Anda di halaman 1dari 20

Lampiran : Keputusan Direktur RS Islam Ibnu

Sina Payakumbuh
Nomor : 32/SK-DIR/IS-PYK/III/2017

Tanggal : 30 Maret 2017

BAB I
DEFINISI

Beberapa pengertian yang dimaksud dalam panduan ini sebagai berikut :

1. Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi. Kematian
adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau
mengikuti periode sakit yang panjang. Terkadang kematian menyerang usia muda
tetapi selalu menunggu yang tua.

2. Keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada
harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu
penyakit atau suatu kecelakaan. Berdasarkan ilmu keperawatan, kondisi terminal
adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu tahapan
proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu. Pasien terminal adalah
pasien-pasien yang dirawat, yang sudah jelas bahwa mereka akan meninggal atau
keadaan mereka makin lama makin memburuk.

3. Pendampingan dalam proses kematian adalah suatu pendampingan dalam kehidupan,


karena mati itu termasuk bagian dari kehidupan. Manusia dilahirkan, hidup beberapa
tahun, dan akhirnya mati. Manusia akan menerima bahwa itu adalah kehidupan, dan
itu memang akan terjadi, kematian adalah akhir dari kehidupan.

Masalah di akhir kehidupan beragam dan usaha memperpanjang hidup pasien yang
sekarat sampai teknologi eksperimental canggih seperti implantasi organ binatang,
percobaan mengakhiri hidup lebih awal melalui euthanasia dan bunuh diri secara
medis. Di antara hal-halyang ekstrim tersebut ada banyak rnasalah seperti memulai
atau menghentikan perawatan yang dapat memperpanjang hidup, perawatan pasien
dengan penyakit stadium terminal serta kelayakan dan penggunaan peralatan bantuan
hidup lanjut.

1
4. Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit
dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi
kesehatan terkini tak mungkin lagi dapat dilakukan perbaikan sehingga akan
menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi
untuk memperpanjang/ mempertahankan hidup hanya akan berefek dan memperlama
proses penderitaan/ sekarat pasien.

5. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yang makin lama makin
memburuk

6. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti sirkulasi
(jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak ireversibel.

7. Mati Biologis adalah proses mati/ rusaknya semua jaringan, dimulai dengan neuron
otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti oleh jantung,
ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau hari.

8. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi saraf/neuronal
intrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan serebelum.

9. Alat Bantu Napas (Ventilator ) adalah alat yang digunakan untuk membantu sebagian
atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.

10. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan penghentian
bantuan hidup (Withdrowing life support) atau penundaan bantuan hidup
(Witholding life support).

11. Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju (consent) atau
ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas, rasional, tanpa paksaan
(voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah
mendapatkan informasi yang cukup (informed) tentang kedokteran yang dimaksud.

12. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau mempertahankan
kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.

2
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Ruang Instalasi Rawat Inap


2. Ruang High Care Unit (HCU)

3
BAB III
TATA LAKSANA

Pasien dalam kondisi terminal yang menurut ilmu kedokteran pada saat ini memiliki
prognosis yang menuju proses kematian. Pada kondisi tersebut perilaku dokter, perawat,
petugas kesehatan yang lain, serta petugas bina rohani di RS Islam Ibnu Sina Payakumbuh
harus diupayakan memahami dan mendukung pemenuhan kebutuhan unik pasien pada
akhir hidupnya.

Kebutuhan unik pasien di akhir kehidupan meliputi beberapa hal berikut :


1. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan permintaan pasien dan keluarga.
2. Menyampaikan issu yang sensitif seperti autopsi dan donasi korban.
3. Menghargai nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya
4. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan
5. Memberi respon pada hal psikologis, emosional, spritual dan budaya dari pasien dan
keluarganya.
6. Memfasilitasi keluarga untuk mendampingi pasien pada saat kondisi kritis
(menghadapi sakaratul maut)

Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis,
maupun sosio-spiritual, antara lain:

1. Problem oksigenisasi
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer
menurun, perubahan mental ; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia,
akumulasi sekret, nadi ireguler.
2. Problem eliminasi
Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik, kurang diet serat dan
asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh
karena pengobatan atau kondisi penyakit (misal : Ca Colon), retensi urin, inkontinensia
urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misal trauma medulla

4
spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit misal
gagal ginjal.
3. Problem nutrisi dan cairan
Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen,
kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual,
muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
4. Problem suhu ; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut
5. Problem sensori
Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun. penglihatan kabur, pendengaran berkurang, sensasi
menurun.
6. Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, pasien harus
selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan
7. Problem kulit dan mobilitas
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal
memerlukan perubahan posisi yang sering.
8. Masalah psikologis
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi,
perasaaan marah dan putus asa.

Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of death. Perawatan
paliatif menyangkut psikologis, spiritual, fisik, keadaan sosial. Terkait hal ini,
memberikan pemahaman bagi keluarga dan pasien sangat penting agar keluarga mengerti
betul bahwa pasien tidak akan sembuh, sehingga mereka akan memberikan perhatian dan
kasih sayang diakhir kehidupan pasien tersebut.

Pengobatan paliatif dapat diberikan pada pasien segala usia, dari anak-anak dengan
penyakit kanker sampai orang tua yang hampir meninggal. Satu aspek dalam pengobatan
paliatif yang memerlukan perhatian lebih adalah kontrol rasa sakit. Semua dokter yang
merawat pasien sekarat harus yakin bahwa mereka mempunyai cukup ketrampilan dalam
masalah ini, dan jika mungkin juga memiliki akses terhadap bantuan yang sesuai dari ahli

5
pengobatan paliatif. Dan di atas semuanya itu, dokter tidak boleh membiarkan pasien
sekarat namun tetap memberikan perawatan dengan belas kasih bahkan jika sudah tidak
mungkin disembuhkan.

Pendekatan terhadap kematian memunculkan berbagai tantangan etis kepada pasien, wakil
pasien dalam mengambil keputusan, dan juga dokter. Kemungkinan memperpanjang hidup
dengan memberikan obat-obatan, intervensi resusitasi, prosedur radiologi, dan perawatan
intensif memerlukan keputusan mengenai kapan memulai tindakan tersebut dan kapan
menghentikannya jika tidak berhasil.

Jika dokter telah melakukan setiap usaha untuk memberitahukan kepada pasien semua
informasi tentang perawatan yang ada serta kemungkinan keberhasilannya, dokter harus
tetap menghormati keputusan pasien apakah akan memulai atau melanjutkan suatu terapi.

Pengambilan keputusan di akhir kehidupan untuk pasien yang tidak kompeten


memunculkan kesulitan yang lebih besar lagi. Jika pasien dengan jelas mengungkapkan
keinginannya sebelumnya seperti menggunakan bantuan hidup lanjut, keputusan akan lebih
mudah walaupun bantuan seperti itu kadang sangat samar-samar dan harus
diinterpretasikan berdasarkan kondisi aktual pasien. Jika pasien tidak menyatakan
keinginannya dengan jelas, wakil pasien dalam mengambil keputusan harus menggunakan
kriteria-kriteria lain untuk keputusan perawatan yaitu kepentingan terbaik pasien.

Aspek Medis

Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang ini mendefinisikan
kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun jantung mungkin masih berdenyut
dan ventilasi buatan (ventilator) dipertahankan. Akan tetapi banyak pula yang memakai
konsep mati batang otak (MBO) sebagai pengganti MO dalam penentuan mati.

Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kedokteran maka


banyak pilihan pengobatan yang berguna memberi bantuan hidup terhadap pasien tahap
terminal. Pilihan ini seringkali menimbulkan dilema terutama bagi keluarga pasien karena
mereka menyadari bahwa tindakan tersebut bukan upaya penyembuhan dan hanya akan
menambah penderitaan pasien. Keluarga menginginkan sebuah proses di mana berbagai
intervensi medis (misalnya pemakaian ventilator) tidak lagi diberikan kepada pasien
dengan harapan bahwa pasien akan meninggal akibat penyakit yang mendasarinya.

6
Ketika keluarga/ wali meminta dokter menghentikan bantuan hidup (withdrawing life
support) atau menunda bantuan hidup (withholding life support ) terhadap pasien
tersebut, maka dokter harus menghormati pilihan tersebut. Pada situasi tersebut, dokter
memiliki legalitas dimata hukum dengan syarat sebelum keputusan penghentian atau
penundaan bantuan hidup dilaksanakan, tim dokter telah memberikan informasi kepada
keluarga pasien tentang kondisi terminal pasien dan pertimbangan keputusan keluarga/
wali tertulis dalam informed consent.

Tahapan Menjelang Kematian

Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan/ membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying)


dalam 5 tahap, yaitu:

1. Menolak/Denial
Pada fase ini, pasien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan
menunjukkan reaksi menolak. Timbul pemikiran-pemikiran seperti:“Seharusnya tidak
terjadi dengan diriku, tidak salahkah keadaan ini?”. Beberapa orang bereaksi pada fase
ini dengan menunjukkan keceriaan yang palsu (biasanya orang akan sedih mengalami
keadaan menjelang ajal).
2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal
yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya. Timbul pemikiran pada
diri klien, seperti: “Mengapa hal ini terjadi dengan diriku kemarahan-kemarahan
tersebut biasanya diekspresikan kepada obyek-obyek yang dekat dengan pasien,
seperti: keluarga, teman dan tenaga kesehatan yang merawatnya.
3. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan
kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.Pada pasien yang sedang
dying, keadaan demikian dapat terjadi, seringkali klien berkata:“Ya Tuhan, jangan dulu
saya mati dengan segera, sebelum anak saya lulus jadi sarjana”.
4. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak
menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang
sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.

7
5. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh pasien dan keluarga tentang
kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat
membantu apabila pasien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana
yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga
terdekat, menulis surat wasiat, dan sebagainya

Tanda-tanda klinis menjelang kematian :


1. Kehilangan Tonus Otot, ditandai :
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai : nausea, muntah, perut
kembung, obstipasi, dan lainnya.
d. Penurunan kontrol spingter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
2. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai :
a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Sianosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan
hidung.
3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital :
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
4. Gangguan Sensori
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.

Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian, kadang-kadang


pasien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran merupakan sensori terakhir yang
berfungsi sebelum meninggal.

8
Tanda-tanda klinis saat meninggal :
a. Pupil mata melebar.
b. Tidak mampu untuk bergerak.
c. Kehilangan reflek.
d. Nadi cepat dan kecil.
e. Pernafasan cheyne-stokes dan ngorok.
f. Tekanan darah sangat rendah
g. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

Tanda-tanda meninggal secara klinis :


Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-
perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical
Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu :
1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dan luar secara total.
2. Tidak adanya gerak dan otot, khususnya pernafasan.
3. Tidak ada reflek.
4. Gambaran mendatar pada EKG.

Macam tingkat kesadaran/pengertian pasien dan keluarganya terhadap kematian.


Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 tipe :
1. Closed Awareness/Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan
tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat
hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada
pasien dan keluarganya. Perawat sering kali dihadapkan dengan pertanyaan-
pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dan sebagainya.
2. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang ditutupi
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk ini menentukan segala
sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.
3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan terbuka
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal
yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir.
Keadaan ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam

9
merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal
tersebut.
Respon pasien terhadap kondisi terminal sangat individual, tergantung kondisi fisik,
psikologis, soaial yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu
juga berbeda.

Bantuan yang dapat diberikan, antara lain :


1. Bantuan Emosional
a. Pada fase Denial/Menolak
Dokter/perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan
cara menanyakan tentang kondisi atau prognosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan perasaannya.
b. Pada fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang
marah. Dokter/perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih
merupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang
kematian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai
orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima
kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam
menumbuhkan rasa aman.
c. Pada fase Menawar
Pada fase ini dokter/perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan
mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah
dan takut yang tidak masuk akal.
d. Pada fase Depresi
Pada fase ini dokter/perawat selalu hadir didekatnya dan mendengarkan apa
yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non
verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi
non verbal dan pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Pada fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan
teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima
keadaannya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan
dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.

10
2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
a. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kebersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dan
sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada pasien dengan sakit
terminal, seperti morphin, heroin, dan lainnya. Pemberian obat ini diberikan
sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan pasien. Obat-obatan lebih
baik diberikan intra vena dibandingkan melalui intra muskular/subkutan, karena
kondisi sistem sirkulasi sudah menurun.
c. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi pasien yang tidak sadar, posisi yang baik adalah dengan
dipasang drainase dan mulut dan pemberian oksigen

d. Bergerak
Apabila kondisinya mernungkinkan, pasien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti : turun dan tempat tidur, ganti posisi tidur (miring kiri, miring kanan)
untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat
digunakan alat untuk menyokong tubuh pasien, karena tonus otot sudah
menurun.
e. Nutrisi
Pasien seringkali anoreksia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat
diberikan anti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan
serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi
tonus otot yang berkurang, terjadi disfagia, dokter perlu menguji reflek menelan
klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau intra
vena/infus.
f. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinensia urin dan feses. Obat laxan perlu diberikan untuk mencegah
konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara

11
teratur atau dipasang duk yang diganti setiap saat atau dipasang kateter. Harus
dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus
diberikan salep.
g. Perubahan Sensori
Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya
menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Pasien masih
dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga
harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.

3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial


Pasien dengan dying akan ditempatkan di ruang isolasi, dan untuk memenuhi
kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan :
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan pasien
dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya : teman-teman dekat, atau anggota
keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan perlu
diisolasi.
c. Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan teman-
teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan pasien untuk membersihkan diri dan
merapikan diri.
d. Meminta saudara teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang
lain dan membawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila pasien mampu
membacanya.

4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual


a. Menanyakan kepada pasien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-
rencana pasien selanjutnya menjelang kematian.
b. Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin mendatangkan pemuka agama dalam
hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya.
c. Membantu dan mendorong pasien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya.
d. Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah sesuai dengan keyakinannya/ritual
harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan keluarga harus rnampu memberikan
ketenangan melalui keyak7inan-keyakinan spiritualnya. Petugas kesehatan dan

12
keluarga harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan rnenghadapi
kernatian. sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.

Tatalaksana Dari Aspek Medis Dan Aspek Keperawatan

A. Aspek Medis
o Intervensi Medis
Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius, maka beberapa
intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai berikut:
1) Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami henti
napas atau henti jantung. RJPO diindikasikan untuk pasien yang tidak bernapas
dan tidak menunjukan tanda – tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di
rekam medisnya.
2) Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Pemakaian ventilator, ditujukan untuk keadaan tertentu karena penyakit yang
berpotensi atau menyebabkan gagal napas.
3) Pemberian Nutrisi
a) Feeding Tube, Seringkali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan
makanan lewat mulut langsung, sehingga perlu dilakukan pemasangan
feeding tube untuk memenuhi nutrisi pasien tersebut
b) Parenteral Nutrition, adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi secara
langsung ke dalam pembuluh darah, yang berguna untuk menjaga
kebutuhan nutrisi pasien.
4) Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada
saluran pernapasan, saluran kemih, peredaran darah, atau daerah
trauma/operasi. Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas, pemanjangan masa perawatan, dan pembengkakan biaya perawatan.
Penyebab meningkatnya risiko infeksi ini bersifat multifaktorial, meliputi
penurunan fungsi imun, gangguan fungsi barrier usus, penggunaan antibiotik
spektrum luas, katekolamin, penggunaan preparat darah, atau dari alat
kesehatan yang digunakan (seperti ventilator).

13
Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose yang buruk hendaknya
diinformasikan lebih dini untuk menolak atau menerima bila dilakukan
resusitasi maupun ventilator.

o Withdrawing life support & withholding life support


Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing
life support) dan penundaan bantuan hidup (withholding life support) yang
dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang rawat intensif care . Keputusan
withdrawing/ withholding adalah keputusan medis dan etis yang dilakukan oleh 3
(tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi dan 2 (dua) orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah
sakit.
Adapun persyaratan withdrawing life support & withholding life support sebagai
berikut :
1) Informed Consent
Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya tindakan penghentian/ penundaan
bantuan hidup (withdrawing/ withholding life support) pada seorang pasien,
maka harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien. Persetujuan
penghentian/ penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien harus
diberikan secara tertulis (written consent) dalam bentuk pernyataan yang
tertuang dalam Formulir Pernyataan Pemberian Informasi Kondisi
Terminal yang disimpan dalam rekam medis pasien, dimana pernyataan
tersebut diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim DPJP yang
bersangkutan mengenai beberapa hal sebagai berikut:
a) Diagnosis :
 Temuan klinis dan hasil pemeriksaan medis sampai saat tersebut.
 Indikasi dan keadaan klinis pasien yang membutuhkan withdrawing/
withholding life support.
b) Terapi yang sudah diberikan
c) Prognosis :
 Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
 Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
 Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam)

14
2) Kondisi Terminal
Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang jika
diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan memperpanjang
kehidupan. Untuk pasien ini dapat dilakukan penghentian atau penundaan
bantuan hidup. Pasien yang masih sadar tapi tanpa harapan, hanya dilakukan
tindakan terapeutik/paliatif agar pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.
3) Mati Batang Otak (MBO)
Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi batang
otak yang ireversibel. Setelah kriteria Mati Batang Otak (MBO) yang ada
terpenuhi, pasien ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO serta semua
terapi dihentikan. Jika dipertimbangkan donasi organ, bantuan jantung paru
pasien diteruskan sampai organ yang diperlukan telah diambil. Keputusan
penentuan MBO dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis
anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi, dokter spesialis saraf
dan 1 (satu) dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit dengan
prosedur pengujian MBO sebagai berikut :
a) Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti nafas yang menetap
(ireversibel). yaitu:
 Tidak ada respons terhadap cahaya
 Tidak ada refleks kornea
 Tidak ada refleks vestibule-okular
 Tidak ada respon motor terhadap rangsang adekuat pada area somatic.
 Tidak ada refleks muntah (gag reflex) atau refleks batuk karena
rangsang oleh kateter isap yang dimasukkan ke dalam trakea.
 Tes henti nafas positif.
o Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakan positif, tes diulang
lagi 25 menit kemudian.
o Bila tes tetap positif, maka pasien dinyatakan mati walaupun jantung
masih berdenyut, dan ventilator harus segera dihentikan.
o Pasien dinyatakan mati ketika batang otak dinyatakan mati dan
bukan sewaktu mayat dilepas dari ventilator atau jantung berhenti
berdenyut.

15
Tatalaksana pelayanan pasien dalam kondisi terminal :
1. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili (dokter
jaga/dokter ruangan) melakukan prosedur pemeriksaan ke pasien dan mendapatkan
data hasil pemeriksaan bahwa pasien berada dalam kondisi terminal.

Jika yang melakukan prosedur pemeriksaan ke pasien adalah dokter yang mewakili
yaitu dokter jaga/dokter ruangan, maka dokter jaga harus melakukan prosedur
konsultasi ke Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) tentang kondisi pasien
tersebut.

2. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili (dokter
jaga/dokter ruangan) menyampaikan kondisi pasien tersebut kepada keluarga pasien
sesuai dengan prosedur penyampaian berita/kabar buruk kepada pasien dan/atau
keluarga pasien.

3. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili (dokter
jaga/dokter ruangan) menanyakan kepada pasien dan/atau keluarga pasien apakah ada
hal-hal yang perlu ditanyakan atau ada keinginan dari pasien dan/atau keluarga pasien
tentang keadaannya.

4. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili (dokter
jaga/dokter ruangan) melaksanakan secara profesional keinginan pasien dan/atau
keluarga pasien selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan
aturan agama yang dianut pasien.

5. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili (dokter
jaga/dokter ruangan) melakukan koordinasi dengan perawat dan petugas bina rohani.

6. Perawat untuk melaksanakan prosedur asuhan keperawatan pada pasien terminal.

7. Jika pasien tersebut menganut agama Islam, maka petugas bina rohani melaksanakan
prosedur layanan husnul khotimah. Jika pasien tersebut menganut agama yang lain,
maka diperbolehkan melaksanakan ibadahnya masing-masing.

8. Dokumentasikan semua kegiatan yang dilakukan dalam rekam medis pasien tersebut.

16
B. Aspek Keperawatan
1. Aspek Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi
dengan melakukan asesmen yang tepat sebagai berikut:
Asesmen tingkat pemahaman pasien &/ keluarga :
a. Closed Awareness: pasien dan atau keluarga percaya bahwa pasien akan
segera sembuh.
b. Mutual Pretense: keluarga mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak
membicarakannya lagi, Kadang-kadang keluarga menghindari percakapan
tentang kematian demi menghindarkan dari tekanan.
c. Open Awareness: keluarga telah mengetahui tentang proses kematian dan tidak
merasa keberatan untuk memperbincangkannya walaupun terasa sulit dan sakit.
Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk
menyelesaikan masalah-masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam
merencanakan pemakaman.

Asesmen faktor fisik pasien


Pada kondisi terminal atau menjelang ajal, pasien dihadapkan pada berbagai
masalah menurunnya fisik, perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang
terjadi pada pasien terminal meliputi:
1) Pernapasan ( breath )
a) Apakah teratur atau tidak teratur,
b) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing, stridor,
crackles, dll,
c) Apakah terjadi sesak napas,
d) Apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak
e) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah, warna, bau dan jenisnya
f) Apakah memakai ventilasi mekanik ( ventilator ) atau tidak
2) Kardiovaskuler ( blood )
a) Bagaimana irama jantung, apakah reguler atau ireguler
b) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan pucat
c) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lemah teraba, hilang
timbul atau tidak teraba

17
d) Apakah ada pendarahan atau tidak, bila ada domana lokasinya
e) Berapa tensi dalam ukuran mmHg,
3) Persyarafan ( brain )
a) Bagaimana ukuran GCS total untuk mata, verbal, motorik dan kesadaran
pasien
b) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil
c) Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau kemerahan
4) Perkemihan ( blader )
a) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor
b) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/hari
c) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan bantuan dower
kateter
d) Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc / jam, bagaimana warnanya,
bagaimana baunya
5) Pencernaan ( bowel )
a) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun
b) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak
c) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa
d) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau
e) Apakah ada mual atau muntah
f) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak, bagaimana
konsistensi,warna dan bau dari feses
6) Muskuloskeletal / integumen
a) Bagaimana kemapuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas
b) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianosis, kemerahan, pucat atau
hiperpigmentasi
c) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya
d) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya
e) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
lukanya
f) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya
g) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
frakturnya
h) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya

18
Asesmen tingkat nyeri pasien
Lakukan asesmen rasa nyeri pasien. Bila nyeri sangat mengganggu, maka segera
lakukan menajemen nyeri yang memadai.

Intervensi keperawatan
a) Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur pasien
b) Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien
c) Lakukan “suction” bila terjadi penumpukan secret pada jalan nafas
d) Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat
e) Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan/ infeksi kornea
f) Lakukan oral hygiene
g) Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan masase pada daerah
penonjolan tulang dengan menggunakan lotion untuk mencegah dekubitus
h) Lakukan manajemen nyeri yang memadai
i) Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien berdoa
j) Tunjukkan perhatian dan empati serta dukungan kepada keluarga yang berduka
k) Ajak keluarga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap asuhan
pasien, seperti penghentian bantuan hidup (withdrawing life support) atau
penundaan bantuan hidup (withholding life support).

19
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Formulir asesmen medis dan keperawatan pasien terminal.


2. SPO pelayanan pasien terminal

20

Anda mungkin juga menyukai