Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DI BUAT OLEH :
NAMA : WAHYU EKA WULANDARI
NIM : A2R18093
PRODI : S1 KEP. TK 2 SEMESTER 4 B
1. Pengertian
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi
pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997 : 377).
2. Klasifikasi Talasemia
Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2
jenis yang utama adalah :
a. Alfa Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa – Thalasemia paling
sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal membawa 1
gen). Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a
b. Beta Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta – Thalasemia pada
orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara. Merupakan anemia
yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan
dalam sintesis rantai beta hemoglobin. Thalasemia beta meliputi:
1) Thalasemia beta mayor, Bentuk homozigot merupakan anemia
hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam
sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan.Kedua
orang tua merupakan pembawa “ciri”. Gejala – gejala bersifat
sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang
karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada
kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan
hepatosplenomegali.
2) Thalasemia Intermedia dan minor Pada bentuk heterozigot, dapat
dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada
pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal
agak rendah atau meningkat (polisitemia). Bilirubin dalam serum
meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat
c. Thalasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan d yang letak gen
nya diduga berdekatan).
d. Thalasemia d (gangguan pembentukan rantai d)
3. Etiologi
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen
cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus
memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang
diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak
menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.
a. Thalasemia Mayor
Karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit
yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan
anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak
dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan
memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita
thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18
bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa
muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies
cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang
hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang
yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin.
Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih
khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani
transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang
baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-
8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi
tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat
penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi
darah.
b. Thalasemia Minor
Individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu
hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau
thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan
thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak
mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini
akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam
keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering
mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan
akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya.
Gejala lain (khas) ialah bentuk muka mongoloid, hidung pesek tanpa
pangkal hidung; jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
Hal ini disebabkan karena adanya gangguan perkembangan tulang muka
dan tengkorak. (Gambaran radiologis tulang memperlihatkan medula yang
besar, korteks tipis dan trabekula kasar).
Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan. Jika pasien telah sering mendapat
tranfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan
besi dalam jaringan kulit.
5. Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai
alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau
kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan
rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan
kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang
meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus
menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak
seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi.
Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan
menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan
rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai
polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai
polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan
heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi
dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow,
produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC
secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya
destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow
menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 : 23-24)
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda
urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam
amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan
kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu
Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Hassan, 1985 : 49)
6. Pohon Masalah
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
Pada hapusan darah topi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik,
anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan
banyak sel normoblas). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan
daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat
mencapai nol Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya
HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik.
Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE
maupun HbS. Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan
SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh
hemosiderosis. Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit
sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni
berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
b. Pemeriksaan radiologis Gambaran radiologis tulang akan
memperlihatkan medula yang labor, korteks tipis dan trabekula
kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan “hair-on-end” yang
disebabkan perluasan sumsum tulang ke dalam tulang korteks.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel
darah merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis,
poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature, penurunan
hemoglobin dan hematrokrit.
2) Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
3) Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang
hiperaktif terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi
perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang
berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan
korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
4) Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis
pemeriksaan yang lebih maju.
8. Panatalaksanaan
a. Memberikan transfusi hingga Hb mencapai 10 gram/dl. Komplikasi
dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan
terjadinya pemupukan zat besi yang disebut hemosiderotis ini dapat
dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal)
b. S. Plenectomy: dilakukan untuk mengurangi penekanan pada
abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang
berasal dari suplemen (transfusi) (Suriadi, 2001 : 26)
Pada keluarga dengan riwayat thalasemia perlu dilakukan penyuluhan
genetik untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita
thalasemia. Pengidap thalasemia yang mendapat pengobatan secara baik
dapat menjalankan hidup layaknya orang normal di tengah masyarakat.
Sementara zat besi yang menumpuk di dalam tubuh bisa dikeluarkan
dengan bantuan obat, melalui urine. Penyakit thalasemia dapat dideteksi
sejak bayi masih di dalam kandungan, jika suami atau istri merupakan
pembawa sifat (carrier) thalasemia, maka anak mereka memiliki
kemungkinan sebesar 25 persen untuk menderita thalasemia. Karena itu,
ketika sang istri mengandung, disarankan untuk melakukan tes darah di
laboratorium untuk memastikan apakah janinnya mengidap thalasemia
atau tidak.
9. Komplikasi
a. Fraktur patologi
b. Hepatosplenomegaly
c. Gangguan tumbuh kembang
d. Difungsi organ, seperti: hepar, limpa, kulit jantung (Suriadi, 2001: 24)
10.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Mansjoer, Arif. dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid II, FKUI : Jakarta.
Suriadi S.Kp dan Yuliana Rita S.Kp, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, Edisi I.
PT Fajar Interpratama : Jakarta.