Anda di halaman 1dari 12

HADITS SHAHIH DAN HADITS HASAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Ulumul Hadits
Dosen Pengampu : Darmuin

Disusun Oleh :
1. Aisya Farah Sayyidah (1907016095)
2. Indah Lianawati (1907016098)
3. Farhan Nur Aziz (1907016123)
4. Avista Alviany (1907016124)

Program Studi Psikologi


Fakultas Psikologi dan Kesehatan
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ulumul Hadits
tentang Hadits Shahih dan Hadits Hasan. Shalawat serta salam mudah-mudahan selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan kerabat beliau serta para pengikutnya hingga akhir
zaman.
Alhamdulillah, makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.    

Semarang, 3 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................2

2.1 Pengertian Hadits Shahih dan Hadits Hasan..........................................................................2


2.2 Syarat Hadits Shahih menurut Imam Bukhari dan Imam Muslim..........................................2
2.3 Hakikat Hadits Hasan............................................................................................................3
2.4 Kehujjahan Hadits Shahih dan Hadits Hasan.........................................................................4
BAB III PENUTUP...............................................................................................................................6

3.1 Kesimpulan............................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................7

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hadits menurut istilah ahli hadits adalah apa yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat , atau sirah beliau,
baik sebelum kenabian atau sesudahnya.

Hadits, oleh umat Islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran Islam sesudah
Al-Qur’an. Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an
yang bersifat global. Artinya, jika kita tidak menemukan penjelasan tentang berbagai
problematika kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka kita harus dan wajib merujuk pada
hadits.

Oleh karena itu, hadits merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan
dalam menetapkan suatu hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an. Ditinjau dari
segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat
diterima sebagai dalil) dan hadits Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits
Maqbul terbagi menjadi dua yaitu Hadits Shahih dan Hadits Hasan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Hadits Shahih dan Hadits Hasan?

2. Bagaimana syarat-syarat Hadits Shahih menurut Imam Bukhari dan Imam Muslim?

1
3. Apa itu Hakikat Hadits Hasan?

4. Bagaimana Kehujjahan Hadits Shahih dan Hadits Hasan menurut para Ulama?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Hadits Shahih dan Hadits Hasan


2. Untuk menambah pengetahuan mengenai Hadits Shahih dan Hasan
3. Untuk memenuhi tugas mata kuliah ulumul Hadits

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hadits Shahih dan Hadits Hasan

Hadits Shahih adalah hadits musnad yang sanadnya muttasil (bersambung),


melalui periwayatan orang yang adil lagi dlabit dari orang yang adil lagi dlabit (pula)
sampai ujungnya, tidak syadz, dan tidak mu’allal (terkena illat). Dengan demikian,
definisi ini mengandung lima syarat, yaitu:

1. Sanadnya tersambung, artinya sanad tersebut benar-benar sempurna, dan


masing-masing perawi mendengar hadits dan menunaikan apa yang ada di
sanad,

2
2. Perawinya bersifat adil,

3. Perawinya dlabit (sempurna ingatan),

4. Selamatnya hadits syadz (hadits yang bertentangan dengan hadits yang


diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih kuat),

5. Selamatnya hadits dari illat. Illat adalah suatu sebab tersembunyi atau samar-
samar yang bisa merusak keshahihan hadits.

Jika ada satu syarat yang hilang dari syarat-syarat ini maka hadits tersebut tidak lagi
termasuk Hadits Shahih.

Hadits Hasan adalah hadits yang telah memenuhi semua syarat-syarat Hadits
Shahih, hanya saja perawinya lebih rendah tingkat kedlabitannya dibanding perawi
Hadits Shahih. Para ulama berhujjah dengan Hadits Hasan dan menetapkan hukum
dengannya. Menurut Imam Tirmidzi, Hadits Hasan adalah hadits yang tidak berisi
informasi yang bohong, tidak bertentangan dengan hadits lain dan Al-Quran, dan
informasinya kabur, serta memiliki lebih dari satu sanad.

2.2 Syarat Hadits Shahih menurut Imam Bukhari dan Imam Muslim

Orang pertama yang memiliki perhatian untuk mengumpulkan hadits-hadits


Shahih secara khusus adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al Bukhori (Imam al
Bukhari) dan diikuti oleh sahabat sekaligus muridnya, Abu Husain Muslim bin al Hajjaj
an Naisaburi (Imam Muslim). Shahih Bukhari dan Shahih Muslim adalah dua kitab
hadits yang paling shahih, namun Shahih Bukhari lebih utama. Pasalnya, Imam Bukhari
hanya memasukkan hadits-hadits dalam kitab shahih-nya yang memiliki syarat sebagai
berikut:

3
1. Perawi hadits sezaman dengan guru yang menyampaikan hadits kepadanya.

2. Informasi bahwa si perawi benar-benar mendengar hadits dari gurunya harus valid.

Imam Bukhari belum menilai suatu hadits sebagai Hadits Shahih, jika
periwayatnya tidak pernah bertemu dengan periwayat terdekat sebelumnya. Pertemuan
antara periwayat merupakan syarat mutlak yang bisa dipercaya dalam kemuttashilan
sanad. Hidup semasa saja tidak cukup untuk membuktikan kebenaran bahwa periwayat
yang semasa dengan periwayat sebelumnya benar-benar telah menerima riwayat dari
periwayat diatasnya. Sedangkan Imam Muslim mencukupkan semasa saja, tidak perlu
pertemuan. Semasa telah dapat memberi keyakinan bahwa seseorang periwayat dapat
dipercaya telah menerima suatu hadits dari periwayat sebelumnya. Dalam hal ini,
sanadnya telah dapat dikatakan bersambung (Muttashil). Dengan membandingkan
kedua Imam besar hadits ini, maka syarat keshahihan hadits menurut Imam Muslim
tampak tidak lebih ketat dari Imam Bukhari.

2.3 Hakikat Hadits Hasan

Pada hakikatnya Hadits Hasan sama kualitasnya dengan Hadits Shahih, dan ia
pun dapat digunakan sebagaimana Hadits Shahih, hanya saja tingkatan Hadits Hasan
belum sampai pada tingkatan Hadits Shahih, yaitu karena perbedaan tingkat ke-
dlabithan para rawinya. Para perawi Hadits Shahih memiliki dlabith tam (daya ingat
yang baik / sempurna), sedangkan para perawi Hadits Hasan hanya memiliki dlabith
naqish atau khafiy (daya ingat yang kurang atau lemah).

Salah satu bukti bahwa Hadits Hasan memilki kualitas yang sama dengan
Hadits Shahih adalah dalam hal penamaan. “‫ ”صحيح‬yang secara bahasa berarti “sehat”
menggambarkan bahwa hadits yang menyandang label tersebut dalam keadaan sehat,
dalam arti hadits tersebut berarti terbebas dari penyakit-penyakit yang dapat
melemahkan atau menurunkan pamor, kulitas dan kredibilitasnya sebagai salah sumber

4
ajaran Islam. “‫ ”حسن‬sedangkan nama yang berarti “baik atau bagus” menggambarkan
bahwa hadits yang menyandang label tersebut dalam keadaan baik dan bagus untuk
dijadikan sebagai pegangan dalam ajaran Islam.

Seacara analogi, keadaan kesehatan manusia hanya terbagi menjadi kedalam


dua kriteria saja tidak lebih, yaitu sehat dan sakit (tidak sehat). Sedangkan ulama hadits
membagi hadits dari segi kualitasnya menjadi 3 bagian, yaitu Hadits Shahih yang
menyandangkan kriteria sehat dan hadits dla’if sebagai penyandang kriteria sakit. Lalu
diposisikan dimanakah Hadits Hasan? Karena hanya ada 2 kriteria saja (sehat dan sakit)
sebagaimana analogi di atas, maka ulama hadits tidak bisa memasukkan Hadits Hasan
kedalam kriteria shahih adalah karena ia mempunyai satu kekurangan, yaitu perawinya
mempunyai daya ingat yang lemah. Begitu juga ulama hadits tidak bisa memasukkan
Hadits Hasan kedalam kriteria dla’if, karena pada dasarnya Hadits Hasan bukanlah
hadits yang sakit atau lemah bahkan ia lebih kuat kredibilitasnya daripada hadits dla’if.
Oleh karena itulah ulama hadits menyebutkan satu kriteria lagi yaitu Hadits Hasan,
yang sebenarnya hampir saja ia menyentuh kriteria shahih.

2.4 Kehujjahan Hadits Shahih dan Hadits Hasan

Kehujjahan Hadits (hujjiyah Hadits) adalah keadaan Hadits yang wajib


dijadikan hujjah atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i), sama dengan Al-Qur’an
dikarenakan ada dalil-dalil syariah yang menunjukannya. Kehujjahan Hadits sebagai
dalil syara’ telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil qath’iy. Yang menuturkan tentang
kenabian Muhammad SAW. Selain itu, keabsahan Hadits sebagai dalil juga ditunjukan
oleh nash-nash qath’iy yang menyatakan bahwa beliau tidak muenyampaikan sesuatu
(dalam konteks syariat) kecuali berdasarkan wahyu yang telah diwahyukan.

Jadi, sekiranya Hadits itu bukan merupakan hujjah dan tidak pula merupakan
penjelasan atas Al-Qur’an, sudah tentu kita tidak dapat melaksanakan, bagaimana cara
kita beribadah dan melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an.

5
1. Kehujjahan Hadits Shahih

Para ulama sepakat bahwa Hadits ahad yang shahih dapat dijadikan hujjah dan
wajib diamalkan. Namun mereka berbeda pendapat dalam hal-hal yang
berhubungan dengan aqidah.

Sebagian ulama berpendapat bahwa Hadits ahad tidak dapat dijadikan hujjah
untuk menetapkan persoalan yang berhubungan dengan aqidah, karena yang
berkaitan dengan aqidah harus dengan dalil-dalil qath’iy, yaitu Al-Qur’an dan
Hadits-Hadits mutawatir. Sedang sebagian ulama lainnya seperti Ibnu Hazm al-
Zahiri menetapkan bahwa Hadits Shahih memfaedahkan ilmu qath’iy dan wajib
diyakini. Dengan demikian Hadits Shahih menurutnya dapat dijadikan hujjah
untuk menetapkan sesuatu yang berkaitan dengan aqidah.

2. Kehujjahan Hadits Hasan

Menurut Imam Bukhari dan Ibnu ‘Araby, Hadits Hasan tidak dapat diamalkan,
karena dikhawatirkan kita mengamalkan sesuatu yang Nabi Muhammad tidak
memerintahkannya.

Sedangkan menurut jumhur ulama, bahwa Hadits Hasan itu dapat dijadikan
hujjah sebagaimana Hadits Shahih, walaupun tingkatannya lebih rendah, karena
perawi Hadits Hasan adalah diduga keras akan kesiqoh-nya. Berita orang yang
siqoh harus dapat diterima. Begitupun dengan para ulama Hadits, ushul fiqih, dan
fuqaha sepakat tentang kehujjahan Hadits Hasan.

6
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Hadits Shahih adalah hadits musnad yang sanadnya muttasil (bersambung),


melalui periwayatan orang yang adil lagi dlabit dari orang yang adil lagi dlabit (pula)
sampai ujungnya, tidak syadz, dan tidak mu’allal (terkena illat). Hadits Hasan adalah
hadits yang telah memenuhi semua syarat-syarat Hadits Shahih, hanya saja perawinya
lebih rendah tingkat kedlabitannya dibanding perawi Hadits Shahih.

Shahih Bukhari dan Shahih Muslim adalah dua kitab hadits yang paling shahih,
namun Shahih Bukhari lebih utama. Pasalnya, Imam Bukhari hanya memasukkan
hadits-hadits dalam kitab shahih-nya yang memiliki syarat, yaitu perawi hadits sezaman
dengan guru yang menyampaikan hadits kepadanya dan informasi bahwa si perawi
benar-benar mendengar hadits dari gurunya harus valid.

Secara analogi, keadaan kesehatan manusia hanya terbagi menjadi kedalam dua
kriteria saja tidak lebih, yaitu sehat dan sakit (tidak sehat). Maka ulama hadits tidak bisa
memasukkan Hadits Hasan kedalam kriteria shahih dan tidak bisa memasukkan Hadits
Hasan kedalam kriteria dla’if. Oleh karena itulah ulama hadits menyebutkan satu
kriteria lagi yaitu Hadits Hasan, yang sebenarnya hampir saja ia menyentuh kriteria
shahih.
3.2 Saran

Kami berharap agar makalah ini dapat memberi manfaat kepada segenap
pembaca sebagai bahan rujukan dan pertimbangan. Masih terdapat banyak kesalahan
dalam penyusunan makalah ini, maka pembaca diharap untuk membaca buku atau
referensi sejenis sebagai bahan perbandingan.

3.3

8
DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Shalah, Ulum Al-Hadits, tahqiq Nuruddin Itr, Dar Al-Fikr, Damaskus: 1986 M,
hlm. 11-12; Ibnu Katsir, Ikhtishar Ulum Al-Hadits, hlm. 11

https://b3npani.wordpress.com/tugas-kuliah/kriteria-dan-status-kehujjahan-hadits-
shahih-hasan-dhoif/

http://m4n4n4.blogspot.com/2013/12/hadis-shahih-dan-hasan_10.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai