Chapter II PDF
Chapter II PDF
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hemodialisa
toksis lainnya melalui membran semipermiabel sebagai pemisah antara darah dan
cairan dialisat yang sengaja dibuat dalam dialiser. Membran semipermiabel adalah
lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-
pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea,
keratin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas
melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah
berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada hemodialisa, darah dipompa keluar dari
tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser darah dibersihkan
dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan
khusus untuk dialisis), lalu dialirkan kembali dalam tubuh. Proses hemodialisa
dilakukan 1-3 kali seminggu dirumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan
2.1.2. Tujuan
mempunyai tujuan :
1) Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2.1.3. Indikasi
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih (laju filtrasi glomerulus < 5ml).
terapi konservatif, kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah (Ureum > 200
mg%, Kreatinin serum > 6 mEq/l), kelebihan cairan, mual dan muntah
hebat.
d. Demam tinggi.
pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisia, yaitu: difusi,
daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah.
dapat terjadi misal: emboli udara, ultrafiltrasi yang tidak adekuat atau
Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal
atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat
(Wijayakusuma, 2008).
mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu
mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan
menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang
terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia
dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet rendah protein akan
jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga
merupakan bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis
antiaritmia dan antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar
kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa
2.1.7. Komplikasi
b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi
kemungkinan terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat
f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
lemah dan lelah dalam menjalani kehidupan sehari- hari terumtama setelah
dengan tuntutan yang ada. Stres merupakan mekanisme yang kompleks dan
individual yang sifatnya berbeda antar individu yang satu dengan yang lain (Nasir
sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada
situasi kerja, di rumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya
(Patel, 1996 dalam Nasir, 2011). Adapun sumber-sumber stres tersebut meliputi:
Salah satu yang dapat menimbulkan stres dari pribadi sendiri adalah melalui
demands pada sistem biologis dan psikologis, dan tingkatan stres yang
usia orang tersebut. Hal lain yang dapat menimbulkan stres individu sendiri
terjadi konflik dalam diri seseorang dan biasanya orang tersebut berada
dalam suatu kondisi dimana dia harus menentukan pilihan, dan pilihan
Jika kita terlepas dari stres akibat pekerjaan, sangatlah penting untuk
satunya adalah bahwa hampir semua orang pada suatu saat dalam
Hans Selye (1946 dalam Nasir, 2011) telah melakukan riset terhadap dua
respons fisiologis tubuh terhadap stres, yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS)
a. Respons yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua sistem.
Respons yang terlibat di dalamnya adalah sistem saraf otonom dan sistem
endokrin. Pada beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan sistem
meningkat dan terjadi peningkatan aliran darah ke otot. Selain itu, juga
menit sampai jam. Bila stressor masih menetap, maka individu akan
teratasi, gejala stres akan menurun dan tubuh kembali stabil, termasuk
hormon, denyut jantung, tekanan darah, dan curah jantung. Hal tersebut
jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel-sel yang rusak. Bila gagal,
maka individu tersebut akan jatuh pada tahapan terakhir dari GAS, yaitu
Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat
berikut:
a. Stres Ringan
Stressor yang dihadapi setiap orang secara teratur, seperti terlalu banyak
tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari atasan. Situasi seperti ini biasanya
berlangsung beberapa menit atau jam. Bagi mereka sendiri, stressor ini bukan
b. Stres Sedang
Berlangsung lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa hari. Misalnya,
perselisihan yang tidak terselesaikan dengan rekan kerja, anak yang sakit,
atau ketidakhadiran yang lama dari anggota keluarga merupakan situasi stres
sedang.
c. Stres Berat
berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang. Makin sering dan makin
Gambaran stres biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan mulainya
dan seringkali tidak disadari. Namun meskipun demikian dari pengalaman praktek
kesehatan jiwa, para ahli mencoba membagi stres tersebut dalam enam tahapan.
bersangkutan, hal mana yang berguna bagi seseorang dalam rangka mengenali
1. Stres tahap pertama (paling ringan): Tahapan ini merupakan tingkat stres
yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan perasaan sebagai
sedang menipis.
2. Stres tahap kedua: Dalam tahapan ini dampak stres yang menyenangkan
merasa lelah setelah makan siang, merasa lelah menjelang sore hari,
santai.
sering terbangun malam dan sukar tidur kembali, atau bangun terlalu
pagi), badan terasa loyo, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh
pingsan).
4. Stres tahap Keempat: Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih
buruk yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut; untuk bisa bertahan
5. Stres tahap Kelima: Tahapan ini merupakan tahapan yang lebih mendalam
saja terasa kurang mampu, gangguan sistem pencernaan (sakit maag dan
usus) lebih sering, sukar buang air besar atau sebaliknya feses encer dan
ini cukup mengerikan, yaitu; debaran jantung terasa amat keras, hal ini
Ada beberapa tips untuk mengelola stres yang efektif menutu Hans Selye
(1946) yang dikutip oleh Sumiati, dkk (2010), adalah sebagai berikut:
dipercaya. Jika tidak ada orang lain yang sekiranya dapat dipercaya, dapat
5. Beri batas waktu untuk bersedih: Kesedihan yang berlarut –larut akan
dan lain-lain.
stres yang dirasakan dengan memfokuskan pikiran pada sesuatu yang tidak
doa. Visualisasikan suatu adegan yang anda rasakan indah, gunakan musik
memerlukan orang lain untuk dapat berbagi pikiran dan perasaan dengan
diri. Bila tidak ada orang yang dipercaya, dapat berbicara dengan ahli di
2.3. KonsepAnsietas
2.3.1 PengertianAnsietas
subjektifdandipengaruhiolehalambawahsadardanbelumdiketahuisecarakhususfakt
objek yang spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir)
seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai
keadaan perasaan efektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi
fisik yang memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan datang. Keadaaan
yang tidak menyenangkan itu sering kabur dan sulit menunjukkan dengan tepat,
tersinggung.
sebagai berikut :
a. Ansietas Ringan
sehari hari. Lapangan persepsi melebar dan orang akan bersikap hati-hati dan
ringan adalah sesekali mengalami napas pendek, naiknya tekanan darah dan nadi,
muka berkerut, bibir bergetar, dan mengalami gejala pada lambung. Respon
efektif. Adapun respons perilaku dan emosi adalah tidak dapat duduk tenang,
b. Ansietas Sedang
memfokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga dan menyampingkan hal-hal
lain. Respons fisiologis dari orang yang mengalami ansietas sedang adalah sering
napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare,
menyempit, ransangan luar sulit diterima, berfokus terhadap apa yang menjadi
perhatian. Adapun respons perilaku dan emosi adalah gerakan yang tersentak-
c. Ansietas Berat
individu cenderung memikirkan hal-hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal
lain. Individu sulit berpikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk
memusatkan perhatian pada area lain. Respons fisiologis ansietas berat adalah
napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, banyak berkeringat, rasa sakit kepala.
lapangan persepsi yang sangat sempit dan tidak mampu untuk menyelesaikan
masalah. Adapun respons perilaku dan emosi terlihat dari perasaan tidak aman,
d. Panik
Pada tingkatan panik lapangan persepsi seseorang sudah sangat sempit dan
sudah mengalami gangguan sehingga tidak bisa mengendalikan diri lagi dan sulit
panik adalah napas pendek, rasa tercekit, sakit dada, pucat, hipotensi, dan
koordinasi motorik yang sangat rendah. Sementara respons kognitif panik adalah
lapangan persepsi yang sangat sempit sekali dan tidak mampu berpikir logis.
Adapun respons perilaku dan emosi terlihat agitasi, mengamuk dan marah-marah,
sebagai berikut:
a. Umur
Bahwa umur yang lebih muda lebih mudah menderita cemas daripada
umur tua.
b. Keadaan fisik
c. Sosial budaya
d. Tingkat pendidikan
terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Orang
e. Tingkat pengetahuan
perpisahan, kehilangan atau bencana alam, adanya frustasi akibat kegagalan dalam
mencapai tujuan, adanya ancaman pada integritas diri, yakni meliputi kegagalan
konsep diri.
tahap pencegahan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat
3) Cukup olahraga.
4) Tidak merokok.
b. Terapi psikofarmaka
(limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti
c. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan
d. Psikoterapi
dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan
stressor.
faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga
e. Terapi psikoreligius
psikologis dan komponen somati yang terjadi akibat kesedihan yang panjang
timbul akibat adanya dorongan negatif dari super ego yang direpresi dan lambat
laun akan tertimbun di alam bawah sadar. Sehingga depresi seperti penderitaan
direpresikan tidak secara otomatis akan hilang, melainkan sewaktu waktu akan
muncul.
a. Gejala Fisik.
Pada gejala fisik dari orang yang mengalami depresi akan terjadi keluhan fisik
(somatic), seperti sakit kepala atau pusing, rasa nyeri lambung, dan mual
bahkan muntah-muntah, nyeri dada, dan sesak napas, gangguan tidur (sulit
psikomotor, tidak nafsu makan atau makan berlebihan, diare, lesu dan kurang
bergairah, gerakan lambat dan berat badan turun, dan terjadinya gangguan
b. Gejala Psikis.
perasaan terbebani, hilangnnya percaya diri, karena mereka selalu menilai dari
sisi pribadinya, seperti menilai orang lain sukses, kaya, dan pandai, sementara
diri saya tidak ada apa-apa (merasa tidak berguna) dan merasa diri terasing
dalam lingkungan dan putus asa. Gejala-gejala gangguan perilaku pada klien
depresi terlihat dari rasa kecemasan yang berlebihan dan tidak dapat
karena tidak bisa mengambil keputusan dan melakukan aktivitas, sedih yang
tidak ada lagi orang lain yang mau menyayanginya atau mempedulikan
sehingga ada pemikiran untuk bunuh diri. Hal ini disertai halusinasi yang
mengatakan dirinya tidak berguna dan tidak ada perhatian pada kebersihan diri.
c. Gejala Sosial.
Gejala-gejala gangguan sosial pada klien depresi terlihat dari keinginan untuk
menyendiri dan tak mau bergaul, merasa malu dan bersalah apabila
berkomunikasi dengan orang yang dianggap lebih berhasil, sukses, cantik, dan
pandai. Klien merasa minder, kurang percaya diri untuk membina relasi sosial
pada kenyataan peristiwa hidup itu tidak selalu menyebabkan depresi. Sangat
jarang sekali jika depresi diakibatkan oleh satu faktor saja, tetapi bersifat
a. Faktor Internal
1. Stres
lain: a) situasi yang menurunkan harga diri (gagal cinta, gagal ujian,
ada lagi harapan untuk hidup dan merasa dia menjadi beban bagi orang
remaja dan orang dewasa (usia 18-44 tahun) cenderung lebih mudah
wanita ditentukan oleh: (a) faktor biologi, seperti perubahan hormonal dan
reproduksi dan (b) faktor lingkungan, seperti perubahan peran sosial yang
3. Kepribadian.
rentan terkena depresi adalah individu yang memiliki konsep diri dan pola
4. Faktor Biologis.
5. Faktor Psikologis.
kondisi emosional yang labil, dan merasa tidak berdaya (putus asa).
b. Faktor Eksternal.
tangga.
A. Lima ( atau lebih) gejala berikut telah hadir dalam satu periode selama 2
gejala dari dua gejala berikut ini yaitu (1) Mood depresi atau (2) Kehilangan
(misalnya, merasa sedih, kosong, putus asa) atau pengamatan yang dibuat
perubahan lebih dari 5 % dari berat badan dalam satu bulan), atau
5. Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (diamati oleh orang
melambat).
7. Perasaan tidak berharga atau bersalah yang berlebihan atau tidak pantas
(yang mungkin delusi) hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri
bunuh diri berulang tanpa rencana spesifik, atau usaha bunuh diri atau
berfungsi.
C. Episode tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari suatu zat atau kondisi
D. Terjadinya episode depresi mayor tidak lebih baik di jelaskan oleh gangguang
lainnya.
Ringan : Sedikit, jika ada, gejala lebih dari yang dibutuhkan untuk membuat
atau pekerjaan.
Berat : Jumlah gejala secara substansial lebih dari yang diperlukan untuk
pekerjaan.
3. Dengan ciri psikotik mood-inkongruen: isi dari delusi atau halusinasi tidak
tetapi kriteria penuh tidak tepenuhi, atau ada periode yang berlangsung
kurang dari 2 bulan tanpa gejala yang signifikan dari episode depresi
Menurut Pieter, dkk, (2011) terapi pada depresi adalah sebagai berikut :
a. Terapi Individu.
perilaku pengalahan diri, harapan yang tidak realistis, dan kemungkinan distorsi
dari realita. Mendorong klien untuk mengungkapkan rasa frustasi, marah, dan
putus asa. Mengupayakan klien agar dapat mengubah pola berpikir negatif
otomatif tentang diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan masa depan.
interpersonal.
b. Terapi Keluarga
keluarga saat ini. Terapis bekerja sama dengan keluarga dalam menelusuri
dan ketidakpedulian dari setiap anggota keluarga. Ajarkan kepada keluarga klien
Mengajarkan keluarga klien dalam mengatasi secara efektif segala aspek yang
mengancam diri klien. Mengkaji perasaan bersalah dan menyalahkan diri akibat
c. Terapi Kelompok
mengurangi rasa kesepian, mendapatkan umpan balik dari orang lain, dan
teman sebaya dan mengajarkan dia untuk menurunkan dan menghilangkan distorsi
kognitifnya.
d. Terapi Obat-obatan
gejala depresi. Dalam fase akut, gejalanya ditangani denganmemberikan obat pada
dosis tertentu yang disesuaikan untuk mencegah efek samping yang merugikan
klien. Akan tetapi, pada fase ringan atau tidak memiliki risiko tinggi, maka
2.5. Hubungan stres, ansietas dan depresi terhadap hemodialisa yang dijalani
dialaminya berbeda satu dengan yang lainnya, ada yang menunjukkan gejala-
gejala stres, ada juga yang menunjukkan gejala-gejala kecemasan dan atau
depresi. Tidak jarang ketiga gejala tersebut juga saling tumpang tindih, sebab
berdiri sendiri. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi
psikis. Pada gejala ansietas, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh
didominasi oleh keluhan psikis (kemurungan dan kesedihan), tetapi dapat pula
semua organ pada dasarnya akan berpengaruh. Pasien yang mengalami perubahan
eliminasi urin juga dapat menderita secara emosional akibat perubahan citra
untuk memproduksi lebih banyak hormon adrenalin dan kortisol untuk dilepas
kedalam pembuluh darah. Hormon ini meningkatkan kerja jantung, nafas cepat,
tekanan darah dan metabolisme dan pada saat stres sekresi renin akan meningkat
pengobatan pada pasien penyakit ginjal kronik. Terapi dialisis jangka panjang,
kepatuhan terhadap regimen terapi, seperti pembatasan cairan dan makanan. Hal
dengan pengobatan, tetapi juga harus bisa mengubah konsep atas diri dan
Ansietas adalah salah satu respons emosi terhadap kondisi yang dialami
ini(Bayhakki, 2012).
untuk waktu yang lama, karena mereka harus ke rumah sakit atau pusat
ditemukan pada populasi pasien gagal ginjal kronik. Prevalensi pasien gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa sekitar 20%-30% bahkan bisa mencapai 59%
(Battistella, 2012).
fisik dan mental yang akan memperberat penyakit dan meningkatkan kematian
pasien pesimis akan masa depan, memandang dirinya tidak berharga, tidak
berguna, cenderung mengurung diri dan tidak ingin bergaul dengan orang lain, hal
tahap akhir kehilangan kemampuan fisik dan kognitif yang akhirnya membawa
dialisis, perilaku ini dianggap sebagai pemikiran bunuh diri, bunuh diri dipacu
akibat kegagalan mengatasi stres dialisis. Oleh karena itu dipandang perlu untuk
pasien hemodialisa harus berada dibawah evaluasi dari psikiatri (Keskin & Engin,
2011).