Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Makalah
Disusun Oleh :
2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memahami arti menjadi seseorang sangat bervariasi dari satu kultur ke kultur
yang lain, pada dasarnya konseling dan psikoterapi berkembang dalam kultur yang
mengadopsi pemahaman tentang seseorang sebagai otonom, individu yang berdiri
sendiri, dengan berbagai batasan yang kuat dan daerah pengalaman yang bersifat
“dalam” dan prifat. (John Mcleod, 2008:277). Dari pendapat tersebut bisa dikatakan
bahwa konseling adalah profesi yang berhubungan degan kultur dalam pemahaman
aslinya dan kondisi konseling akan berbeda beda tergantung pada negara tempat
diterapkannya proses konseling tersebut. Dengan kata lain perbedaan di dalam dan
diantara budaya tidak seharusnya ditakuti dan dicurigai tetapi harusnya dihargai dan
dipahami sebagai perbedaan yang menunjuk kepada keragaman. Dalam memahami
klien lintas budaya seorang konselor memerlukan pemahan dan pengertian tentang
budaya-budaya yang berkembang saat ini menjadi tolak ukur dalam pelaksanaan
proses konseling.
Anak-anak merupakan aset yang sangat berharga bagi negara untuk masa yang
akan datang. Dalam undang-undang banyak pasal yang mengatur tentang
kesejahteraan anak baik untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan dan lain
sebagainya. Tentu tidak semua anak Indonesia memiliki nasib yang sama, ada
sebagian yang sangat membutuhkan perhatian lebih baik dari masyarakat maupun
pemerintah sebagai penyelenggara negara. Anak-anak yang terlantar harus ditangani
dengan tepat sehingga mereka tidak menjadi individu yang kelak akan berprilaku
menyimpang dalam masyarakat. Adanya panti asuhan sosial akan sangat membantu
dalam rangka mensejahterakan anak-anak yang terlantar. Panti asuhan sosial perlu
untuk mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah dikarenakan banyak anak-anak
yang terlantar yang ditampung di panti asuhan membutuhkan perhatian. Panti asuhan
haruslah memiliki kondisi yang layak dengan kriteria yang aman dan nyaman agar
anak-anak yang ada tidak semakin tertekan didalamnya. Dengan demikian tujuan dari
panti asuhan sosial dapat memberikan hasil yang optimal dalam mensejahterakan
anak-anak Indonesia yang kelak akan menjadi penerus bangsa.
Melalui panti asuhan inilah, pihak panti memberikan pelayanan kepada anak-
anak dengan mengasuh dan membina mereka penuh kasih sayang dan ketulusan. Di
panti asuhan ini anak-anak diberikan bekal keagamaan karena sangat mungkin bila
anak-anak yang putus sekolah kurang memahami agama. Dengan diberikannya bekal
keagamaan dimaksudkan supaya anak-anak mempunyai pegangan hidup untuk
keselamatan dirinya baik di dunia maupun di akhirat.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana implementasi Nila-Nilai Budaya dalam Komunikasi
Konseling?
2. Bagaimana penerapan Konseling Populasi Khusus di Panti Asuhan?
3. Bagaimana penerapan Konseling Populasi Khusus di Werda?
2
BAB II
PEMBAHASAN
a. Keterampilan Memperhatikan
3
saya mengenai ...”( pertanyaan terbuka) mungkin lebih sesuai apabila
menggunakan pertanyaan tertutup “anda sedang mengikuti kuliah ? Apkah
hambatan khusus belajar yang Anda alami?”
d. Keterampilan Menstruktur
Penstrukturan adalah keterampilan konselor untuk pembatasan
pembicaraan agar konseling dapat berjalan pada tujuan yang ingin dicapai.
Salah satu pembatasan adalah penegasan peran konselor, yaitu peran
konselor bukan untuk membuatkan keputusan bagi klien, bukan untuk
memberikan pemecahan masalah. Tetapi , bagi klien indonesia penegasan
peran konselor demikian tidak bisa dimengerti karena tidak sesuai budaya
yang dia ikuti bahwa konselor dianggap sebagai tokoh yang dia minta
bantuan untuk pemecahan masalah adalah tokoh yang mau dan mampu
memberikan pilihan jalan keluar dari masalah yang dialami.
e. Keterampilan Pemecahan Masalah
Salah satu dari tahap-tahap pemecahan masalah ialah memperjelas
nilai-nilai yang ada di belakang pilihan pribadi. Menurut budaya klien
indonesia, pertimbangan atas nilai-nilai bersangkutan dengan keluarga atau
orangtua hendaknya mendapat bobot yang tinggi. Anak dituntut untuk
menunjukkan penghormatan dan kesetiaan kepada orang tua pada
penentuan pilihan atau keputusan.
f. Keterampilan Memahami Jalan Pikiran Klien
Pandaangan Barat menyatakan bahwa individu yang sehat jika pola
pikir mereka lebih berdasar pada kerangka acuan internal, lebih
menekankan pada otonomi pribadi dan sumber kendali internal serta
sumber tanggung jawab internal. Klien indonesia, berdasar budaya
menalar sesuatu peristiwa lebih meninjau dari kerangka acuan eksternal
dengan sumber kendali eksternal dan sumber tanggung jawab eksternal
pula.
g. Keterampilan Memahami Tingkah Laku Klien
Konteks dan situasi sesaat dalam komunikasi serta guna memelihara
keserasian hubungan dengan orang lain maka klien Indonesia dapat
menjawab tidak atau ya atas pertanyaan yang dia terima, meskipun yang
sebenarnya bukan seperti apa yang dikatakan.1
1
Jurnal Konseling dan Pendidikan http:/jurnal.konselingindonesia.com Konseling bercorak
budaya:penerapannya dalam komunikasi konseling hal.7-9
4
d. Keterampilan dalam mengembangkan inisiatif (merumuskan tujuan ,
mengembangkan program)
e. Keterampilan dalam memengaruhi atau pemilihan strategi, seperti:
keterampilan menginterprestasi, keterampilan memilih strategi bntuan
yang tepat, keterampilan memberi pengaruh, keterampilan memberikan
dukungan (reassurance), keterampilan memberikan advisi atau informasi,
keterampilan memberikan umpan balik, keterampilan logical
consequences, keterampilan influencing summary dan sebagainya.
2
Jurnal Konseling GUSJIGANG vol.1 No. 2 Tahun 2015 ISSN 2460-1187 Dipublikasikan oleh : Program
Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus
3
Meity Taqdir Qodratillah, Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk Pelajar, hal 391
4
Salim Segaf Al Jufri, Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak,
(Jakarta: Kemensos,2011), hal.21
5
a) Keluarga anak tidak memberikan pengasuhan yang memadai sekalipun
dengan dukungan yang sesuai, mengabaikan, atau melepaskan
tanggung jawab terhadap anaknya.
b) Anak yang tidak memiliki keluarga atau keberadaan keluarga atau
kerabat tidak diketahui.
c) Anak yang menjadi korban kekerasan, perlakuan salah, penelataran
atau eksploitasi sehingga demi keselamatan dan kesejahteraan diri
mereka, pengasuhan dalam keluarga justru bertentangan dengan
kepentingan terbaik anak.
d) Anak yang terpisah dari keluarga karena bencana, baik konflik sosial
maupun bencana alam.5
6
cara memenuhi segala kebutuhan, baik berupa material maupun spiritual,
meliputi: sandang pangan, papan, pendidikan, kesehatan.
6
http://my note panti asuhan.html, diakses 02/04/2020, pukul 15.00
7
a. Membantu anak yang telah ditelantarkan orang tua maupun yang
dilahirkan tanpa ayah (anak haram) agar lebih bermotivasi dalam
menghadapi lingkungan sosial dalam hidup.
b. Membentuk karakter pribadi anak yang kuat dan berakhlakul karimah.
c. Membantu anak berkreatif agar dapat bersaing dalam kemajuan zaman.
d. Menciptakan generasi muda yang terpelajar, terutama dalam beragama.
e. Menciptakan generasi muda yang dapat menyebarkan kebaikan dan
berkehidupan yang bertaqwa kepada Allah SWT.
8
Seorang anak tinggal di panti asuhan tapi ia bersekolah di sekolah
umum biasa, dan saat ini ia duduk di kelas 5, sebut saja namanya Rian. Saat di
sekolah ia selalu merasa rendah diri, teman-teman yang seharusnya iba dan
prihatin atas nasibnya, malah mencemoohnya setiap hari. Hal ini membuat
mentalnya semakin lemah. Tidak hanya itu, seringnya teman-teman di sekolah
menghinanya saat ini ia sudah tidak mau berangkat sekolah lagi. Setelah
ditanyai bagaimana penghinaan teman-temannya, ia memberi tahu bahwa ia
dianggap sebagai “anak yang tidak diharapkan kelahirannya”, “anak yang
membawa sial”, dan lain sebagainya.
8
Widayat Mintarsih, Konseling Lintas Budaya (konsep dasar dan studi kasus pada masyarakat Islam),
Jrakah Tugu: CV. Karya Abdi Jaya,2015, hal.232-234
9
yang benar-benar telah berpengalaman dalam merawat orang tua yang
sudah berusia lanjut. Dalam kaitan ini, menitipkan orang tua di Panti
Jompo tidak masalah dengan syarat: (1) Orang tua merasa lebih berbahagia
berada di Panti Jompo misalnyakarena banyak teman-temannya yang
seusia dan tentunya komunikasinya “nyambung”. (2) Panti Jomponya baik,
artinya selain sarananya memadai juga para perawatnya melakukan tugas
dengan penuh kasih sayang. (3) Tidak ada komunikasi terputus antara
orang tua artinya keluarga sering-sering berkunjung.
10
membatasi kegiatan dan membuat orang lansia tak berdaya. Apalagi lansia
yang tinggal di panti jompo, yang jauh dari keluarga yang biasadekat
dengannya, dan harus beradabtasi dengan lingkungan barunya. Dikalangan
teman-teman seusianya yang mempunyai rasa sensitifitas yang tinggi,
adapun masalah-masalah yang biasa muncul dari lansia adalah:
a) Penurunan Sistem Kekebalan Tubuh
Penurunan Sistem Kekebalan TubuhPenurunan sistem kekebalan
tubuh menjadikan lansia rentanterhadap serangan berbagai penyakit.
Menjelang usia lanjut frekuensisakit pada lansia menjadi lebih sering
dibandingkan pada waktu muda.Pola penyakit yang menyerang lansia erat
kaitannya dengan penurunan fungsi kekebalan tubuh baik itu yang
berhubungan kesehatan jantung, pernafasan dan lain sebagainya. Demi
kelangsungan kehidupan orang tua yang sudah lanjut usia,maka pada
akhirnya mereka memustuskan menyerahkan sepenuhnya perawatan orang
tua, pada rumah khusus peerawatan (rumah panti) dengan harapan
perawatan orang tua lebih terjamin dari pada harus tinggal dan hidup
selamnya bersama anak-anak cucu.
b) Masalah Financial
Pada umumnya orang tua sudah menjalani usia lanjut atau masa
pension. Maka secara finansial, dapat di katakan sudah tidak memiliki
penghasilan tetap, sehingga sudah tidak mampu lagi untuk
membiayaihidup untuk diri sendiri dan keluarganya. Bagi keluarga yang
hidupnyasecara finansial pada level rendah, tentunya menjadi beban
tersendiri,karena secara ekonomis mereka masih kesulitan untuk
menanggung biaya beban hidup yang nilainya semakin bertambah,
sedangkan waktumereka telah habis terserap untuk mencari nafkah,
bahkan merekasering harus kerja ekstra tambahan untuk mendapatkan
finansialtambahan. Sehingga mereka terpaksa merelakan orang tua untuk
tinggaldan hidup selamanya di rumah khusus perawatan (rumah Panti
jompo).
c) Masalah Komunikasi
Bertambahnya usia bagi para lansia menyebabkan kesulitan
dalamkomunikasi, ditambah lagi dari faktor pendengaran yang
terganggumenyebabkan sulitnya komunikasi yang terjali diantara lansia.
d) Masalah Sosial
Di negara-negara berkembang, seperti di negara Indonesia, masih
banyak orang tua yang sudah lanjut usia dengan terpaksa harus tinggaldan
hidup di teras depan toko, bangunan kosong, di bawah jembatan,menempel
di rumah orang lain atau ditempat-tempat lain yang bisa digunakan untuk
tidur. Kondisi yang demikian ini sering mendapat penolakan dari berbgai
11
lapisan masyarakat karena sering menimbulkan hal-hal negatif dan
sebenarnya kondisi yang demikian ini merupakan tanggung jawab
pemerintah dan masyarakat. Oleh sebab itru pemerintah sering
mengadakan kegiatan pembersihan serta sosialisasi untuk meminta mereka
secara sadar dan sukarela untuk bersedia tinggal dan hidup dirumah khusus
perawatan (Rumah Panti Jompo).Meskipun masih ada sebagian besar yang
belum menyadari, tetapisudah ada sebagian yang bisa menerima secara
sadar dan sukarela. Bagi yang belum bisa menerima rata-rata mereka
mengatakan bahwa dengan cara hidup yang demikian tersebut mereka bisa
setiap hari memperoleh uang, meskipun suatu saat mereka harus menderita
sakit-sakitan, harus kehujanan, kedinginan, dan sebagainya.
e) Masalah Kesepian
Bagi orang tua yang menjalani masa pensiun atau yang sudah
lanjutusia, masa tersebut telah membuat mereka merasa kesepian, sehingga
kebutuhan mereka sering tidak terpenuhi. Sedangkan waktu yang dimiliki
oleh anggota keluarga sudah sangat sedikit sekali karenamereka harus
bekerja keras untuk mencari nafkah guna menghidupi anggota keluarga
yang lain seperti: biaya sekolah, kesehatan,membangun rumah, dan
sebagainya.Untuk menutup sebagian kebutuhan orang tua yang kurang
terpenuhi tadi, pada akhirnya mereka terpaksa merelakan orang tuamereka
harus tinggal dan hidup selamanya di rumah perawatan (rumahPanti
Jompo), dengan harapan mereka tidak merasa kesepian lagi,karena disana
mereka bisa bertemu dengan teman-teman yang seusia,dalam jumlah yang
cukup banyak. Memasuki usia lanjut atau disebut juga dengan usia lansia,
seorang merasakan kebutuhan yang akan penghargaan bahwa dirinya tetap
berguna.10
10
Andrew McGhie, Penerapan dalam perawatan, (Yogyakarta:ANDI,1986), hlm.149-156
12
Pada periode ini merupakan periode yang sangat rawan bagi lansia.
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangan bisa meruntuhkan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang
lansia.
g) Depresi
Persoalan hidup yang mendera lansia seprti kemiskinan, usia, stress
yang berkepanjangna, penyakit fisik yang tidak kunjung sembuh,
perceraian atau kematian pasangan dan sebagainya yang dapat
menyebabkan terjadinya depresi. Gejala depresi pada lansia berbeda denga
yang lain, pada lansia rentan untuk terjadi: harga diri rendah, penyalahan
diri sendiri, ide bunuh diri, penyebab terjadinya depresi merupakan
gabunga antara factor-faktor psikologis, sosial dan biologi. Lansia yang
mengalami depresi biasanya sering terlihat dengan hilangnya
tenaga/energy, hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur atau keluhan rasa
sakit dan nyeri kecemasan dan perlambatan motorik.
h) Gangguan cemas
Biasanya rasa cemas yang dialami lansia adalah mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan agama, dengan Tuhan atu dengan orang disekitarnya atas
apa yang diperbuat selama masa muda atau masa sebelum tuanya.11
e. Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality), konseling disini berguna
untuk memberikan support bagi lansia, yang mana konseling bertujuan untuk
menghilangkan persepsi yang negative tentang diri konseli.
11
Andrew McGhie, Penerapan dalam perawatan, (Yogyakarta:ANDI,1986), hlm.122-134
13
4. Cir-ciri lansia
Menurut Hurlock terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut usia:12
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari factor fisik dan factor
psikologis. Dalam hal ini motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila
memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika motivasi kuat maka
kemunduran itu akan lama terjadi.
5. Kebutuhan Lansia
Lansia si Amerika harus berhadapan dengan berbagi macam masalah
yang rumit saat menjalani transisi dari paruh baya ke status masyarakat senior,
termasuk perubahan kemampuan fisik, peran dalam kehidupan sosial,
hubungan, dan penampungan lansia. Menurut Havighurst (1959), lansia
dituntut agar bisa belajar mengatasi (a) meninggalnya teman dan pasangan, (b)
menurunnya kekuatan fisik, (c) pensiun dan berkurangnya pendapatan, (d)
waktu bersantai yang lebih banyak, (e) berkembangnya peran sosial baru. (f)
berhadapan dengan anak yang mendewasa.
14
sesuatu yang penting, seperti kematian pasangan, hilangnnya pekerjaan atau
terkena penyakit berat. Pada situasi ini banuyak lansia harus berjuang keras
karena kurangnya kelompok dukungan untk tempat menyuarakan kesedihan
dan melepaskan emosi.13
15
untuk menimbulkan perubahan dalam sistem, konselor dapat membantu lansia
menghadapi masalah khususnya. Tomine (19856) menegaskan bahwa layanan
konselng untuk lansia akan sangat membantu jika fleksibel dan praktis, seperti
bersifat mendidik dan berfokus pada penyelesaian masalah. Sebagai contoh,
Hitchcock (1984) meninjau kembali program-program sukses yang membantu
lansia mendapat pekerjaan. Sebuah program yang cukup berhasil adalah klub
kerja untuk lansia yang mencari pekerjaan, dimana dalam pertemuan-
pertemuan yang rutin diadakan, peserta bisa berbagi informasi tentang
lowongan pekerjaan.
Dalam bekerja dengan lansia, konselor sering menjadi murid dan lansia
menjadi guru kehidupannya.15 Jika tipe terbuka ini bisa dicapai, maka akan
lebih mungkin bagi klien untuk menangani kejadian-kejadian paling penting
dalam kehidupannya, sementara konselor akan lebih mudah mempelajari
dimensi kehidupan yang berbeda dan lebih mudah membantu dalam proses
ini.
16
8. Lanjut usia ditinjau dari berbagai budaya
Setiap kelompok kebudayaan memiliki pandangan yang beragam terhadap
lanjut usia. Berikut ini dikemukakan pandangan beberapa pandangan budaya
tentang lansia
a. Budaya Amerika
Pada budaya ini masyarakat sangat menghargai dan membanggakan
kaum muda di banding kaum tua. Hurlock (1996) mencatat meberapa
mitos tentang lansia pada masyarakat Amerika, yaitu lansia dilukiskan
sebagai usia yang tidak menyenangkan, serba negative, dijadikan objek
humor dan digambarkan sebagai ketololan, loyo, bungkuk dan sebagainya.
Sebagai masyarakat matrealisme, pragmatis mayarakat lansia dipandang
sebagai populasi yang kurang berguna dan tidak produktif. Maka dari itu
orang tua lansia pada umumnya ditempatkan di panti jompo.
b. Budaya jawa
Masyarakat jawa membandingkan tempat yang terhormat pada lansia.
Orang tua atau lansia menempati hirarki social yang tinggi. Oleh karena itu
umunya masyarakat jawa berusaha untuk dapat memuliakan orang tua
yang lansia. Meski demikian penghormatan tersebut sangat dipengaruhi
oleh status sosial ekonomi dan budaya anak-anaknya, sehingga di jawa
pun di jumpai para lansia yang terlantar hidupnya.
c. Budaya Cina
Sebagaimana budaya jawa, budaya cina sangat menghormatilansia.
Apabila budaya jawa menghormati orang lansia Karena memiliki
stratifikasi sosial yang tinggi, budaya cina menghormati lansia karena
kedudukannya sebagai orangtua. Dalam hal penghormatan terhadap orang
tua budaya cina sangat diwarnai oleh ajaran kungfusianisme. Keluarga
bagi mayarakat cina memiliki kedudukan yang sangat penting dibanding
kedudukan individu dan sosial.
d. Agama Islam
Ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadist
memberikan tempat yang sangat terhormat bagi lansia. Dalam hadits
disebutkan bahwa “keridloan Allah terletak pada keridloan orang tua dan
murkanya Allah ada pada kemurkaan orangtua”. Di dalam kondisi apapun
anak tidak boleh menyakiti orangtua, berkata kasar dan sebagainya dan
berani pada orang tua dipandang dosa yang sangat besar. Di jelaskan pula
dalam al-Qur’an terpadapat pada surat al-Isra’ ayat 23-24 :
17
Artinya:
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
18
profesi yang lain, konselor juga memiliki nilai-nilai budaya yang dianut dan
dipedomani sebagai nilai kebenaran dalam menjalani hidup. Akan tetapi, seberapapun
besar dan kuat nilai budaya konselor mengikat dan mengakar pada diri konselor,
seorang konselor tidak boleh terus mengungkung dirinya sehingga bisa dari nilai-nilai
kebenaran yang mungkin saja muncul dari sudut pandang budaya yang berbeda
utamanya dari konseli.
Ssaran yang ada dipaper makalah kami adalah konseling populasi khusus bagi
panti asuhan dan panti werdha. Panti asuhan merupakan suatu lembaga usaha sosial
yang bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan kepada anak terlantar dengan
melaksanakan penyatuan dan pengentasan anak terlantar. Panti asuhan bisa juga
disebut sebagai pengganti orang tua bagi anak-anak terlantar, karena bertanggung
jawab dalam memberikan pelayanan kesehjateraan bagi mereka terutama kebutuhan
fisik, mental, dan sosial pada anak asuh supaya mereka memiliki kesempatan untuk
mengembangkan dirinya dan menjadi generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai
insan yang akan turut serta dalam bidang pembangunan sosial.
Panti jompo (rumah perawatan) merupakan sebuah tempat tinggal atau tempat
penampungan bagi orang-orang yang sudah tua. Panti jompo untuk menampung orang
lanjut usia yang miskin dan terlantar untuk diberikan fasilitas yang layak mulai dari
kebutuhan makan minum sampai kebutuhan aktualisasi. Para manula atau manusia
usia lanjut dapat bertemu dan menjalin persahabatan dengan teman-teman yang
sebaya. Selain itu, banyak panti-panti perawatan manula menyediakan aktifitas-
aktifitas positif misalnya menjahit, menyulam, renungan bersama, olahraga ringan dan
sebagainya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Mintarsih, Widayat.2015. Konseling Lintas Budaya (konsep dasar teori dan studi
kasus oada masyarakaat islam). Jerakah Tugu: CV. Karya Abadi Jaya
Desmita.2008. Psikologi Orang Dewasa.Batusangkar:STAIN Batusangkar Press
McGhie, Andrew. 1986. Penerapan Psikologi dalam Perawatan. Yogyakarta: Yayasan
Essentia Medica Andi
20
Hurlock,Elisabeth. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Airlangga
Gladding, Samuel T. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh edisi 6. Jakarta: PT.
Indeks
Al Jufri, Salim Segaf. 2011. Standar Nasional Pengasuhan untuk Lembaga
Kesehjateraan Sosial Anak. Jakarta : Kemensos
21