Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

AL ISLAM KEMUHAMMADIYAAN VII


“LARANGAN DALAM EKONOMI ISLAM”

Oleh :
Kelompok 8

NINGSIH ANDRIANI 105731109416


MUHAEDIR 105731110316
RISNA SAFITRI 105731111216
HERA DEBIJAYANTI 105731112116

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2019
DAFTAR ISI

SAMPUL ........................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3


A. Riba................................................................................................... 3
B. Gharar................................................................................................ 6
C. Maisir................................................................................................ 7
D. Haram................................................................................................ 9
E. Zalim................................................................................................. 11

BAB III PENUTUP ........................................................................................... 13


A........................................................................................................Kesimp
ulan..........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi
manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari
dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
(Amar,2016:5) Ekonomi islam dibangun untuk tujuan suci dituntun oleh ajaran
islam dan dicapai dengan cara-cara yang dituntunkan pula oleh ajaran islam. Oleh
karena itu, ke semua hal tersebut saling terkait dan terstruktur secara hierarkis,
dalam arti bahwa spirit ekonomi islam tercermin dari tujuannya, dan di topang
oleh pilarnya. Tujuannya untuk mencapai falah dan pilar operasional, yang
tercermin dalam prinsip-prinsip ekonomi. Dari sinilah akan tampak suatu
bangunan ekonomi islam dalam suatu paradigma, baik paradigma dalam berpikir
dan berperilaku maupun bentuk perekonomiannya.
Salah satu aspek kehidupan manusia yaitu upaya manusia untuk
memenuhi kebutuhannya melalui proses-proses tertentu. Dalam sistem ekonomi
Islam, memandang ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis maupun sosialis.
Islam memberikan perlindungan hak kepemilikan individu, sementara untuk
kepentingan masyarakat didukung dan diperkuat dengan tetap menjaga
keseimbangan kepentingan publik dan individu serta menjaga moralitas.
Di antara sekian aturan ekonomi tersebut. Islam membuat sejumlah
larangan dalam kegiatan ekonomi. Dengan mengatahui larangan-larangan
tersebut, kita bisa memfilter pilihan dan keputusan kita dalam melakukan
transaksi ekonomi, seperti: larangan riba, menimbun barang, maisir atau
perjudian, penjualan properti yang tidak dimiliki oleh individu, jual beli gharar,
perdagangan tabu.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi riba, dasar hukum dan macam-macammnya ?
2. Apa defenisi gharar, dasar hukum dan penyebab terjadinya ?
3. Apa defenisi maisir, dasar hukum dan dampak yang ditimbulkannya ?
4. Apa saja barang- barang yang diharamkan dalam ekonomi islam dan dasar
hukumnya?
5. Apa saja perbuatan kezaliman jual beli dalam ekonomi islam ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Riba
1) Pengertian Riba
Secara etimologis menurut Sjahdeni dalam (Arif,2018:139) riba adalah
pertumbuhan (growth), naik (rise), membengkak (increase), dan tambahan
(addition) atau sesuatu yang lebih, bertambah, dan berkembang. Sebagaimana
terdapat dalam Al-Quran surah Ar Ruum (30) Ayat 39 :
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.

Secara terminologi ilmu fiqh, riba merupakan tambahan khusus yang


dimiliki salah satu pihak yang terlibat tanpa adanya imbalan tertentu. Riba
sering juga diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai "Usury" dengan arti
tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang dilarang oleh
syara', baik dengan jumlah tambahan yang sedikit atau pun dengan jumlah
tambahan banyak. (Wasilul Chair, 2014:101)
Rasulullah SAW Bersabda:
“Emas dengan emas sama timbangan dan ukurannya, perak dengan
perak sama timbangan dan ukurannya. Barang siapa yang meminta
tambah maka termasuk riba.” ( HR. Muslim)

Dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa apabila tukar-menukar


emas atau perak maka harus sama ukuran dan timbangannya, jika tidak sama
maka termasuk riba. Dalam istilah fiqh, riba adalah pengambilan tambahan
dari harta pokok secara bathil baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam
meminjam.(Amar, 2016: 60).

3
4

Riba merupakan larang dalam islam yang sangat populer. Riba erat
kaitannya dengan dunia perbankan konvensional, dimana dalam perbankan
konvensional banyak ditemui transaksi-transaksi yang memakai konsep
bunga, berbeda dengan perbankan yang berbasis syariah yang memakai
prinsip bagi hasil (mudharabah). Suatu kegiatan ekonomi dapat dikatakan riba
bila terdapat tambahan atau bunga atas pokok utang.
2) Dasar Hukum Pengharaman Riba
Institusi bunga atau riba telah dianggap penting demi keberhasilan
pengoperasian sistem ekonomi yang ada bagi masyarakat. Tetapi islam
mempertimbangkan bunga itu suatu kejahatan yang menyebarkan
kesengsaraan dalam kehidupan. Oleh karena itu, Al-Qur’an menyatakan
haram terhadap bunga dan termasuk dalam dosa besar.
Perintah-perintah untuk meninggalkan riba (bunga) dalam Al-Qur’an
diturunkan melalui 4 tahapan. (Wasilul Chair,2014:106)
1. Tahap pertama dalam surah Ar-Rum ayat 39 Allah menyatakan secara
nasihat bahwa Allah tidak menyenangi orang yang melakukan riba. Dan
untuk mendapatkan hidayah Allah ialah dengan menjauhkan riba. Di sini,
Allah menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang mereka anggap untuk
menolong manusia merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Berbeda dengan harta yang dikeluarkan untuk zakat, Allah akan
memberikan barakah-Nya dan melipat gandakan pahalanya. Pada ayat ini
tidaklah menyatakan larangan dan belum mengharamkannya.
2. Tahap kedua Allah menurunkan surah An-Nisa' ayat 160-161. Dalam ayat
ini Allah menceritakan balasan siksa bagi kaum Yahudi yang
melakukannya. Ayat ini juga menggambarkan Allah lebih tegas lagi
tentang riba melalui riwayat orang Yahudi walaupun tidak terus terang
menyatakan larangan bagi orang Islam. Tetapi ayat ini telah
membangkitkan perhatian dan kesiapan untuk menerima pelarangan riba.
Ayat ini menegaskan bahwa pelarangan riba sudah pernah terdapat dalam
5

agama Yahudi. Ini memberikan isyarat bahwa akan turun ayat berikutnya
yang akan menyatakan pengharaman riba bagi kaum Muslim.
3. Tahap ketiga dalam surah Ali Imran ayat 130, Allah tidak mengharamkan
riba secara tuntas, tetapi melarang dalam bentuk lipat ganda. Hal ini
menggambarkan kebijaksanaan Allah yang melarang sesuatu yang telah
mendarah daging, mengakar pada masyarakat sejak zaman Jahiliyah
dahulu, sedikit demi sedikit, sehingga perasaan mereka yang telah biasa
melakukan riba siap menerimanya.
4. Tahap keempat turun surah Al-Baqarah ayat 275-279 yang isinya tentang
pelarangan riba secara tegas, jelas, pasti, tuntas, dan mutlak
mengharamannya dalam berbagai bentuknya, dan tidak dibedakan besar
kecilnya. Bagi yang melakukan riba telah melakukan kriminalisasi. Dalam
ayat tersebut jika ditemukan melakukan kriminalisasi, maka akan
diperangi Allah SWT dan Rasul-Nya.
3) Macam – Macam Riba
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang-
piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama riba utang-piutng terbagi
menjadi dua yaitu: ( Amar, 2016:62)
a) Riba qarâdh adalah suatu manfaat yang disyaratkan terhadap yang
berhutang (muqtaridh) atau utang dengan syarat ada keuntungan bagi
yang memberi utang.
b) Riba jahîliyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya karena si
peminjam tidak dapat membayar pada waktu yang ditentukan.
Sedangkan kelompok kedua riba jual-beli, ada dua macam yaitu:
a) Riba fadl adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau
takaran yang berbeda.
b) Riba nasî’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis
barang ribâwi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribâwi lainnya.
6

Riba ini muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan


antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
B. Gharar
1) Pengertian Gharar
Secara etimologis berarti risiko, tipuan dan menjatuhkan diri atau harta
pada jurang kebinasaan. Sedangkan secara etimologis gharar adalah sebagai
berikut: (Arif, 2018:152)
a. Menurut UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, gharar yaitu
transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui
keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan
kecuali diatur lain dalam syariah.
b. Menurut Racmadi Usman, gharar adalah transaksi yang mengandung
tipuan dari salah satu pihak sehingga pihak lain dirugikan.
Konsep gharar dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, adalah
unsur risiko yang mengandung keraguan, probabilitas dan ketidakpastian
secara dominan. Kedua, unsur meragukan yang dikaitkan dengan penipuan
atau kejahatan oleh salah satu pihak terhadap pihak lainnya.(Nur,2015:656)
2) Dasar Hukum Gharar
Al-Qur’an dengan tegas telah melarang semua aktivitas bisnis di
mana ada ketidakpastian dalam suatu akad terkait kualitas dan kuantitas obyek
akad maupun juga mengenai cara penyerahannya. Dalam surah. Al-An’am (6)
ayat 152 dijelaskan sebagai berikut:
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara
yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah
takaran dan timbangan dengan adil. kami tidak memikulkan beban
kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila
kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia
adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah, yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.”
7

Gharar hukumnya dilarang dalam islam, oleh karenanya melakukan


transaksi atau memberikan syarat dalam akad yang ada unsur ghararnya
hukumnya tidak boleh. Sebagaimana hadis menyebutkan:
“Rasulullah SAW, melarang jual beli yang mengandung gharar.”
(HR. Bukhari Muslim).

3) Penyebab Terjadinya Gharar


Penyebabnya terjadinya gharar adalah ketidakjelasan, bisa terjadi
pada barang atau harga. Ketidakjelasan pada barang disebabkan beberapa hal
yaitu : (Arif, 2018:153)
a. Fisik barang tidak jelas
b. Sifat barang tidak jelas
c. Ukurannya tidak jelas
d. Barang bukan milik penjual, seperti menjual rumah yang bukan
miliknya.
e. Barang yang tidak dapat diserahterimakan, seperti menjual jam tangan
yang hilang.
Ketidakjelasan pada harga disebabkan beberapa hal:
a. Penjual tidak menentukan harga
b. Penjual memberikan dua pilihan dan pembeli tidak menentukan salah
satunya
c. Tidak jelas jangka waktu pembayaran
C. Maisir
1) Pengertian Maisir
Maisir merupakan kegiatan yang melibatkan perjudian yaitu segala
bentuk permainan yang didalamnya terdapat taruhan yang bersifat untung-
untungan dimana pihak yang menang akan mandapat bayaran dari pihak yang
kalah, tanpa harus bekerja keras. Menurut Yusuf dalam (Khasanah,2016:12)
maisir adalah suatu permainan yang membuat ketentuan bahwa yang kalah
8

harus memberikan sesuatu kepada yang menang, baik berupa uang ataupun
lainnya untuk dipertaruhkan.
2) Dasar Hukum Larangan Perjudian
Segala kegiatan yang berhubungan dengan praktik maisir dilarang oleh
islam, karena mudarat yang diakibatkan dari melakukan perbuatan itu jauh
lebih besar daripada manfaatnya, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an
surah Al-Baqarah (2) ayat 219 :

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:


"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:
"Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
Judi dan taruhan dengan segala bentuknya dilarang dan dianggap
sebagai perbuatan zalim yang sangat dibenci. Firman Allah dalam surah Al-
Maidah (5) ayat 90:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,


berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, dan
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan”.
3) Dampak Negatif Judi
Dampak negatif yang ditimbulkan dari judi sangat besar baik terhadap
pelakunya maupun lingkungannya, diantaranya sebagai berikut:
(Khasanah,2016:19)
a) Menghalangi orang dari mengingat Allah dan memalingkan dari
melaksanakan shalat yang telah diwajibkan Allah.
b) Permusuhan dan kebencian diantara orang-orang yang berjudi.
c) Judi dapat merampas orang yang berharta. Sebab orang yang kalah untuk
pertama kali pasti nantinya akan mencoba melakukannya kembali
dengan harapan bisa menang pada kesempatan yang lainnya.
9

d) Merusak akhlak, karena membiasakan seseorang berlaku malas dengan


mencari rizki melalui cara untung-untungan.
e) Tidak akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Judi dapat
menghancurkan keutuhan rumah tangga dan melenyapkan harta benda
secara akibat kekalahan di meja judi.
f) Judi dapat merusak masyarakat, dengan banyaknya perjudian di
lingkungan masyarakat, maka yang timbul adalah berbagai tindak
criminal
D. Haram

Haram merupakan transaksi yang obyeknya dilarang dalam ekonomi


islam. Menurut Nawawi dalam (Usnah:2015:150) haram didefenisikan sebagai
sesuatu yang disediakan hukuman (‘iqab) bagi yang melakukan dan disediakan
pahalanagi yang meninggalkan karna niatnya unruk menjalankan syariat-Nya.
Barang yang diharamkan dilarang dijualbelikan dalam islam, barang
haram diklasifikasikan kepada dua macam, yaitu: ((Arif, 2018:157)
1) Haram karena zatnya (subtansi) misalnya:
a. Babi, anjing, dan anak yang lahir dari perkawinan keduanya.
b. Bangkai, kecuali ikan dan belalang.
c. Binatang yang menjijikkan seperti cacing, kutu, lintah dan sebagainya.
d. Binatang yang mempunyai taring.
e. Binatang yang berkuku pencakar yang memakan mangsanya dengan cara
menerkam dan meyambar.
f. Binatang yang dilarang oleh Islam untuk membunuhnya seperti lebah,
burung hud-hud, kodok, dan semut.
g. Daging yang dipotong dari binatang halal padahal binatang tersebut masih
hidup.
h. Binatang yana beracun dan membahayakan bila dimakan.
10

i. Binatang yang hidup di dua alam seperti kurakura, buaya, biawak, dan
sebagainya.
j. Darah, urine, feses dan plasenta.
k. Minyak, lemak, dan tulang dari binatang telah disebutkan di atas.
l. Binatang yang disembelih bukan atas nama Allah.
m. Khamr (minuman keras).
Hal ini bersumber kepada:
a) Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah (2):173:

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,


daging babi, dan binatang yang ketika disembelih) disebut (nama)
selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
b) Hadis:
“sesuatu (daging) yang dipotong/diambil dari hewan yang masih hidup
adalah bangkai” (HR. Tirmidzi)
“Rasulullah Saw., melarang (memakan) setiap binatang yang
mempunyai taring dan burung yang mempunyai cakar”. (HR. Muslim)
2) Barang yang diharamkan bukan karena zatnya (subtansi), tetapi karena cara
memperolehnya dengan jalan yang diharamkan, seperti:
a. Mencuri
b. Merampok
c. Begal
d. Menipu
e. Menyuap
f. Korupsi.

Hal ini terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an:

a) QS. Al-Maidah (5): 38:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah


tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan
11

dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”.
b) QS. Al-Baqarah (2): 188:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di


antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
doasa, padahal kamu mengetahui”.
E. Zalim
Zalim adalah transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak
lainnya. Zalim merupakan tindakan ekonomi yang melibatkan cara-cara
mengambil atau menghalangi hak orang lain yang tidak dibenarkan secara syariah
sehingga dapat dianggap sebagai salah satu bentuk penganiayaan.
(Mashuri,2018:150)
Perbuatan kezaliman jual beli yang dilarang dalam islam yaitu:
1) Najsy merupakan jual beli yang mempengaruhi seseorang, atau juga menjual
dengan harga yang dinaikkan oleh seseorang yang tidak ingin membelinya
yang dengan cara menawarkan barang tersebut dengan harga yang tinggi, yang
bertujuan hanya untuk membuat orang tertarik untuk membeli barang tersebut
agar seseorang itu membeli, atau ada juga yang bertujuan agar penjual untung
atau bahkan hanya bermain-main.
2) Al-Ghisy itu merupakan suatu cara menyembunyikan barang yang cacat atau
menampilkan barang yang bagus terus menyelipkan di sela-sela barangnya
yang jelek.
3) Adapun maksud al-ghisy yang lain curang dalam harga atau menaikkan harga
barang.
4) Ihktikar itu adalah penimbunan suatu barang.
5) Tas’ir itu pematokan harga.
12

6) Merampas hak cipta contohnya ada pembajakan atau diperbanyak suatu barang
ataupun apa tanpa seizin penulis
7) Tathfiif mengurangi hak orang lain dalam timbangan ataupun takaran.
Hal ini terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an sebagai berikut :

a. Surah Asy-Syuara’ (26) ayat 181


“Sesungguhnya takaran dan jangan kamu termasuk orang-orang yang
merugikan.”

b. Surah Asy-Syuara’ (26) ayat 182


“Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus.”

c. Surah Ar-Rahman (55) ayat 9


“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu
mengurangi neraca itu.”
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Riba merupakan larang dalam Islam yang sangat populer. Suatu kegiatan

ekonomi dapat dikatakan riba bila terdapat tambahan atau bunga atas pokok

utang. Riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang-piutang dan riba jual

beli.

Islam melarang aktivitas jual-beli di mana ada ketidakpastian dalam suatu

akad terkait kualitas dan kuantitas obyek akad maupun juga mengenai cara

penyerahannya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penipuan. Penyebab

Terjadinya Gharar karena fisik, sifat ataupun Ukuran barang tidak jelas; Barang

bukan milik penjual; dan Barang yang tidak dapat diserahterimakan.

Maisir merupakan kegiatan yang melibatkan perjudian. Segala kegiatan

investasi yang berhubungan dengan praktik maisir dilarang oleh Islam. Adapun

dampak negatif yang ditimbulkan dari judi diantaranya: Menghalangi orang dari

mengingat Allah; Permusuhan dan kebencian diantara orang-orang yang berjudi;

Judi dapat merampas orang yang berharta.

Haram merupakan transaksi yang obyeknya dilarang dalam ekonomi

islam. Barang yang diharamkan dilarang diperjualbelikan dalam islam, barang

haram diklasifikasikan dua macam yaitu: haram karena zatnya dan diharamkan

bukan karena zatnya, tetapi karena cara memperolehnya dengan jalan yang

diharamkan.

13
14

Tindakan ekonomi yang melibatkan cara-cara mengambil atau

menghalangi hak orang lain yang tidak dibenarkan secara syariah sehingga dapat

dianggap sebagai salah satu bentuk penganiayaan. Perbuatan yang mengandung

kezaliman, misalnya : mengurangi timbangan (takaran); Memakan riba dan

menimbun barang.
DAFTAR PUSTAKA

Amar, F. (2016). Ekonomi Islam : Suatu Pengantar. Jakarta: UHAMKA PRESS.

Arif, M. (2018). Filsafat Ekonomi Islam . Medan : Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam.

Chair, W. (2014). Riba Dalam Perspektif Islam dan Sejarah . Iqtishadia Vol.1, 101,
107.

Khasanah, U. (2016). Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Perjudian


Dalam Qanun Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Maisir ( Doctoral Dessertation, UIN Walisongo). 12 dan 19.

Mashuri, M. (2018). Faktor- Faktor Investasi Dalam Pandangan Islam. Iqtishaduna:


Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita, 150.

Nur, E. R. (2015). Riba dan Gharar: Suatu Tinjauan Hukum dan Etika Dalam
Transaksi Bisnis Moderen. Al-'Adalah Vol.12 , 656.

Sindditiya, O. (2016). Kezaliman Jual Beli Dalam Muamalah . Retrieved November


23, 2019, from https://www.kompaisana.com

Teriswanti, E. (2017). Resume Larangan Dalam Ekonomi Islam. Retrieved


November 20, 2019, from http://id.scribe.com/document/360475188/resume-
larangan-dalam-ekonimi-islam-1-pdf

Usnah, S. A. (2015). Pandangan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univeristas


Airlangga Tentang Kepatuhan Syariah di Bank Syariah. JESTT Vol. 2, 150.

15
16

Anda mungkin juga menyukai