PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari zaman dahulu keadilan merupakan suatu topik penting dalam etika. Terlebih
lagi dalam konteks ekonomi dan bisnis karena bukan hanya sebatas perasaan atau sikap
batin saja tetapi menyangkut kepentingan orang banyak dan juga tuntutan orang banyak
pihak. Hubungan antara ekonomi dan keadilan terjalin dengan erat.
Keadilan berasal dari kata adil yang berarti sama rata. Sedangkan Ekonomi
sebagai ilmu didefinisikan sebagai studi tentang cara bagaimana masyarakat
menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksikan komoditas-komoditas
yang berharga dan mendistribusikannya diantara orang-orang yang berbeda. Masalah
keadilan atau ketidakadilan baru muncul, jika tidak tersedia barang cukup bagi semua
orang yang menginginkannya. Adil tidaknya suatu keadaan selalu terkait juga dengan
kelangkaan. Ekonomi dan keadilan selalu terkait. Keadilan menjadi kata hampa belaka,
bila tidak tersedia barang yang cukup (kemakmuran) untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Tetapi kemakmuran saja tidak menjamin adanya keadilan, bila kekayaan
tidak terbagi dengan seimbang.
Hubungan antara ekonomi dan keadilan terjalin hubungan erat, dikarena dua-
duanya berasal dari sumber daya yang sama yaitu masalah kelangkaan. Kelangkaan
adalah asal-usul dari ekonomi dalam dua arti. Tentang barang yang melimpah ruah dan
tidak menimbulkan masalah ekonomi dan tentang barang yang tidak melimpah ruah
namun menimbulkan masalah ekonomi.
Dalam pandangan John Rawls tentang keadilan disebut egalitarianism yaitu
kecenderungan berpikir bahwa seseorang harus diperlakukan sama pada dimensi seperti
agama, politik, ekonomi, sosial, atau budaya. Hal ini pasti tidak boleh dimengerti dalam
arti egalitarianisme radikal. Tetapi titik tolaknya memang egalitarian (prinsip material
pertama). Rawls berpendapat, kita membagi dengan adil dalam masyarakat, jika kita
membagi rata, kecuali ada alasan untuk membagi dengan cara lain. Kami berusaha
menggambarkan di sini secara singkat inti pemikirannya.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan John Rawls tentang keadilan dalam distributif?
2. Bagaimana nilai-nilai sosial primer menurut John Rawls?
3. Apa saja prinsip-prinsip keadilan menurut John Rawls?
4. Bagaimana aplikasi kasus tentang keadilan dalam John Rawls?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kalau kita ingin menegakan keadilan dalam masyarakat, dalam membagi dengan
adil, Rawls mulai dengan menjawab bahwa masalah keadilan distributif hanya muncul
berkaitan dengan apa yang tergantung pada kemauan manusia. Di mana manusia tidak
bisa berpengaruh, di situ juga tidak mungkin timbul soal keadilan. Misalnya, bahwa kita
dilahirkan sebagai anak yang sehat atau sakit-sakitan, sebagai anak cerdas atau
berinteligensi rendah, dan semua factor lain yang tergantung pada gen manusia, tidak
diputuskan oleh siapa pun. Semuanya itu kita peroleh melalui natural lottery (lotere
alamiah). Di situ memang terdapat ketidaksamaan, kadang kala malah besar, tetapi
dengan itu kita tidak diperlakukan adil atau tidak adil, kita hanya sial. Tentang mereka
3
yang kalah dalam lotere alamiah ini hanya bisa dikatakan: “it is unfortunate, but not
unfair”. Mereka memang sial, tapi tidak bisa dibilang diperlakukan dengan kurang adil.
Menurut Rawls, yang harus kita bagi dengan adil dalam masyarakat adalah the
social primary goods (nilai-nilai social yang primer). Artinya, hal-hal yang sangat kita
butuhkan untuk bisa hidup pantas sebagai manusia dan warga masyarakat. Di samping itu
tentu ada banyak hal yang bisa meningkatkan kualitas hidup kita dan banyak dicari orang,
tapi tidak bisa dianggap primer.
Urutan daftar ini tidak kebetulan, tapi disusun menurut pentingnya. Di kemudian
hari Rawls mengakui bahwa masyarakat dan kebudayaan lain barangkali akan memilih
urutan lain atau malah akan menyusun daftar yang isinya berbeda. Sehingga pemikiran
Rawls sendiri sebetulnya mengkonsentrasikan diri pada cara membagi dengan adil dalam
masyarakatnya sendiri, yaitu masyarakat barat dan khususnya Amerika Serikat.
Bahwa dalam bentuk suatu masyarakat dimana nilai-nilai primer tadi dibagi
dengan adil, bagi Rawls, prinsip-prinsip ini harus ditemukan menurut prosedur yang oleh
semua orang dapat diterima sebagai adil. Menurut Rawls keadilan harus kita mengerti
sebagai fairness. Pada awal karir akademisnya Rawls menulis artikel berjudul “Justice as
Fairness”. Pembaca yang pengetahuan bahasa Inggris masih sedikit banyak tergantung
pada kamus disini bisa menjadi bingung .Menurut kamus, just berarti adil dan fair juga.
Tetapi ada perbedaan. Just berarti adil menurut isinya: fair berarti adil menurut
prosedurnya. Misalnya, dalam undian yang dijalankan dengan fair sekali, bisa saja semua
hadirnya jatuh dalam tangan orang kaya, sedangkan orang miskin yang ikut serta juga
tidak mendapatkan apa-apa. Menurut prosedurnya undian itu adil (fair) tapi hasilnya sama
4
sekali tidak adil (just). Fairness berarti keadilan yang didasarkan atas prosedur yang
wajar (tidak direkayasa atau dimanipulasi). Rawls sendiri memberi contoh tentang
pembagian dengan adil (fair) yang kemudian menjadi terkenal. Andai kata kita harus
membagi kue untuk 20 orang. Seperti dalam pembagian kue cara yang adil cara ialah kita
tunjukkan 1 orang dan kita bilang kepadanya: Coba membagi kue ini ke dalam 20
potongan yang sama. Kamu sendiri mendapatkan bagian terakhir: "peserta lain bola pilih
menurut giliran yang ditentukan melalui undian". Tentu saja, orang itu akan berusaha
agar kue itu dipotong ke dalam 20 bagian yang persis sama. Seandainya ada satu bagian
lebih kecil, pasti bagian itulah akan Tertinggal sebagai yang terakhir untuk orang yang
memotong. Mengapa cara membagi ini bisa dianggap adil karena sebelumnya Peserta
tidak tahu siapa mendapatkan bagian mana. Ketidaktahuan itu menjamin dilaksanakannya
pembagian yang adil.
Metode yang serupa harus kita pakai juga untuk menentukan prinsip-prinsip
keadilan distributif. Guna merumuskan prinsip-prinsip ini kita harus memasuki the
original position atau posisi asal. Maksudnya, kita seolah-olah keluar dari masyarakat di
mana kita hidup. Kita seolah-olah harus kembali keadaan pada awal mula ketika sejarah
belum dimulai. Kita harus memasuki situasi khayalan dimana masyarakat belum
terbentuk. Dalam posisi asalnya itu kita tidak tahu bagaimana nasib kita masing-masing
dalam masyarakat nanti. Kita berada di balik The veil of ignorance, kata Rawls di balik
selubung ketidaktahuan. Kita tidak tahu akan dilahirkan di golongan mana (kaya atau
miskin), kita tidak tahu bakat kita nanti (inteligensi tinggi atau rendah), kita tidak tahu
keadaan fisik kita nanti (sehat atau sakit-sakitan; berbadan utuh atau cacat) dan
seterusnya.
Prinsip kedua : Ketidaksamaan sosial dan ekonomis diatur demikian rupa sehingga,
5
a. Menguntungkan terutama orang-orang yang minimal beruntung,
dan serentak juga.
b. Melekat pada jabatan-jabatan dan posisi-posisi yang terbuka bagi
semua orrang dalam keadaan yang menjamin persamaan peluang
yang fair.
Prinsip 1 dapat disebut “kebebasan yang sedapat mungkin sama”. Dalam hal ini
Rawls menganut egalitarianism. Kebebasan-kebebasan seperti hak untuk mengemukakan
pendapat, hak untuk mengikuti hati nurani, hak untuk berkumpul, dan sebagainya harus
tersedia dengan cara yang sama untuk semua orang. Masyarakat tidak diatur dengan adil,
kaluar hanya satu kelompok boleh mengemukakan pendapatnya atau semua warga negara
dipaksakan memeluk satu agama. Kebebasan-kebebasan itu harus seluas mungkin, tetapi
ada batas juga. Batas bagi kebebasan satu orang adalah kebebasan dari semua orang lain.
Sama sekali tidak adil, jika saya begitu bebas, sehingga orang lain tidak bebas lagi.
Prinsip 2 bagian b disebut “prinsip persamaan peluang yang fair”. Adanya jabatan
dan posisi penting mengakibatkan juga ketidaksamaan dalam masyarakat. Sudah dari
sediakala jabatan-jabatan tinggi sangat didambakan orang bersama fasilitas dan privilegi
yang melekat padanya. Hal itu tidak boleh dianggap kurang adil, asalkan jabatan dan
6
posisi itu pada prinsipnya terbuka untuk semua orang. Keadaan baru menjadi kurang adil,
bila dilakukan diskrimanasi dengan mengatakan : golongan X tidak boleh naik ke jabatan
tinggi. Prinsip ini berimplikasi juga bahwa kepada setiap orang yang berbakat diberi
pendidikan yang memungkinkan dia untuk naik ke posisi penting.
D. Aplikasi Kasus
7
melakukan pelanggaran hak asasi manusia, seperti menyiksa dan menyekap
karyawan, mempekerjakan karyawan di bawah umur, dan para karyawan tersebut
tidak diberi upah yang standar.
Pabrik ini sudah beroperasi 1,5 tahun, tapi memperlakukan karyawannya sangat
tidak manusiawi," ujar Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Kota Tangerang,
Komisaris Shinto Silitonga.
Barang yang diangkut oleh kapal Tol Laut bukan hanya hak masyarakat yang
tinggal di sekitar pelabuhan, melainkan juga masyarakat pedalaman.
Bisnis.com, JAKARTA - Barang yang diangkut oleh kapal Tol Laut bukan hanya hak
masyarakat yang tinggal di sekitar pelabuhan, melainkan juga masyarakat pedalaman.
8
Boediarto dalam acara bedah buku berjudul Memadu Tol Darat dan Laut,
Menggugah Keadilan Distributif dan Komutatif yang ditulis Ansel Alaman, Jumat
(12/4/2019).
Menurutnya, jalan yang sempit di daerah tujuan selama ini menghambat program Tol
Laut menembus pedalaman pulau-pulau luar Jawa. Kontainer-kontainer yang
diangkut kapal Tol Laut tidak mungkin dibawa ke pedalaman menggunakan truk
besar.
Sebagai solusi, Pelni kini menggunakan kontainer 3 feet agar barang dapat diangkut
menggunakan kendaraan yang lebih kecil. "Seperti beyond cabotage, harus
ada beyond tol laut untuk memenuhi aspek keadilan distributif dan komutatif ini,"
tutur Harry.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan antara ekonomi dan keadilan terjalin hubungan erat, dikarena dua-
duanya berasal dari sumber daya yang sama yaitu masalah kelangkaan. Pada
pandangan John Rawls tentang keadilan disebut egalitarianism yaitu kecenderungan
berpikir bahwa seseorang harus diperlakukan sama pada dimensi seperti agama,
politik, ekonomi, sosial, atau budaya. Rawls berpendapat, kita membagi dengan adil
dalam masyarakat, jika kita membagi rata, kecuali ada alasan untuk membagi dengan
cara lain.
B. Saran
Makalah ini bermaksud untuk setiap individu atau mahasiwa selalu berprilaku
adil dalam etika berbisnis untuk mencapai tujuan bersama secara cepat, tepat dan
efisien. Adapun saran yang yang lain semoga makalah ini berguna bagi individu atau
kelompok dalam kehidupan berorganisasi dan segala kritik dan saran tentang makalah
ini kami terima dengan lapang dada.
10
Daftar Pustaka
Buku :
Bertens, K. (2000). Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius, Seri Filsafat Atmajaya: 21.
Internet :
https://metro.tempo.co/read/478056/kasus-pabrik-panci-kepala-dinas-siap-dicopot
https://ekonomi.bisnis.com/read/20190415/98/911907/pelni-tol-laut-harus-berlaku-adil-
untuk-masyarakat-pedalaman
11