Anda di halaman 1dari 21

Implementasi Konseling Populasi Khusus Di Panti Asuhan dan Panti Wreda

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas

Mata kuliah :Konseling Lintas Budaya

Dosen pengampu : Widayat Mintarsih , M.Pd

Disusun Oleh :

Eva Kurnia (1801016045)

Futihatu Ulfa Rizqi (1801016051)

Sri Umami (1801016103)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

2020

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memahami arti menjadi seseorang sangat bervariasi dari satu kultur ke kultur
yang lain, pada dasarnya konseling dan psikoterapi berkembang dalam kultur yang
mengadopsi pemahaman tentang seseorang sebagai otonom, individu yang berdiri
sendiri, dengan berbagai batasan yang kuat dan daerah pengalaman yang bersifat
“dalam” dan prifat. (John Mcleod, 2008:277). Dari pendapat tersebut bisa dikatakan
bahwa konseling adalah profesi yang berhubungan degan kultur dalam pemahaman
aslinya dan kondisi konseling akan berbeda beda tergantung pada negara tempat
diterapkannya proses konseling tersebut. Dengan kata lain perbedaan di dalam dan
diantara budaya tidak seharusnya ditakuti dan dicurigai tetapi harusnya dihargai dan
dipahami sebagai perbedaan yang menunjuk kepada keragaman. Dalam memahami
klien lintas budaya seorang konselor memerlukan pemahan dan pengertian tentang
budaya-budaya yang berkembang saat ini menjadi tolak ukur dalam pelaksanaan
proses konseling.
Anak-anak merupakan aset yang sangat berharga bagi negara untuk masa yang
akan datang. Dalam undang-undang banyak pasal yang mengatur tentang
kesejahteraan anak baik untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan dan lain
sebagainya. Tentu tidak semua anak Indonesia memiliki nasib yang sama, ada
sebagian yang sangat membutuhkan perhatian lebih baik dari masyarakat maupun
pemerintah sebagai penyelenggara negara. Anak-anak yang terlantar harus ditangani
dengan tepat sehingga mereka tidak menjadi individu yang kelak akan berprilaku
menyimpang dalam masyarakat. Adanya panti asuhan sosial akan sangat membantu
dalam rangka mensejahterakan anak-anak yang terlantar. Panti asuhan sosial perlu
untuk mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah dikarenakan banyak anak-anak
yang terlantar yang ditampung di panti asuhan membutuhkan perhatian. Panti asuhan
haruslah memiliki kondisi yang layak dengan kriteria yang aman dan nyaman agar
anak-anak yang ada tidak semakin tertekan didalamnya. Dengan demikian tujuan dari
panti asuhan sosial dapat memberikan hasil yang optimal dalam mensejahterakan
anak-anak Indonesia yang kelak akan menjadi penerus bangsa.
Melalui panti asuhan inilah, pihak panti memberikan pelayanan kepada anak-
anak dengan mengasuh dan membina mereka penuh kasih sayang dan ketulusan. Di
panti asuhan ini anak-anak diberikan bekal keagamaan karena sangat mungkin bila
anak-anak yang putus sekolah kurang memahami agama. Dengan diberikannya bekal
keagamaan dimaksudkan supaya anak-anak mempunyai pegangan hidup untuk
keselamatan dirinya baik di dunia maupun di akhirat.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana implementasi Nila-Nilai Budaya dalam Komunikasi
Konseling?
2. Bagaimana penerapan Konseling Populasi Khusus di Panti Asuhan?
3. Bagaimana penerapan Konseling Populasi Khusus di Werda?

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Implementasi Nila-Nilai Budaya dalam Komunikasi Konseling

Dibawah ini dikemukakan beberapa contoh nilai-nilai budaya dalam


ketrampilan komunikasi dengan klien indonesia.

a. Keterampilan Memperhatikan

Keterampilan memperhatikan terdiri atas empat dimensi : kontak


mata, bahasa tubuh, kualitas suara, penelusuran verbal. kontak mata. jika
anda berbicara dengan orang lain, pandanglah dia (barat). Tingkah laku ini
tidak seluruhnya tepat bagi klien indonesia. Kebiasaan sehari-hari jika kita
berbicara dengan orang lain, kita tidak terus menerus menatap muka
lawan, bicara apa lagi orang lain itu orang lebih usia, tidaklah sopan
mengarahkan pandangan mata kepadanya. Klien akan mengasosialkan
pembicaraan konseling seperti pembicaraan dengan kontak mata
keseharian kepada orang tua. bahasa tubuh. Dimasyarakat kita, orang tidak
biasa menggunakan bahasa tubuh untuk menyertai pembicaraan kita
dengan orang, kecuali yang banyak kita lakukan adalah penggunaan
gerakan tangan. kualitas suara. Bahasa indonesia yang kita gunakan tidak
termasuk bahasa berlagu, klien dalam kehidupan sehari-hari dalam
percakapan biasa mendengar kata-kata orang lain dengan intonasi yang
lebih mendatar. Klien mendengarkan kata-kata konselor dengan intonasi
suara yang labih variatif mungkin klien akan merasa asing dalam
komunikasi itu.

b. Keterampilan memantulkan perasaan


Hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah keterampilan konselor
dalam pemilihan kata-kata perasaan negatif dalam pemantulan perasaan,
terutama bagi perasaan terhadap orangtua. Keterampilan memantulkan
perasaan klien yang negatif kepada orangtua hendaknya dilakukan dengan
hati-hati karena nilai budaya klien tidak mengijinkan menggunakan kata-
kata perasaan negatif yang sangat keras terhadap orangtua.

c. Keterampilan menggunakan pertanyaan untuk membuat Interview


Pada umumnya dibarat, interview dimulai dengan pertanyaan terbuka
diikuti dengan pertanyaan tertutup untuk diagnosis dan klarifikasi. Bagi
klien indonesia, mungkin lebih efektif jika dimulai dengan pertanyaan
tertutup daripada pertanyaan terbuka, karena kebiasaan berpikir klien dari
hal yang konkret baru kemudian ke yang lebih abstrak. Misalnya,
“Dapatkah anda katakan kepada saya apa yang hendak dibicarakan dengan

3
saya mengenai ...”( pertanyaan terbuka) mungkin lebih sesuai apabila
menggunakan pertanyaan tertutup “anda sedang mengikuti kuliah ? Apkah
hambatan khusus belajar yang Anda alami?”
d. Keterampilan Menstruktur
Penstrukturan adalah keterampilan konselor untuk pembatasan
pembicaraan agar konseling dapat berjalan pada tujuan yang ingin dicapai.
Salah satu pembatasan adalah penegasan peran konselor, yaitu peran
konselor bukan untuk membuatkan keputusan bagi klien, bukan untuk
memberikan pemecahan masalah. Tetapi , bagi klien indonesia penegasan
peran konselor demikian tidak bisa dimengerti karena tidak sesuai budaya
yang dia ikuti bahwa konselor dianggap sebagai tokoh yang dia minta
bantuan untuk pemecahan masalah adalah tokoh yang mau dan mampu
memberikan pilihan jalan keluar dari masalah yang dialami.
e. Keterampilan Pemecahan Masalah
Salah satu dari tahap-tahap pemecahan masalah ialah memperjelas
nilai-nilai yang ada di belakang pilihan pribadi. Menurut budaya klien
indonesia, pertimbangan atas nilai-nilai bersangkutan dengan keluarga atau
orangtua hendaknya mendapat bobot yang tinggi. Anak dituntut untuk
menunjukkan penghormatan dan kesetiaan kepada orang tua pada
penentuan pilihan atau keputusan.
f. Keterampilan Memahami Jalan Pikiran Klien
Pandaangan Barat menyatakan bahwa individu yang sehat jika pola
pikir mereka lebih berdasar pada kerangka acuan internal, lebih
menekankan pada otonomi pribadi dan sumber kendali internal serta
sumber tanggung jawab internal. Klien indonesia, berdasar budaya
menalar sesuatu peristiwa lebih meninjau dari kerangka acuan eksternal
dengan sumber kendali eksternal dan sumber tanggung jawab eksternal
pula.
g. Keterampilan Memahami Tingkah Laku Klien
Konteks dan situasi sesaat dalam komunikasi serta guna memelihara
keserasian hubungan dengan orang lain maka klien Indonesia dapat
menjawab tidak atau ya atas pertanyaan yang dia terima, meskipun yang
sebenarnya bukan seperti apa yang dikatakan.1

Beberapa jenis keterampilan yang harus dimiliki konselor dalam


konseling lintas budaya dan selalu diaktifkan dengan konteks budaya antara
lain:

a. Keterampilan menyiapkan tata formasi atau menyiapkan konteks seperti


menyiapkan tempat konseling, suasana ruangan, dekorasi, dan sebagainya.
b. Keterampilan memperhatikan (attending skills)
c. Keterampilan mengeksplorasikan masalah.

1
Jurnal Konseling dan Pendidikan http:/jurnal.konselingindonesia.com Konseling bercorak
budaya:penerapannya dalam komunikasi konseling hal.7-9

4
d. Keterampilan dalam mengembangkan inisiatif (merumuskan tujuan ,
mengembangkan program)
e. Keterampilan dalam memengaruhi atau pemilihan strategi, seperti:
keterampilan menginterprestasi, keterampilan memilih strategi bntuan
yang tepat, keterampilan memberi pengaruh, keterampilan memberikan
dukungan (reassurance), keterampilan memberikan advisi atau informasi,
keterampilan memberikan umpan balik, keterampilan logical
consequences, keterampilan influencing summary dan sebagainya.

Berbagai keterampilan tersebut akan dikomunikasikan secara


berbeda pada klien yang berbeda budayanya. Dalam hal ini, teori-teori
konseling yang telah dianggap mapan dan diterima luas sekalipun tetap
mengandung bias budaya. Nathan Deen (1985) memberikan contoh bahwa
model Rogerian (dari Carl Rogers ) yang dikenal dengan konseling yang
berpusat pada klien (Client Centered Counseling) mengandung bias
budaya apabila diterapkan kepada semua orang tanpa kecuali. Konseling
ini mengandalkan kemampuan klien untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaannnya secara verbal dan artikulatif yang dengan ini hubungan
konseling dibangun. 2

2. Penerapan KPK (Konseling Populasi Khusus) di Panti Asuhan


1. Pengertian Panti Asuhan
Panti Asuhan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
mendefisinikan panti asuhan sebagai tempat memelihara dan merawat anak
yatim piatu.3 Sedangkan menurut Departemen Sosial Republik Indonesia,
Panti asuhan merupakan suatu lembaga usaha social yang bertanggung jawab
untuk memberikan pelayanan kepada anak terlantar dengan melaksanakan
penyatuan dan pengentasan anak terlantar. Pengasuhan alternatif merupakan
pengasuhan berbasis keluarga pengganti atau berbasis Lembaga Kesejahteraan
Sosial Anak yang dilaksanakan oleh pihak-pihak diluar keluarga inti atau
kerabat anak. Pengasuhan alternatif dapat dilakukan melalui sistem orang tua
asuh (fostering), wali (quardianship) atau pengangkatan anak dan pada pilihan
terakhir adalah pengasuhan berbasis residential (Lembaga Kesejahteraan
Sosial Anak/PSAA). Tujuan dari pengasuhan alternatif melalui PSAA harus
diprioritaskan untuk menyediakan lingkungan yang dapat memenuhi kasih
sayang anak, kelekatan (attachment), dan permanesi melalui keluarga
pengganti.4
Anak yang membutuhkan pengasuhan alternatif adalah anak yang berada
pada situasi sebagai berikut:

2
Jurnal Konseling GUSJIGANG vol.1 No. 2 Tahun 2015 ISSN 2460-1187 Dipublikasikan oleh : Program
Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus
3
Meity Taqdir Qodratillah, Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk Pelajar, hal 391
4
Salim Segaf Al Jufri, Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak,
(Jakarta: Kemensos,2011), hal.21

5
a) Keluarga anak tidak memberikan pengasuhan yang memadai sekalipun
dengan dukungan yang sesuai, mengabaikan, atau melepaskan
tanggung jawab terhadap anaknya.
b) Anak yang tidak memiliki keluarga atau keberadaan keluarga atau
kerabat tidak diketahui.
c) Anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, penelataran
atau eksploitasi sehingga demi keselamatan dan kesejahteraan diri
mereka, pengasuhan dalam keluarga justru bertentangan dengan
kepentingan terbaik anak.
d) Anak yang terpisah dari keluarga karena bencana, baik konflik sosial
maupun bencana alam.5

Panti asuhan merupakan suatu lembaga usaha social yang bertanggung


jawab untuk memberikan pelayanan kepada anak terlantar dengan
melaksanakan penyatuan dan pengentasan anak terlantar. Panti asuhan bisa
juga disebut sebagai pengganti orang tua bagi ana-anak terlantar, karena
bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesejahteraan bagi mereka
terutama kebutuhan fisik, mental, dan social pada anak asuh supaya mereka
memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya dan menjadi generasi
penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta dalam bidang
pembangunan sosial.

Kondisi psikologis anak terlantar yang ada di panti asuhan umumnya


karena organisasi keluarga seperti percerairan orang tua, krisis ekonomi
keluarga, dan meninggalnya salah satu atau kedua orang tua. Kondisi tersebut
menyebabkan terputusnya interaksi sosial orang tua dan anak, akibatnya anak
kurang mendapatkan perhatian dan terabaikannya pendidikan anak. Maka
salah satu cara yang dilakukan agar tetap dalam pengasuhan adalah dengan
menampung anak-anak tersebut kedalam suatu wadah yaitu panti asuhan, guna
membantu meningkatkan kesejahteraan anak dengan cara mendidik, merawat,
membimbing, mengarahkan, dan memberikan ketrampilan-ketrampilan seperti
yang diberikan oleh orang tua dalam keluarga. Pemisahan anak dalam
keluarganya dapat menimbulkan tekanan akibat perubahan situasi hidup yang
bersumber dari:

a. Pengalaman kehilangan figure dekat (orang tua).


b. Situasi baru yang tidak dikenal.
c. Tak dapat memperkirakan apa yang akan dihadapi selanjutnya.
d. Perubahan kebiasaan. Anak panti asuhan adalah anak-anak yang
mengalami penelantaran oleh orang tua mereka, baik secara fisik,
kesehatan sosial dan secara khusus emosi.

Panti asuhan anak adalah proyek pelayanan dan penyatunan terhadap


anak-anak yatim, yaitu yatim piatu, keluarga retak, dan anak terlantar dengan
5
Jurnal Konseling dan Pendidikan , Vol.1 No.1, Februari 2013, hal 73-82

6
cara memenuhi segala kebutuhan, baik berupa material maupun spiritual,
meliputi: sandang pangan, papan, pendidikan, kesehatan.

Menurut Departemen Sosial RI, tujuan penyelenggaraan panti asuhan


yaitu:

a. Tersedianya pelayanan kepada anak dengan cara membantu


membimbing anak agar menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup
layak dan penuh tanggung jawab, baik terhadap dirinya,
keluargamaupun masyarakat.
b. Terpenuhinya kebutuhan anak akan kelangsungan hidup, untuk tumbuh
kembang dan memperoleh perlindungan, antara lain dengan
menghindarkan anak dari kemungkinan keterlantaran pertumbuhan dan
perkembangan jasmani, rohani, sosialnya sehingga memungkinkannya
untuk tumbuh kembang secara wajar.
c. Terbantunya anak dalam mempersiapkan pengembangan potensi dan
kemampunnya secara memadai dalam rangka memberikan bekal untuk
kehidupan dan penghidupannya dimasa depan.

2. Fungsi Panti Asuhan


a) Sebagai pusat pelayanan kesejahteraan anak.
b) Sebagai puat informasi dan konsentrasi kesejahteraan anak.
c) Sebagai pusat pengembangan kepribadian.6

3. Kehidupan di Panti Asuhan


Panti asuhan sebagai pengganti keluarga, mereka yang tidak memiliki
keluarga lagi atau karena orang tuanya meninggal dunia. Mereka yang tinggal
di panti asuhan berasal dari latar belakang yang berbeda serta usia yang
berbeda-beda. Di dalam panti asuhan, anak diasuh secara masal. Sebagai
berikut dari pengasuhan secara masal tersebut adalah:
a) Anak kurang memperoleh kasih sayang, perhatian dan pengawasan.
b) Anak kurang memperoleh kesempatan melihat sendiri berbagai model
dari orang tua atau orang dewasa lainnya.
c) Anak kurang mempunyai kesempatan untuk berhubungan dengan
orang tua yang dapat dijadikan identifikasi dalam pemahaman terhadap
dirinya sendiri.
d) Pengasuh di panti asuhan biasanya kurang dapat berperan sebagai
orang tua atau keluarga pengganti dalam menggantikan fungsi
keluarga.

4. Tujuan Konseling di Panti Asuhan

6
http://my note panti asuhan.html, diakses 02/04/2020, pukul 15.00

7
a. Membantu anak yang telah ditelantarkan orang tua maupun yang
dilahirkan tanpa ayah (anak haram) agar lebih bermotivasi dalam
menghadapi lingkungan sosial dalam hidup.
b. Membentuk karakter pribadi anak yang kuat dan berakhlakul karimah.
c. Membantu anak berkreatif agar dapat bersaing dalam kemajuan zaman.
d. Menciptakan generasi muda yang terpelajar, terutama dalam beragama.
e. Menciptakan generasi muda yang dapat menyebarkan kebaikan dan
berkehidupan yang bertaqwa kepada Allah SWT.

5. Langkah-langkah Konseling di Panti Asuhan


Sebagai seorang konselor yang professional kita memiki peranan penting
dalam hal ini, langkah-langkah yang dapat kita lakukan antara lain:
a. Bangun hubungan yang mendalam dengan anak yang menjadi konseli,
proses membangun hubungan waktu yang cukup panjang dan
memerlukan kesabaran dari konselor.
b. Ketika hubungan sudah terbangun dengan baik, anak sedikit demi
sedikit mulai terbuka diri, bahkan mulai masuk ke wilayah diri yang
mendalam. Dalam hal ini sikap yang dibutuhkan adalah sikap emphaty
dan understanding, yang memberi keyakinan bahwa konselor ada di
sana untuk mendampingi, memahami, dan mengasihi konseli.
c. Konselor memberi affirmasi (penegasan) mengenai apa yang dia
rasakan, perhatikan dan pelajari dan semua info yang diterima sejak
pertemuan pertama dan memberi penegasan bahwa apa yang konseli
rasakan dan alami sangatlah berat dan ekspreksi yang diungkapkan
mungkin akan dilakukan oleh orang lainyang mempelajari hal yang
sama.
d. Konselor menolong konseli untuk memisahkan ketakutan dan perasaan
kehilangannya, yaitu antar kehilangan konkrit dengan abstrak dan
antara kehilangan yang dibayangkan saja atau kehilangan yang
mengancam.
e. Menolong konseli untuk mengubah Unhelpful thought menjadi helpful
thought, yaitu bahwa keadaannya pada masa lalu bukanlah
kesalahannya, tapi sesusai yang tidak mampu dihindarinya.
f. Dalam fase ini, konselor memberikan direksi (arahan) terhadap
tindakan yang perlu dilakukan. Seperti: anak ditolong untuk menguasai
skill yang mengenai cara mengatasi ledakan emosi, kemarahan,
problem solving, dan sebagainya.7

Studi Kasus Konseling Panti Asuhan


7
Widayat Mintarsih, Konseling Lintas Budaya (konsep dasar dan studi kasus pada masyarakat Islam),
Jrakah Tugu: CV. Karya Abdi Jaya,2015, hal.231-233

8
Seorang anak tinggal di panti asuhan tapi ia bersekolah di sekolah
umum biasa, dan saat ini ia duduk di kelas 5, sebut saja namanya Rian. Saat di
sekolah ia selalu merasa rendah diri, teman-teman yang seharusnya iba dan
prihatin atas nasibnya, malah mencemoohnya setiap hari. Hal ini membuat
mentalnya semakin lemah. Tidak hanya itu, seringnya teman-teman di sekolah
menghinanya saat ini ia sudah tidak mau berangkat sekolah lagi. Setelah
ditanyai bagaimana penghinaan teman-temannya, ia memberi tahu bahwa ia
dianggap sebagai “anak yang tidak diharapkan kelahirannya”, “anak yang
membawa sial”, dan lain sebagainya.

Proses konseling untuk Rian. Pertama, konselor mendekatinya,


awalnya dengan perkenalan, kemudian sedikit demi sedikit bertanya tentang
kesukaannya dengan tetap mengajaknya bercanda. Sedikit banyak konseli
disini akan bisa mempercayai konselor dan mau menceritakan masalah-
masalahnya dengan terbuka dan suka rela. Konselor secepatnya harus tanggap
terhadap apa yang konseli ungkapkan, ditegaskan masalah-masalah inti yang
dirasakan oleh konseli. Selanyutnya konselor memberi motivasi kepada
konseli untuk meminimalisir rasa rendah dirinya terhadap lingkungan
sekolahnya. Konselor membangun semangat hidup konseli dengan
menunjukkan bahwa kejadian masalalu bukanlah kesalahannya tapi itu
memang kenyataan yang harus terjadi yang tidak mampu ia hindari. Kemudian
konselor mengarahkan tindakan apa yang harus dilakukan oleh konseli, yaitu
bagaiman ia mengatasi emosi-emosinya sendiri saat teman-temannya
menghinanya. Dalam proses konseling ini konselor juga perlu tetap
mengawasi konseli meskipun proses konseling telah berakhir.8

3. Penerapan KPK (Konseling Populasi Khusus) di Panti Wreda


1. Keberadaan Panti Wreda di Masyarakat
Panti jompo (rumah perawatan) merupakan sebuah tempat tinggal atau
tempat penampungan bagi orang orang yang sudah tua. Panti jompo untuk
menampung orang lanjut usia yang miskin dan terlantar untuk diberikan
fasilitas yang layak mulai dari kebutuhan makan minum sampai kebutuhan
aktualisasi. Para manula atau manusia usia lanjut dapat bertemu dan
menjalin persahabatan dengan teman-teman yang sebaya. Selain itu,
banyak panti-panti perawatan manula menyediakan aktifitas-aktifitas
positif mislanya menjahit, menyulam, menyanyi, renungan bersama, olah
raga ringan dan sebagainya. Orang tua tersebut ditampung dipanti jompo
karena beberapa halantara lain: (1) kondisi fisik dan psikis orang tua yang
sudah lanjut usia adalah sama seperti melihat bayi, (2) orang tersebut
sama-sama membutuhkan perawatan dan perhatian khusus. Selain itu pula,
beberapa orangtua dari mereka karena kondisi medis yang sudah sangat
lemah sekali, tentunya sangat memerlukan sekali bantuan dari orang lain

8
Widayat Mintarsih, Konseling Lintas Budaya (konsep dasar dan studi kasus pada masyarakat Islam),
Jrakah Tugu: CV. Karya Abdi Jaya,2015, hal.232-234

9
yang benar-benar telah berpengalaman dalam merawat orang tua yang
sudah berusia lanjut. Dalam kaitan ini, menitipkan orang tua di Panti
Jompo tidak masalah dengan syarat: (1) Orang tua merasa lebih berbahagia
berada di Panti Jompo misalnyakarena banyak teman-temannya yang
seusia dan tentunya komunikasinya “nyambung”. (2) Panti Jomponya baik,
artinya selain sarananya memadai juga para perawatnya melakukan tugas
dengan penuh kasih sayang. (3) Tidak ada komunikasi terputus antara
orang tua artinya keluarga sering-sering berkunjung.

Tuntutan profesi atau pekerjaan seorang anak atau anggota


keluarga lain menyita hampir semua waktunya sehingga tidak lagi
mempunyai kesempatan untuk memberikan perhatian dan perawatan
kapada orangtuanya. Orang tua yang memasuki masa lanjut usia semakin
terabaikan secara sosial, budaya dan psikologis. Mereka merasa kesepian
danterlantar dalam rumah. Ketika fenomena ini semakin menguat dan
mengarah yang lebih ekstrim, maka seyogyanya diperlukan sebuah
institusi yang akan menjalankan atau mengambil alih fungsi-fungsi yang
telah ditinggalkan atau diabaikan oleh keluarga. Dalam hal ini, ada sebuah
panti jompo yang bernama Panti Jompo Werdha yang merupakan salah
satunya panti jompo yang ada di Tanah Datar. Keberadaan panti jompo di
masa sekarang dan akan datang semakin dibutuhkan.

Panti jompo akan menjadi sebuah pilihan dan solusi atas


perubahansosial yang terjadi dimasyarakat. Oleh karena itu panti jompo
tidak mestidipandang sebelah mata atau dilihat sebagai institusi yang tidak
memiliki nilai tawar dan nilai jual. Keberadaan panti jompo perlu
terusmendapatkan penguatan (reinforcement) baik dari segi
kelembagaan,fungsi dan kewenangan termasuk penguatan sumber daya
manusia, sarana dan prasarana, serta jangkauan pelayanan, dan
pengembangan program pelayanan yang lebih variatif dan sesuai
kebutuhan lansia secara kontemporer.

2. Masalah-masalah pada Masa Lanjut Usia


Masa-masa lanjut usia membawa penurunan fisik yang lebih besar
dibandingkan dengan periode-periode usia sebelumnya. Masa lanjut
usiasering di identikkan dengan kepikunan, masa ketika individu
mengalami kemunduran dalam perkembangan mental termasuk kehilangan
memori,disorientasi, dan kebingungan. Kemampuan berfikir logis
memusatkan perhatian dan berkonsentrasi terjadi penurunan. Bahkan tidak
jarang pada periode ini individu mengalami apa yang disebut dengan
kepikunan.9
Pada usia lansia ini banyak menimbulkan masalah dalam kehidupan
seorang lansia. Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat dinikmati,
namun karena penurunan fisik atau penyakit yang melemahkantelah
9
Desmita, Psikologi Orang Dewasa,(Batusangkar: STAIN Batusangkar press,2008), hlm 104

10
membatasi kegiatan dan membuat orang lansia tak berdaya. Apalagi lansia
yang tinggal di panti jompo, yang jauh dari keluarga yang biasadekat
dengannya, dan harus beradabtasi dengan lingkungan barunya. Dikalangan
teman-teman seusianya yang mempunyai rasa sensitifitas yang tinggi,
adapun masalah-masalah yang biasa muncul dari lansia adalah:
a) Penurunan Sistem Kekebalan Tubuh
Penurunan Sistem Kekebalan TubuhPenurunan sistem kekebalan
tubuh menjadikan lansia rentanterhadap serangan berbagai penyakit.
Menjelang usia lanjut frekuensisakit pada lansia menjadi lebih sering
dibandingkan pada waktu muda.Pola penyakit yang menyerang lansia erat
kaitannya dengan penurunan fungsi kekebalan tubuh baik itu yang
berhubungan kesehatan jantung, pernafasan dan lain sebagainya. Demi
kelangsungan kehidupan orang tua yang sudah lanjut usia,maka pada
akhirnya mereka memustuskan menyerahkan sepenuhnya perawatan orang
tua, pada rumah khusus peerawatan (rumah panti) dengan harapan
perawatan orang tua lebih terjamin dari pada harus tinggal dan hidup
selamnya bersama anak-anak cucu.

b) Masalah Financial
Pada umumnya orang tua sudah menjalani usia lanjut atau masa
pension. Maka secara finansial, dapat di katakan sudah tidak memiliki
penghasilan tetap, sehingga sudah tidak mampu lagi untuk
membiayaihidup untuk diri sendiri dan keluarganya. Bagi keluarga yang
hidupnyasecara finansial pada level rendah, tentunya menjadi beban
tersendiri,karena secara ekonomis mereka masih kesulitan untuk
menanggung biaya beban hidup yang nilainya semakin bertambah,
sedangkan waktumereka telah habis terserap untuk mencari nafkah,
bahkan merekasering harus kerja ekstra tambahan untuk mendapatkan
finansialtambahan. Sehingga mereka terpaksa merelakan orang tua untuk
tinggaldan hidup selamanya di rumah khusus perawatan (rumah Panti
jompo).

c) Masalah Komunikasi
Bertambahnya usia bagi para lansia menyebabkan kesulitan
dalamkomunikasi, ditambah lagi dari faktor pendengaran yang
terganggumenyebabkan sulitnya komunikasi yang terjali diantara lansia.

d) Masalah Sosial
Di negara-negara berkembang, seperti di negara Indonesia, masih
banyak orang tua yang sudah lanjut usia dengan terpaksa harus tinggaldan
hidup di teras depan toko, bangunan kosong, di bawah jembatan,menempel
di rumah orang lain atau ditempat-tempat lain yang bisa digunakan untuk
tidur. Kondisi yang demikian ini sering mendapat penolakan dari berbgai

11
lapisan masyarakat karena sering menimbulkan hal-hal negatif dan
sebenarnya kondisi yang demikian ini merupakan tanggung jawab
pemerintah dan masyarakat. Oleh sebab itru pemerintah sering
mengadakan kegiatan pembersihan serta sosialisasi untuk meminta mereka
secara sadar dan sukarela untuk bersedia tinggal dan hidup dirumah khusus
perawatan (Rumah Panti Jompo).Meskipun masih ada sebagian besar yang
belum menyadari, tetapisudah ada sebagian yang bisa menerima secara
sadar dan sukarela. Bagi yang belum bisa menerima rata-rata mereka
mengatakan bahwa dengan cara hidup yang demikian tersebut mereka bisa
setiap hari memperoleh uang, meskipun suatu saat mereka harus menderita
sakit-sakitan, harus kehujanan, kedinginan, dan sebagainya.

Di panti jompo, lansia tinggal di lingkungan yang baru dan jauhdari


keluarga terdekatnya sehingga memerlukan penyesuaian dengan anggota
keluarga barunya, yaitu teman-temannya yang sesama lansia yang tinggal
dipanti jompo. Hal ini membutuhkan penyesuaian diri bagi para lansia,
seringkali karena keterbatasan dan penurunan fisik yang dialami oleh para
lansia, seperti masalah komunikasi menyebabkan kesalahpahaman di
kalangan lansia yang tak jarang berujung pada pertengkaran atau perang
mulut.

e) Masalah Kesepian
Bagi orang tua yang menjalani masa pensiun atau yang sudah
lanjutusia, masa tersebut telah membuat mereka merasa kesepian, sehingga
kebutuhan mereka sering tidak terpenuhi. Sedangkan waktu yang dimiliki
oleh anggota keluarga sudah sangat sedikit sekali karenamereka harus
bekerja keras untuk mencari nafkah guna menghidupi anggota keluarga
yang lain seperti: biaya sekolah, kesehatan,membangun rumah, dan
sebagainya.Untuk menutup sebagian kebutuhan orang tua yang kurang
terpenuhi tadi, pada akhirnya mereka terpaksa merelakan orang tuamereka
harus tinggal dan hidup selamanya di rumah perawatan (rumahPanti
Jompo), dengan harapan mereka tidak merasa kesepian lagi,karena disana
mereka bisa bertemu dengan teman-teman yang seusia,dalam jumlah yang
cukup banyak. Memasuki usia lanjut atau disebut juga dengan usia lansia,
seorang merasakan kebutuhan yang akan penghargaan bahwa dirinya tetap
berguna.10

f) Duka cita (bereavement)

10
Andrew McGhie, Penerapan dalam perawatan, (Yogyakarta:ANDI,1986), hlm.149-156

12
Pada periode ini merupakan periode yang sangat rawan bagi lansia.
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangan bisa meruntuhkan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang
lansia.

g) Depresi
Persoalan hidup yang mendera lansia seprti kemiskinan, usia, stress
yang berkepanjangna, penyakit fisik yang tidak kunjung sembuh,
perceraian atau kematian pasangan dan sebagainya yang dapat
menyebabkan terjadinya depresi. Gejala depresi pada lansia berbeda denga
yang lain, pada lansia rentan untuk terjadi: harga diri rendah, penyalahan
diri sendiri, ide bunuh diri, penyebab terjadinya depresi merupakan
gabunga antara factor-faktor psikologis, sosial dan biologi. Lansia yang
mengalami depresi biasanya sering terlihat dengan hilangnya
tenaga/energy, hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau keluhan rasa
sakit dan nyeri kecemasan dan perlambatan motorik.

h) Gangguan cemas
Biasanya rasa cemas yang dialami lansia adalah mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan agama, dengan Tuhan atu dengan orang disekitarnya atas
apa yang diperbuat selama masa muda atau masa sebelum tuanya.11

3. Tipe-tipe Konseling lansia

a.Tipe kepribadian konstruktif (contstruktion personality), tipe ini tidak peril


konseling, tetapi konselor dibutuhkan sebagai pendamping bagi yang
membutuhkan.

b.Tipe kepribadian tergantung (dependent personality), disini konselor dapat


membangkitkan keinginan konseli untuk berbuat sesuatu bagi orang lain atau
mungkin memberikan penyuluhan tentang makanan yang sehat bagi lansia.

c. Tipe kpribadian mandiri (independent personality), konselor bekerja dengan


lebih banyak mendengar sebelum perlahan mengubah persepsi lansia yang
tidak suka menjadi tua dan pension, sehingga ia bisa menerima hal tersebut.

d. Tipe kepribadian bermusuhan (hostility personality), tipe ini paling sulit


didekati, mungkin konselor hanya berguna sebagai pendamping seperti pada
tipe konstruktif.

e. Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality), konseling disini berguna
untuk memberikan support bagi lansia, yang mana konseling bertujuan untuk
menghilangkan persepsi yang negative tentang diri konseli.

11
Andrew McGhie, Penerapan dalam perawatan, (Yogyakarta:ANDI,1986), hlm.122-134

13
4. Cir-ciri lansia
Menurut Hurlock terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia:12

a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran.

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari factor fisik dan factor
psikologis. Dalam hal ini motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila
memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika motivasi kuat maka
kemunduran itu akan lama terjadi.

b. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas


Lansia memiliki status kelmpok minoritas karena sebagai akibat dari
sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan
diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia.
Pendapat klise itu seperti: lansia lebih senang mempertahankan
pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain.

c. Menua membutuhkan perubahan peran


Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia


Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perilaku yang buruk
itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.

5. Kebutuhan Lansia
Lansia si Amerika harus berhadapan dengan berbagi macam masalah
yang rumit saat menjalani transisi dari paruh baya ke status masyarakat senior,
termasuk perubahan kemampuan fisik, peran dalam kehidupan sosial,
hubungan, dan penampungan lansia. Menurut Havighurst (1959), lansia
dituntut agar bisa belajar mengatasi (a) meninggalnya teman dan pasangan, (b)
menurunnya kekuatan fisik, (c) pensiun dan berkurangnya pendapatan, (d)
waktu bersantai yang lebih banyak, (e) berkembangnya peran sosial baru. (f)
berhadapan dengan anak yang mendewasa.

Penuaan adalah masa bagi transisi dan transformasi positif dan


negative. Transisi positif untuk lansia melibatkan keuntungan bagi individu,
seperti menjadi kakek-nenek atau mendapat diskon belanja. Transisi yang
melibatkan tingkat stress tnggi adalah yang berhubungan dengan kehilangan
12
Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Airlangga,2004), hlm.380

14
sesuatu yang penting, seperti kematian pasangan, hilangnnya pekerjaan atau
terkena penyakit berat. Pada situasi ini banuyak lansia harus berjuang keras
karena kurangnya kelompok dukungan untk tempat menyuarakan kesedihan
dan melepaskan emosi.13

6. Pola Pembinaan dan Bimbingan di Panti Wreda


Panti jompo bisa menjadi pilihan yang baik untuk menikmati hari tua.
Akan tetapi sebagian masyarakat Indonesia memandangnya sebagai suatu
yang negatif. Pandangan masyarakat tentang panti jompo dan orang tua yang
dititipkan di sana agaknya perlu diluruskan. Orang tua yang dititipkan di panti
jompo tidak berarti mereka terbuang, mereka tetap memiliki keluarga yang
merupakan bagian penting dari keberadaannya. Di panti jompo mereka
menemukan teman yang relatif seusia dengannya dimana mereka dapat
berbagi cerita.

Keberadaan lansia di panti jompo dengan berbagai karakter serta


memiliki berbagai problematika maka dipandang perlu untuk memberikan
suatu penanganan khusus sesuai kelebihan serta kekurangan yang mereka
miliki. Di panti jompo selain mendapatkan pelayanan berupa pemenuhan
kebutuhan dasar juga diberikan fungsi positif lainnya yaitu program-program
pelayanan sosial yang bisa memberikan kesibukan bagi mereka sebagai
pengisian waktu luang diantaranya pemberian Bimbingan Sosial, bimbingan
Mental Spiritual serta Rekreasi, penyaluran bakat dan hobi, terapi kelompok,
senam dan banyak kegiatan lainnya. Di panti, mereka mendapatkan fasilitas
serta kemudahan-kemudahan atau aksesibilitas lainnya. Selain bersama teman
seusianya, mereka juga mendapatkan pelayanan maksimal dari para pekerja
sosial dimana mereka menemukan hari-harinya dengan ceria.14

Satu pendekatan luas dan penting untuk dapat sukses memberikan


konseling kepada lansia menurut (Cox & Waller, 1994) adalah dengan
memperlakukan mereka sebagai orang dewasa. Masa tua adalah tahap
kehidupan yang unik dan melibatkan pertumbuhan yang berkelanjutan. Ketika
konselor memperlihatkan kemampuan konseling dasar seperti merefleksi
perasaan, menafsirkan isi, mengidentifikasi pola, mengajukan pertanyaan
terbuka , mevalidasi perasaan dan pemikiran, serta menghadapi ketidakpastian
dengan hati-hati. Dengan cara tersebut maka lansia akan merasa bebas untuk
mengeksplor kesulitan atau isu penyesuaian dan merespon secara tepat.

Strategi lain untk mendorong perubahan pada lansia adalah dengan


mengubah sikap orang-orang yang berada dalam sistem tempat hidup lansia.
Sering lansia bertingkah laku aneh karena lingkungannya dan mendorong
tingkah seperti itu. Selain memperlakukan lansia dengan hormat dan bekerja
13
Samuel T,Gading, konseling Profesi yang Menyeluruh ed.6, (Jakarta:PT INDEKS,2012),hlm.124
14
http://subhankadir..wordpress.com/2007/08/20/panti-werdha=adalah-pilihan/ diakses pada tgl 05-
04-2020 pukul 06.00

15
untuk menimbulkan perubahan dalam sistem, konselor dapat membantu lansia
menghadapi masalah khususnya. Tomine (19856) menegaskan bahwa layanan
konselng untuk lansia akan sangat membantu jika fleksibel dan praktis, seperti
bersifat mendidik dan berfokus pada penyelesaian masalah. Sebagai contoh,
Hitchcock (1984) meninjau kembali program-program sukses yang membantu
lansia mendapat pekerjaan. Sebuah program yang cukup berhasil adalah klub
kerja untuk lansia yang mencari pekerjaan, dimana dalam pertemuan-
pertemuan yang rutin diadakan, peserta bisa berbagi informasi tentang
lowongan pekerjaan.

Proses meninjau ulang kehidupan yang terstruktur juga terbukti


berguna dalam konseling dengan lansia. Pendekatan ini membantu mereka
memahami masa lalu dan mempersiapkan diri mereka untuk masa depan.
Selain itu, latihan rationa-emotive behavior therapy (terapi perilaku-emosi,
REBT) jangka pendek berhasil digunakan pada beberapa lansia dalam
meningkatkan pemikiran rasiaonal dan mengurangi kecemasan akan penuaan
(keller, Corake, & Brooking (1975).

Dalam bekerja dengan lansia, konselor sering menjadi murid dan lansia
menjadi guru kehidupannya.15 Jika tipe terbuka ini bisa dicapai, maka akan
lebih mungkin bagi klien untuk menangani kejadian-kejadian paling penting
dalam kehidupannya, sementara konselor akan lebih mudah mempelajari
dimensi kehidupan yang berbeda dan lebih mudah membantu dalam proses
ini.

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan masa tua


a. Kontelasi “nature-nurture” (pemasakan-belajar) pada permulaan proses
menjadi tua, seperti keturunan, sejarah pendidikan, kebiasaan aktifitas
fisik dan mental, kontak social, makanan dan sebagainya
b. Perubahan baru dalam system biologis (kesehatan, fungsi-fungsi
sensorik, dsb.)
c. Perubahan baru dalam sistem peranan social (kehilangan suami atau
istri, pensiun, kehilangan teman, peran social yang baru, dsb).
d. Konsistensi dan perubahan pada berbagai aspek fungsi kognitif
e. Konsistensi dan perubahan pada ciri-ciri kepribadian seperti: aktifitas,
suasana hati, penyesuaian, dsb.
f. Lingkup hidup individu, seperti konsep diri, situasi sosio ekonomis
orientasi agama dan nilai-nilai sikap terhadap kematian.
g. Kepuasan hidup dan tingkat keseimbangan yang dicapai antara
kehidupan individual dan situasi hidup yang nyata
h. Kemampuan untuk memperoleh keseimbangan kembali dengan
konfrontasi aktif dan tidak menyerah, melalui tingkah laku mengarah
prestasi, penyesuaian, dsb.
i. Kompetensi social sebagai ukuran global bagi kecapakan individu untk
memenuhi tuntunan social dan biologis
15
Samuel T.Gladding, Konseling Profesi yang Menyeluruh ed.6, (Jakarta:PT.INDEKS,2012), hlm.125-127

16
8. Lanjut usia ditinjau dari berbagai budaya
Setiap kelompok kebudayaan memiliki pandangan yang beragam terhadap
lanjut usia. Berikut ini dikemukakan pandangan beberapa pandangan budaya
tentang lansia

a. Budaya Amerika
Pada budaya ini masyarakat sangat menghargai dan membanggakan
kaum muda di banding kaum tua. Hurlock (1996) mencatat meberapa
mitos tentang lansia pada masyarakat Amerika, yaitu lansia dilukiskan
sebagai usia yang tidak menyenangkan, serba negative, dijadikan objek
humor dan digambarkan sebagai ketololan, loyo, bungkuk dan sebagainya.
Sebagai masyarakat matrealisme, pragmatis mayarakat lansia dipandang
sebagai populasi yang kurang berguna dan tidak produktif. Maka dari itu
orang tua lansia pada umumnya ditempatkan di panti jompo.

b. Budaya jawa
Masyarakat jawa membandingkan tempat yang terhormat pada lansia.
Orang tua atau lansia menempati hirarki social yang tinggi. Oleh karena itu
umunya masyarakat jawa berusaha untuk dapat memuliakan orang tua
yang lansia. Meski demikian penghormatan tersebut sangat dipengaruhi
oleh status sosial ekonomi dan budaya anak-anaknya, sehingga di jawa
pun di jumpai para lansia yang terlantar hidupnya.

c. Budaya Cina
Sebagaimana budaya jawa, budaya cina sangat menghormatilansia.
Apabila budaya jawa menghormati orang lansia Karena memiliki
stratifikasi sosial yang tinggi, budaya cina menghormati lansia karena
kedudukannya sebagai orangtua. Dalam hal penghormatan terhadap orang
tua budaya cina sangat diwarnai oleh ajaran kungfusianisme. Keluarga
bagi mayarakat cina memiliki kedudukan yang sangat penting dibanding
kedudukan individu dan sosial.

d. Agama Islam
Ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadist
memberikan tempat yang sangat terhormat bagi lansia. Dalam hadits
disebutkan bahwa “keridloan Allah terletak pada keridloan orang tua dan
murkanya Allah ada pada kemurkaan orangtua”. Di dalam kondisi apapun
anak tidak boleh menyakiti orangtua, berkata kasar dan sebagainya dan
berani pada orang tua dipandang dosa yang sangat besar. Di jelaskan pula
dalam al-Qur’an terpadapat pada surat al-Isra’ ayat 23-24 :
           
            

17
           
   

Artinya:

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain


Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai
berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Sebagai makhluk berbudaya seorang manusia pasti memiliki nilai-nilai budaya


yang dianut dan dijadikan pedoman dalam kehidupannya. Seperti juga manusia dalam

18
profesi yang lain, konselor juga memiliki nilai-nilai budaya yang dianut dan
dipedomani sebagai nilai kebenaran dalam menjalani hidup. Akan tetapi, seberapapun
besar dan kuat nilai budaya konselor mengikat dan mengakar pada diri konselor,
seorang konselor tidak boleh terus mengungkung dirinya sehingga bisa dari nilai-nilai
kebenaran yang mungkin saja muncul dari sudut pandang budaya yang berbeda
utamanya dari konseli.

Menurut Schertzer dan Stone (1980), konseling adalah “upaya membantu


individu melalui proses interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dsn konseli
agar konseli mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan
dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa
bahagia dan efektif perilakunya”. Populasi adalah sekumpulan individu dengan ciri
yang sama dan hidup menempati ruang yang sama pada waktu tertentu. Sedangkan
“Khusus” dalam konseling populasi khusus, maksudnya adalah khusus di sini berarti
ada kelompok individu/masyarakat dalam suatu interaksi dan kehidupannya yang
memiliki dinamika dan atau permasalahan umum yang serupa.

Jadi, pengertian dari Konseling Populasi Khusus adalah Proses pemberian


bantuan yang dilakukan konselor oleh konseli (individu atau kelompok) yang
mengalami suatu masalah dengan ciri-ciri yang sama dan menempati ruang yang
sama pada waktu tertentu secara khusus sehingga konseli memperoleh pemahaman
yang lebih tentang dirinya, lingkungannya dan masalahnya. Serta mampu
memecahkan masalah yang dihadapinya dengan mampu mengarahkan potensi yang
dimiliki ke arah perkembangan yabg optimal dan kemudian dapat mencapai
kebahagian dalam hidupnya.

Ssaran yang ada dipaper makalah kami adalah konseling populasi khusus bagi
panti asuhan dan panti werdha. Panti asuhan merupakan suatu lembaga usaha sosial
yang bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan kepada anak terlantar dengan
melaksanakan penyatuan dan pengentasan anak terlantar. Panti asuhan bisa juga
disebut sebagai pengganti orang tua bagi anak-anak terlantar, karena bertanggung
jawab dalam memberikan pelayanan kesehjateraan bagi mereka terutama kebutuhan
fisik, mental, dan sosial pada anak asuh supaya mereka memiliki kesempatan untuk
mengembangkan dirinya dan menjadi generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai
insan yang akan turut serta dalam bidang pembangunan sosial.

Panti jompo (rumah perawatan) merupakan sebuah tempat tinggal atau tempat
penampungan bagi orang-orang yang sudah tua. Panti jompo untuk menampung orang
lanjut usia yang miskin dan terlantar untuk diberikan fasilitas yang layak mulai dari
kebutuhan makan minum sampai kebutuhan aktualisasi. Para manula atau manusia
usia lanjut dapat bertemu dan menjalin persahabatan dengan teman-teman yang
sebaya. Selain itu, banyak panti-panti perawatan manula menyediakan aktifitas-
aktifitas positif misalnya menjahit, menyulam, renungan bersama, olahraga ringan dan
sebagainya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Mintarsih, Widayat.2015. Konseling Lintas Budaya (konsep dasar teori dan studi
kasus oada masyarakaat islam). Jerakah Tugu: CV. Karya Abadi Jaya
Desmita.2008. Psikologi Orang Dewasa.Batusangkar:STAIN Batusangkar Press
McGhie, Andrew. 1986. Penerapan Psikologi dalam Perawatan. Yogyakarta: Yayasan
Essentia Medica Andi

20
Hurlock,Elisabeth. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Airlangga
Gladding, Samuel T. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh edisi 6. Jakarta: PT.
Indeks
Al Jufri, Salim Segaf. 2011. Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga
Kesehjateraan Sosial Anak. Jakarta : Kemensos

21

Anda mungkin juga menyukai