilayah hidupnya
Di alam terdapat bermacam-macam komunitas yang secara
garis besar dapat dibagi dalam dua bagian yaitu:
1) Komunitas akuatik. Komunitas ini misalnya yang terdapat di
laut, di danau, di sungai, di parit atau di kolam.
2) Komunitas terrestrial. Yaitu kelompok organisme yang terdapat
di pekarangan, di hutan, di padang rumput, di padang pasir, dll.
b. Berdasarkan kelompoknya
Komunitas dapat dibedakan menjadi komunitas mayor dan
komunitas minor.
1) Komunitas mayor adalah komunitas yang bersama dengan
habitatnya merupakan satu kesatuan sehingga dapat melengkapi

6
maupun melestarikan komunitas tersebut (kecuali energi
matahari yang merupakan faktor yang harus ada). Komunitas
mayor/utama adalah komunitas besar yang tidak bergantung
kepada komunitas lain yang ada di dekatnya.
2) Komunitas minor juga sering disebut societas merupakan
agregasi (kelompok) sekunder yang terdapat di dalam komunitas
mayor. Jadi bukan merupakan satu satuan yang bebas dalam hal
sirkulasi energi. Komunitas minor adalah komunitas yang masih
bergantung pada komunitas lain di sekitarnya.
c. Berdasarkan fasilitasnya
Berdasarkan fasilitasnya, spesies yang menyusun pada suatu
kominitas dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Eksklusif, yakni jika suatu spesies itu hanya ada disuatu daerah
tunggal atau komunitas tunggal.
2) Karakteristik (preferensial), yakni jika spesies tersebut melimpah
dalam suatu daerah namun juga terdapat didaerah lain dalam
jumlah kecil.
3) Ubiquitos, yakni jika suatu spesies penyebarannya sama dalam
berbagai komunitas.
4) Predominant, jika jumlah individu suatu spesies lebih besar atau
sama dengan 10% dari jumlah individu keseluruhan spesies yang
ada dalam komunitas tersebut.

Tidak semua organisme dalam komunitas sama pentingnya dalam


menentukan keadaan alamiah dan fungsi dari seluruh komunitas. Dari
ratusan/ribuan jenis organisme yang terdapat dalam komunitas hanya beberapa
jenis spesies yang berperan penting sebagai pengendali komunitas berdasarkan
atas jumlah, ukuran, produksi, atau aktivitasnya.
Peranan populasi secara relatif/nisbi dalam komunitas tidak ditunjukan
oleh hubungan taksonomi dari spesies karena organisme pengendali atau
penguasa sering mempunyai takson yang sangat bervariasi. Karena itu
klasifikasi intrakomunitas tidak sama dengan sistem taksonomi flora dan

7
fauna tetapi taksonominya berdasarkan atas peranan spesies organisme dalam
komunitasnya.
Sistem klasifikasi yang logis dalam pandangan ini ialah berdasarkan
kepada jenjang makanan (trophic level) atau jenjang fungsi. Komunitas
(sebagian besar) terdiri dari produsen, makrokonsumen, dan mikrokonsumen.
Golongan spesies yang mengendalikan sebagian besar arus energi dan
mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan dan species lain dikatakan
mempunyai dominansi ekologis (ecological dominant).
Derajat pemusatan dominansi pada satu atau beberapa spesies
dinyatakan dalam indek dominansi yang menunjukkan banyaknya peranan
spesies organisme dalam hubungannya dengan komunitas secara keseluruhan.
Masalah klasifikasi dalam komunitas biotik dapat dijelaskan dengan contoh
yang disederhanakan sebagai berikut:
Rumput jampang 48 Ha
Pohon pisang 2 Ha
Harendong 2 Ha
Sapi 32 ekor
Ayam 16 ekor
Kalkun 2 ekor
Domba 1 ekor
Kuda 1 ekor

Kesimpulan dari pengamatan adalah sebagai berikut : produsen yang


dominan adalah rumput jampang, sedangkan konsumen yang dominan adalah
sapi. Jadi komunitas tadi merupakan daerah penggembalaan. Gambaran lebih
lengkap akan diperoleh jika kita menanyakan mengenai penggunaan musiman
dari daerah tersebut.

B. Dominansi dan Predominansi


Dominansi merupakan pengendalian nisbi yang diterapkan makhluk
hidup atas komposisi spesies dalam komunitasnya. Spesies dominan adalah
spesies yang secara ekoligik sangat berhasil dan mampu menentukan kondisi
yang diperlukan untuk pertumbuhannya, atau spesies yang paling berpengaruh
dan mampu dari jumlah maupun aktivitasnya di suatu komunitas. Derajat

8
dominansi terpusat di dalam satu, beberapa atau banyak spesies dapat
dinyatakan dengan indeks dominansi, yaitu jumlah kepentingan tiap-tiap
spesies dalam hubungan dengan komunitas secara keseluruhan.
Suatu komunitas dapat didominansi oleh satu jenis atau lebih. Jenis-
jenis yang dominan yaitu paling banyak jumlahnya, tinggi biomassanya,
menempati banyak ruang, berperanan penting dalam aliran energi dan siklus
hara, atau dengan cara-cara lain lagi menguasai anggota-anggota lain dalam
komunitas.
Predominansi merupakan sejumlah spesies yang ditentukan oleh
jumlah kelimpahannya dalam suatu komunitas (Fitrahtunnisa dan M. Liwa
Ilhamdi, 2013). Suatu spesies pada komunitas terdiri dari sejumlah spesies
yang berbeda dengan jumlah yang relatif, berbeda dengan dominansi.
Dalam bidang biologi, dominansi sering dikaitkan dengan genetika,
ekologi tanaman, atau perilaku hewan. Dalam bidang genetika, gen atau
pembawa sifat dikatakan dominan bila ia tetap dapat memunculkan sifatnya
walaupun ia berpasangan dengan gen lain yang membawa sifat yang
berlawanan dengannya. Perilaku binatang yang menunjukkan dominansi
biasanya ditandai oleh sikap superioritasnya terhadap kawanannya. Binatang
yang dominan ini biasanya yang terkuat, berkuasa diwilayahnya, mendapat
pasangan terbaik yang dipilihnya sendiri, dan mendapat berbagai kemudahan
di kelompoknya. Tingkat predominansi dari masing-masing spesies fauna
tanah ditentukan berdasarkan kelimpahan relatifnya. Suatu spesies
dikategorikan predominan jika memiliki kelimpahan relatif (KR) e” 5%
(Ilhamdi, 2002).

Jika pada suatu komunitas jenis yang dominan dihilangkan maka akan
menimbulkan pengaruh yang besar pada komunitas biotik maupun abiotik
(iklim mikro). Jika spesies yang tidak dominan dihilangkan pengaruhnya tidak
akan sebesar spesies yang dominan. Umumnya spesies dominan merupakan
spesies dengan produktivitas besar. Untuk organisme kecil biomassa dapat
dipakai sebagai indikator dominansi.

9
Di daratan, spermatophyta dominan tidak hanya diantara ototrof, tetapi
juga dalam komunitas karena memberi perlindungan terhadap organisme
lainnya dan padat memodifikasi faktor fisik dengan banyak cara.
Beberapa indeks yang penting dalam komunitas adalah:
1. Indeks kelimpahan (dominansi indeks) Indeks dominansi
menggambarkan komposisi jenis dalam komunitas

atau ∑ ( )

dimana:
Di = indeks dominansi
ni = jumlah individu jenis binatang i
N = jumlah total individu binatang dalam habitat itu

Dalam suatu habitat suatu spesies binatang dikatakan dominan jika


Di > 5 %, dan dikatakan subdominan jika 2 % < Di < 5 %.
2. Indeks Keanekaragaman (deversity indeks)
Keanekaragaman komunitas ditandai oleh banyaknya spesies
organisme yang membentuk komunitas tersebut. Semakin banyak jumlah
spesies semakin tinggi keanekaragamannya.
Indeks keanekaragaman menunjukkan hubungan antara jumlah
spesies dengan jumlah individu yang menyusun suatu komunitas.
* +
∑{ }

dimana:

Hi = indeks keanekaragaman Shannon Weaver


ni = jumlah individu jenis i
N = jumlah total individu

3. Indeks Kesamaan
Indeks ini digunakan untuk membandingkan kesamaan spesies
organisme yang ditemukan pada suatu habitat dengan habitat yang lain
atau membandingkan kesamaan spesies yang ditemukan pada suatu
musim dan musim yang lain
10
dimana:
Ss = indeks kesamaan Sorensen
A = jumlah spesies pada habitat A
B = jumlah spesies pada habitat B
C = jumlah pasangan spesies yang dijumpai di habitat A dan B

Dengan dasar jumlah individu dapat pula ditentukan indeks kesamaan dua
habitat:

dimana:
ISE = indeks kesamaan Elenberg
Ma = jumlah individu pada habitat A
Mb = jumlah individu pada habitat B
Mc = jumlah pasangan individu pada habitat A dan B
Harga H` dan Di besarnya berlawanan karena harga H` yang besar
menyatakan dominansi yang rendah. Kesimpulan keanekaragaman yang tinggi
menyatakan rantai makanan yang panjang dan banyak simbiose (mutualisme,
parasitisme, komensal, dan lain-lain) sehingga mengurangi goncangan-goncangan
akibatnya rantai makanan menjadi lebih mantap.
Komunitas dengan keanekaragaman tinggi misalnya hutan hujan akan lebih
mantap terhadap gangguan iklim/lingkungan.
Keanekaragaman cenderung meningkat pada komunitas yang telah tua dan
keanekaragaman rendah pada komunitas yang baru terbentuk. Produktivitas
dipengaruhi oleh keanekaragaman spesies tetapi hubungannya tidak linier.
Komunitas dengan produktivitas tinggi dapat mempunyai keanekaragaman tinggi
(daerah batu karang) atau keanekaragaman jenis rendah (daerah muara sungai,
daerah iklim sedang). Kemantapan/stabilitas lebih terkait dengan keanekaragaman
dibanding dengan produktivitas.

11
Ternyata keanekaragaman spesies sangat dipengaruhi oleh tingkat jenjang
makanan. Misalnya jumlah herbivora ataupun predator sangat mempengaruhi
rumput atau komunitas yang dimangsa.
Pemangsaan yang sedang sering mengurangi kepadatan organisme dominan
sehingga akan mengurangi kompetisi antar spesies sehingga memberi kesempatan
lebih baik kepada spesies yang lain untuk mendapatkan tempat dan makanan
sehingga keanekaragaman akan naik. Tetapi sebaliknya pemangsaan yang berat
akan merupakan stress dan mengurangi jumlah spesies. Hal ini benar selama
kompetisi dalam hal tempat besar/ tinggi.
Indeks keanekaragaman merupakan cara yang terbaik untuk mengatahui dan
menilai adanya pencemaran. Komunitas dengan keanekaragaman tinggi misalnya
hutan hujan akan kebih mantap terhadap gangguan iklim/lingkungan.
Keanekaragaman cenderung meningkat pada komunitas yang telah tua dan
keanekaragaman rendah pada komunitas yang baru terbentuk. Produktivitas
dipengaruhi oleh keanekaragaman spesies tetapi hubungannya tidak linier.
Komunitas dengan produktivitas tinggi dapat mempunyai keanekaragaman tinggi
(daerah batu karang) atau keanekaragaman jenis rendah (daerah muara sungai,
daerah iklim sedang). Kemantapan/stabilitas lebih terkait dengan keanekaragaman
dibanding dengan produktivitas.
Ternyata keanekaragaman spesies sangat dipengaruhi oleh tingkat jenjang
makanan. Misalnya jumlah herbivora ataupun predator sangat mempengaruhi
rumput atau komunitas yang dimangsa.
Pemangsaan yang sedang sering mengurangi kepadatan organisme dominan
sehingga akan mengurangi kompetisi antar spesies sehingga memberi kesempatan
lebih baik kepada spesies yang lain untuk mendapatkan tempat dan makanan
sehingga keanekaragaman akan naik. Tetapi sebaliknya pemangsaan yang berat
akan merupakan stress dan mengurangi jumlah spesies. Hal ini benar selama
kompetisi dalam hal tempat besar/ tinggi.
Indeks keanekaragaman merupakan cara yang terbaik untuk mengatahui dan
menilai adanya pencemaran.

12
Gambar 1.2. Perubahan indeks keanekaragaman Shannon dari Bentos pada
aliran sungai waktu terjadi pencemaran (pencemaran domestik dan
pabrik).

C. Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati adalah istilah yang belum lama ada. Istilah
ini digunakan pertama kali di Washington pada tahun 1986 oleh seorang ahli
entomologi (Edward O. Wilson). Kata ini merupakan kata yang sulit, yang
sayangnya, menjadi kata yang menarik perhatian hanya sedikit orang, yang
terutama mempelajarinya (seperti ahli ekologi, biologi, atau agronomi),
(Madre, 2015).
Keanekaragaman hayati merupakan suatu istilah yang digunakan yang
mencakup semua bentuk kehidupan yang dikelompokkan ke dalam gen,
spesies tumbuhan, hewan dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-
proses ekologi (Sutoyo, 2010).
Keanekaragaman mahluk hidup terjadi karena adanya perbedaan sifat
seperti: ukuran, bentuk, warna, fungsi organ, tempat hidup dan lain-lain.
Keanekaragaman mahluk hidup sangat penting bagi kelangsungan dan
kelestarian mahluk hidup, namun keanekaragaman mahluk hidup sifatnya
tidak tetap atau tidak stabil. Hal ini disebabkan oleh campur tangan manusia
terhadap lingkungan yang dapat mempengaruhi keanekaragaman (Yudianto,
2006).
Pada dasarnya keanekaragaman melukiskan keadaan yang bermacam-
macam terhadap suatu benda yang terjadi akibat adanya perbedaan dalam hal
ukuran, bentuk, tekstur, dan jumlah. Sedangkan kata hayati itu sendiri berarti
sesuatu yang hidup. Jadi keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai

13
keanekaragaman atau keberagaman dari mahluk hidup yang dapat terjadi
akibat adanya perbedaan- perbedaan sifat, diantaranya perbedaan bentuk,
ukuran, warna, jumlah, tekstur, penampilan dan juga sifat – sifat lainnya
(Yudianto, 2006).

D. Macam-macam Keanekaragaman Hayati


Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat
kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah sampai organisme tingkat
tinggi. Misalnya dari mahluk bersel satu hingga mahluk bersel banyak; dan
tingkat organisasi kehidupan individu sampai tingkat interaksi kompleks,
misalnya dari spesies sampai ekosistem.

Berdasarkan pengertiannya, keanekaragaman hayati dapat dibedakan


menjadi tiga macam, yaitu keanekaragaman gen (genetik), keanekaragaman
spesies (jenis) dan keanekaragaman ekosistem. Ketiga tingkatan
keanekaragaman hayati ini diperlukan untuk kelanjutan hidup di bumi dan
penting bagi manusia.
Menurut Supriatna (2008) dalam Sunarmi (2012), Indonesia
menempati papan atas keanekaragaman hayati, yaitu urutan kedua dunia
setelah Brazil untuk mamalia, urutan keempat dunia untuk reptil, urutan
kelima dunia untuk burung, urutan keenam untuk amfibi, urutan keempat
dunia untuk dunia tumbuhan, urutan pertama dunia untuk tumbuhan palmae,
urutan ketiga dunia untuk ikan air tawar setelah Brazil dan Columbia.
Variasi dalam keanekaragaman mahluk hidup disebabkan oleh adanya
gen dan interaksi gen dengan lingkungannya. Berikut macam-macam
keanekaragaman hayati menurut Yudianto (2006):
1) Keanekaragaman Gen
Keanekaragaman gen adalah variasi atau perbedaan gen yang
terjadi di dalam satu jenis atau spesies mahluk hidup. Keanekaragaman
gen menyebabkan variasi antar individu sejenis. Seperti keanekaragaman
tanaman padi dan mangga. Tanaman padi terdapat beberapa macam atau
varietas, seperti IR, PB, Kapuas, Rojolele dan Sedani. Tanaman mangga

14
mempunyai beberapa varietas, seperti arum manis, manalagi, gadung, dan
golek. Keanekaragaman mangga dan padi disebabkan oleh variasi gen.
Perbedaan variasi gen menyebabkan sifat yang tidak tampak
(genotipe) dan sifat yang tampak (fenotipe) pada setiap mahluk hidup
menjadi berbeda. Keanekaragaman sifat genetik pada suatu mahluk hidup
dikendalikan oleh gen-gen yang ada di dalam kromosom yang dimilikinya.
Kromosom tersebut didapatkan dari kedua induknya melalui pewarisan
sifat. Variasi mahluk hidup dapat terjadi akibat perkawinan sehingga
susunan gen keturunanya berbeda dengan susunan gen induknya. Selain
itu, variasi mahluk hidup dapat pula terjadi karena interaksi gen dengan
lingkungannya. Contohnya bibit yang diambil dari batang induk mangga
yang memiliki sifat genetik berbuah dengan besar dan apabila ditanam
pada area yang berbeda maka ada kemungkinan tidak menghasilkan buah
mangga berukuran besar seperti sifat genetik induknya.
Keanekaragaman gen juga dapat ditingkatkan melalui hibridisasi
atau perkawinan silang antara spesies satu dengan spesies yang berbeda
sifat atau melalui proses domestikasi (budidaya tumbuhan liar atau
hewan). Contohnya adalah proses hybrid dari tanaman mawar akan
mendapatkan warna yang beragam dan hibridisasi berbagai jenis tanaman
ataupun hewan tertentu dengan spesies liar untuk mendapatkan jenis yang
tahan terhadap penyakit. Dengan cara hibridisasi ini, maka dapat diperoleh
sifat genetik yang baru dari suatu organisme – organisme pada suatu
spesies.
Contoh Gambar Keanekaragaman Gen:

Gambar 2.1 Gambar 2.2


15
Gambar 2.3 Gambar 2.4

2) Keanekaragaman spesies
Keanekaragaman spesies adalah perbedaan yang dapat ditemukan
pada komunitas atau kelompok berbagai spesies yang hidup di suatu
tempat. Keanekaragaman hayati antar spesies ( tingkat spesies ) mudah
diamati karena perbedaannya yang mencolok. Sebagai contoh,
keanekaragaman antara kurma, sagu dan kelapa. Meskipun tumbuh –
tumbuhan itu merupakan satu kelompok tumbuhan palem – paleman,
masing – masing memiliki fisik yang berbeda – beda dan hidup di tempat
yang berbeda. Seperti kelapa tumbuh di pantai, kurma tumbuh di di daerah
kering dan sagu tumbuh di pegunungan basah ( sawah gambut ).
Contoh lain adalah variasi antara kucing, singa dan harimau. Ketiga
hewan tersebut termasuk dalam satu kelompok kucing. Namun, singa , kucing
dan harimau terdapat perbedaan fisik, habitat dan tingkah laku.
Contoh Gambar Keanekaragaman Jenis (Spesies)

Gambar 3.1 Gambar 3.2

16
3) Keanekaragaman Ekosistem
Keanekaragaman ekosistem adalah suatu interaksi antara komunitas
dan lingkungan abiotiknya pada suatu tempat dan waktu tertentu. Ekosistem
dapat terbentuk disebabkan adanya berbagai kelompok spesies yang dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, setelah itu saling mempengaruhi
antar spesies dengan spesies dan spesies dengan lingkungan abiotik tempat
hidup, semisal suhu, air, udara, tanah, cahaya matahari, kelembaban dan
mineral. Ekosistem berbeda dengan lainnya sesuai dengan spesies
pembentuknya. Terdapat beberapa ekosistem, yaitu ekosistem sungai,
ekosistem rawa, ekosistem terumbu karang, ekosistem laut dalam, ekosistem
padang lumut, ekosistem mangrove, ekosistem danau, ekosistem pantai pasir
dan lain – lain.
Selain ekosistem alami tersebut terdapat juga ekosistem buatan
manusia, yaitu agro ekosistem seperti sawah, kebun dan ladang. Hanya saja
agroekosistem memiliki tingkat keanekaragaman spesies yang lebih rendah
dibandingkan dengan ekosistem alamiah, tetapi mempunyai tingkat
keanekaragaman genetik yang lebih tinggi.

Gambar 4.1

E. Kestabilan Ekosistem
Stabilitas ekosistem adalah kemampuan suatu ekosistem dalam
menahan berbagai bentuk perubahan pada ekosistem tersebut. Kemampuan
menahan tekanan ekosistem bisa berupa kemapuan menahan tekanan
perubahan yang besar maupun kemampuan untuk cepat pulih setelah terkena
perubahan menjadi seperti ekosistem semula (Irwanto, 2013).

17
Hal penting yang perlu kita ketahui bahwa sebelum manusia ada di
bumi, sistem alam telah mengalami berbagai bentuk gangguan yang
berkonsekuensi pada perubahan-perubahan ekologi. Akan tetapi gangguan ini
justru membentuk sistem alam yang kokoh dan mampu menyerap dampak
gangguan selanjutnya serta mampu menyesuaikan diri dengan perubahan
(Silaban, 2013).
Dalam suatu ekosistem terdapat suatu keseimbangan yang bersifat
dinamis (homeostasis). Oleh karena ekosistem memiliki kemampuan untuk
mengatur keseimbangannya, maka ekosistem memiliki sifat sibernetiks.
Fungsi sibernetika adalah untuk mengendalikan faktor-faktor ekosistem agar
berada dalam keadaan seimbang yang dinamis. Fungsi ini dapat dikerjakan
oleh beberapa jenis komponen lingkungan. Hal ini memungkinkan adanya
sifat stabilitasi suatu ekosistem (Irwanto, 2013).
Menurut Irwanto (2013) Ada 2 jenis stabilitas, yakni :
1. Stabilitas resistensi, yakni kemampuan suatu ekosistem untuk bertahan
menghadapi tekanan lingkungan
2. Stabilitas resiliensi, yakni kemampuan untuk cepat pulih.
Meskipun suatu ekosistem mempunyai daya tahan yang besar sekali
terhadaap perubahan, tetapi bisanya batas mekanisme homeostasis dengan
mudah dapat diterobos oleh kegiatan manusia. Jika masalah ini berlangsung,
maka hal ini akan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan.
Kedua kemampuan ekosistem yakni Stabilitas resistensi dan stabilitas
resiliensi adalah dua kemampuan yang tidak dapat ditemukan dalam waktu
yang sama. Misalnya, di hutan yang memiliki kulit tebal biasanya tahan akan
api; namun bila hutan tersebut terbakar maka hal ini akan menyebabkan sulit
untuk pulih kembali. Artinya, hutan tersebut memiliki stabilitas resistensi
yang tinggi, namun berdaya resiliensi yang rendah. Sebaliknya, padang ilalang
memiliki stabilitas resistensi yang rendah terhadap api, namun bersifat
stabilitas resiliensi yang tinggi. Pada umumnya, ekosistem yang kompleks
memiliki resistensi yang tinggi tetapi memiliki resiliensi yang rendah
(Irwanto, 2013).

18
2.2 Konsep anggaran energi, efisien ekologi dan produktivitas (primer dan sekunder)
F. Anggaran Energi
Anggaran energi merupakan istilah yang berkaitan dengan arah
pemanfaatan energi yang berhasil ditambat oleh makhluk di dalam suatu
ekosistem. Makhluk hidup harus memasukkan sejumlah energi dari
lingkungannya dan pada suatu saat makhluk ini juga dapat melepaskan
sejumlah energi ke dalam lingkungannya. Bila masukan energi lebih besar
dibandingkan keluaran energi, maka makhluk hidup akan mengalami
pertumbuhan dan perkembangan atau makhluk tersebut telah mengalami
produktifitas (Kramadibrata, 1996) Darmawan (2005) menjelaskan bahwa
proses pemasukan energi (input) idealnya sudah tentu lebih besar dari pada
pengeluaran (output), jika energi yang keluar lebih besar dari energi yang
masuk dalam suatu organisme, maka tentu hal ini akan menimbulkan
ketidakseimbangan, sehingga mengakibatkan organisme tersebut akan
kekurangan energi (lemah).
Secara Umum digunakan untuk dua tujuan yaitu kelangsungan hidup
dan untuk menjaga kelestarian jenisnya dalam jangka waktu yang tidak
terbatas. Energi dipakai untuk memelihara kualitas hidup seperti
melangsungkan proses fisiologis tubuh, membentuk dan mengganti sel-sel
tubuh yang telah rusak, memproduksi hormon dan enzim, serta memproduksi
sel-sel kekebalan tubuh. Energi juga digunakan untuk menjaga kelestarian
jenis makhluk hidup dengan cara menyisihkan sebagian energinya untuk
keperluan reproduksi yaitu membentuk sel-sel kelamin dan hormon-hormon
kelamin, melangsungkan perkembangan embrio, memberi nutrisi pada embrio,
dan makhluk hidup muda yang baru dilahirkan (Sukarsono. 2009).
Menurut Blacwell dan Kendeigh (1980) bahwa proses aliran energi
berlangsung dengan adanya proses rantai makanan. Tumbuhan dimakan oleh
herbivora, dengan demikian energi makanan dari tumbuhan mengalir masuk
ke tubuh herbivora. Herbivora dimakan oleh karnivora, sehingga energi
makanan dari herbivora masuk ke tubuh karnivora.
Menurut Wirakusumah (2003) struktur trofik dapat digambarkan
dalam bentuk diagram yang kemudian dikenal sebagai piramida ekologi. Aras

19
trofik I (produsen) diletakkan sebagai dasar piramida, kemudian diatasnya
adalah aras-aras trofik yang berikutnya (herbivora, karnivora) sebagai
konsumen primer, sekunder, tersier dan seterusnya sampai ke tingkat yang
tertinggi. Berikut ini adalah piramida ekologi yang memiliki tiga macam tipe
yaitu.
1. Piramida jumlah: yang menggambarkan jumlah individu pada masing-
masing aras trofik

Gambar 3.1. Piramida Jumlah Ekologi

2. Piramida biomassa: yang menggambarkan besarnya biomassa pada


masing-masing aras trofik. Biomassa dapat dinyatakan dalam satuan berat
kering.

Gambar 3.2. Piramida Biomassa Ekologi

20
3. Piramida energi: yang menggambarkan laju aliran energi atau
produktivitas pada setiap aras trofik, energi dapat dinyatakan dalam satuan
kalori.

Gambar 3.3. Piramida Energi Ekologi

G. Efisiensi dalam Ekologi


Efisiensi ekologi merupakan perbandingan dari beberapa parameter
aliran energi di dalam dan antar tingkatan trofik, populasi, dan individu
organisme, dengan kata lain efisiensi ekologi adalah rasio atau perbandingan
antara laju aliran energi pada berbagai mata rantai pada rantai makanan.
Terdapat berbagai macam efisiensi, diantaranya adalah efisiensi fotosintesis,
efisiensi produksi, efisiensi pertumbuhan, efisiensi reproduksi dan efisiensi
eksploitasi dan efisiensi trofik.
Transfer energi dan biomasa yang terjadi pada suatu sistem trofik
terdiri dari tiga komponen, dimana hal inilah yang menentukan jumlah energi
dan biomasa yang ditransfer selama proses amakan dimakan (feeding event).
Semakin besar energi atau biomasa yang ditransfer, maka efisiensi trofiknya
semakin tinggi (Newton, 2007). Tiga komponen tersebut adalah konsumsi,
asimilasi, dan produksi. Produksi pada setiap tingkatan trofik (Prodn)
bergantung pada besarnya produksi yang terjadi tingkatan trofik sebelumnya
(Prodn-1) dan efisiensi trofik (Trophic Efficiency – Etroph), di mana produksi
mangsa (Prodn-1) dikonversi ke produksi konsumen (Prodn) (Chapin et al.,
2002).

21
Pada ekosistem terrestrial, distribusi biomasa yang terjadi pada setiap
tingkatan trofik dapat digambarkan dengan piramida yang serupa dengan
piramida energi, dengan biomasa terbesar terdapat pada produsen primer dan
semakin mengecil pada tingkatan di atasnya (Chapin et al., 2002). Hal ini
dapat terjadi karena:
1) Piramida energi menghasilkan ketersediaan energi untuk tingkatan trofik
di atasnya semakin berkurang, karena adanya nergi yang dilepaskan pada
setiap tingkatan trofuik sebelumnya.
2) Besarnya proporsi yang dilakukan oleh tumbuhan terrestrial pada jaringan
strukturalnya memperkecil proporsi dari produksdi tumbuhan yang dapat
diperoleh secondary production (Chapin et al., 2002).

1. Efisiensi Konsumsi (Consumption Efficiency)


Energi yang hilang di setiap tingkatan trofik membatasi produksi
pada tingkatan trofik di atasnya. Faktor utama yang membedakan variasi
efisiensi konsumsi pada herbivora adalah perbedaan alokasi tumbuhan
pada strukturnya. Cara menghitung efisiensi konsumsi ini dapat dilihat
pada persamaan di bawah ini (Chapin et al., 2002).

Efisiensi konsumsi herbivora yang paling rendah umumnya terjadi


di ekosistem hutan (kurang dari 1 % hingga 5 %) karena besarnya alokasi
tumbuhan hutan pada struktur kayunya, yang tidak mudah untuk
dikonsumsi herbivora (Chapin et al., 2002). Pada ekosistem padang
rumput, efisiensi konsumsi hebivora lebih tinggi daripada di hutan (10 –
60 %) karena sebagian besar materi tumbuhannya bukan berupa materi
berkayu. Efisiensi konsumsi herbivora tertinggi terdapat pada ekosistem
pelagik (umumnya, lebih besar dari 40 %), ekosistem dengan sebagian
besar biomasa tumbuhannya lebih banyak dialokasikan pada isi sel dari
pada dinding selnya (seperti alga) (Chapin et al., 2002).

22
Kandungan toksik alami tumbuhan (seperti kandungan metabolit
sekunder tumbuhan) membatasi efisiensi konsumsi herbivora pada
ekosistem terrestrial(Chapin et al., 2002). Selain itu, efisiensi konsumsi
karnivora seringkali lebih tinggi daripada herbivora, yaitu antara 5-100%.
Contohnya vertebrata predator yang memakan mangsa vertebrata lainnya,
memiliki efisiensi konsumsi lebih besar dari 50%, menunjukkan bahwa
lebih banyak mangsa yang dimakan daripada yang memasuki pool tanah
sebagai detritus (Chapin et al., 2002).

2. Efisiensi Asimilasi (Assimilation Efficiency)


Efisiensi asimilasi ini merupakan proporsi dari energi yang dicerna
(In) dan diasimilasikan (An) ke dalam aliran darah. Efisiensi Asimilasi
dipengaruhi oleh kualitas makanan dan fisiologi konsumen. Materi yang
tidak terasimilasi kemudian dikembalikan ke tanah dalam bentuk feces,
komponen input bagi detritus-sistem. Cara menghitung efisiensi asimilasi

ini ditunjukkan dengan persamaan di bawah ini (Chapin et al., 2002).


Efisiensi asimilasi seringkali lebih besar (sekitar 5-80%) daripada
efisiensi konsumsi (0,1-50%). Karnivora pemakan vertebrata cenderung
memiliki efisiensi asimilasi yang lebih tinggi (sekitar 80 %) daripada
herbivora terrestrial (5-20%) karena karnivora tersebut memakan makanan
dengan struktural yang lebih kecil daripada yang terdapat pada tumbuhan
terrestrial (Chapin et al., 2002).

3. Efisiensi Produksi (Production Efficiency)


Efisiensi produksi adalah proporsi dari energi yang terasimilasi
yang dikonversi terhadap produksi hewan. Efisiensi produksi ini meliputi
pertumbuhan dari individu dan proses reproduksi untuk membentuk
individu baru. Efisiensi produksi ini terutama dipengaruhi/ditentukan oleh

23
metabolisme hewan. Cara menghitung efisiensi produksi ini ditunjukkan
dengan persamaan di bawah ini (Chapin et al., 2002).
Energi asimilasi yang tidak tergabung dalam produksi hilang ke
lingkungan dalam bentuk respiratory heat. Efisiensi produksi untuk setiap
individu hewan bervariasi dari kurang dari 1 % hingga 50 % dan sangat
berbeda antara homoeterm (Eprod 1-3%) dan poikiloterm (Eprod 10-50%)
(Chapin et al., 2002). Homoeterm menghabiskan sebagian besar energi
yang diasimilasikannya untuk mempertahankan suhu tubuh agar konstan.
Efisiensi produksi pada homoiterm ini berkurang dengan semakin kecilnya
ukuran tubuh. Efisiensi produksi pada poikiloterm relatif tinggi (sekitar
25%) dan cenderung menurun dengan bertambahnya ukuran tubuh
(Chapin et al., 2002).

H. Produktivitas
Produktivitas adalah istilah untuk menyatakan tingkat produksi atau
akumulasi energy dan atau bentuk lain dari energi oleh suatu sistem terutama
pada sistem biologi dalam kurun waktu tertentu. Dengan kata lain,
produktifitas adalah laju penyimpanan energi oleh suatu komunitas atau
ekosistem.
Produktivitas ekosistem merupakan suatu indeks yang
mengintegrasikan pengaruh kumulatif dari banyak proses dan interaksi yang
berlangsung simultan di dalam ekosistem. Jika produktivitas suatu ekosistem
hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu
menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang
dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata
atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme
penyusun eksosistem.
Terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam
biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem.
Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada
jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu pengetahuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai

24
produktivitas dan cara penghitungannya. Hal ini akan memberikan sisi positif
terkait dengan ekosistem itu sendiri. Berdasarkan urutan tingkat tropik yang
dilalui aliran energi, maka produktifitas dibagi menjadi produktifitas primer
dan produktifitas sekunder.
Didalam suatu ekosistem terdapat produsen dan konsumen, sehingga
dalam ekosistem juga ditemukan aspek produktivitas baik oleh produsen
(produktivitas produsen) maupun produktivitas konsumen. Produktivitas pada
produsen disebut produktivitas primer (dasar) sedangkan pada konsumen
disebut produktivitas sekunder. Berikut pemaparan lebih rinci mengenai
produktivitas primer dan sekunder.
1. Produktivitas Primer
Produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi sinar
matahari oleh aktivitas fotosintetik (terutama tumbuhan hijau atau
fitoplankton) ke bentuk bahan organik yang dapat digunakan sebagai
bahan makanan (Odum, 1993). Sedangkan menurut Susanto (1999)
produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi pada tumbuhan.
Produktifitas primer dapat dibedakan menjadi 2 yaitu produktifitas primer
kotor dan produktifitas primer bersih (Darmawan, 2005):
a) Produktifitas primer kotor adalah keseluruhan laju pembentukan
senyawa organik atau keseluruhan laju proses fotosintesis. Dengan
demikian, Produktifitas primer kotor adalah jumlah keseluruhan bahan
organik yang terbentuk melalui proses fotosintesis.
b) Produktifitas primer bersih adalah laju pembentukan senyawa organik
secara keseluruhan dikurangi dengan laju pembongkaran senyawa
organik melalui proses respirasi. Dengan demikian, Produktifitas
primer bersih adalah jumlah total bahan organik yang terbentuk
melalui proses fotosintesis dikurangi dengan jumlah bahan organik
yang terbongkar melalui proses respirasi yang dilakukan tumbuhan itu.
Produksi primer bersih yang menumpuk selama periode
tertentu berupa biomasa tumbuhan, sebagian dari biomasa ini akan
diganti melalui proses dekomposisi dan sebagian lagi tetap disimpan
dalam kurun waktu yang lebih lama sebagai materi yang hidup. Hal

25
tersebut seperti yang terjadi di tubuh tumbuh-tumbuhan dihutan.
Jumlah akumulasi materi organik yang hidup pada suatu waktu disebut
standing crop biomass (biomasa hasil bawaan). Dengan demikian
maka biomasa berbeda dengan produksi (produktivitas) dan biomasa
yang ada pada suatu waktu tidak sama dengan produktivitas.
Produktivitas komunitas bersih merupakan laju penyimpanan materi
organik oleh produsen, yang tidak digunakan (dimakan) oleh heterotrof
(herbivora). Jadi produktivitas komunitas bersih merupakan sisa
produktivitas primer sesudah dikurangi yang digunakan (dikonsumsi)
oleh herbivora.
Metode yang digunakan dalam mengukur produktivitas primer
adalah sebagai berikut:
1) Metode oksigen menggunakan botol gelap-botol terang
Prinsip metode oksigen menggunakan botol terang dan botol
gelap ini didasarkan pada estimasi pelepasan oksigen oleh produsen
pada waktu tertentu. Oksigen diproduksi oleh produsen dan selama itu
pula oksigen juga digunakan untuk respirasi. Proses pembentukan
oksigen hanya terjadi jika ada cahaya, oleh sebab itu kadar oksigen
akan bervariasi menurut waktu, kondisi lingkungan, musim, kondisi
permukaan air dan kejernihan air (Darmawan, 2005).
Prosedurnya adalah mula-mula diukur kadar oksigen pada air
dalam kedalaman yang dinginkan. Air tersebut selanjutnya
dimasukkan ke kedua botol. Botol didedahkan secara in situ selama
waku yang dinginkan. Didalam botol gelap jelas tidak terjadi proses
fotosintesis, karenanya konsentrasi oksigennya akan turun karena pada
proses respirasi dan dekomposisi. Jadi akan terjadi penurunan oksigen
di dalam botol gelap dan mungkin kenaikan oksigen di dalam botol
terang. Pendedahan disarankan dilakukan selama 6 jam. Dari hasil
eksperimen tersebut dapat diukur:
a) Respirasi (oksigen yang digunakan) = kadar oksigen pada awal
eksperimen–kadar oksigen di botol gelap pada akhir eksperimen

26
b) Produktivitas primer kotor = kadar oksigen di botol terang pada
akhir percobaan–kadar oksigen di botol gelap pada akhir percobaan
c) Produktivitas primer bersih = produktivitas primer kotor–respirasi
Nilai akhir dari hasil perhitungan adalah kadar oksigen dalam
mg/liter. Untuk mengubah nilai mg/l oksigen ke nilai mg karbon/m 3
air, dilakukan dengan menggandakan setiap mg/l k oksigen dengan
375,36. Hasil akhir pengukuran adalah mg karbon/m 3. Nilai tersebut
harus diubah ke dalam bentuk mg karbon/m 3/unit waktu. Unit waktu
dapat berua perjam atau perhari. Karena snar matahari hanya ada
selama kurang lebih 12 jam selama satu hari (24 jam), maka nilai per
jam harus digandakan 12 kali untuk menghitung produktivitas harian.
2) Metode klorofil
Metode ini didasarkan pada hubungan yang erat antara jumlah
klorofil dengan jumlah fotosintesis. Metode ini dapat dilakukan baik
pada tumbuhan di daratan maupun tumbuhan akuatik (fitoplankton dan
makrofita). Mula-mula dilakukan pencuplikan daun dengan ukuran
tertentu. Untuk sampling fitoplankton dilakukan dengan pengambilan
sampel air dalam volume tertentu. Organisme selain fitoplankton harus
dipisahkan dari sampel. Sampel selanjutnya di saring menggunakan
filter khusus fitoplankton pada pompa vakum dengan tekanan yang
rendah. Filter yang mengandung klorofil dialrutkan pada aseton 85%,
kemudian dibiarkan semalam, dan selanjutnya disentrifuse.
Supernatannya dibuang dan pellet yang mengandung klorofil
dikeringkan dan ditimbang beratnya. Berat klorofil diukur dalam mg
klorofil/unit area. Pengukura kadar klorofil juga dapat dilakukan
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelompbang 665 nm.
Dengan data hasil pengamatan tersebut kita dapat mencari efisiensi
asimilasi komunitas, indeks produktivitas dan efisiensi pemeliharan
tubuh tumbuhan (Darmawan, 2005).

27
2. Produktivitas Sekunder
Hewan adalah organisme yang tidak dapat membuat makanan
sendiri (heterotof), oleh sebab itu kebutuhannya akan energi tergantung
pada produksi primer bersih. Produktivitas sekunder adalah biomassa pada
tubuh hewan heterotrop, dengan kata lain produktivitas sekunder adalah
kecepatan energi kimia mengubah bahan organik menjadi simpanan energi
kimia baru oleh organisme heterotrof. Hewan yang termasuk organisme
heterotrop adalah hewan yang memperoleh makanan dengan cara
memakan tumbuhan atau hewan lain. Banyaknya produktivitas sekunder
dari suatu komunitas tergantung pada banyaknya produktivitas primer
pada komunitas yang bersangkutan. Artinya produktivitas sekunder tinggi
jika produktivitas premer tinggi.
Brylinsky dan Mann (dalam Begon, 1990) menemukan hubungan
positif anatara produktivitas sekunder pada zooplankton dengan
produktivitas primer fitoplankton. Yang tersebar di telaga-telaga yang
tersebar di muka bumi. Meskipun hubungan antara produktivitas sekunder
dan produktivitas primer bersifat positif, tetapi produktivitas sekunder di
suatu ekosistem selalu lebih kecil dari pada produktivitas primer,
dikarenakan: (1) tidak semua bagian tubuh tumbuhan dimakan oleh
hewan, (2) tidak semua bahan yang dimakan oleh hewan dapat diserap
oleh saluran pencernaan makanan, sebagian ada yang kelaur bersama
kotoran, (3) tidak semua zat makanan yang diserap oleh usus dapat
disusun menjad biomassa tubuh, karena sebagian dikeluarkan oleh tubuh
sebagai sisa metabolism (Susanto, 1999).
Produktivitas sekunder juga ditentukan oleh kecepatan reproduksi
dari hewan-hewan heterotrop. Jika kecepatan perkembangbiakan hewan
cepat maka produktivitas sekunder tinggi. Hewan-hewan tertentu
berkembang biak pada musim-musim tertentu. Hal ini tampak pada siput
darat. Pada musim kemarau siput melakukan dormnsi dengan beristirahat
di tempat-tempat yang teduh dan lembab. Menjelang musim penghujan
siput bertelur, dan telurrnya menetas pada awal musim penghujan. Dengan
demikian dapat diperhitungkan bahwa pada musim kemarau produktivitas

28
energy pada populasi siput darat pada musim kemarau rendah, dan pada
musim penghujan tinggi (Susanto, 1999).
Laju penyimpanan materi organik oleh konsumen disebut sebagai
produktivitas sekunder. Untuk produktivitas sekunder tidak dibedakan
menjadi produktivitas bersih dan produktivitas kasar, karena konsumen
hanya menggunakan energi makanan yang dihasilkan oleh produsen,
kemudian mengubahnya menjadi jaringan tubuh konsumen dengan satu
proses yang menyeluruh. Jumlah energi yang mengalir dalam aras hetero-
trofik adalah analog dengan produksi kasar pada aras autotrofik, dan ini
disebut asimilasi.
Carlisle Daren M. & Clements William H. (2003) menyatakan
bahwa produksi sekunder merupakan fungsi pengukuran dinamika
populasi, termasuk didalamnya proses yang terjadi pada level individu,
populasi maupun ekosistem. Produksi sekunder adalah ukuran komposit
sebuah kepadatan populasi biota, biomassa dan pertumbuhan selama kurun
waktu tertentu (Valentine et al., 2011). Hewan-hewan herbivora yang
mendapat bahan-bahan organik dengan memakan fitoplankton merupakan
produsen kedua didalam sistem rantai makanan. Hewan-hewan karnivora
yang memangsa binatang herbivora adalah produsen, begitu seterusnya
rentetan-rentetan karnivora-karnovora yang memangsa karnivora yang
lain, merupakan tingkat ke empat, kelima dan sampai pada tingkat yang
lebih tinggi (sehingga dinamakan trofik level) dalam sistem rantai
makanan. Perpindahan ikatan organik dari satu trofik level ke trofik level
berikutnya merupakan suatu proses yang relatif tidak efisien. Di laut bebas
dan banyak tempat didaratan efisien perpindahannya dari satu tingkat ke
tingkat berikutnya dipercaya hanya sebesar kira-kira 10%. Itu berarti
bahwa dari 100 unit bahan organik yang diproduksi oleh produsen pertama
hanya 10 unit yang dapat dimanfaatkan oleh produsen kedua, 1 unit oleh
produsen ketiga dan demikian seterusnya yang terjadi di sepanjang rantai
makanan ini
Produktivitas sekunder dapat digunakan sebagai sumber protein
hewani bagi manusia. Manusia di dalam hidupnya tidak hanya

29
memerlukan karbohidrat saja, tetapi juga memerlukan protein serta
lipida. Keperluan terhadap protein dan lipida tersebut harus dicukupinya
melalui produktivitas sekunder. Protein dan lipida nabati saja tidak akan
mencukupi bagi keperluan manusia, bahkan manusia memerlukan asam
amino tertentu yang tidak terdapat dalam tubuh tumbuhan, tetapi hanya
terdapat pada tubuh hewan. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan
hidup maka manusia tidak hanya memakan nasi dan sayur saja, tetapi juga
butuh daging, buah-buahan dan lain sebagainya. Jadi produktivitas
sekunder juga mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia.
Energi kimia dalam bahan organik yang berpindah dari produsen
ke organisme heterotrop (konsumen primer) dipergunakan untuk aktivitas
hidup dan hanya sebagian yang dapat diubah menjadi energi kimia yang
tersimpan di dalam tubuhnya sebagai produktivitas bersih. Demikian juga
perpindahan energi ke konsumen sekunder dan tersier akan selalu menjadi
berkurang. Perbandingan produktivitas bersih antara trofik dengan trofik-
trofik di atasnya dinamakan efisiensi ekologi. Diperkirakan hanya sekitar
10% energi yang dapat ditransfer sebagai biomassa dari trofik sebelumnya
ke trofik berikutnya.
Energi makanan yang tersedia bagi konsumen merupakan
produktivitas primer. Energi tersebut tidak berarti bahwa energi yang
tersedia dapat dimanfaatkan secara keseluruhan oleh konsumen. Berikut
akan diberikan beberapa contoh :
 Tumbuhan. Tidak semua bagian tumbuhan dimakan oleh hewan, tetapi
ada bagian yang tidak dimakan, seperti : kayu dan cabang. Dalam kayu
terkandung energi tetapi tidak dimakan oleh herbivora.
 Ulat hanya memakan daun yang memiliki umur tertentu.
 Burung memakan biji-bijian atau buah saja.
 Hewan ternak hanya akan memakan bagian rumput yang masih muda
dan daun-daunnya saja.

Kemampuan pencernaan (metabolisme) berbagai jenis konsumen


pada dasarnya berbeda-beda. Belalang hanya mampu mengasimilasi 30%
materi dan energi dari rumput yang dimakannya. Sedangkan tikus hanya

30
mampu mengasimilasi 85-90%. Populasi konsumen mempunyai
kemampuan untuk mengubah energi yang dikonsumsinya juga berbeda-
beda. Invertebrata misalnya; menggunakan sebanyak 79% dari energi yang
diasimilasi untuk metabolisme, dan 21% sisanya disimpan dalam
tubuhnya. Sedangkan vertebrata menggunakan 98% dari energi yang
diasimilasinya untuk metabolisme. Jadi invertebrata justru mampu
mengubah energi lebih besar menjadi biomasa dibandingkan dengan
vertebrata. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa adanya efisiensi
penangkapan energi yang berbeda-beda dari satu makhluk dengan
makhluk lainnya meskipun mereka secara bersama-sama menempati aras
yang sama.

31
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Komunitas merupakan konsep penting karena di alam berbagai jenis
organisme hidup bersama dalam suatu aturan dan tidak tersebar begitu
saja dan apa yang dialami oleh komunitas akan dialami juga oleh
organisme. Jika komunitas berubah, suatu organisme dapat musnah.
2. Predominasi/predominansi merupakan sejumlah spesies yang ditentukan
oleh jumlah kelimpahannya dalam suatu komunitas. Tingkat
predominansi dari masing-masing spesies fauna tanah ditentukan
berdasarkan kelimpahan relatifnya. Suatu spesies dikategorikan
predominan jika memiliki kelimpahan relatif (KR) 5%.
3. Dominasi/dominansi merupakan pengendalian nisbi yang diterapkan
makhluk hidup atas komposisi spesies dalam komunitasnya. Perilaku
binatang yang menunjukkan dominasi biasanya ditandai oleh sikap
superioritasnya terhadap kawanannya.
4. Keanekaragaman hayati merupakan suatu istilah yang digunakan yang
mencakup semua bentuk kehidupan yang dikelompokkan ke dalam gen,
spesies tumbuhan, hewan dan mikroorganisme serta ekosistem dan
proses-proses ekologi.
5. Stabilitas ekosistem adalah kemampuan suatu ekosistem dalam menahan
berbagai bentuk perubahan pada ekosistem tersebut. Kemampuan
menahan tekanan peruhan ekosistem bisa berupa kemapuan menahan
tekanan perubahan yang besar maupun kemampuan untuk cepat pulih
setelah terkena perubahan menjadi seperti ekosistem semula.
6. Anggaran energi merupakan istilah yang berkaitan dengan arah
pemanfaatan energi yang berhasil ditambat oleh makhluk di dalam suatu
ekosistem. Bertujuan untuk kelangsungan hidup dan untuk menjaga
kelestarian jenisnya dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
Berlangsung dengan adanya proses rantai makanan. Struktur trofik
berupa piramida ekologi.

32
7. Efisiensi ekologi merupakan perbandingan dari beberapa parameter
aliran energi di dalam dan antar tingkatan trofik, populasi, dan individu
organisme, dengan kata lain efisiensi ekologi adalah rasio atau
perbandingan antara laju aliran energi pada berbagai mata rantai pada
rantai makanan. Terdapat berbagai macam efisiensi, diantaranya adalah
efisiensi fotosintesis, efisiensi produksi, efisiensi pertumbuhan, efisiensi
reproduksi dan efisiensi eksploitasi dan efisiensi trofik.
8. Produktifitas adalah laju penyimpanan energi oleh suatu komunitas atau
ekosistem. Terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem
dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap
ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas
bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam
lingkungan. Produktivitas pada produsen disebut produktivitas primer
(dasar) sedangkan pada konsumen disebut produktivitas sekunder.

B. Saran
1. Dalam suatu kehidupan, suatu organisme tidak dapat hidup sendiri.
Untuk kelangsungan hidupnya suatu organisme akan sangat bergantung
pada oranisme lain dan berbagai komponen yang ada disekitarnya.
2. Dalam penulisan makalah ini kami menyadari banyaknya kekurangan,
maka kami sebagai tim penulis mengharapkan atau menerima saran demi
penyempurnaan makalah ini.

33
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Amran. 2011. Rahasia Ekosistem Hutan Bukit Kapur. Surabaya. Brilian
Internasional.

Begon, M., Harper, J.L., dan Towsend, C.R. 1990. Ecology: Individuals,
Populations, and Communities. Cambridge: Blackwell Science Ltd
Blacwell, O. dan Kendeigh, S. C. 1980. Ecology with Special Reference to Animal
and Man. New jersey: Prentice Hall Press.

Carlisle Daren M. & Clements William H. 2003. Growth and secondary


production of aquatic insects along a gradient of Zn contamination in Rocky
Mountain streams. J. N. Am. Benthol. 22(4): 582–597.

Chapin, F.S., P. A. Matson., H. A. Mooney. 2002. Principles of Terrestrial


Ecosystem Ecology. United States of America: Springer.
Darmawan, A. 2005. Ekologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang Press.

Irwanto. 2013. SUKSESI HUTAN | SUKSESI TUMBUHAN [online]


http://irwantoforester.wordpress.com/suksesihutan. Diakses pada tanggal:
20/10/2019.
Kramadibrata, H. 1996. Ekologi Hewan. Bandung: Institut Teknologi Bandung
Press.
Madre, Terra. 2015. Keanekaragaman Hayati. Yogyakarta: Slow Food.
Odum, E. P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan dari Fundamental of
Eology.Yogyakara: Gajah Mada Press

Silaban, Raymons. 2013. Sifat – Perilaku Sistem Ekologi dan Implikasi Terhadap
Tindakan Konservasinya [online] http://raymoon760.wordpress.com/sifat-
perilaku-sistem-ekologi-dan-implikasi-terhadap-tindakan-konservasinya.
Diakses pada tanggal: 20/10/2019.
Sukarsono. 2009. Pengantar Ekologi Hewan. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press.
Sunarmi. 2012. Melestarikan Keanekaragaman Hayati Melalui Pembelajaran Di
Luar Kelas Dan Tugas Yang Menantang. Jurnal Pendidikan. Universitas
Negeri Malang
Susanto. P. 1999. Ekoenergitika. Malang: Universitas Negeri Malang Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Sutoyo. 2010. Keanekaragaman Hayati Indonesia (Suatu Tinjauan: Masalah dan
Pemecahannya). Jurnal Buana Sains. Vol. 10. No.2.

34
Valentine, R., Rypel Andrew L., dan Layman Craig A. 2011. Community
secondary production as a measure of ecosystem function: a case study with
aquatic ecosystem fragmentation. Bulletin of Marine Science. 87 (4): 913-
937.

Wirakusumah, S. 2003. Dasar-Dasar Ekologi. Jakarta: Universitas Indonesia


Press.
Yudianto, Suroso, Adi. Chaerul Rochman, dkk (Ed). (2006). Manjemen Alam:
Sumber Pendidikan. Bandung: Mughni Sejahtera.

35

Anda mungkin juga menyukai