Anda di halaman 1dari 11

IMPLIKAKSI PUTUSAN MK NOMOR 36/PUU-XV/2017 TERHADAP

KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

Arum Nur Rahmawati /Universitas Sebelas Maret


rarum48@gmail.com

Nor Afita / Universitas Sebelas Maret


norafita39@gmail.com

Submission
Track: ABSTRACT
Received: This paper is aboutcorruption eradication commission institutional
position as state aid (state auxiliary institutions).problems that in
Final Revision: this paper is related to the decision of the Constitutional Court
Number 36/PUU-XV/2017 which places the position of the
……………… Corruption Eradication Commission as an executiveinstitution. This
Available online: paper is intended to be discussed and understood about the
application of the Constitutional Court’s decision Number 36/PUU-
..................... XV/2017 against the position of the Corruption Eradication
Commission in the constitutional structure. This writing, using
Corresponding normative legal research methods. This paper is for research on
state institutions that carry out executive entry functions based on
Author: the trias politica concept. The Corruption Eradication Commssion
Arum Nur dan is a state institution that assists in the implementation of duties and
Nor Afita authorities that are independent and free from any intervention.
However, the independence of the Corruption Eradication
Norafita39@gmail Commission still depends on one branch of government power.
.com
Key words: Komisi Pemberantasan Korupsi, State Institutions, State
Institutions
Latar Belakang
Dinamika yang terjadi di masyarakat mendorong terjadinya transformasi di berbagai bidang
termasuk di dalamnya bidang ketatanegaraan. Satu diantara perubahan ketatanegaraan yaitu
dimulai pasca reformasi ialah lahirnya lembaga negara yang independen. Kehadiran lembaga
independen menjamur pasca perubahan Undang-Undang Dasar NRI 1945. Berbagai lembaga
independen tersebut tidak dibentuk berdasarkan perintah atau dasar hukum yang seragam.
Beberapa diantaranya berdiri atas amanat konstitusi, namun ada pula yang memperoleh
legitimasi berdasarkan Undang-Undang ataupun Keputusan Presiden. 1 Lembaga-lembaga negara
independen tersebut selanjutnya dikategorikan sebagai lembaga negara tersendiri dari cabang
lainnya.2

Awal munculnya lembaga negara dikarenakan adanya kehendak negara itu sendiri untuk
menghindari kerancuan dengan lembaga lain yang berkedudukan di bawah lembaga negara
konstitusinal. Namun adanya lembaga independen ini kedudukannya tidak berada dalam ranah
cabang kekuasaan dari eksekutif, yudikatif dan legislatif. Tujuan dibentuknya lembaga
independen untuk meningkatkan efektifitas penyelenggaran negara dengan dibentuk dan diatur
dengan berdasarkan kebutuhan. Karakteristik lainnya adanya proses pemilihan melalui seleksi
dan bukan political appointee akan tetapi dalam kerjanya melibatkan lembaga Negara untuk
melaksanakan fungsi check and balance.3

Dari awal korupsi di Indonesia, telah ditangani oleh institusi-institusi seperti Kepolisian
Republik Indonesia (POLRI) dan Kejaksaan hingga pemerintah membentuk cukup banyak
lembaga atau institusi yang menangani pemberantasan korupsi. Namun, dalam kenyataannya
lembaga atau institusi pemerintah diatas dinilai tidak efisien dan efektif serta belum
menunjukkan hasil optimal dalam menanggani perkara korupsi di Indonesia.4

Kepolisian dan Kejaksaan merupakan lembaga yang menangani kasus ini, diantara
keduanya hingga saat ini masih terdapat perbedaan persepsi dalam melakukan fungsi penyidikan
atas suatu tindak pidana korupsi serta kehilangan kepercayaan dalam menangani kasus korupsi..
5

Dalam rangka untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat KPK sebagai wadah lembaga
terhadap penegakan hukum maka pemerintahan membentuk baru yang diharapkan dapat
mengembalikan citra penegakan hukum di Indonesia serta untuk meningkatkan daya guna dan

1
Mexsasai Indra, Dinamika Hukum Tata negara Indonesia, (Jakarta: Refika Aditama, 2011), hlm.161
2
Zainal Arifin Mochtar, Lembaga Negara Independen, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2016), hlm.2
3
Ibid, hlm 64
4
Mellysa Febriani Wardjodo, Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Negara, Vol.2 No.1,
Maret 2018, hlm 75
5
Roy Saphely, Keberadaan Komisi Pemberantas Korupasi dalam sistem Ketatanegaraan dan Implikasinya
terhadap kewenangan Kejaksanan dan Kepolisian Republik Indonesia, hlm 78
hasil guna dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang sudah merajalela keseluruh
bagian lapisan masyarakat. Korupsi merupakan fokus. yang sangat signifikan dalam suatu
negara berdasarkan hukum, bahkan menjadi tolak ukur keberhasilan suatu pemerintahan. Salah
satu unsur yang sangat penting dari penegakan hukum di Indonesia adalah korupsi, karena
korupsi merupakan suatu penyakit dan merusak semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara
baik dalam perekonomian serta penataan ruang wilayah.

KPK dalam upaya untuk memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia yang dibentuk
berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002, memiliki beberapa tugas dan kewenangan, antara lain
berkoordinasi dengan institusi negara lainnya untuk memberantas korupsi, melakukan
penyelidikan, supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi, melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi, serta monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.6

Bahwa dalam konsep trias politika hanya terdapat 3 lembaga pemegang kekuasaan utama
adalam pemerintahan yaitu lembaga eksekutif sebagai lembaga pemegang kekuasaan
menjalankan undang-undang, lembaga yudikatif sebagai lembaga pemegang kekuasan peradilan
dan lembaga legislatif sebagai lembaga kekuasaan pembuat undang-undang.7

Terkait status KPK sebagai salah satu lembaga negara yang bersifat independen dan
berkaitan dengan kekuasaan kehakiman tetapi tidak berada di bawah kekuasaan kehakiman,
Mahkamah Konstiusi menyatakan bahwa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, instilah
“lembaga negara” tidak selalu dimasukkan sebagai lembaga negara yang hanya disebutkan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 saja, atau yang dibentuk
berdasarkan perintah konstitusi, tetapi juga ada lembaga negara lain yang dibentuk dengan dasar
perintah dari peraturan di bawah konstitusi, seperti Undang-Undang dan bahkan Keputusan
Presiden (Keppres).8

Sehingga dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 bahwa


KPK diposisikan kedalam lembaga negara diranah eksekutif, karena menjalankan tugas
penyelidikam, penyidikan, dan penuntutan dalam tindak pidana korupsi yang sejatinya sama
dengan kewenangan kepolisian dan atau kejaksaan.

6
Muhammad Akbar Hakiki, Skripsi : “Kedudukan KPK dalam Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia Studi
Putusan Mahkamah Konstitusi No 36/PUU-XV/2017, Skripsi Ilmu Hukum Program Sarjana, Yogyakarta: UII , hlm
58
7
Putusan MK Nomor 36/PUU-XV/2017, hlm 16
8
Fitri Rubianti, Kedudukan KPK Menurut UUD 1945 dan Sistem Pemberantasan Korupsi di Indonesia, Jurnal Ilmu
Hukum STIH Litigasi Vol 2, Nomor 1 - Februari 2018 – 18
Berdasarkan uraian mengenai latar belakang yang penulis bahas maka dapat menarik
pembahasan mengenai “Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017
Terhadap Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi”

Metode Penelitian
Penelitian metode normatif menggunakan studi kasus hukum normatif berupa produk perilaku
hukum misalnya, mengkaji rancangan undang-undang. Pokok kajiannya adalah hukum yang
dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan mejadi acuan
perilaku setiap orang. Sehingga penelitian normatif berfokus pada invetarisai hukum positif,
asas-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum dalam perkara in concerto, sistematik hukum,
taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum.9

Pembahasan
Sesuai dengan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar NRI 1945 yang berbunyi bahwa
“Negara Indonesia adalah negara hukum” maka Indonesia sebagai negara hukum atau
rechtstaat dalam menjalankan struktur ketatanegaraannya harus berlandaskan dengan hukum.

Masyarakat yang semakin berkembang ternyata menghendaki negara memiliki struktur


organisasi yang lebih responsif terhadap tuntutan mereka. Terwujudnya efektivitas dan efisiensi
baik dalam pelaksanaan pelayanan publik maupun dalam pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintahan juga menjadi harapan masyarakat yang ditumpukan kepada negara. Perkembangan
tersebut memberikan pengaruh terhadap struktur organisasi negara, termasuk bentuk serta fungsi
lembaga-lembaga negara. Sebagai jawaban atas tuntutan perkembangan tersebut, berdirilah
lembaga-lembaga negara baru yang dapat berupa dewan (council), komisi (commission), komite
(committee), badan (board), atau otorita (authority).10

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi bagian dari penegakkan hukum. Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 tertanggal 8 februari 2018 terhadap uji materi
Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD
dalam putusan Mahkamah Konstitus (MK) menyatakakan bahwa KPK merupakan lembaga yang
berada di ranah eksekutif yang melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, penuntutan dalam
perkara tindak pidana korupsi yang hakikatnya menjadi bagian dari kewenangan Kepolisian dan
Kejaksaan.

Putusan Makamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 memilki implikasi terhadap


kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam struktur ketatanegaraan sebagai berikut:

9
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet. 1( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti),2004,hal.52.
10
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretaris Jenderal
dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, hal. vi-viii.
A. Peralihan Kedudukan KPK sebagai Lembaga Eksekutif
Konsepsi lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar
mengandung interpretasi yang beragam. Hal ini dikarenakan, pasca amandemen, konstitusi
tidak memberikan deskripsi secara komprehensif terkait konsepsi lemabag negara.

Namun, secara implisit menjelaskan bahwa Indonesia sebagai negara yang menganut sistem
trias politica. Menurut Montesquieu menyatakankan bahwa trias politica merupakan
pemisahan secara tegas kekuasaan ke dalam tiga kekuasaan yakni eksekutif, legislatif dan
yudikatif.

Berhubungan dengan pada pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar NRI 1945, artinya segala
lembaga negara bersamaan kedudukannya dalam melakukan penegakkan hukum harus berada
dibawah pengawasan hukum pula. Hal tersebut juga sejalan dengan apa yang dikatakan oleh
Wade bahwa untuk menghindari abuse of power, maka kekuasaan harus dibatasi oleh hukum
atau perundang-undangan.11 Pengawasan hukum atau yang lazim disebut dengan check and
balances antar lembaga negara dilakukan oleh eksekutif, legislative dan yudikatif sebagai
produk dari konsepsi trias politica.

Kedudukan KPK sebagai lembaga eksekutif dilandaskan pada tugas dan wewenang KPK
yakni:

1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana


korupsi;
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi;
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Tugas yang dimiliki oleh KPK tersebut hakikatnya telah masuk kedalam kewenangan
Kepolisian dan Kejaksaan. Kedudukan KPK sebaga lembaga eksekutif berdampak pada
pembenaran pelaksaanaan hak angket DPR terhadap KPK sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Hak Angket DPR terhadap KPK


Hak angket merupakan hak DPR RI untuk menjalankan fungsinya. Adapun fungsi DPR
RI yaitu diatur dalam Pasal 20A UUD 1945 Ayat (1) Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai
11
H.W.R Wade dan C.F. Foryth, Administrative Lawa, 7th ed,(New York: Oxford University Press, 1944), hlm.379
fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan, Ayat (2), berbunyi : “Dalam
melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam Pasal-Pasal lain dalam Undang-Undang
Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak
menyatakan pendapat.

Sebagai hak konstitusional DPR RI sebagaimana disampaikan dalam poin sebelumnya.


Penyelenggaraan hak angket menurut DPR RI sebagai bentuk perwujudan dari prinsip hukum
tata Negara yaitu check and balance. Konsep check and balance merupakan bagian dari hasil
reformasi yang pada intinya ingin mewujudkan sistem perimbangan kekuasaan. Reformasi Mei
1998 memberikan banyak perubahan dalam ketatanegaran Indonesia, salah satu adalah
kesadaran memperkuat proses check and balance antara cabang-cabang kekuasaan telah
berkembang sedemikian rupa bahkan melampui konvensi yang selama ini dipegang yakni asas
kekeluargaan di dalam penyelenggaraan Negara.12 Ketentuan ini bermasksud untuk menjadikan
DPR RI berfungsi secara optimal sebagai lembaga perwakilan rakyat sekaligus memperkokoh
pelaksanaan check and balance oleh DPR RI.13

Sepanjang penggunaan hak angket oleh DPR RI untuk melakukan penyelidikan terhadap
pelaksanaan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan hal penting strategis, dan
berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan termasuk dalam hal ini adalah korupsi.
Karena korupsi sebagai tindak pidana luar biasa tentu mempunyai dampak yang sangat luas
terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagaimana konsideran dalam
Undang-Undang No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang
menyebutkan bahwa perlu dibentuk suatu Komisi pemberantasan korupsi yang independen
dengan tugas dan wewenang melakukan pemberantasan korupsi. Dengan demikian KPK
mempunyai andil yang besar dalam pemberantasan korupsi.14

Berkaitan dengan hak angket yang digulirkan kepada KPK sebagai wujud pengawasan
DPR RI terhadap lembaga Negara sekaligus wujud prinsip check and balance. Namun pada
dasarnya prinsip check and balance tidak dilakukan dengan melemahkan fungsi dan
mengurangi independensi lembaga lain (KPK) yang justru akan mengganggu kinerja lembaga
yang bersangkutan (KPK). Mengusulkan hak angket secara teoritis terdapat kekeliruan sebab
sebagaimana alasan digulirkannya hak angket yakni meminta KPK membuka rekaman hasil
pemeriksaan Miryam, dimana posisi KPK pada saat ini sebagai penegak hukum bukan sebagai
pelaksanaan kebijakan maupun penentuan kebijakan. Menurut Jimly Asshiddiqie secara teoritis
fungsi pengawasan oleh parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat dapat pula dibedakan,
12
Ni’Matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Rajawali pers, 2014), hlm 107
13
Ibid, 112
14
May Lim Charity, Implikasi Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Terhadap Komisi
Pemberantasan Korupsi, Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 14 No.03 September 2017, hlm. 248
yaitu: a. Pengawasan terhadap penentuan kebijakan (control of policymaking); b. Pengawasan
terhadap pelaksanaan kebijakan (control of policy executing); c. Pengawasan terhadap
penganggaran dan belanja Negara (control of budgeting); d. Pengawasan terhadap pelaksanaan
anggaran dan belanja Negara (control of budget implementation); e. Pengawasan terhadap
kinerja pemerintahan (control of government performances); f. Pengawasan terhadap
pengangkatan pejabat public (control of political appointment of publik officials) dalam bentuk
persetujuan atau penolakan, atau dalam bentuk pemberian pertimbangan oleh DPR RI.
Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa pengawasan DPR RI
menggunakan hak angket terhadap KPK secara teoritis tidak terpenuhi atau salah sasaran
mengingat DPR RI menggunakan hak konstitusionalnya (hak angket) hanya untuk meminta
KPK membuka rekaman hasil pemeriksaan penyidikan terhadap Miryam. Sedangkan dalam
posisi demikian pula KPK sedang melaksanakan kewangannya sebagai penegak hukum. Oleh
karena demikian hak angket tidak dapat memberikan dampak signifikan terhadap KPK sebab
permintaan DPR RI tersebut dapat saja ditolak KPK.

Berkaitan dengan Putusan MK Nomor 36/ PUU-XV/2017 adalah kemungkinan di masa


yang akan datang, jika DPR mengambil keputusan untuk mempergunakan hak angket terhadap
KPK kembali, maka KPK tidak dapat menolak untuk hadir dalam persidangan hak angket DPR,
apalagi hanya dengan alasan independensinya. Karena itu, pada implikasi kedua ini,
penggunaan hak angket DPR akan dapat mempengaruhi independensi KPK dalam melakukan
pemberantasan korupsi. Hal tersebut tentunya tidak baik. Apalagi jika mengambil contoh
penggunaan hak angket DPR terhadap KPK pada tahun 2017, dimana terlihat ada kepentingan
politik tertentu bahkan potensi konflik kepentingan, mengingat banyak kaum politik kenamaan
lebih khusus anggota DPR, baik yang masih duduk atau sudah undur dari DPR atau
Pemerintah, disebut-sebut terlibat dalam perkara korupsi yang sedang ditangani oleh KPK.
Sangat dimungkinkan penggunaan hak angket DPR terhadap KPK untuk melakukan tekanan
politik terhadap KPK baik secara kelembagaan maupun individu, sehingga dapat mengganggu
pemberantasan korupsi itu sendiri.15

Penggunaan hak angket terhadap KPK khususnya terhadap personel perorangan KPK,
akan dapat memberikan tekanan politik tersendiri. Apalagi kemudian mekanisme rapat dalam
Panitia Angket DPR di-setting agar personel perorangan KPK sendirian menghadapi Panitia
Angket DPR secara bersama. Apalagi ditambah dengan sorotan media yang banyak. Hal
tersebut dapat saja menimbulkan kebimbangan dan kegamangan personel perorangan KPK,
sehingga akan dapat mudah diintervensi. Mungkin untuk Pimpinan KPK karena berasal dari
tokoh masyarakat yang berpengalaman akan tidak mudah diintervensi, namun personel KPK

15
Mei Susanto, Hak Angket DPR, KPK dan Pemberantasan Korupsi, Integritas Volume 4 Nomor 2, Dewember
2018, hlm. 121
lainnya belum tentu mampu menahan intervensi Panitia Angket tersebut. Hal ini dapat
membuat penggunaan Hak Angket DPR terhadap KPK, sangat mungkin mengintervensi
independensi KPK.

Kesimpulan

1. Kedudukan KPK pasca putusan MK Nomor 36/PUU-XV/2017 Bahwa mengalami


peralihan kedudukan menjadi lembaga eksekutif
2. Kedudukan KPK sebagai lembaga eksekutif didasarkan pada tugas dan wewenangnya
untuk melakukan supervisi terhadap instasi yang berwenang menangani peberantasan
tindak pidana korupsi
Berkenaan dengan adanya hak angket yang diberikan DPR Kepada KPK yang digulirkan
sebagai wujud pengawasan DPR RI untuk fungsi check and balance pada dasarnya prinsip
tersebut tidak dilakukan, hanya untuk melemahkan dan mengganggu lembaga KPK.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Muhammad,Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum, Cet. 1( Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti),2004,hlm.52.

Asshiddiqie, Jimly. 2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca


Reformasi, Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta,
Hlm. vi-viii.
Indra, Mexsasai. Dinamika Hukum Tata negara Indonesia, (Jakarta: Refika Aditama, 2011),
hlm.161.

Arifin Mochtar, Zainal. Lembaga Negara Independen, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2016),
hlm.2.

Huda, Ni’Matul. Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Rajawali pers, 2014), hlm 107.

Jurnal
Rubianti, Fitri. “ Kedudukan KPK Menurut UUD 1945 dan Sistem Pemberantasan Korupsi di
Indonesia”. Jurnal Ilmu Hukum STIH Litigasi Vol 2, Nomor 1 – 18, Februari 2018
Wade, H.W.R dan C.F. Foryth, Administrative Lawa, 7th ed, (New York: Oxford University
Press, 1944), hlm.379.
Charity, May Lim. “Implikasi Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi,”. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 14 No.03,
September 2017, hlm. 248.
Susanto, Mei. “Hak Angket DPR, KPK dan Pemberantasan Korupsi”. Integritas

Volume 4 Nomor 2, Dewember 2018, hlm. 121.


Febriani Wardjodo, Mellysa. “ Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga
Negara”. Vol.2 No.1, Maret 2018, hlm 75.

Saphely, Roy. “Keberadaan Komisi Pemberantas Korupasi dalam sistem Ketatanegaraan dan
Implikasinya terhadap kewenangan Kejaksanan dan Kepolisian Republik Indonesia”. hlm
78.

Skripsi / Thesis / Disertasi

Muhammad Akbar Hakiki, Skripsi : “Kedudukan KPK dalam Struktur Ketatanegaraan


Republik Indonesia Studi Putusan Mahkamah Konstitusi No 36/PUU-XV/2017,Skripsi
Ilmu Hukum Program Sarjana Yogyakarta: UII, hlm 58

Peraturan Perundang-undangan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 36/PUU-XV

/2017
Law And Justice
(Leave this header blank) Vol. xx, No. x, xxx, pp.xxx-xxx
e-ISSN : 2549-8282
Website: http:// http://journals.ums.ac.id/index.php/laj

11

Anda mungkin juga menyukai