Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur hanyalah milik Allah tuhan semesta alam,
dengan nikmat-Nya kebaikan menjadi sempurna, dengan rahmat-Nya kebaikan akan berlipat.
Dan Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusunan “Makalah Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam, semoga Allah mencurahkan kepada suri tauladan kita Nabi
Muhammad SAW., keluarganya, sahabatnya, tabi’in, tabi’at, dan orang-orang mukmin yang
selalu istiqomah di jalan-Nya sampai akhir zaman nanti termasuk kita di dalamnya.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimt maupun tata bahasanya.Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.

Jakarta, 15 April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Pengertian
2.2 Tujuan
2.3 Sasaran
2.4 Karakteristik
2.5 Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan
2.6 Langkah Langkah Pembentukan dan Pelaksanaan
2.7 Alur dan Langkah Pelaksanaan
2.8 Monitoring dan Evaluasi

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan 9
3.2 Saran 9
DAFTAR PUSTAKA

i
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian
PKPR singkatan dari Pelayananan Kesehatan Peduli Remaja. PKPR adalah
program pemerintah yang diampu Dinas Kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota,
dikoordinas Dinas kesehatan tingkat Provinsi, untuk melayani kesehatan remaja.
Program ini secara resmi telah berjala sejak tahun 2003. Di tingkat lapangan,
PKPR dijalankan oleh Puskesmas.

PKPR adalah pelayanan kesehatan pada remaja yang mengakses semua golongan
remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien. Disini remaja
tidak perlu ragu dan khawatir untuk mendapatkan konseling, sehingga remaja
terpapar akan informasi yang benar dan tepat untuk berbagai hal yang perlu
diketahui remaja.

2.2 Tujuan
Terselenggaranya PKPR berkualitas di Puskesmas dan tempat pelayanan remaja
lainnya, yang mampu menghargai dan memenuhi hak-hak serta kebutuhan remaja
sebagai individu, dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan, pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal bagi remaja sesuai dengan potensi yang dimiliki.

2.3 Sasaran
Berdasarkan Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
bahwa sasaran pengguna layanan PKPR adalah kelompok remaja usia 10-18
tahun. Walaupun demikian, mengingat batasan usia remaja menurut WHO adalah
10-19 tahun, maka Kementerian Kesehatan menetapkan sasaran pengguna layanan
PKPR meliputi remaja berusia 10 sampai 19 tahun, tanpa memandang status
pernikahan.Fokus sasaran layanan puskesmas PKPR adalah berbagai kelompok
remaja, antara lain:
1. Remaja di sekolah: sekolah umum, madrasah, pesantren, sekolah luar biasa.
2. Remaja di luar sekolah: karang taruna, saka bakti husada, palang merah remaja,
panti yatim piatu/rehabilitasi, kelompok belajar mengajar, organisasi remaja,
rumah singgah, kelompok keagamaan.
3. Remaja putri sebagai calon ibu dan remaja hamil tanpa mempermasalahkan
status pernikahan.
4. Remaja yang rentan terhadap penularan HIV, remaja yang sudah terinfeksi
HIV, remaja yang terkena dampak HIV dan AIDS, remaja yang menjadi
yatim/piatu karena AIDS

Remaja berkebutuhan khusus, yang meliputi kelompok remaja sebagai berikut:


a. Korban kekerasan, korban traficking, korban eksploitasi seksual
b. Penyandang cacat, di lembaga pemasyarakatan (LAPAS), anak jalanan, dan
remaja pekerja
c. Di daerah konflik (pengungsian), dan di daerah terpencil

Paket Pelayanan Remaja yang Sesuai dengan Kebutuhan


Meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang harus
diberikan secara komprehensif di semua tempat yang akan melakukan pelayanan
remaja dengan pendekatan PKPR. Intervensi meliputi:
a. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja (meliputi infeksi menular
seksual/IMS, HIV&AIDS) termasuk seksualitas dan pubertas
b. Pencegahan dan penanggulangan kehamilan pada remaja
c. Pelayanan gizi (anemia, kekurangan dan kelebihan gizi) termasuk konseling
dan edukasi
d. Tumbuh kembang remaja
e. Skrining status TT pada remaja
f. Pelayanan kesehatan jiwa remaja, meliputi: masalah psikososial, gangguan
jiwa, dan kualitas hidup
g. Pencegahan dan penanggulangan NAPZA
h. Deteksi dan penanganan kekerasan terhadap remaja
i. Deteksi dan penanganan tuberkulosis
j. Deteksi dan penanganan kecacingan

i
2.4 Karakteristik

Karakteristik PKPR merujuk WHO ( 2003) memerlukan :

1. Kebijakan yang peduli remaja


Kebijakan peduli remaja bertujuan untuk :

a. Memenuhi hak remaja


b. Tidak membatasi pelayanan karena kecacatan, etnik, usia dan status
c. Memberikan perhatian pada keadilan dan kesetaraan gender.
d. Menjamin privasi dan kerahasiaan.
e. Mempromosikan kemandirian remaja
f. Menjamin biaya yang terjangkau / gratis.

2.  Prosedur pelayanan yang peduli remaja


a. Pendaftaran dan pengambilan kartu yang mudah dan dijamin
kerahasiaanya.
b. Waktu tunggu yang pendek
c. Dapat berkunjung sewaktu waktu dengan atau tanpa perjanjian.

3. Petugas khusus yang peduli remaja


Petugas yang melayani PKPR di Puskesmas PKPR bisa seorang dokter,
bidan atau perawat yang sudah terlatih. Mereka akan melayani dengan
sabar, ramah, siap menampung segala permasalahan remaja serta siap
berdiskusi (memberikan konseling).

Petugas khusus yang peduli remaja harus memenuhi kriteria:

a. Mempunyai perhatian dan peduli, baik budi, penuh pengertian,


bersahabat, memiliki kompetensi teknis dalam memberikan pelayanan
khusus kepada remaja, mempunyai ketrampilan komunikasi
interpersonal dan konseling.
b. Mempunyai motivasi untuk menolong dan bekerjasama dengan remaja.
c. Tidak menghakimi, tidak bersikap dan berkomentar tidak
menyenangkan atau merendahkan.
d. Dapat dipercaya dan dapat menjaga kerahasiaan.
e. Mampu dan mau mengorbankan waktu sesuai kebutuhan.
f. Dapat/mudah ditemui pada kunjungan ulang.
g. Menunjukkan sikap menghargai kepada semua remaja dan tidak
membeda-bedakan.
h. Mau memberikan informasi dan dukungan yang cukup hingga remaja
dapat memutuskan pilihan yang tepat untuk mengatasi maalahnya atau
memenuhi kebutuhannya.

4. Petugas pendukung yang peduli remaja


a. Menunjukan sikap menghargai dan tidak membedakan.
b. Mempunyai kompetensi sesuai dengan bidangnya.
c. Mempunyai motivasi untuk menolong dan memberikan dukungan pada
remaja.

5. Fasilitas kesehatan yang peduli remaja


Lingkungan yang aman berarti bebas dari ancaman dan tekanan sehingga
menimbulkan rasa tenang dan remaja tidak segan berkunjung kembali.
a. Lokasi pelayanan yang nyaman dan mudah dicapai.
b. Fasilitas yang baik menjamin privasi dan kerahasiaan.
c. Jam kerja yang nyaman menyesuaikan dengan waktu luang remaja
d. Tidak ada stigma misalnya kedatangan remaja ke puskesmas semula
dianggap pasti memiliki masalah seksual atau penyalahgunaan
NAPZA.
e. Partisifasi atau keterlibatan keluarga
f. Remaja mendapat informasi yang jelas tentang adanya pelayanan, cara
mendapatkan pelayanan, kemudia memanfaatkan dan mendukung
pelaksanaannya.
g.  Remaja perlu dilibatkan secara aktif dalam perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi pelayanan.

6. Keterlibatan masyarakat
Perlu dilakukan dialog dengan masyarakat tentang PKPR sehingga
masyarakat :
a. Mengetahui keberadaan PKPR dan menghargai nilainya.

i
b. Mendukung kegiatannya dan membantu meningkatkan
mutumpelayanannya.

7. Berbasis masyarakat, menjangkau ke luar gedung,serta mengupayakan


pelayanan sebaya.
Pelayanan sebaya adalah KIE untuk konseling remaja dan rujukannya oleh
teman sebayanya yang terlatih menjadi pendidik sebaya ( peer aducator )
dan konselor sebaya ( peer counselor )

8. Pelayanan harus sesuai dan komprehensif


a. Meliputi kebutuhan tumbuh kembang, dan kesehatan fisik , psikologis
dan social.
b. Menyediakan paket komprehensif dan rujukan ke pelayanan terkait
remaja lainya.
c. Menyederhanakan proses pelayanan dan menghilangkan prosedur yang
tidak penting.

9. Pelayanan yang efektif


a. Dipandu oleh pedoman dan prosedur tetap penatalaksanaan yang
sudah teruji.
b. Memiliki sarana dan prasarana yang cukup untuk melaksanakan
pelayanan.
c. Mempunyai system jaminan mutu untuk pelayanannya

10. Pelayanan yang efisien


Mempunyai system informasi manajemen termasuk informasi tentang
biaya dan mempunyai system agar informasi itu dapat dimanfaatkan.

2.5 Strategi Pelaksanaan dan Pengembangan PKPR di Puskesmas


Mempertimbangkan berbagai keterbatasan Puskesmas dalam menghadapi
hambatan untuk dapat memenuhi elemen karakteristik tersebut diatas, maka perlu
digunakan strategi demi keberhasilan dalam pengembangan PKPR di puskesmas,
sebagai berikut:
a. Penggalangan kemitraan, dengan membangun kerjasama atau jejaring
kerja.
Meskipun keempat aspek upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif) menjadi tugas keseharian Puskesmas, namun melihat
kompleks dan luasnya masalah kesehatan remaja, kemitraan merupakan
suatu hal yang esensial khususnya untuk upaya promotif dan preventif.
Penggalangan kemitraan didahului dengan advokasi kebijakan publik,
sehingga adanya PKPR di puskesmas dapat pula dipromosikan oleh pihak
lain, dan selanjutnya dikenal dan didukung oleh masyarakat. Selain itu,
kegiatan di luar gedung, yang menjadi bagian dari kegiatan PKPR, amat
memerlukan kemitraan dengan pihak di luar kesehatan. Kegiatan berupa
KIE, serta Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS) dan life Skills
Education (LSE) seperti ceramah, diskusi, role play, seperti halnya
konseling, dapat dilakukan oleh petugas terlatih di luar sektor kesehatan
dan LSM.

b. Pemenuhan sarana dan prasarana dilaksanakan secara bertahap.


Strategi penahapan ini penting, memperhatikan urgensi dilaksanakannya
PKPR dan keterbatasan kemampuan pemerintah, hingga PKPR dapat
segera dilaksanakan, sambil dilakukan penyempurnaan dalam memenuhi
kelengkapan sarana dan prasarana.

c. Penyertaan remaja secara aktif.


Dalam semua aspek pelayanan mulai perencanaan, pelaksanaan pelayanan
dan evaluasi, remaja secara aktif diikut-sertakan. Dalam menyertakan
remaja dianjurkan dipilih kelompok remaja laki-laki dan perempuan yang
dapat “bersuara“ mewakili Puskesmas untuk informasi penyediaan
pelayanan kepada sebayanya dan sebaliknya mewakili sebayanya
meneruskan keinginan, kebutuhan, dan harapannya berkaitan dengan
penyediaan pelayanan. Selain itu dengan keterlibatan remaja ini, informasi
pelayanan dapat cepat meluas, menjangkau baik remaja laki-laki maupun
perempuan, serta memperkenalkan lebih awal konsep keadilan dan
kesetaraan gender.

i
d. Penentuan biaya pelayanan serendah mungkin.
Pada awal pelaksanaan diupayakan biaya pelayanan serendah mungkin,
bahkan kalau mungkin gratis.

e. Dilaksanakannya kegiatan minimal.


Pemberian KIE, pelaksanaan konseling serta pelayanan klinis medis
termasuk laboratorium dan rujukan, harus lengkap dilaksanaan secara
bersamaan dari sejak awal dilaksanakannya PKPR. Tanpa konseling,
pelayanan tidak akan disebut PKPR, melainkan pelayanan kesehatan
remaja seperti sebelum dikenalnya PKPR.

f. Ketepatan penentuan prioritas sasaran.


Keberhasilan pelayanan ditentukan antara lain oleh ketepatan penetapan
sasaran, sesuai dengan hasil kajian sederhana sebelum pelayanan dimulai.
Sasaran ini misalnya remaja sekolah, anak jalanan, karang taruna, buruh
pabrik, pekerja seks komersial remaja dan sebagainya.

g. Ketepatan pengembangan jenis kegiatan.


Perluasan kegiatan minimal PKPR ditentukan sesuai dengan masalah dan
kebutuhan setempat serta sesuai dengan kemampuan puskesmas, misalnya
pelaksanaan PKHS dengan pilihan kegiatan mengadakan FGD (Focus
Group Discussion) diskusi kelompok terarah diantara remaja tentang seks
pra-nikah didukung dengan penyebarluasan slogan dan keterampilan
“bagaimana bilang tidak” untuk seks- pranikah.

h. Pelembagaan monitoring dan evaluasi internal.


Monitoring dan evaluasi secara periodik yang dilakukan oleh tim jaminan
mutu puskesmas merupakan bagian dari upaya peningkatan akses dan
kualitas PKPR.

2.6 Langkah Langkah Pembentukan dan Pelaksanaan


a. Identifikasi masalah
1) Gambaran remaja di wilayah kerja
a) Jumlah remaja, pendidikan , pekerjaan
b) Perilaku beresiko: seks pranikah, rokok, tawuran dan kekerasan
c) Masalah kesehatan: kehamilan remaja, gizi, HIV / AIDS,
penyalahgunaan NAPZA.
2) Identifikasi pandangan remaja tentang sikap dan tata nilai berhubungan
dengan prilaku beresiko, masalah kesehatan yang ingin diketahui dan
pelayanan yang dikehendaki.
3)  Identifikasi kebuttuhan sarana dan prasarana termasuk buku – buku
pedoman.
Metode kajian dengan mengambil data sekunder dari berbagai sumber,
pemerintah dan swasta, dan wawancara dengan sasaran langsung atau tidak
langsung ( orang tua, guru, pengurus asrama, dll ).
4)  Advokasi kebijakan public
Kebijakan public adalah pernyataan kebijakan dari penguasa dengan tujuan
mengarahkan dan mengendalikan institusi, masyarakat atau individu. Dengan
advokasi diharapkan mendapat dukungan sehingga dapat mempercepat
keberhasilan pembentukan dan pelaksanaan PKPR. Contoh :
a) Dukungan pemerintah daerah dan pengadaan dana untuk pelaksanaan
PKPR antara lain pengadaan poster, pengadaan ruang konseling, biaya
rujuakan, kegiatan dirumah singgah dan lain – lain.
b)  Penggalian potensi masyarakat dan pendanaan
c) Pembentukan jejaring khusus melalui peran politis unttuk memperkuat
system rujukan berupa :
1) Rujukan social antara lain penyaluran pelatihan keterampilan remaja
pasca rehabilitasi NAPZA atau mempersiapkan remaja pra nikah.
2) Rujukan medis bagi remaja yang membutuhkan
3) Rujukan pranata hokum diperlukan untuk kasus tindakan kekerasan.
5) Persiapan pelaksanaan PKPR di puskesmas
a)  Sosialisasi internal
b)  Penunjukan petugas
c) Pembentukan tim
Timterdiri dari dokter, para medis ( bidan dan perawat ), petugas UKS,

i
petugas penyuluhan, petugas gizi dan petugas lain yang dibutuhkan.
e) Pelatihan formal petugas PKPR
f) Penentuan jenis kegiatan, pelayanan, serta sasaran
Selain kegiatan KIE, konseling dan pelayanan klinis medis dapat
pula dilakukan perluasan kegiatan seperti :
1) Penyediaan pelayanan hot line di puskesmas
2) Penanganan anak jalanan di wilayah puskesmas
3) Revitalisasi pembinaan dan pelaksanaan UKS di sekolah
lanjutan
4) Pemenuhan sarana dan prasarana.
Pemenuhan sarana dan prasarana selain memberikan
kenyamanan, menjaga privasi, serta menjamin kerahasiaan juga
memudahkan untuk pemberi layanan.
5) Penentuan prosedur pelayanan
Penentuan biaya layanan, jam buka, penentuan desain, proses
pemberian dan penyimpanan kartu, register dan catatan (status)
medis / konseling, penentuan alur pelayanan.

2.7 Alur dan langkah pelaksanaan PKPR pada klien


Dalam melayani remaja, pemberian pelayanan secara komprehensif hendaknya
melekat pada pemikiran dan tindakan dari petugas. Tahapan pelayanan pada klien
digambarkan pada bagan di bawah ini:
a. Klien datang (kiriman, sendiri), melalui loket umum / loket khusus/langsung
deregister diruang konseling
b. Anamnesa

1) Identitas
2) Apa yang sudah diketahui Tentang KRR:
a) Perubahan fisik dan psikis
b) Masalah yang mungkin timbul dan cara menghadapinya
Tentang perilaku hidup sehat pada remaja
1) Pemeliharaan kesehatan (gizi, personal hygiene)
2) Hal-hal yang perlu dihindari (Napza, seks bebas)
3) Pergaulan sehat antara laki-laki dan perempuan
Tentang persiapan berkeluarga yaitu : kehamilan, KB, IMS, HIV/AIDS, masalah
yang dihadapi antara lain:
a) Kekerasan fisik dan psikologis
b) Pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
c) Pemeriksaan FisikTanda-tanda anemi, KEK (Tanda-tanda kekerasan
terhadap perempuan.
d) Pelayanan Konseling

c. Tidak perlu pelayanan teknis medis


pulang atau konseling lanjutan bila diperlukan

d. Perlu pelayanan klinis medis/lab


Pemeriksaan infeksi saluran reproduksi, kehamilan, perkosaan, pasca
keguguran, kontrasepsi ,konseling lanjutan bila perlu.Berkaitan dengan alur
pemikiran komprehensif yang telah disebutkan terdahulu, dalam memberikan
pelayanan, petugas perlu selalu menganalisa tentang keterkaitan perilaku,
gangguan fisik yang diakibatkannya, serta mengacu kepada standar
penanganan masingmasing kasus.

e. Jenis kegiatan dalam PKPR


Kegiatan dalam PKPR sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya, dilaksanakan
di dalam gedung atau di luar gedung, untuk sasaran perorangan atau
kelompok, dilaksanakan oleh petugas Puskesmas atau petugas lain di institusi
atau masyarakat, berdasarkan kemitraan. Jenis kegiatan meliputi

f. Pemberian informasi dan edukasi.


1) dalam gedung atau di luar gedung, secara perorangan atau berkelompok.
2) Dapat dilaksanakan oleh guru, pendidik sebaya yang terlatih dari sekolah
atau dari lintas sektor terkait dengan menggunakan materi dari (atau
sepengetahuan) puskesmas.
3) Menggunakan metoda ceramah tanya jawab, FGD (Focus Group
Discussion), diskusi interaktif, yang dilengkapi dengan alat bantu media
cetak atau media elektronik (radio, email, dan telepon/hotline, pesan
singkat.

i
4) Menggunakan sarana KIE yang lengkap, dengan bahasa yang sesuai
dengan bahasa sasaran (remaja, orang tua, guru ) dan mudah dimengerti.
Khusus untuk remaja perlu diingat untuk bersikap tidak menggurui serta
perlu bersikap santai.

g. Pelayanan klinis medis termasuk pemeriksaan penunjang dan rujukannya.


Hal yang perlu diperhatikan dalam melayani remaja yang smas adalah:
1) Bagi klien yang menderita penyakit tertentu tetap dilayani dengan
mengacu pada prosedur tetap penanganan penyakit tersebut.
2) Petugas dari BP umum, BP gigi, KIA dll dalam menghadapi klien remaja
yang datang, diharapkan dapat menggali masalah psikososial atau yang
berpotensi menjadi masalah khusus remaja, untuk kemudian bila ada,
menyalurkannya ke ruang konseling bila diperlukan.
3) Petugas yang menjaring remaja dari ruang lain tersebut dan juga petugas
penunjang seperti loket dan laboratorium seperti halnya petugas khusus
PKPS juga harus menjaga kerahasiaan klien remaja, dan memenuhi
kriteria peduli remaja.
4) Petugas PKPR harus menjaga kelangsungan pelayanan dan mencatat hasil
rujukan
5) kasus per kasus.

h. Konseling
Konseling adalah hubungan yang saling membantu antara konselor dan klien
hingga tercapai komunikasi yang baik, dan pada saatnya konselor dapat
menawarkan dukungan, keahlian dan pengetahuan secara berkesinambungan
hingga klien dapat mengerti dan mengenali dirinya sendiri serta permasalahan
yang dihadapinya dengan lebih baik dan selanjutnya menolong dirinya sendiri
dengan bantuan beberapa aspek dari kehidupannya.
Tujuan konseling dalam PKPR adalah:
1) Membantu klien untuk dapat mengenali masalahnya dan membantunya
agar dapat mengambil keputusan dengan mantap tentang apa yang harus
dilakukannya untuk mengatasi masalah tersebut.
2) Memberikan pengetahuan, keterampilan, penggalian potensi dan sumber
daya secara berkesinambungan hingga dapat membantu klien dalam:
3) Mengatasi kecemasan, depresi atau masalah kesehatan mental lain.
4) Meningkatkan kewaspadaan terhadap isu masalah yang mungkin terjadi
pada dirinya.
5) Mempunyai motivasi untuk mancari bantuan bila menghadapi masalah.
Konseling merupakan kegiatan yang dapat mewakili PKPR. Sebab itu langkah
pelaksanaannya perlu dijadikan standar dalam menilai kualitas pelaksanaan
PKPR.

i. Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)


Dalam menangani kesehatan remaja perlu tetap diingat dengan optimisme
bahwa bila remaja dibekali dengan keterampilan hidup sehat maka remaja
akan sanggup menangkal pengaruh yang merugikan bagi kesehatannya. PKHS
merupakan adaptasi dari Life Skills Education(LSE). Life skilsl atau
keterampilan hidup adalah kemampuan psikososial seseorang untuk
memenuhi kebukehidupan se-hari-hari secara efektif. Keterampilan ini
mempunyai peran penting dalam promosi kesehatan dalam lingkup yang luas
yaitu kesehatan fisik, mental dan sosial. Contoh yang jelas bahwa peningkatan
keterampilan psikososial ini dapat member kontribusi yang berarti dalam
kehidupan keseharian adalah keterampilan mengatasi masalah perilaku yang
berkaitan dengan ketidak sanggupan mengatasi stres dan tekanan dalam hidup
dengan baik. Keterampilan psikososial di bidang kesehatan dikenal dengan
istilah PKHS. PKHS dapat diberikan secara berkelompok di mana saja, di
sekolah, Puskesmas, sanggar, rumah singgah dan sebagainya.
Kompetensi psikososial tersebut meliputi 10 aspek keterampilan, yaitu:
a) Pengambilan keputusan
Pada remaja keterampilan pengambilan keputusan ini berperan konstruktif
dalam menyelesaikan masalah berkaitan dengan hidupnya. Keputusan
yang salah tak jarang mengakibatkan masa depan menjadi suram.
b) Pemecahan masalah
Masalah yang tak terselesaikan yang terjadi karena kurangnya
keterampilan pengambilan keputusan akan menyebabkan stres dan
ketegangan fisik.
c) Berpikir kreatif

i
Membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Berpikir
kreatif terealisasi karena adanya kesanggupan untuk menggali alternatif
yang ada dan mempertimbangkan sisi baik dan buruk dari tindakan yang
akan diambil. Meski tanpa ada keputusan, berpikir kreatif akan membantu
cara merespons segala situasi dalam keseharian hidup secara fleksibel.
d) Berpikir kritis
Merupakan kesanggupan untuk menganalisa informasi dan pengalaman
secara objektif, dengan demikian akan membantu mengenali dan menilai
faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku misalnya tata-nilai, tekanan
teman sebaya, danmedia.
e) Komunikasi efektif
Membuat remaja dapat mengekspresikan dirinya baik secara verbal
maupun nonverbal, sesuai dengan budaya dan situasi dalam cara
menyampaikan keinginan, pendapat, kebutuhan dan kekhawatirannya. Hal
ini akan mempermudah remaja untuk meminta nasihat atau pertolongan
bilamana membutuhkan.
f) Hubungan interpersonal.
Membantu berhubungan dengan cara positif dengan orang lain, sehingga
dapat meciptakan persahabatan dan mempertahankan hubungan, hal yang
penting untuk kesejahteraan mental. Dapat meningkatkan hubungan baik
sesama anggota keluarga, untuk mendapatkan dukungan sosial. Keahlian
ini diperlukan juga agar terampil dalam mengakhiri hubungan yang tidak
sehat dengan cara yang positif.
g) Kesadaran diri
Merupakan keterampilan pengenalan terhadap diri, sifat, kekuatan dan
kelemahan, pengenalan akan hal yang disukai dan dibenci. Kesadaran diri
akan mengembangkan kepekaan pengenalan dini akan adanya stres dan
tekanan yang harus dihadapi. Kesadaran diri ini harus dipunyai untuk
menciptakan komunikasi dengan Tuhan dan mengatasi masalah secara
efektif dan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan
empati terhadap orang lain.
h) Empati
Dengan empati, meskipun dalam situasi yang tidak di kenal dengan baik,
remaja mampu membayangkan bagaimana kehidupan orang lain. Empati
melatih remaja untuk mengerti dan menerima orang lain yang mungkin
berbeda dengan dirinya, dan juga membantu menimbulkan perilaku positif
terhadap sesama yang menderita.
i) Mengendalikan emosi
Keterampilan mengenali emosi diri dan orang lain, serta mengetahui
bagaimana emosi dapat mempengaruhi perilaku, memudahkan menggali
kemampuan merespons emosi dengan benar. Mengendalikan dan
mengatasi emosi diperlukan karena luapan emosi kemarahan atau
kesedihan dapat merugikan kesehatan bila tidak disikapi secara benar.
j) Mengatasi stress
Pengenalan stres dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap tubuh
membantu mengontrol stres dan mengurangi sumber penyebabnya.
Misalnya membuat perubahan di lingkungan sekitar atau merubah cara
hidup (lifestyle), diajarkan pula bagaimana bersikap santai sehingga
tekanan yang terjadi oleh stress yang tak terhindarkan tidak berkembang
menjadi masalah kesehatan yang serius. PKHS dapat dilaksanakan dalam
bentuk drama, main-peran (role play), diskusi dll. Contoh aplikasi
keterampilan ini dalam kehidupan sehari-hari adalah cara menolak ajakan
atau tekanan teman sebaya untuk melakukan perbuatan berisiko, dan
menolak ajakan melakukan hubungan seksual di luar nikah.Dengan
menerapkan ajaran PKHS, remaja dapat mengambil keputusan segera
untuk menolak ajakan tersebut, merasa yakin akan kemampuannya
menolak ajakan tersebut, berpikir kreatif untuk mencari cara penolakan
agar tidak menyakiti hati temannya dan mengerahkan kemampuan
berkomunikasi secara efektif dan mengendalikan emosi, sehingga
penolakan akan berhasil dilaksanakan dengan mulus.
Pelaksanaan PKHS di Puskesmas disamping meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan hidup sehat dapat juga menimbulkan rasa
gembira bagi remaja sehingga dapat menjadi daya tarik untuk berkunjung
kali berikut, serta mendorong melakukan promosi tentang adanya PKPR di
Puskesmas kepada temannya dan menjadi sumber penular pengetahuan
dan keterampilan hidup sehat kepada teman-temannya.

j. Pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya.

i
Pelatihan ini merupakan salah satu upaya nyata mengikut sertakan remaja
sebagai salah satu syarat keberhasilan PKPR. Dengan melatih remaja menjadi
kader kesehatan remaja yang lazim disebut pendidik sebaya, beberapa
keuntungan diperoleh yaitu pendidik sebaya ini akan berperan sebagai agen
pengubah sebayanya untuk berperilaku sehat, sebagai agen promotor
keberadaan PKPR, dan sebagai kelompok yang siap membantu dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PKPR. Pendidik sebaya yang
berminat, berbakat, dan sering menjadi tempat “curhat” bagi teman yang
membutuhkannya dapat diberikan pelatihan tambahan untuk memperdalam
keterampilan interpersonal relationship dan konseling, sehingga dapat
berperan sebagai konselor remaja.

k. Pelayanan rujukan
Sesuai kebutuhan, puskesmas sebagai bagian dari pelayanan klinis medis,
melaksanakan rujukan kasus ke pelayanan medis yang lebih tinggi. Rujukan
sosial juga diperlukan dalam PKPR, sebagai contoh penyaluran kepada
lembaga keterampilan kerja untuk remaja pasca penyalah-guna napza, atau
penyaluran kepada lembaga tertentu agar mendapatkan program
pendampingan dalam upaya rehabilitasi mental korban perkosaan. Sedangkan
rujukan pranata hukum kadang diperlukan untuk memberi kekuatan hukum
bagi kasus tertentu atau dukungan dalam menindaklanjuti suatu kasus. Tentu
saja kerjasama ini harus diawali dengan komitmen antar institusi terkait, yang
dibangun pada tahap awal sebelum PKPR dimulai.

2.9 Monitoring dan Evaluasi


Monitoring PKPR di puskesmas berdasarkan buku pedoman pelayanan PKPR
tahun 2008, dilakukan oleh pihak lain di luar puskesmas perlu dilakukan oleh
puskesmas sendiri. Melalui monitoring, petugas akan dibantu menemukan
masalah secara dini hingga koreksi yang akan dilakukan tidak memerlukan biaya
dan waktu yang banyak, dan mempercepat tecapainya PKPR yang berkualitas.
1. Monitoring oleh tatanan administrasi yang lebih tinggi dilakukan melalui
analisa laporan rutin yang dikirimkan oleh Puskesmas dikombinasikan dengan
pengamatan langsung di lapangan. Sistem monitoring adalah proses
pengumpulan dan analisa secara teratur dari seperangkat indikator. Sistem
akan menyuguhkan data yang dapat digunakan untuk menilai:
2. Apakah program berjalan dengan benar, dan bagaimana kemajuannya, adakah
penyimpangan atau masalah.
3. Apakah input dan proses yang dilakukan menghasilkan perbaikan ke arah
target yang direncanakan.
4. Apakah umpan balik tentang output dan proses dikaitkan dengan input.
5. Adakah faktor lingkungan atau eksternal (masyarakat, geografis, kebijakan
setempat, dll) dan faktor internal (provider, saran, dll) yang mempengaruhi
pelaksanaan PKPR.    
Dengan demikian tahapan melakukan monitoring adalah:
a) Memutuskan informasi apa yang akan dikumpulkan.
b) Mengumpulkan data dan menganalisanya.
c) Memberikan umpan balik hasil monitoring.

Monitoring dibedakan dengan evaluasi dari rutinitas pengumpulan data


dan lingkup fokus sasarannya. Evaluasi fokusnya luas namun waktunya
terbatas. Monitoring dilakukan berkesinambungan dengan demikian
kesenjangan yang ditemukan pada suatu waktu dapat dibandingkan dengan
hasil yang ditemukan pada kali berikut. Monitoring terhadap akses dan
kualitas PKPR diawali dengan melihat kepatuhan terhadap standar PKPR yang
diwakili oleh pelaksanaan konseling dan kelengkapan sarana, berlanjut dengan
melihat jangkauan pelayanan dari jumlah kunjungan dan kasus yang ditangani
baik di dalam maupun di luar gedung. Meskipun demikian kegiatan PKPR
lainnya seperti PKHS dan pelatihan calon pendidik sebaya harus dicatat, untuk
melihat sejauh mana lingkup kegiatan dilaksanakan.
Standar dan indikator terpilih yang diperlukan untuk mengevaluasi kualitas dan akses
PKPR :
1) Kualitas:
a) Kompetensi petugas: kesesuaian langkah-langkah pelaksanaan konseling
dengan standar.
b) Sarana institusi: pemenuhan kriteria sarana untuk menjamin kerahasiaan dan
kenyamanan klien.
c) Kepuasan klien: terhadap kualitas sarana dan kompetensi petugas.

i
d) Kelengkapan jaringan pelayanan rujukan.
2) Akses
a) Jumlah pelaksanaan KIE dan konseling kasus lama dan kasus baru, jumlah
kunjungan klien, klien lama dan baru, di dalam gedung dan di luar gedung.
b) Frekuensi petugas puskesmas berperan menjadi narasumber atau fasilitator
kegiatan remaja.
c) Jumlah kader (pendidik/konselor) sebaya yang dilatih oleh Puskesmas.
d) Jumlah rujukan masuk dari masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
http://tiarapratiwi87.blogspot.com/2017/05/pelayanan-kesehatan-peduli-remaja-pkpr.html?
m1 diakses 15 April 2020 14:32
Depkes RI 2014 Pedoman Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)

Anda mungkin juga menyukai