Anda di halaman 1dari 27

Trauma Medulla Spinalis

Makalah

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah

Keperawatan Medikal Medah II

KELOMPOK IV (Empat)

Hanna Hervia Beauty Jannah


Neli Nopriane
Retna Dewi S
Retno Widarti

UNIVERSITAS MH. THAMRIN

JAKARTA

1
2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah puja dan puji kepada Allah Swt. Pujian apapun yang datang kepada
kita, pasti penyebabnya karena Allah Swt menitipkan sesuatu kepada diri kita. Sehingga kita
tidak layak bersikap takabur terhadap pujian, melainkan menjadi bersyukur. Shalawat dan
salam tidak lupa saya haturkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah menghidupkan akal
manusia dengan pengetahuan, serta dialah yang membawa kita dari zaman kegelapan menuju
zaman yang terang benderang.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ns. Seven Sitorus, M.Kep, Sp.KMB yang telah
membimbing kami dalam mata kuliah Keselamatan Pasien sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami yang berjudul Trauma Medulla Spinalis. Kami takkan mampu
berdiri raih semua mimpi tanpa keluarga kami, dan terimakash atas dukungan teman-teman
yang tidak pernah dan takkan pernah bosan menemani kami.
Demi kesempuraan makalah ini, kami  mengharapkan kritik dan saran dari pembaca karena
kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi para pembaca.

Bogor, Maret 2020


Penyusun

2
Kelompok IV
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang.................................................................................................................4
B.Rumusan Masalah.............................................................................................................5
C.Tujuan...............................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A.Definisi.............................................................................................................................6
B.Insiden..............................................................................................................................7
C.Faktor Resiko....................................................................................................................7
D.Klasifikasi........................................................................................................................7
E.Etiologi.............................................................................................................................8
F.Patoflodiagram..................................................................................................................9
G.Manifestasi Klinik............................................................................................................9
H.Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................11
I.Penatalaksanaan ................................................................................................................13
J.Pencegahan........................................................................................................................15
K.Komplikasi.......................................................................................................................15
L.Asuhan Keperawatan........................................................................................................16
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A.Kesimpulan......................................................................................................................26
B.Saran.................................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan seringkali
oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai daerah L1-2 dan/atau di bawahnya
maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi
defekasi dan berkemih.trauma medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan
sensasi fungsi motorik volunter total dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan
fungsi motorik volunter.
Trauma medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 orang
di Amerika Serikat, dengan perkiraan10.000 Trauma baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian
ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh Trauma. Data dari
bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan terakhir
terhitung dari Januari sampai Juni 2003 angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah
berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk Trauma medulla
spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%).
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga,
pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan
pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal
(menopause).klien yang mengalami Trauma medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-3
membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam
pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi
Trauma spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas; pneumonia dan
hiperfleksia autonomic.Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk dapat membantu
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Trauma medulla spinalis dengan
cara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan
klien dapat terhindar dari masalah yang paling buruk.Berdasarkan uraian diatas di harapkan
dengan adanya makalah yang berjudul “Trauma medulla spinalis” dapat bermanfaat bagi para
pembaca untuk dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

4
I.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa Pengertian Trauma Medulla Spinalis ?
1.2.2 Bagaimana insidensi Trauma Medulla Spinalis
1.2.3 Apa Penyebab atau Etiologi terjadinya Trauma Medulla Spinalis?
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Trauma Medulla Spinalis?
1.2.5 Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang yang dapat
1.2.6 Bagaimana Komplikasi yang akan terjadi pada Trauma Medulla Spinalis?
1.2.7 Bagaimana Penatalaksanaan Trauma Medulla Spinalis?
1.2.8 Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada kasus Trauma
Medulla Spinalis ?

I.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah membantu mahasiswa memahami tentang konsep dasar
manajemen keperawatan berkaitan dengan adanya gangguan pada tubuh manusia yang
diakibatkan oleh Trauma Medulla Spinalis serta mengetahui bagaimana konsep penyakit atau
Trauma Medulla Spinalis dan bagaimana asuhan keperawatannya..

5
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Trauma Medulla Spinalis

Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis,
vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang, seperti
jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, dan sebagainya. Trauma
pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan
diskus, tulang belakang sendiri dan susmsum tulang belakang atau spinal kord. .Apabila
Trauma itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak
tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan,
sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan. (Muttaqin, 2015).

Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla spinalis yang
dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata atau kerusakan
jaringan medulla spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang medulla
spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi.

Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang belakang yaitu
terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudainalis posterior dan duramater
bisa robek, bahkan dapat menusuk ke kanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang
mengalirkan darah kemedula spinalis dapat ikut terputus .

6
II.2 Insidensi
Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di Amerika serikat. Insidensi
pada negera berkembang berkisar antara 11,5 hingga 53,4 kasus dalam 1.000.000 populasi.
Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda.Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu
lintas (50%), jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan dengan olahraga (10%). Sisanya
akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-50% trauma medulla spinalis
mengakibatkan defisit neurologis, sering menimbulkan gejala yang berat, dan terkadang
menimbulkan kematian. Walaupun insidens pertahun relatif rendah, tapi biaya perawatan dan
rehabilitasi untuk cedera medulla spinalis sangat besar, yaitu sekitar US$ 1.000.000 / pasien.
Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama, dan lebih kurang 80% meninggal
di tempat kejadian.

II.3 Faktor Resiko


1. Usia
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena
olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor.
2. Jenis Kelamin
Belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di
asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).
3. Status Nutrisi

II.4 Klasifikasi
1. Komosio modula spinalis  adalah suatu keadaan dimana fungsi mendula spinalis hilang
sementara tanpa disertai gejala sisa atau sembuh secara sempurna. Kerusakan pada
komosio medula spinalis dapat berupa edema, perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan
infark pada sekitar pembuluh darah.
2. Komprensi medula spinalis berhubngan dengan cedera vertebral, akibat dari tekanan pada
edula spinalis.
3. Kontusio adalah  kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata, ligament dengan
terjadinya perdarahan, edema perubahan neuron dan reaksi peradangan.

7
4. Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat karena terjadi kerusakan medula
spinalis. Biasanya disebabkan karena dislokasi, luka tembak. Hilangnya fungsi medula
spinalis umumnya bersifat permanen.
II.5 Etiologi

1. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah raga, luka tusuk atau luka
tembak.
2. Non trauma seperti spondilitis servikal dengan myelopati, myelitis, osteoporosis, tumor.
Menurut Arif muttaqin (2011, hal. 98) penyebab dari Trauma Medulla Spinalis adalah
1. Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling sering).
2. Olahraga
3. Menyelam pada air yang dangkal
4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
6. Kejatuhan benda keras
7. Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang menimbulkan
penyakit tulang atau melemahnya tulang.
8. Luka tembak atau luka tikam
9. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis slompai, yang seperti
spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan
cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar mielitis akibat proses inflamasi infeksi
maupun non infeksi osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra,
singmelia, tumor infiltrasi maupun kompresi, dan penyakit vascular.
10. Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik
11. Infeksi
12. Osteoporosis
13. Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan saat mengendarai mobil atau sepeda motor.

8
II.6 Patoflodiagram

II.7 Manifestasi Klinis

Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi. Kerusakan
meningitis;lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik
kaudal dari tempat kerusakan disertai shock spinal. Shock spinal terjadi pada kerusakan
mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat.
Peristiwa ini umumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama. Tandanya adalah
kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan fungsi rectum dan
kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah shock spinal pulih kembali,
akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda gangguan fungsi otonom, berupa kulit
kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih
dan gangguan defekasi.

9
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah
tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa
raba dan posisi tidak terganggu .

Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan. Keadaan ini pada umumnnya terjadi
akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehinnga
sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat.cedera tersebut
dapat terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi gangguan
keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dan tulang belakang sekonyong-konyong
di hiperekstensi. Gambaran klinik berupa tetraparese parsial. Gangguan pada ekstremitas atas
lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak terganggu .

Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1 dan 2 mengakibatkan anaestesia


perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks
bulbokafernosa.
Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan Suddarth, 2001)
a. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
b. Paraplegia
c. Tingkat neurologik
d. Paralisis sensorik motorik total
e. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
f. Penurunan keringat dan tonus vasomoto
g. Penurunan fungsi pernafasan
h. Gagal nafas
i. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya patah
j. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
k. Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan keringat dan tonus
vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan vaskuler perifer.
l. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
m. Kehilangan kesadaran
n. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
o. Penurunan keringat dan tonus vasomotor

10
II.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik Meliputi:
a. Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti segera setelah pasien tiba di rumah sakit
b. Pemeriksaan tulang belakang: deformasi, pembengkakan, nyeri tekan, gangguan
gerakan(terutama leher)
c. Pemerikaan Radiologis: foto polos vertebra AP dan lateral. Pada servikal diperlukan
proyeksi khusus mulut terbuka (odontoid).
d. Bila hasil meragukan lakukan ST-Scan,bila terdapat defisit neurologi harus dilakukan
MRI atau CT mielografi.
Pemeriksan diagnostik dengan cara :
a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b. CT-Scan
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya
tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis
(biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e. Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume inspirasi
maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah atau pada
trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
h. Serum kimia, adanya hiperglikemia atau hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit,
kemungkinan menurunnya Hb dan Hmt.
i. Urodinamik, proses pengosongan bladder.

11
Gambaran anatomi dari servikal memberikan parameter pada perawat setiap adanya kelainan
atau perubahan yang didapat pada pemeriksaan diahnostik. Pada pemeriksaan radiologis
servikal didapatkan:
1. Fraktur odontoid didapatkan gambaran pergeseran tengkorak ke depan
2. Fraktur C2 didapatkan gambaran fraktur
3. Fraktur pada badan vertebra
4. Fraktur kompresi
5. Subluksasi pada tulang belakang servikal
6. Dislokasi pada tulang belakang servikal
Pemeriksaan Diagnostik
Rontgen foto
Pemeriksaan positif AP, lateral dan obliq dilakukan untuk menilai:
1. Diameter anteroposterior kanal spinal
2. Kontur, bentuk, dan kesejajaran vertebra
3. Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal
4. Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus
5. Ketinggian ruangan diskus intervertebralis
Fraktur dapat menyebabkan fragmen tulang terpisah dari vertebra atau menglami penekanan
disertai hilangnya ketinggian dari badan vertebra, yang sering kali disertai desakan dibagian
anterior. Mungkin terdapat kehilangan kurvatura aspek posterior yang normal dari badan
vertebra. Fragmen-fragmen tulang dapat bergeser ke posterior ke dalam kanalis spinalis
sehingga terjadi defisit neurologis.
CT Scan dan MRI
CT Scan dan MRI bermanfaat untuk menunjukkan tingkat penyumbatan kanalis spinalis.
Pada fraktur dislokasi cedera paling sering terjadi pada sambungan torako-lumbal dan
biasanya disertai dengan kerusakan pada bagian terbawah korda atau kauda ekuina. Klien
harus diperiksa dengan sangat hati-hati agar tidak membahayakan korda atau akar saraf lebih
jauh.

12
II.9 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena penatalaksanaan yang tidak
tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik. Korban kecelakaan
kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara, Trauma olahraga kontak, jatuh, atau trauma
langsung pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma medula
spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
1) Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal (punggung), dengan
kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah Trauma komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi, rotasi
atau ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan traksi dan
kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas papan untuk
memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan memuntir dapat merusak
medula spinais ireversibel yang menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah,
atau memotong medula komplit

Sebaiknya pasien dirujuk ke Trauma spinal regional atau pusat trauma karena personel
multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi perubahan dekstruktif
yang tejadi beberapa jam pertama setelah Trauma. Memindahkan pasien, selama pengobatan
didepartemen kedaruratan dan radiologi, pasien dipertahankan diatas papan pemindahan.
Pemindahan pasien ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus
dipertahankan dalam posisi eksternal. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau tertekuk,
juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.

Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik lain ketika
merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini bukan
Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya
kadang-kadang tindakan ini tidak benar. Jika stryker atau kerangka pembalik lain tidak
tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras padat dengan papan tempat tidur dibawahnya.

13
b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis (Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis lebih lanjut dan
untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai
kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
Penatalaksanaan medis
1. Terjadi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada,
memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atau cedera lain yang menyertai,
mencegah, serta metu rnengobati komplikasi dan kerusakan neurallebih lanjut. Reabduksi
atau sublukasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulang-ed). Untuk
mendekopresi koral spiral dan tindakan imobilisasi tulang belakang untuk melindungi
koral spiral.
2. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal,atau debridement
luka terbuka.
3. Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien dengan ketidak stabilan tulang belakang,
cedera ligamen tanpa fraktur, deformitas tulang belakang, progresif, cedara yang tak
dapat di reabduksi, dan fraktur non-union.
4. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamin untuk perbaikan aliran darah koral spiral. Dosis
tertinggi metil prednisolin/bolus adalah 30 mg/kg BB diikuti 5,4
mg/kgBB/jamberikutnya. Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan memperbaiki
pemulihan neurologis. Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki pemulihan setelah
cedera koral spiral.
5. Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan fungsi sensorik, motorik,
dan penting untuk melacak defisit yang progresif atau asenden.
6. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi, dan mecak keadaan
dekompensasi.
7. Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit neurologis seperti angulasi atau baji dari badan
ruas tulang belakang, fraktur proses transverses, spinous,dan lainnya. Tindakannya
simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi dengan fisioterapi
untuk pemulihan kekuatan otot secara bertahap.
8. Cedera tak stabil disertai defisit neurologis. Bila terjadi pergeseran, fraktur memerlukan
reabduksi dan posisi yang sudah baik harus dipertahankan.
a. Metode reabduksi antara lain:
a) Traksi memakai sepit (tang) mental yang dipasang pada tengkorak. Beban 20 kg
tergantung dari tingkat ruas tulang belakang mulai sekitar 2,5 kg pada fraktur C1
b) Menipulasi dengan anestensi umum
14
c) Reabduksi terbuka melalui operasi
b. Metode imobilisasi antara lain:
a) Ranjang khusu,rangka, atau selubung plester
b) Traksi tengkorak perlu beban sedeng untuk mempertahankan cedera yang sudah
direabduksi
c) Plester paris dan splin eksternal lain
d) Operasi
9. Cedera stabil diseratai defisit neurologis. Bilafraktur stabil, kerusakan neurologis
disebabkan oleh:
a. Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera menyebabkan trauma langsung
terhadap koral spiral atau kerusakan vascular.
b. Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat penyakit sebelumnya seperti
spondiliosis servikal.
c. Fragmen tulang atau diskus terdorong kekanal spiral.

II.10 Pencegahan
Faktor – faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi usia dan jenis
kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan dengan Trauma medula
spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya pencegahan primer. Untuk mencegah
kerusakan dan bencana ini , langkah- langkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.
2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk.
5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6) Mencegah jatuh.
7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.
Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban kecelakaan mobil dari
mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan korban yang tepat kebagian
kedaruratan rumah sakit untuk menghindari kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap pada
medula spinalis.

II.11 Komplikasi
1. Neurogenik shock

15
2. Hipoksia
3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal
5. Orthostatic hypotensi
6. Ileus paralitik
7. Infeksi saluran kemih
8. Kontraktur
9. Dekubitus
10. Inkontinensia bladder
11. Konstipasi
12. Trombosis vena profunda
13. Gagal napas
14. Hiperefleksia autonomik
15. Infeksi

II.12 Asuhan Keperawatan


Pengkajian
a.1. Pengkajian Primer
1). Airway.
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam keadaan adekuat.
Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang dapat disebabkan
oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha
untuk membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra servikalis (cervical spine control),
yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal
ini, kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang
keluar melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan dengan jari atau
suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan pemasangan
pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas.
2). Breathing.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila tersedia, O2 dapat
diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan napas belum dapat memberikan
oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi
endotrakheal.1,3,5,6,7,8.

16
3). Circulation.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut
nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal,
menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang
teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik.
4). Disability.
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran pasien.
5). Exprosure,
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15) dengan
:Simple head injury bila tanpa deficit neurology
a) Dilakukan rawat luka
b) Pemeriksaan radiology
c) Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi penurunan kesadaran
segera bawa ke rumah sakit

a.2. Pengkajian Sekunder.


1). Aktifitas /Istirahat.
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok pada bawah lesi. Kelemahan umum /
kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
2). Sirkulasi.
Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
3). Eliminasi.
Retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis berwarna seperti kopi
tanah /hematemesis.
4). Integritas Ego.
5). Takut, cemas, gelisah, menarik diri.
6). Makanan /cairan.
Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang (ileus paralitik)
7). Higiene.
Sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi)
8). Neurosensori.
Kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok
spinal).Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat kembaki normak setelah syok spinal
sembuh).Kehilangan tonus otot /vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk

17
tendon dalam. Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena
karena pengaruh trauma spinal.
9). Nyeri /kenyamanan.
Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
10). Pernapasan.
Pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.
11). Keamanan.
Suhu yang berfluktasi *(suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
12). Seksualitas.
Ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.

Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernytaaan yang menjelaskan respons manusia (status

kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara

akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga

status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah. (Nursalam 2013).

Gordon (1976) dikutip dari Nursalam 2013 mendefinisikan bahwa diagnosis keperawatan

adalah masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan

pengalamannya, perawat mampu dan mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan

keperawatan. Kewenangan tersebut dapat diterapkan berdasarkan standar praktik keperawatan

dan kode etik keperawatan yang berlaku di Indonesia.

North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) menyatakan bahwa diagnosis

keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respons individu (klien dan masyarakat)

tentang masalah kesehatan aktual dan potensial sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan

untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat. Semua

diagnosis keperawatan harus didukung oleh data, di mana menurut NANDA diartikan sebagai

definisi karakteristik. Definsi karakteristik tersebut dinamakan tanda dan gejala. Tanda

18
adalah sesuatu yang dapat diobservasi dan gejala adalah sesuatu yang dirasakan oleh klien

(Nursalam,2012).

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada trauma medula spinalis

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik


2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler
3. Inkontinensia urin berhubungan dengan kerusakan sensori motorik
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor resiko perubahan sensasi

Intervensi
Intervemsi meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau

mengoreksi masalah-masalah yang telah diidentifikasi pada diagnosis keperawatan. Tahap ini

dimulai setelah menentukan diagnosis keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi

(Lyer, Taptich, dan Bernocchi-Losey, 996) dikutip dari (Nursalam,2013)

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
1.    1 Nyeri akut b.d agen NOC label: Mengelola analgetik
cedera fisik Kontrol nyeri (1605) a. Tentukan lokasi, karakteristik,
Tujuan: kualitas nyeri sebelum
Setelah dilakukan pemberian obat pada pasien
tindakan keperawatan b. Cek jenis obat, dosis, dan
selama … x 24 jam frekuensi pemberian
pasien dapat melakukan c. Cek adanya riwayat alergi pada
kontrol nyeri dengan pasien
criteria : d. Evaluasi kemampuan pasien
Kontrol Nyeri untuk menggunakan rute
a. Klien mengetahui analgesic (oral, IM, IV,
penyebab nyeri suppositoria)
b. Klien mengetahui e. Monitor vital sign sebelum dan
wak-tu timbulnya sesudah pemberian analgetik
nyeri jenis narkotik
c. Klien mengenal f. Evaluasi efektifitas dan efek
19
gejala timbulnya samping yang ditimbulkan
nyeri akibat pemakaian analgetik.
d. Klien menggunakan g. Kolaborasi dengan dokter jika
analgetik jika ada perubahan advis dalam
diper-lukan pemakaian analgetik
Distraksi
a. Tentukan jenis distraksi yang
sesuai dengan pasien (musik,
televisi, membaca, dll)
b. Ajarkan teknik buka-tutup mata
dengan focus pada satu obyek,
jika memungkinkan
c. Ajarkan teknik irama (ketukan
jari, bernafas teratur) jika
memungkinkan
d. Evaluasi dan catat teknik yang
efektif untuk menurunkan nyeri
pasien
Terapi Oksigen
a. Bersihkan jalan nafas dari secret
b. Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
c. Berikan oksigen sesuai instruksi
d. Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
e. Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian
oksigen
f. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
g. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
h. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktivitas dan tidurr

222. Kerusakan mobilitas NOC label: Tindakan Keperawatan:


fisik b.d kerusakan Perawatan diri 1.   1. Makan-minum

20
muskuloskelettal dan (Activity Daily a. Bantu pasien makan dan minum
neuromuskuler Living) (0300) (menyuapi, mendekatkan alat-alat
Tujuan: dan makanan/minuman)
a. Setelah dilakukan b. Pertahankan kesehatan dan
tindakan kebersihan mulut pasien
keperawatan 2. Berpakaian
selama … x 24 jam a. Bantu pasien mamakai pakaiannya
perawatan diri klienb. Libatkan keluarga dan ajarkan cara
(ADL) terpenuhi memakaikan pakaian pada pasien
Indikator: 3. Kebersihan diri
a. Makan dan minum a. Memandikan pasien
adekuat dengan b. Libatkan keluarga untuk membantu
bantuan/mandiri memandikan pasien
b. Berpakaian dg c. Lakukan perawatan mata, rambut,
dibantu/mandiri kaki, mulut, kuku dan perineum
c. Kebersihan diri 4. Bak/bab
terpenuhi dg a. Bantu pasien bak/bab
bantuan/mandiri b. Lakukan perawatan inkontinensia
b. Buang air usus
kecil/besar dg c. Manajemen nutrisi
bantuan/mandiri d. Libatkan keluarga dalam
perawatan

3.      3.    Kerusakan eliminasi NOC label: Lakukan manajemen eliminasi


urin b.d dengan Eliminasi urine urin
kerusakan sensori Tujuan: a. Monitor eliminasi urine
motorik Setelah dilakukan (frekuensi, konsistensi, bau,
tindakan keperawatan volume, warna)
selama … x 24 jam b. Monitor tanda dan gejala retensi
kebutuhan eliminasi urine
urine pasien terpenuhi c. Ajarkan pada pasien tanda dan
Indikator: gejala ISK
a. Pengosongan d. Catat waktu urinal terakhir jika
kandung kemih diperlukan
komplit e. Libatkan pasien/keluarga untuk

21
b. Mampu mencatat urine output jika
menahan/mengontrol diperlukan
urine f. Masukkan suppositoria uretral
c. Terbebas dari ISK jika diperlukan
g. Siapkan specimen urine
midstream untuk analisa jika
perlu
h. Laporkan ke dokter jika
ditemukan tanda dan gejala ISK
i. Anjurkan pasien minum 8 gelas
sehari saat makan, anatara
makan dan saat pagi hari
j. Bantu pasien mengatur toileting
rutin kalau perlu
k. Anjurkan pasien untuk
memeonitor tanda dan gejala
ISK
Perawatan Retensi Urin
a. Berikan prifasi untuk eliminasi
urin
b. Gunakan kekuatan sugesti dengan
aliran air untuk memancing
eliminasi
c. Stimulasi reflek kandung kencing
dengan pemberian kompres
dingan pada abdomen atau
dengan mengalirkan air
d. Berikan waktu yang cukup untuk
me-ngosongkan kandung kencing
(10 menit)
e. Gunakan manuver Crede jika
diperlukan
f. Masukkan kateter urin jika
diperlukan
g. Monitor intake dan output cairan
22
h. Monitor adanya distensi kandung
kencing dengan palpasi atau
perkusi
i. Bantu toileting dengan jarak
teratur jika memungkinkan
j. Lakukan kateterisasi untuk
residu, jika perlu
k. Lakukan kateterisasi secara
intermiten jika perlu
l. Rujuk ke ahli urinary Continance
jika perlu
Bladder Training

4.         

5.          Resiko kerusakan Setelah dilakukan Circulatory Care


4. integri-tas kulit tindakan keperawatan a. Kaji secara komprehensif
,Faktor resiko : selama … x 24 jam sirkulasi perifer (cek pulsasi
     Perubahan sensasi perfusi jaringan perifer perifer, adanya udema,
pasien adekuat , dengan pengisian kapiler, warna kulit
criteria : dan suhu ekstrimitas)
Perfusi jaringan : b. Amati kulit dari munculnya
perifer perlukaan atau memar akibat
a. Pengisian kapiler tekanan
perifer adekuat c. Kaji adanya ketidaknyamanan
b. Pulsasi perifer distal datau nyeri local
kuat d. Rendahkan ekstrimitas untuk
c. Pulsasi proximal meningkatkan sirkulasi arteri,
perifer kuat jika tidak ada kontra indikasi
d. Tingkat sensasi e. Pasang stocking anti emboli,
normal dilakukan perubahan 15-20
e. Warna kulit normal menit setiap 8 jam
f. Fungsi otot-otot f. Naikkan anggota badan 20
intack derajat di atas level jantung
g. Kulit intack untuk meningkatkan aliran balik
          vena jika tidak ada kontra
23
indikasi
g. Rubah posisi pasien minimal
tiap 2 jam jika tidak ada kontra
indikasi
h. Gunakan matras/bed terapetik
jika tersedia
i. Lakukan aktif/pasif ROM
selama bedrest
j. Lakukan latihan pada pasien
sesuai dengan kemampuan
k. Anjurkan pasien untuk
pencegahan vena stasis (tidak
menyilangkan lengan,
meninggikan kaki tanpa
menyangga lutut, dan latihan
12 l. Pertahankan hidrasi yang
adekuat
untuk membuat naiknya
viskositas darah
m. Monitor status cairan tubuh
(intake-output)
Terapi Oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari secret
2. Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
3. Berikan oksigen sesuai instruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul
oksigen, dan humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien
tentang pentingnya pemberian
oksigen
6. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap
memakai oksigen selama
aktivitas dan tidurr

24
Mengatur Posisi
9. Atur posisi yang nyaman untuk
pasien
b. Perawatan Kaki
c. Perawatan Kulit
d. Pressure Management

Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Adapun

hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi

dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukam validasi , penguasaan keterampilan

interpersoal, intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien

paa situasi yang tepat , keamanan fisik dan psikologis dilindungi dan dokumentasi

keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan. (Nursalam,2013).

Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan

keberhasilan dari diagnosis keperawatan , rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap

evaluasi perencanaan, dan implementasi intervensi (Ignatavicus dan Bayne , 1994 dikutip dari

(Nursalam, 2013).

Menurut Griffith dan Chiristensen (1986), evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan

perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. Dengan mengukur perkembangan

klien dalam mencapai suatu tujuan maka perawat dapat menentukan efektivitas asuhan

keperawatan. (Nursalam,2013).

Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan klien

dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan

dan pencapaian tujuan. (Nursalam,2013).

25
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh
benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001).Penyebab dari Trauma
medulla spinalis yaitu :kecelakaan otomobil, industri terjatuh, olah-raga, menyelam ,luka
tusuk, tembak dan tumor.

Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradul
subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau
robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah
ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai
sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.

Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena


penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi
neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma
medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan. Memindahkan pasien, selama
pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan
pemindahan.

Asuhan Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan Trauma medula spinalis berbeda
penanganannya dengan perawatan terhadap penyakit lainnya,karena kesalah dalam
memberikan asuhan keperawatan dapat menyebabkan Trauma semakin komplit dan dapat
menyebabkan kematian.

III.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat menjaga kesehatannya
terutama pada bagian tulang belakang agar Trauma medula spinalis dapat terhindar. Adapun
jika sudah terjadi mahasiswa dapat melakukan perawatan seperti yang telah tertulis dalam
makalah ini

26
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol.
3 . Jakarta : EGC.
M.Black,Joy dan Jane Hokanson Hawks.2009.Keperawatan Medikal Bedah,Jakarta:Salemba
Medika
https://mikimikiku.wordpress.com/2014/03/22/asuhan-keperawatan-pasien-dengan-cedera-
medula-spinalis-sistem-neurobehaviour/ diakses pada 18/3/20 pukul 16.33
Doengoes, M. E, 1999, Rencana Asuham Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta ; EGC
.

27

Anda mungkin juga menyukai