Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN


PERAN DAN FUNGSI PERAWAT PADA PASIEN LUKA BAKAR

Disusun Oleh:
Kelompok 1/6C

Nama Anggota:
1. Siti Fauzia Hadiyana (1130016003)
2. Nias Versiana Monty (1130016026)
3. Miftahur Rohmah (1130016036)
4. Ryan Pramana Piero (1130016057)
5. Rosyana Anggraeni (1130016129)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATU ULAMA SURABAYA
2019
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Luka Bakar


Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus
listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam. Luka bakar yang luas memengaruh metabolism dan
fungsi setiap sel tubuh, semua system dapat terganggu, terutama system
kardiovaskuler (Tutik,2012).
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat
trauma panas, elektrik, kimia dan radiasi (Smith,1998).
Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas,
kimia atau radio aktif (Wong,2003).
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas
ke tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi dan radiasi
elektromagnetic (Effendi,1999).
Jadi luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh
panas, kimia, elektrik maupun radiasi.
B. Penyebab
Menurut Wong 2003, luka bakar dapat disebabkan oleh :
1. Panas : Basah (air panas, minyak)
Kering (uap, metal, api)
2. Kimia : Asam kuat seperti Asam Sulfat
Basa kuat seperti Natriu Hidroksida
3. Listrik : Voltage tinggi, petir
4. Radiasi : termasuk X-ray
C. Tanda dan Gejala
Menurut Wong and Whaley’s 2003, tanda dan gejala pada luka bakar
adalah :
1. Grade 1
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar), kulit kering kemerahan,
nyeri sekali, sembuh dalam 3-7 hari dan tidak ada jaringan parut.
2. Grade 2
Kerusakan epidermis (kulit bagian luar) dan dermis (kulit bagian
dalam), terdapat vesikel (benjolan berupa cairan atau nanah) dan
oedem sub kutan (adanya penimbunan dibawah kulit), luka merah dan
basah,mengkilap, sangat nyeri, sembuh dalam 21-28 hari tergantung
komplikasi infeksi.
3. Grade 3
Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah
keputih-putihan (seperti merah yang terdapat serat putih dan
merupakan jaringan mati) atau hitam keabu-abuan (seperti luka kering
dan gosong juga termasuk jaringan mati), tampak kering, lapisan yang
rusak tidak sembuh sendiri (perlu skin graf).

Metode Rule of Nines untuk menentukan daerah permukaan tubuh total


(Body surface Area : BSA) untuk orang dewasa adalah :

1. Kepala dan leher : 9%


2. Ekstremitas atas kanan : 9%
3. Ekstremitas atas kiri : 9%
4. Ekstremitas bawah kanan : 18%
5. Ekstremitas bawah kiri : 18%
6. Badan bagian depan : 18%
7. Badan bagian belakang : 18%
8. Genetalia : 1%
100%
D. Patofisiologi
Luka bakar (combustio) pada tubuh dapat terjadi karena konduksi
panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Setelah terjadi luka bakar
yang parah, dapat mengakibatkan gangguan hemodinamika, jantung, paru,
ginjal serta metabolik akan berkembang lebih cepat. Dalam beberapa detik
saja setelah terjadi jejas yang bersangkutan, isis curah jantung akan
menurun, mugkin sebagai akibat dari refleks yang berlebihan serta
pengembalian vena yang menurun. Kontaktibilitas miokardium tidak
mengalami gangguan.
Segera setelah terjadi jejas, permeabilitas seluruh pembuluh darah
meningkat, sebagai akibatnya air, elektrolit, serta protein akan hilang dari
ruang pembuluh darah masuk ke dalam jaringan interstisial, baik dalam
tempat yang luka maupun yang tidak mengalami luka. Kehilangan ini
terjadi secara berlebihan dalam 12 jam pertama setelah terjadinya luka dan
dapat mencapai sepertiga dari volume darah. Selama 4 hari yang pertama
sebanyak 2 pool albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian
kekurangan albumin serta beberapa macam protein plasma lainnya
merupakan masalah yang sering didapatkan.
Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar,
pengaliran plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan,
sehingga timbul oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan aldosteron
meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan penurunan pembentukan
kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang, ekskresi kalium
diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara maksimal.
Albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian kekurangan
albumin serta beberapa macam protein plasma lainnya merupakan masalah
yang sering didapatkan.
Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bkar besar,
pengaliran plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan,
sehingga timbul oliguria. Sekresi hormon antideuritika dan aldosteron
meningkat. Lebih lanjut lagi mengakibatkan penurunan pembentukan
kemih, penyerapan natrium oleh tubulus dirangsang, ekskresi kalium
diperbesar dan kemih dikonsentrasikan secara maksimal.
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges,2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka
bakar yaitu :
1. Laboratorium : Hitung darah lengkap, leukosit, GDA, elektrolit serum,
natrium urin, alkali fosfat, glukosa serum, albumin serum, BUN atau
kreatin, Loop aliran volume, EKG, fotografi luka bakar.
F. Penalatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan pasien
dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu
antara lain mencakup penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan
pertama di unit gawat darurat, penanganan diruang intensif atau bangsal.
Tindakan yang diberikan antara lain adalah terapi cairan, fisioterapi dan
psikiatri. Pasien dengan luka bakar memerlukan obat-obatan topical.
Pemberian obat-obatan topical anti microbial bertujuan tidak untuk
mensterilkan luka akan tetapi akan menekan pertumbuhan
mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi, dengan memberikan obat-
obatan topical secara tepat dan efektif dapat mengurangi terjadinya infeksi
luka dan mencegah sepsis yang sering kali masih menjadi penyebab
kematian pasien (Effendi.C,1999).
G. Penyembuhan Luka
Biologi penyembuhan luka berusia kurang dari 100 tahun dan ilmu
pengetahuan yang baru tentang hal ini terus berkembang. Seluruh kegiatan
penyembuhan luka diatur oleh serangkaian reaksi kimia yang kompleks
yang menginisiasi, mengendalikan, atau menghambat berbagai faktor, dan
seluruh kegiatan ini saling berhubungan. Namun, walaupun banyak
kegiatan saling tumpang tindih, untuk tujuan penjelasan, tahapan ini dapat
dibagi sebagai berikut.
a. Reaksi segera: vasokonstriksi/aktivasi pembekuan, trombosit, dan sel
endotel/hemostasis/pembentukan bekuan
Segera setelah cedera, pembuluh darah berkontriksi di sekitar tempat
tersebut, dan vasokontriksi ini dapat mengurangi perdarahan dengan
cepat. Kerusakan seluler menyebabkan keluarnya darah, dan hal ini
membantu mengaktivasi proses koagulasi. Trombosit menempel pada
sub-endotelium yang terpajan dari cedera tersebut dan menggumpal
bersamaan (proses ini disebut agregasi), dan bersama dengan fibrin
(protein darah) membentuk suatu bekuan, memenuhi ruang yang
terkena cedera dan membawa bagian-bagian tersebut secara bersama-
sama. Bekuan fibrin terutama terdri dari sel darah merah, tetapi juga
dapat mengandung jaringan yang mati atau bahkan zat asing.
b. Inflamasi
Respon inflamasi akut terjadi beberapa jam setelah cedera, dan
efeknya bertahan selama 5-7 hari. Kerusakan jaringan dan
teraktivasnya faktor pembekuan menyebabkan pelepasan berbaga
substansi vasoaktif, seperti prostaglandin dan histamin, yang
mengakibatkan peningkatan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, serta stimulasi serat-serat nyeri.
Inflamasi yang normal dikarakteristikkan sebagai berikut: 1)
kemerahan (eritema), 2) kemungkinan pembengkakan, 3) suhu sedikit
meningkat di area setempat atau pada kasus luka yang luas, 4)
kemungkinan ada nyeri.
c. Proliferasi: rekonstruksi/granulasi
Selama fase proliferasi, pembentukan pembuluh darah yang baru
berlanjut di sepanjang luka (angiogenesis atau neovaskularsasi). Proses
ini sangat penting, karena tidak ada jaringan baru yang dapat dibentuk
tanpa suplai oksigen dan nutrien yang dibawa oleh pembuluh darah
yang baru. Faktor pertumbuhan angiogenik disekresi oleh magrofag
(kemungkinan dalam berespons terhadap hipoksia jaringan)
menstimulasi endotelium untuk membagi dan mengatur pertumbuhan
pembuluh darah yang baru. pembuluh darah yang utuh disekitar luka
membuat “tunas” pembuluh darah baru yang menyebar di sepanjang
luka dan memperbanyak diri.
d. Maturasi: remodeling
bekuan fibrin awal digantikan oleh jaringan granulasi yang setelah
jaringan granulasi meluas hingga memenuhi defek dan defek tertutupi
oleh permukaan epidermal yang dapat bekerja dengan baik, mengalami
remodeling. Hal ini biasanya terjadi kira-kira 20 har setelah cedera,
walaupun waktu tersebut bervariasi bergantung pada kondisi individu.
Selama remodeling, densitas makrofag, dan fibroblas berkurang,
pertumbuhan kapiler berhenti, dan aliran darah serta aktivitas
metabolik berkurang . fase remodeling dimulai pada waktu yang
berbeda dalam area luka yang berbeda, dan fase ini dapat berlanjut
hingga satu tahun atau bahkan lebih lama. Dengan demikian, walaupun
luka tampak sembuh secara superfisial, proses membangun kembali di
bagian bawah tetap berlanjut. Jaringan remodeling tidak pernah sekuat
jaringan yang asli dan pernah dilaporkan memiliki kekuatan hingga
sekitar 80% pada jaringan tanpa luka.
e. Parut
Remodeling jaringan granulasi mungkin menjadi faktor kontributor
yang paling penting dalam berkembangnya masalah parut. selama
remodeling, densitas febroblas menurun dan matang menjadi parut.
Epidermis parut berbeda dengan epidermis pada kulit yang normal.
Setelah penyembuhan, jaringan ini lebih tebal dibandingkan dengan
kulit yang normal, tetapi tidak setebal jika dibandingkan dengan luka
tertutup yang baru saja terjadi. Folikel rambut dan sebasea atau
kelenjar tidak tumbuh kembali dalam parut.
H. Faktor-faktor yang dapat memperlambat penyembuhan
1. Kurangnya suplai darah dan pengaruh hipoksia
Luka dengan suplai darah yang buruk sembuh dengan lambat. Jika
faktor-faktor yang esensial untuk penyembuhan, seperti oksigen, asam
amino, vitamin dan mineral, sangat lambat mencapai luka karena
lemahnya vaskularisasi, maka penyembuhan luka tersebut akan
terhambat, meskipun pada pasien-pasien yang nutrisinya baik.
2. Dehidrasi
Jika luka dibiarkan terbuka terkena udara, maka lapisan permukaannya
akan mengering, sel-sel epitel pada tepi luka bergerak kebawah, di
bawah lapisan tersebut, sampa sel-sel tersebut mencapai kondisi
lembab yang memungkinkan mitosis dan migrasi sel-sel untuk
menembus permukaan yang rusak.
3. eksudat berlebihan
Terdapat suatu keseimbangan yang sangat halus antara kebutuhan akan
lingkungan luka yang lembab, dan kebutuhan untuk mengeluarkan
eksudat berlebihan yang dapat mengakibatkan terlepasnya jaringan.
eksotoksin dan sel-sel debris yang berada di dalam eksudat dapat
memperlambat penyembuhan dengan cara mengabadikan respons
inflamasi.
4. Turunnya temperatur
Aktivitas fagositik dan aktivitas mitosis secara khusus mudah
terpengaruh terhadap penurunan temperatur pada tempat luka. Kira-
kira di bawah 28ºC, aktivitas leukosit dapat turun sampai nol. Apabila
luka basah dibiarkan terbuka lama pada saat menggantikan balutan,
atau saat menunggu pemeriksaan dokter, maka temperatur permukaan
dapat menurun sampai paling rendah 12ºC. Pemulihan jaringan ke
suhu tubuh dan aktivitas mitosis sempurna, dapat memakan waktu
sampai 3 jam.
5. Jaringan nekrotik, krusta yang berlebihan, dan benda asing
Adanya jaringan nekrotik dan krusta yang berlebihan di tempat luka
dapat memperlambat penyembuhan dan meningkatkan risiko
terjadinya infeksi klinis. Demikian juga, adanya segala bentuk benda
asing, termasuk bahan-bahan jahitan dan drain luka. Oleh karena itulah
maka sangat penting untuk mengeluarkan kontaminan organik maupun
anorganik secepat mungkin tetapi dengan trauma yang minimum
terhadap jaringan yang utuh.
6. Hematoma
Dimana sebuah luka telah ditutup secara bedah, baik dengan jahitan
primer, graft kulit, ataupun dengan pemindahan flap jaringan, maka
penyebab penting dari terlambatnya penyembuhan adalah terjadinya
hematoma.
7. Trauma dapat berulang
Trauma berulang dapat disebabkan oleh berbagai hal. Jika seseorang
pasien penderita dekubitus ditempatkan dengan bagian yang sakit di
atas tempat tidur atau di sebuah kursi, maka kemudian tenaga tekanan
yang terjadi, robekan, dan gesekan, dapat menyebabkan kerusakan
lapisan kulit di atasnya, yang tak dapat dihindarkan sehingga dapat
merusak penyembuhan jaringan yang mash sangat lunak, sehingga
luka justru akan bertambah besar.
BAB 2
TINJAUAN KASUS
2.1 Triger Case
Tragedi kebakaran pabrik mercon di Tangerang tewaskan 49 karyawan

Merdeka.com - Sepanjang 2017, kebakaran terjadi di beberapa titik di


Tanah Air. Namun, yang menelan banyak korban adalah kebakaran di
Kompleks Pergudangan 99, Jalan Raya Salembara, Kosambi, Tangerang,
Banten. Peristiwa itu terjadi pada Kamis pagi (26/10).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan,
kebakaran yang terjadi pada pukul 08.30 WIB itu dipicu bunga api yang
berasal dari mesin las. Pacsakebakaran, para korban langsung dilarikan ke
rumah sakit terdekat, namun karena mayoritas korban sudah tak utuh maka
dirujuk ke RS Polri Kramat Jati,Jakarta Timur.
Kebanyakan korban tewas terpanggang dan tertimpa runtuhan bangunan.
Lebih ironinya lagi, para korban ditemukan sudah tertumpuk. Setelah
diidentifikasi, akhirnya diketahui bahwa 49 orang tewas dan 40 orang lebih
mengalami luka-luka.
Guna mengungkap kasus kebakaran ini, polisi terus mendalami
keterlibatan pelbagai pihak. Mulai dari manajer hingga pemilik perusahaan
yang bernama PT panca Buana Cahaya tersebut. Hasilnya, polisi menetapkan
3 orang sebagai tersangka. Yakni Indra Liono pemilik PT panca Buana
Cahaya, Andre Hartanto pengelola pabrik, dan Subarkah Ega Sanjay seorang
tukang las.
"Tersangka ketiga ini memang sedang ngelas di atap gudang penyimpanan
bahan petasan yang isinya 4.000 kilogram. Api muncul dari las dan terpercik
apinya ke bahan petasan saat itu," ujar Argo.
Berdasarkan penyelidikan, pabrik mercon itu ternyata mempekerjakan 103
karyawan. Mulai anak-anak sampai orang dewasa. Sementara dari 103 orang
tersebut, hanya 17 karyawan yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Menteri
Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri berjanji akan memberikan sanksi kepada PT
Panca Buana Cahaya atas kelalaiannya.
Di tengah bergulirnya kasus ini, izin operasi pabrik mercon itu jadi
sorotan. Sebab, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (DPMPTSP) Provinsi Banten Nono Sudarno mengatakan, pihaknya
belum menerima rekomendasi atau izin prinsip dari Mabes Polri saat
memberikan izin untuk pembangunan pabrik kembang api milik PT Panca
Buana Cahaya. Padahal, aturan pengoperasian pabrik mercon sudah diatur
dalam Perkapolri Nomor 2 tahun 2008.
Jika merujuk pada aturan, izin operasional pabrik mercon keluar setelah
memenuhi syarat Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan kerja(SMK3) yang berdasar pada Perkapolri tersebut. Kendati
tidak mendapatkan izin dari Mabes Polri, ternyata PT Panca Buana Cahaya
mendapat izin prinsip penanaman modal dalam negeri dari Provinsi Banten
dan izin lingkungan dari badan Lingkungan Hidup (BLHD). Izin itulah yang
menjadi pegangan PT Panca Buana Cahaya untuk menjalankan usahanya sejak
Agustus 2017.
Salah satu putra korban ledakan pabrik mercon, Wawan (19) mengaku jika
ibunya yang bernama Maci baru saja dua minggu kerja di pabrik tersebut.
Ibunya itu bekerja di pabrik sebagai perakit mercon.
"Ibu saya baru jalan 2 minggu kerja di sana sebagai bagian ngerakit
petasan. Rumah saya juga enggak jauh dari lokasi," kata Wawan di RS Polri,
Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (27/10).
Dirinya pun mengungkapkan bahwa sang ibunya bekerja di pabrik mercon
tersebut hanya dibayar Rp 40 ribu per hari. Keluarga pun sempat melarang
Maci agar tidak mengambil pekerjaan itu. Apalagi, pabrik mercon itu
diketahui belum lama didirikan.
"Keluarga sudah melarang. Karena kita udah tahu rawan bahaya. Pabrik
itu juga baru, belum ada satu tahun," ujarnya.
Sebelum menjadi korban ledakan pabrik mercon, ternyata Maci juga
sempat bercanda di tengah-tengah keluarga. Dia mengatakan, cukup berbahaya
bila dirinya mencoba membakar mercon yang ada di tempat dirinya bekerja.
"Sempat juga pernah bercanda mau nyalain mercon," tandasnya. [fik]
2.2 Peran Perawat
a. Prehospital
Pertama, sebelum dibawa ke rumah sakit akan lebih baik jika dilakukan
tindakan ringan terlebih dahulu seperti menjauhkan penderita dari sumber
luka bakar, memadamkan pakaian yang terbakar, menghilangkan zat kimia
penyebab luka bakar, menyiram dengan air sebanyak-banyaknya bila
karena zat kimia, mematikan listrik atau buang sumber listrik dengan
menggunakan objek yang kering dan tidak menghantarkan arus
(nonconductive). Yang kedua, mengkaji ABC (airway, breathing,
circulation):
1) Perhatikan jalan nafas (airway)
2) Pastikan pernafasan (breathing) adekwat
3) Kaji sirkulasi
Ketiga, mengkaji trauma yang lain seperti mempertahankan panas tubuh,
memperhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena, dan mencari
ransportasi (segera kirim klien ka rumah sakit) (Tutik, 2012).
b. Intrahospital
Menurut Tutik, (2012) Penanganan luka (debridemen dan pembalutan)
tidaklah diutamakan bila ada masalah-masalah lain yang mengancam
kehidupan klien, maka masalah inilah yang harus diutamakan
1) Penanganan Luka Bakar Ringan
Perawatan klien dengan LB ringan seringkali diberikan dengan pasien
rawat jalan. Dalam membuat keputusan apakah klien dapat
dipulangkan atau tidak adalah dengan memperhatikan antara lain a)
kemampuan klien untuk dapat menjalankan atau mengikuti intruksi-
instruksi dan kemampuan dalam melakukan perawatan secara mandiri
(self care), b) lingkungan rumah. Apabila klien mampu mengikuti
instruksi dan perawatan diri serta lingkungan di rumah mendukung
terjadinya pemulihan maka klien dapat dipulangkan.
Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar minor meliputi :
menagemen nyeri, profilaksis tetanus, perawatan luka tahap awal dan
pendidikan kesehatan.
a) Managemen nyeri
Managemen nyeri seringkali dilakukan dengan pemberian dosis
ringan morphine atau meperidine dibagian emergensi. Sedangkan
analgetik oraldiberikan untuk digunakan oleh pasien rawat jalan.
b) Profilaksis tetanus
Petunjuk untuk pemberian profilaksis tetanus adalah sama pada
penderita LB baik yang ringan maupun tipe injuri lainnya. Pada
klien yang pernah mendapat imunisasi tetanus tetapi tidak dalam
waktu 5 tahun terakhir dapat diberikan boster tetanus toxoid. Untuk
klien yang tidak diimunisasi dengan tetanus human immune
globulin dan karenanya harus diberikan tetanus toxoid yang
pertama dari serangkaian pemberian imunisasi aktif dengan tetanus
toxoid.
c) Perawatan luka awal
Perawatan luka untuk LB ringan terdiri dari membersihkan luka
(cleansing) yaitu debridemen jaringan yang mati; membuang zat-
zat yang merusak (zat kimia, tar, dll); dan pemberian/penggunaan
krim atau salep antimikroba topikal dan balutan secara steril.
Selain itu juga perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan
tentang perawatan luka di rumah dan manifestasi klinis dari infeksi
agar klien dapat segera mencari pertolongan. Pendidikan lain yang
diperlukan adalah tentang pentingnya melakukan latihan ROM
(range of motion) secara aktif untuk mempertahankan fungsi sendi
agar tetap normal dan untuk menurunkan pembentukan edema dan
kemungkinan terbentuknya scar. Dan perlunya evaluasi atau
penanganan follow up juga harus dibicarakan dengan klien pada
waktu itu.
d) Pendidikan / penyuluhan kesehatan
Pendidikan tentang perawatan luka, pengobatan, komplikasi,
pencegahan komplikasi, diet, berbagai fasilitas kesehatan yang ada
di masyarakat yang dapat di kunjungi jika memmerlukan bantuan
dan informasi lain yang relevan perlu dilakukan agar klien dapat
menolong dirinya sendiri.
2) Penanganan Luka Bakar Berat
a) Reevaluasi jalan nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi dan trauma
lain yang mungkin terjadi.Menilai kembali keadaan jalan nafas,
kondisi pernafasan, dan sirkulasi unutk lebih memastikan ada
tidaknya kegawatan dan untuk memastikan penanganan secara dini.
Selain itu melakukan pengkajian ada tidaknya trauma lain yang
menyertai cedera luka bakar seperti patah tulang, adanya
perdarahan dan lain-lain perlu dilakukan agar dapat dengan segera
diketahui dan ditangan
b) Resusitasi cairan (penggantian cairan yang hilang)
Bagi klien dewasa dengan luka bakar lebih dari 15 %,maka
resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan. Pemberian
intravena perifer dapat diberikan melaui kulit yang tidak terbakar
pada bagian proximal dari ekstremitas yang terbakar. Sedangkan
untuk klien yang mengalami luka bakar yang cukup luas atau pada
klien dimana tempat –tempat untuk pemberian intravena perifer
terbatas, maka dengan pemasangan kanul (cannulation) pada vena
central (seperti subclavian, jugular internal atau eksternal, atau
femoral) oleh dokter mungkin diperlukan.Luas atau persentasi luka
bakar harus ditentukan dan kemudian dilanjutkan dengan resusitasi
cairan. Resusitasi cairan dapat menggunakan berbagai formula
yang telah dikembangkan.
c) Pemasangan kateter urine
Pemasangan kateter harus dilakukan untuk mengukur produksi
urine setiap jam. Output urine merupakan indikator yang reliable
untuk menentukan keadekuatan dari resusitasi cairan.
d) Pemasangan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT bagi klien LB 20 % -25 % atau lebih perlu
dilakukan untuk mencegah emesis dan mengurangi resiko
terjadinya aspirasi. Disfungsi ganstrointestinal akibat dari ileus
dapat terjadi umumnya pada klien tahap dini setelah luka bakar.
Oleh karena itu semua pemberian cairan melalui oral harus dibatasi
pada waktu itu.
e) Pemeriksaan vital signs dan laboratorium
Vital signs merupakan informasi yang penting sebagai data
tambahan untuk menentukan adekuattidaknya
resuscitasi.Pemeriksaan laboratorium dasar akan meliputi
pemeriksaan gula darah, BUN (blood ures nitrogen), creatini,
elektrolit serum, dan kadar hematokrit. Kadar gas darah arteri
(analisa gas darah), COHb juga harus diperiksa, khususnya jika
terdapat injuri inhalasi. Tes-tes laboratorium lainnya adalah
pemeriksaan x-ray untuk mengetahui adanya fraktur atau trauma
lainnya mungkin perlu dilakukan jika dibutuhkan. Monitoring EKG
terus menerus haruslah dilakukan pada semua klien dengan LB
berat, khususnya jika disebabkan oleh karena listrik dengan voltase
tinggi, atau pada klien yang mempunyai riwayat iskemia jantung
atau dysrhythmia.
f) Management nyeri
Penanganan nyeri dapat dicapai melalui pemberian obat narcotik
intravena, seperti morphine. Pemberian melalui intramuskuler atau
subcutan tidak dianjurkan karena absorbsi dari jaringan lunaktidak
cukup baik selama periode ini bila hipovolemia dan perpindahan
cairan yang banyak masih terjadi. Demikian juga pemberian obat-
obatan untuk mengatasi secara oral tidak dianjurkan karena adanya
disfungsi gastrointestial.
g) Perawatan luka
Luka yang mengenai sekeliling ekstremitas dan torak dapat
mengganggu sirkulasi dan respirasi, oleh karena itu harus mendapat
perhatian. Komplikasi ini lebih mudah terjadi selama resusitasi,
bila cairan berpindah ke dalam jaringan interstitial berada pada
puncaknya. Pada LB yang mengenai sekeliling ekstremitas, maka
meninggikan bagian ekstremitas diatas jantung akan membantu
menurunkan edema dependen; walaupun demikian gangguan
sirkulasi masih dapat terjadi. Oleh karena pengkajian yang sering
terhadap perfusi ekstremitas bagian distal sangatlah penting untuk
dilakukan.
Perawatan luka dibagian emergensi terdiri dari penutupan luka
dengan sprei kering, bersih dan baju hangat untuk memelihara
panas tubuh. Klien dengan luka bakar yang mengenai kepala dan
wajah diletakan padaposisi kepala elevasi dan semua ekstremitas
yang terbakar dengan menggunakan bantal sampai diatas
permukaan jantung. Tindakan ini dapat membantu menurunkan
pembentukan edema dependent. Untuk LB ringan kompres dingin
dan steril dapat mengatasi nyeri. Kemudian dibawa menuju fasilitas
kesehatan. Penanganan dalam penyembuhan luka bakar antara lain
mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-sisa sel epitel
untuk berproliferasi dan menutup permukaan luka.
Lampiran

Judul : Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio)


Nama : Tutik Rahayuningsih, S.Kep., Ns.
Tahun : 2012
Kesimpulan :
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel
tubuh, semua sistem dapat terganggu, terutama sistem kardiovaskuler.
Luka bakar dibedakan menjadi : derajat pertama, kedua superfisial, kedua
dalam, dan derajat ketiga. Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis yang
disertai eritema dan nyeri. Luka bakar derajat kedua superfisial meluas ke
epidermis dan sebagian lapisan dermis yang disertai lepuh dan sangat nyeri. Luka
bakar derajat kedua dalam meluas ke seluruh dermis. Luka bakar derajat ketiga
meluas ke epidermis, dermis, dan jaringan subkutis, seringkali kapiler dan vena
hangus dan darah ke jaringan tersebut berkurang.
Penanganan dalam penyembuhan luka bakar antara lain mencegah infeksi dan
memberi kesempatan sisa-sisa sel epitel untuk berproliferasi dan menutup
permukaan luka.
Judul : STUDI FENOMENOLOGI: MAKNA PENGALAMAN
PERAWAT DALAM MERAWAT PASIEN LUKA BAKAR FASE
EMERGENCY DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUP SANGLAH
Nama : I Kadek Artawan, Indah Winarni, Heri Kristianto
Tahun : 2017
Kesimpulan :
Luka bakar merupakan penyebab umum terjadinya cedera traumatik dan kondisi
kegawatan utama di ruang gawat darurat yang memiliki berbagai jenis
permasalahan, tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Fase Emergency
merupakan waktu awal (0 menit) yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah
kegawatan pasien khususnya hemodinamik pasien selama 24-48 jam pertama.
Pada fase emergency perawat memegang peran penting dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien luka bakar dengan kompleksitas masalah. Perawat juga
dituntut melakukan pengkajian, menentukan diagnosa, intervensi, implementasi
dan evaluasi. Hasil penelitian ini mendapatkan merawat sebagai seuah perjuangan
dibangun dariempat tema dalam merawat pasien luka bakar fase emergency.
Tema-tema ini anatara lain memiliki kesigapan dalam memberikan perawatan,
berkolaborasi menentukan keselamatan pasien, melayani dalam situasi kacau
balau, mengalami tekanan batin dalam bekerja.
Judul : Perbandingan Penyembuhan Luka Terbuka Menggunakan
Balutan Madu atau Balutan Normal Salin-Povidone Iodine
Nama : Zulfa, Elly Nurachmah, Dewi Gayatri
Tahun : 2017
Kesimpulan :
Luka bakar merupakan penyebab umum terjadinya cedera traumatik dan kondisi
kegawatan utama di ruang gawat darurat yang memiliki berbagai jenis
permasalahan, tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Fase Emergency
merupakan waktu awal (0 menit) yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah
kegawatan pasien khususnya hemodinamik pasien selama 24-48 jam pertama.
Pada fase emergency perawat memegang peran penting dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien luka bakar dengan kompleksitas masalah. Perawat juga
dituntut melakukan pengkajian, menentukan diagnosa, intervensi, implementasi
dan evaluasi. Hasil penelitian ini mendapatkan merawat sebagai seuah perjuangan
dibangun dariempat tema dalam merawat pasien luka bakar fase emergency.
Tema-tema ini anatara lain memiliki kesigapan dalam memberikan perawatan,
berkolaborasi menentukan keselamatan pasien, melayani dalam situasi kacau
balau, mengalami tekanan batin dalam bekerja.
Judul : Tata laksana nutrisi pada pasien luka bakar

Nama : raihanah Suzan, Diyah Eka Andayani

Tahun : 2017

Kontak tubuh manusia dengan arus listrik dapat menimbulkan trauma luka bakar.
Setiap tahunnya sekitar 46,5% dari seluruh pasien luka bakar yang dirawat di
rumah sakit di amerika serikat mengalami luka bakar akibat sengatan arus listrik
prevelensi luka bakar di Indonesia berdasarkan data Riskesdes tahun 2007 yaitu
sebesar 2,2%. Rumah sakit umum pusat Cipto Mangunkusumo pada tahun 2009-
2010 menemukan bahwa sebanyak 36 orang dari 303 pasien atau 11,8% pasien
yang dirawat di ULB RSCM mengalami luka bakar yang disebabkan oleh listrik.
Pada pasien luka bakar sengatan listrik derajat keparahan trauma yang dialami
pada organ dalam pasien tidak sebanding dengan luka bakar di permukaan tubuh.
Hasil penelitian ini memeparkan pasien luka bakar akibat sengatan listrik yang di
rawat di ULB RSCM selama priode 18 januari 2016 – 18 april 2016 dari 30 orang
terdapat 4 orang pasien yang mengalami luka bakar akibat sengatan listrik
(13,3%).
DAFTAR PUSTAKA

Suzan, Raihana. 2016. Tata Laksana Nutrisi Pada Pasien Luka Bakar Listrik.
Jambi: Universitas Jambi.
Rahayuningsih, Tutik. 2012. Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio).
Sukoharjo: AKPER POLTEKKES Bhakti Mulia.
https://www.merdeka.com/peristiwa/tragedi-kebakaran-pabrik-mercon-di-
tangerang-tewaskan-49-karyawan.html

Anda mungkin juga menyukai