M DENGAN
GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER : HIPERTENSI DI
DESA SUNGAI RAYA SIDIKALANG
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
A.Latar Belakang
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2013).
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan kerusakan pada ginja, jantung, dan otak bila tidak dideteksi secara dini
dan mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes RI, 2013).
Faktor-faktor hipertensi yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor
risiko yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah terdiri dari genetika,
umur, jenis kelamin. Faktor yang dapat diubah yaitu obesitas, kurang olahraga,
konsumsi garam berlebih, merokok dan mengkonsumsi alkohol dan stres.
Berdasarkan masalah yang ada, maka penyakit hipertensi menjadi salah satu penyakit
yang ditakuti masyarakat dan menjadi perhatian pemerintah (Kemenkes RI, 2013).
Untuk menghindari hal tersebut perlu pengamatan secara dini. Hipertensi sering
ditemukan pada usia tua/lanjut kira-kira 65 tahun keatas. Untuk mencegah komplikasi
diatas sangat diperlukan perawatan dan pengawasan yang baik. Banyak kasus
penderita dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler dapat dicegah jika seorang
merubah perilaku kebiasaan yang kurang sehat dalam mengkonsumsi makanan yang
menyebabkan terjadinya hipertensi, selalu berolah raga secara teratur serta merubah
kebiasan hidup lainnya yang dapat mencetus terjadinya penyakit hipertensi seperti
merokok, minum-minuman beralkohol. Adapun faktor dietik dan kebiasaan makan
yang mempengaruhi tekanan daran yang meliputi, cara mempertahankan berat badan
ideal, natrium klorid, Kalium, Kalsium, Magnesium, lemak dan alcohol.
Dalam pelaksanaan tugas–tugas kesehatan keluarga mempunyai peranan yang
sangat penting dalam pemeliharaan kesehatan bagi anggota keluarga yang menderita
penyakit hipertensi. Freedmen (1981) membagi lima (5) peran yang dilakukan
keluarga yaitu : mengenal gejala hipertensi, mampu mengambil keputusan untuk
melakukan tindakan yang tepat untuk menolong klien hipertensi, mampu memberikan
asuhan keperawatan pada anggota keluarga yang menderita hipertensi dalam
mengatasi masalahnya dan meningkatkan produktivitas keluarga dalam meningkatkan
mutu hidup anggota keluarga, yang menderita penyakit hipertensi. Untuk mencapai
tujuan perawatan kesehataan keluarga yang optimal, sangatlah penting peran perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah untuk mendapatkan gambaran
nyata mengenai asuhan keperawatan gerontik pada klien Ny. M
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan laporan ini adalah untuk mendapatkan
gambaran nyata tentang:
a. Mampu melaksanakan pengkajian pada lansia
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan lansia
c. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan.
d. Mampu melaksanakan tindakan dalam praktek nyata sesuai dengan masalah
yang telah diprioritaskan.
e. Mampu menilai dan mengevaluasi hasil dari tindakan yang telah
dilaksanakan pada klien hipertensi.
f. Mampu mendokumentasikan rencana tindakan asuhan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses secara perlahan – lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus – menerus
berlanjut secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua
makhluk hidup.
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh.
Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang
sering menghinggapi kaum lanjut usia. Proses menua sudah mulai berlangsung
sejak seseorang mencapai usia dewasa, misalnya dengan terjadinya kehilangan
jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit
demi sedikit.
Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun
mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang
pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagai bagian dari proses
penuaan yang normal, seperti berkurangnya ketajaman panca indera, menurunnya
daya tahan tubuh merupakan ancaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi
mereka masih harus berhadapan dengan kehilangan peran diri, kedudukan sosial
serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai.
B. Konsep Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit yang umum terjadi dalam
masyarakat kita. Keadaan itu terjadi jika tekanan darah pada arteri utama didalam
tubuh terlalu tinggi. Hipertensi kini semakin sering dijumpai pada orang lanjut usia
(Shanty, 2011). Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh
darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja
lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi
tubuh. Jika dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain,
terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal (Kemenkes RI, 2013).
2. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi atas hipertensi esensial dan
hipertensi sekunder yaitu sebagai berikut :
a. Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial (primer) atau idiopatik, adalah hipertensi yang tidak jelas
etiologinya. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam kelompok ini.
Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi esensial adalah peningkatan
resistensi perifer. Penyebab hipertensi esensial adalah multifaktor, terdiri dari
factor genetic dan lingkungan. Factor keturunan bersifat poligenik dan terlihat
dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dari keluarga. Faktor predisposisi
genetic ini dapat berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan terhadap stress,
peningkatan reaktivitas vascular (terhadap vasokonstriktor), dan resistensi
insulin. Paling sedikit ada 3 faktor lingkungan yang dapat menyebabkan
hipertensi yakni, makan garam (natrium) berlebihan, stress psikis, dan obesitas.
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi Sekunder. Prevalensinya hanya sekitar 5-8 % dari seluruh penderita
hipertensi. Hipertensi ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi
renal), penyakit endokrin (hipertensi endokrin), obat, dan lain-lain. Hipertensi
renal dapat berupa:
1) Hipertensi renovaskular adalah hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal
sehingga menyebabkan hipoperfusi ginjal.
2) Hipertensi akibat lesi pada parenkim ginjal menimbulkan gangguan fungsi
ginjal.
Pada saat yang bersamaan, sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang. Hal ini
mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal mensekresi
epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya untuk memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah.
Vasokontriksi mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal dan memicu pelepasan
renin. Pelepasan rennin inilah yang merangsang pembentukan angiotensin I yang
akan diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat yang nantinya akan
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon aldosteron ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, sehingga terjadi
peningkatan volume intra vaskular. Semua faktor ini dapat mencetus terjadinya
hipertensi.
4. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut JNC (Joint National Committee On Prevention,
Detection, Evaluation, And The Treatment Of High Blood Pressure), yang dikaji
oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat. Data terbaru menunjukkan
bahwa nilai tekanan darah yang sebelumnya dipertimbangkan normal ternyata
dapat menyebabkan peningkatan resiko komplikasi kardiovaskuler. Sehingga
mendorong pembuatan klasifikasi baru pada JNC 7, yaitu terdapat pra hipertensi
dimana tekanan darah sistol pada kisaran 120-139 mmHg, dan tekanan darah
diastole pada kisaran 80-89 mmHg. Hipertensi level 2 dan 3 disatukan menjadi
level 2. Tujuan dari klasifikasi JNC 7 adalah untuk mengidentifikasi individu-
individu yang dengan penanganan awal berupa perubahan gaya hidup, dapat
membantu menurunkan tekanan darahnya ke level hipertensi yang sesuai dengan
usia.
Tabel 2.1
Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC VII
2) Jenis Kelamin
Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih
banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar
2,29 untuk peningkatan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya
hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan
dengan wanita (Depkes, 2006). Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria
sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler
sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi
oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High
Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan
faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek 15
perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita
pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan
sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh
darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen
tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang
umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian
didapatkan hasil lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin
wanita sekitar 56, 5% (Anggraini, 2009). Data Riskesdas (Riset Kesehatan
Dasar) menyebutkan bahwa prevalensi penderita hipertensi di Indonesia
lebih besar pada perempuan (8,6%) dibandingkan laki-laki (5,8%).
Sedangkan menurut Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2006),
sampai umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding
perempuan. Dari umur 55 sampai 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan
dibanding laki-laki yang menderita hipertensi (Depkes, 2009).
3) Keturunan (Genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga
mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer
(essensial). Tentunya faktor genetik ini juga dipenggaruhi faktor-faktor
lingkungan, yang kemudian menyebabkan seorang menderita hipertensi.
Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan
renin membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita
hipertensi, maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu
orang tuanya yang menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke
anak-anaknya (Depkes, 2006). Faktor keturunan menunjukkan, jika kedua
orang tua kita menderita hipertensi kemungkinan kita terkena penyakit ini
sebesar 60 % karena menunjukan ada faktor gen keturunan yang berperan
(Iqbal, 2008).
3) Merokok
Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap
melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses artereosklerosis
dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara
kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh
darah. Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen
untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah
tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri
(Depkes, 2006). Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok
berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan
risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam
penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and
Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya
tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan
perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8%
subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan
dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu
kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan
merokok lebih dari 15 batang perhari
Menurut Depkes RI (2009), telah dibuktikan dalam penelitian bahwa
dalam satu batang rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya termasuk
43 senyawa. Bahan utama rokok terdiri dari 3 zat, yaitu :
a) Nikotin, merupakan salah satu jenis obat perangsang yang dapat merusak
jantung dan sirkulasi darah dengan adanya penyempitan pembuluh darah,
peningkatan denyut jantung, pengerasan pembuluh darah dan
penggumpalan darah.
b) Tar dapat mengakibatkan kerusakan sel paru-paru dan menyebabkan
kanker.
c) Karbon Monoksida (CO) merupakan gas beracun yang dapat
menghasilkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen
(Depkes, 2009).
4) Olahraga
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi
diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru
memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen
ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisasisa dari tubuh (Supariasa,
2001). Olahraga dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner melalui
mekanisme penurunan denyut jantung, tekanan darah, penurunan tonus
simpatis, meningkatkan diameter arteri koroner, sistem kolateralisasi
pembuluh darah, meningkatkan HDL (High Density Lipoprotein) dan
menurunkan LDL (Low Density Lipoprotein) darah. Melalui kegiatan
olahraga, jantung dapat bekerja secara lebih efisien. Frekuensi denyut nadi
berkurang, namun kekuatan jantung semakin kuat, penurunan kebutuhan
oksigen jantung pada intensitas tertentu, penurunan lemak badan dan berat
badan serta menurunkan tekanan darah (Cahyono, 2008).
Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan
bermanfaat bagi penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan
melakukan olahraga aerobik yang teratur dapat menurunkan tekanan darah
tanpa perlu sampai berat badan turun (Depkes, 2006). Kurangnya aktivitas
fisik menaikkan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko
untuk menjadi gemuk.Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai
detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras
pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa
semakin besar pula kekuaan yang mendesak arteri (Hamer, 2006).
6. Gejala Hipertensi
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala
khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara lain
yaitu :
a. Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala
b. Sering gelisah
c. Wajah merah
d. Tengkuk terasa pegal
e. Mudah marah
f. Telinga berdengung
g. Sukar tidur
h. Sesak napas
i. Rasa berat ditengkuk
j. Mudah lelah
k. Mata berkunang-kunang
l. Mimisan (keluar darah dari hidung)..
7. Komplikasi
Hipertensi dapat berpotensi menjadi komplikasi berbagai penyakit diantaranya
adalah stroke hemorragik, penyakit jantung hipertensi, penyakit arteri koronaria
anuerisma, gagal ginjal, dan ensefalopati hipertensi (Shanty, 2011).
1) Stroke
Stroke adalah kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena berkurangnya
atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Jaringan otak yang mengalami
hal ini akan mati dan tidak dapat berfungsi lagi. Kadang pula stroke disebut
dengan CVA (cerebrovascular accident). Hipertensi menyebabkan tekanan
yang lebih besar pada dinding pembuluh darah, sehingga dinding pembuluh
darah menjadi lemah dan pembuluh darah rentan pecah. Namun demikian,
hemorrhagic stroke juga dapat terjadi pada bukan penderita hipertensi. Pada
kasus seperti ini biasanya pembuluh darah pecah karena lonjakan tekanan
darah yang terjadi secara tiba-tiba karena suatu sebab tertentu, misalnya
karena makanan atau faktor emosional. Pecahnya pembuluh darah di suatu
tempat di otak dapat menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapat
pasokan oksigen dan nutrisi yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut
menjadi kekurangan nutrisi dan akhirnya mati. Darah yang tersembur dari
pembuluh darah yang pecah tersebut juga dapat merusak sel-sel otak yang
berada disekitarnya.
2) Penyakit Jantung
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, sebagai akibatnya terjadi hipertropi
ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Kebutuhan oksigen oleh
miokardium akan meningkat akibat hipertrofi ventrikel, hal ini mengakibat
peningkatan beban kerja jantung yang pada akhirnya menyebabkan angina
dan infark miokardium. Disamping itu juga secara sederhana dikatakan
peningkatan tekanan darah mempercepat aterosklerosis dan arteriosclerosis.
4) Aneurisme
Pembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan, tetapi ada yang terpisah
sehingga memungkinkan darah masuk. pelebaran pembuluh darah bisa
timbul karena dinding pembuluh darah aorta terpisah atau disebut aorta
disekans. kejadian ini dapat menimbulkan penyakit aneurisma diamana
gejalanya adalah sakit kepala yang hebat, sakit di perut sampai ke pinggang
belakang dan di ginjal. aneurisme pada perut dan dada penyebab utamanya
pengerasan dinding pembuluh darah karena proses penuaan (aterosklerosis)
dan tekanan darah tinggi memicu timbulnya aneurisme.
8. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya
hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan
konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
a) Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak
terjadi hiperkolesterolemia, Hipertensi, dsb.
b) Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
c) Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
d) Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita
hipertensi berupa:
1. Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun
dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
2. Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara
normal dan stabil mungkin.
3. Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
4. Batasi aktivitas.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
1) Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari
sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan
factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
2) Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi /
fungsi ginjal.
3) Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan
hipertensi).
4) Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi
6) Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa
( efek kardiovaskuler ).
7) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi
dan hipertensi
8) Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab)
9) Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada
DM.
10) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko
hipertensi
11) Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
12) EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi
ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola
regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi.
13) Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area
katup, pembesaran jantung.
b. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan
yang pertama ) :
1) IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
2) CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3) IUP:mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
4) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT
scan.
5) (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis
pasien.
10. Penatalaksanaan
a. Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
b. Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :
1) Terapi tanpa Obat (diet rendah kolestrol, penurunan berat badan, restriksi
garam)
2) Latihan fisik (olah raga).
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas /Data Biografis Pasien
a. Nama :Ny. M
b. Umur :56 Tahun
c. Pendidikan terakhir :SMP
d. Agama :Katolik
e. Status perkawinan :Menikah
f. Alamat :Jl. Tigalingga KM 6 Sidikalang
g. Telepon :-
h. Jenis kelamin :Perempuan
i. Orang yang paling dekat dihubungi :Tn. A dan An. A
j. Hubungan dengan usila :suami dan anak
k. Alamat : Jl. Tigalingga KM 6 Sidikalang
2. Riwayat Keluarga
a. Pasangan
1) Nama : Tn. A
2) Umur : 58 Tahun
3) Pekerjaan : Petani
4) Alamat : Jl. Tigalingga KM 6 Sidikalang
5) Hidup/Mati : Hidup
6) Kesehatan : Gout Artrithis
b. Anak
1) Nama : An. A
2) Alamat : Jl. Tigalingga KM 6 Sidikalang
3) Hidup/Mati : Hidup
Genogram :
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
…….. : serumah
3. Riwayat Pekerjaan
saat ini Ny. M bekerja sebagai petani
4. Riwayat Lingkungan
Klien tinggal dengan suami dan anaknya. Pencahayaan dalam rumah terang,
memiliki jendela rumah kaca yang selalu terbuka dan dibersihkan.Pertukaran
udara dan cahaya matahari baik. Kondisi sekitar dan dalam rumah nyaman.
Disekitar rumah terdapat tanaman.
5. Riwayat Rekreasi
Klien sudah jarang jalan-jalan. Klien hanya berada di rumah dan bekerja
kekebun menghabiskan hari bersama suami dan anaknya
6. Sumber/Sistem Pendukung Yang Digunakan
Dirumah klien melaksanakan kegiatan dibantu anaknya
d. Integumen : tampak bersih, ada lesi, turgor kulit jelek, warna kulit
kuning langsat
e. Kepala : bentuk bulat, rambut sebahagian putih, kulit kepala
bersih, berbau
f. Mata : simetris, fungsi penglihatan menurun, terdapat katarak
di kedua mata, konjungtiva anemis
g. Telinga : simetris, tidak ada nyeri tekan, fungsi pendengaran
baik
h. Hidung : Simetris, Bersih, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
benjolan
i. Mulut : mulut bersih, gigi masih lengkap, tidak ada
pembesaran tiroid
j. Leher : tidak ada pembesaran vena jugularis
k. paru-paru : inspeksi : simetris, tidak ada lesi
palpasi : pergerakan dada simetris
perkusi : sonor
auskultasi : Vesikuler
l. jantung : inspeksi : -
palpasi : -
perkusi : dalam batas normal
auskultasi : dup lup, tidak ada suara tambahan
m. gastrointestinal : inspeksi : tidak ada lesi
palpasi : tidak ada pembesaran hati
perkusi : timpani
auskultasi: biing usus 5x/menit
n. perkemihan : BAK 6x/hari, tidak ada inkontinensia
o. muskuloskeletal : kekuatan otot 5555
2. Psikososial
a. Komunikasi dengan orang lain : Baik
b. Hubungan dengan orang lain : Baik
c. Peran dalam Kelompok : Teman
d. Kesedihan Yang dirasakan : klien merasa senang tinggal bersama
keluarga
e. Stabilitas emosi : Stabil
f. Perhatian dari keluarga : Anak klien setiap hari membantu klien
melakukan kegiatan berkebun maupun pekerjaan di rumah
APGAR Keluarga
No Fungsi Uraian Skore
Saya puas bahwa saya dapat kembali pada 1
keluarga ( teman-teman ) saya untuk
1. Adaptasi
membantu pada waktu sesuatu menyusahkan
saya
2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga (teman- 1
teman ) saya membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan masalah dengan
saya
Saya puas bahwa keluarga ( teman-teman ) 1
saya menerima dan mendukung keinginan
3. Pertumbuhan
saya untuk melakukan aktivitas atau arah
baru
Saya puas dengan cara keluarga ( teman- 1
teman ) saya mengekspresikan efek dan
4. Afeksi
berespons terhadap emosi emosi saya, seperti
marah, sedih atau mencintai
Saya puas dengan cara teman-teman saya 1
5. Pemecahan
dan saya menyediakan waktu bersama-sama
ANALISA DATA
Nama klien : Ny. M
Umur. : 56 tahun
Data penunjang Penyebab Masalah
DO :
DO :
Nama : Ny. M
Umur : 56 tahun
No Diagnosa Keperawatan
Nama : Ny. M
Umur : 56 tahun
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan meningkatnya populasi lanjut usia di Indonesia, kejadian hipertensi pada
populasi ini meningkat pula. Meningkatnya tekanan darah sudah terbukti
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada usia lanjut. Salah satu karakteristik
hipertensi pada usia lanjut adalah terdapatnya berbagai penyakit penyerta (komorbid)
dan komplikasi organ target, seperti kejadian penyakit kardiovaskuler, ginjal,
gangguan pada sistem saraf pusat dan mata. Dengan menurunkan tekanan darah
sampai target 140/90 mmHg dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
Selain diagnosis yang sangat teliti, tatalaksana hipertensi pada usia lanjut harus juga
memperhatikan kedua hal tersebut di atas. Penatalaksanaan hipertensi pada lansia
tidak berbeda dengan penatalaksanaan hipertensi pada umumnya, yaitu merubah pola
hidup dan pengobatan anti hipertensi yang dapat dilakukan dengan nonfarmakologis
melalui terapi nafas dalam yang dapat menurunkan tekanan darah tinggi.
B. Saran
1. Pasien agar lebih kooperatif, selalu memperhatikan serta tidak melakukan hal-
hal yang menyimpang dari petunjuk dokter/perawat. Bila dirumah harus dapat
menjaga diri agar tidak terjadi komplikasi yaitu penyakit stroke.
2. Untuk tenaga kesehatan setempat agar selalu memberikan informasi tentang
perkembangan kesehatan dan memberi pendidikan kesehatan pada lansia yang
paling sederhana dan anak kandung dari lansia agar senantiasa memotivasi
untuk selalu menjaga pola makan, jangan terlalu banyak pikiran, dan jangan
lupa untuk berolahraga.