Anda di halaman 1dari 19

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504


pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama,1.667 pulau
diantaranya berpenduduk dan 11.799 tidak berpenduduk. Letak geostrategis
yang diapit oleh Samudera Hindia dan Samudera Pasifik menjadikan Indonesia
sebagai negara yang strategis dengan potensi sumberdaya kelautan yang
sangat prospektif dan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia Berdasarkan
data Ditjen.
Potensi perairan yang besar tersebut belum dimanfaatkan secara optimal
baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Dewasa ini pemerintah Indonesia
berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi perairan yang berada di
Indonesia, meliputi sumberdaya perikanan dan kelautan. Potensi perikanan dan
kelautan tersebut diharapkan mampu menyediakan pangan yang cukup dan
menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat Indonesia khususnya masyarakat
yang berada di sekitar daerah perairan serta memberikan tambahan devisa bagi
negara.
Salah satu komoditas unggulan Indonesia dalam sektor perikanan adalah
rumput laut. Hal ini dikarenakan permintaan rumput laut yang terus meningkat,
baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun kebutuhan luar negeri. Kebutuhan
rumput laut diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya
kebutuhan untuk konsumsi langsung maupun kebutuhan industri (makanan,
farmasi, kosmetik, dan lain-lain) (Kordi, 2011).
Produksi rumput laut diharapkan setiap tahunnya meningkat sehingga
mampu memenuhi kebutuhan rumput laut baik di pasar domestik maupun di
pasar dunia. Produksi rumput laut Indonesia berasal dari pengambilan di laut dan
serta pembudidayaan. Pembudidayaan rumput laut dapat dilakukan di laut
maupun di tambak. Potensi lahan Indonesia yang sangat luas, serta peningkatan
kebutuhan rumput laut baik di pasar domestik maupun pasar dunia menjadi awal
yang baik untuk prospek pengembangan rumput laut di Indonesia. Produksi
rumput laut yang diekspor ke berbagai negara masih dalam bentuk rumput laut
kering, sehingga keuntungan yang diperoleh dari hasil perdagangan masih
sangat rendah. Diversifikasi produk sangat dibutuhkan agar produksi yang dijual
memiliki nilai tambah yang lebih. Negara-negara tujuan ekspor rumput laut
Indonesia adalah Jepang, Hongkong, RRC, Filipina, Australia, Amerika, Prancis,
Jerman, Cili, Spanyol, Inggris, dan lain-lain. Spesies rumput laut yang diekspor
Indonesia antara lain Eucheuma, Gracilaria, Gelidium, dan Hypnea. Rumput laut
jenis Eucheuma mendominasi produksi dan ekspor Indonesia. Indonesia sebagai
salah satu produsen rumput laut di dunia menjadi negara pemasok nomor dua
rumput laut jenis Eucheuma setelah Filipina (Kordi, 2011).
Provinsi Sulawesi Selatan posisinya cukup strategis karena selain
sebagai pintu gerbang di kawasan timur Indonesia juga fasilitas transportasi yang
akan dapat menghubungkan antara kota Makassar sebagai ibu kota provinsi
dengan berbagai daerah kabupaten yang tersebar di Sulawesi Selatan cukup
lancar. Memadainya fasilitas perhubungan tersebut tentunya sangat mendukung
kegiatan usaha budidaya perikanan termasuk kegiatan budidaya rumput laut,
baik untuk kepentingan fasilitas budidaya maupun pemasaran hasil produknya.
Fenomena alam dan lingkungan tersebut sangat mendukung pengembangan
pembangunan perekonomian dari berbagai sektor termasuk sektor perikanan.
Status budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan telah dinobatkan oleh
pemerintah setempat sebagai salah satu komoditas unggulan sektor perikanan.
Terpilihnya komoditas rumput laut sebagai komoditas unggulan dilatar belakangi
oleh beberapa aspek yaitu budidaya rumput laut bersifat mudah dilakukan,
bersifat massal, cepat panen, tidak padat modal, menyerap tenaga kerja,
permintaan tinggi, dan harga yang menguntungkan (Nurdjana, 2006).
Diharapkan mulai tahun 2012 Sulawesi Selatan sudah dapat menjadi
sentra produksi rumput laut terbesar di Indonesia, sekaligus menempatkan
Indonesia sebagai penghasil rumput laut terbesar kedua di dunia setelah Chili.
Untuk mempercepat laju perkembangan budidaya rumput laut, Pemerintah
Sulawesi Selatan mentargetkan pada tahun 2009 status agrobisnis rumput laut
meningkat menjadi agroindustri rumput laut. Pemasaran hasil produk rumput laut
dan harganya cukup stabil, baik untuk pasar ekspor maupun untuk pasarlokal,
hal ini terlihat bahwa pada tahun 2006 produksi Gracilaria sp. Dari hasil budidaya
di tambak mencapai 15.144,8 ton dengan Rp 213.946,6,- dan produksi
Eucheuma sp. sebesar 403.201 ton dengan nilai yaitu sebesar Rp
604.801.500.000,- (Anonim, 2007).
Pembudidaya hanya sekedar membudidayakan tanpa melakukan usaha
pengolahan rumput laut. Umumnya penjualan rumput laut dilakukan dalam
bentuk bahan mentah (produk kering), sehingga nilai tambah dari rumput laut
belum dinikmati oleh petani atau nelayan. Selain itu, untuk mengolah rumput laut
menjadi produk karageenan, alginate diperlukan peralatan yang memadai,
teknologi proses dan biaya yang tinggi sehingga para petani tidak dapat
melakukan pengolahan tersebut.
Santoso dan Nugraha (2008), mengemukakan bahwa rumput laut dapat
diandalkan sebagai salah satu produk perikanan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat di pesisir karena teknologi yang digunakan sederhana dan murah
sehingga cocok untuk masyarakat pesisir dengan kondisi ekonomi dan
pendidikan yang masih rendah. Salah satu upaya peningkatan nilai tambah dari
rumput laut adalah pengolahan rumput laut menjadi penganan ringan. Salah satu
penganan ringan yang mudah untuk dilakukan adalah stik. Stik merupakan istilah
untuk produk olahan kering atau snack yang berbentuk batang-batang kecil.
Produk stik memiliki cita rasa gurih dan tekstur renyah sehingga sangat disukai
oleh semua orang. Selama ini, produk stik yang beredar di pasaran berbahan
baku tepung (pati) yang bersumber dari sumber pangan yang mengandung
karbohidrat/pati dari darat seperti beras, jagung, umbi. Rumput laut berpotensi
untuk dikembangkan sebagai bahan baku stik sebab rumput laut mengandung
serat sama halnya dengan sumber karbohidrat dari darat (Suarni, 2009).
Kabupaten Takalar memiliki potensi sumber daya alam perikanan laut,
pertanian, perkebunan dan peternakan serta pariwisata. Salah satu potensi
sumber daya laut  yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
kabupaten Takalar adalah budidaya rumput laut. Budidaya rumput laut di Takalar
memiliki keunggulan, salah satunya adalah  sepanjang musim dapat diproduksi
(panen) dan masa panen rata-rata 40 hari, yang didukung  bentangan pesisir
pantai sepanjang tujuh kilometer di wilayah kecamatan Mangarabombang,
Mappakasunggu dan Sanrobone. Berdasarkan data bulan Januari – Desember
2012,  produksi rumput laut yang paling banyak dihasilkan kabupaten Takalar,
yakni jenis Cottonii  berkisar 427.834 ton (basah)  dan  Gracillaria  berkisar
46.512 ton (basah). Takalar dinilai sangat menjanjikan untuk masa depan petani
rumput laut. Ini lah yang menjadi prioritas Pemprov untuk dikembangkan.
Terlebih, yaitu komoditas rumput laut di Takalar yang sudah mendapatkan
kepercayaan dari pengusaha luar. Salah satunya negara yang dipercaya yaitu
Korea (DKP Kab. Takalar, 2013).
Seiring dengan makin meningkatnya produksi rumput laut khususnya
jenis Eucheuma cottoni di Kabupaten Takalar Kecamatan Magarabombang dan
mempunyai prospek ekspor yang cukup cerah, maka perlu untuk dikaji sejauh
mana kelayakan dari komoditas rumput laut Eucheuma cottoni di Kabupaten
Takalar untuk komoditi ekspor, sehingga memicu kesadaran masyarakat untuk
menghasilkan rumput laut yang sesuai dengan kriteria ekspor gengan luas area
dan tingkat penyerapan tenaga kerja yang besar serta trend perkembangan
produksinya yang terus meningkat dan pengaruhnya terhadap perekonomian
masyarakat setempat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang,maka masalahnya pokoknya
yang dapat didentifikasikan adalah :
1. Apakah komoditas rumput laut (Eucheuma cottoni) yang dihasilkan
memenuhi kualifikasi untuk layak ekspor ?
2. Apakah komoditas rumput laut (Eucheuma cottoni) yang dihasilkan dapat
mendukung perekonomian masyarakat ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalh yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui komoditas rumput laut Euchema cottoni yang dihasilkan
Desa Laikang Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar memenuhi
kualifikasi untuk layak di ekspor.
2. Untuk mengetahui komoditas rumput laut Euchema cottoni di Desa Laikang
Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar yang dihasilkan dapat
mendukung perekonomian masyarakat.
Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu dapat digunakan oleh para
perencana didaerah ini sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan prioritas
sector ekonomi dalam rangka pengembangan daerah Sulawesi Selatan. Serta
bagi pemerintah daerah berguna untuk dijadikan suatu langkah dalm membuat
kebijaksanaan pembangunan daerah dengan melihat peluang pengembangan
ekonomi daerah ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Potensi Rumput Laut


Indonesia sebagai Negara maritime yang memiliki garis pantai kedua
terpanjang di dunia dan 80% wilayah laut. Cahaya matahari sepanjang tahun
membuat laut Indonesia tetap hangat dan menyangga banyak keanekaragaman
hayati di dalamnya, terutama rumput laut. Laut perairan laut Indonesia serta
keragaman jenis rumput laut merupakan cerminan dari potensirumput laut
Indonesia, hanya jenis 18 jenis dari 5 genus (marga) yang sudah
diperdagangkan. Dari kelima marga tersebut, hanya genus-genus Euchema dan
Gracilaria yang sudah dibudidayakan (Anggadiredja, 2006).
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) potensi lahan perikanan
budidaya yang dimiliki Indonesia untuk jenis tambak 1.224.000 ha, kolam
526.000 ha, perairan umum 20.173.776 ha, sawah 5.963.000 ha dan laut
24.000.000 ha. Luas perairan potensial pulau - pulau kecil Indonesia 1.560.000
km2 dengan luas perairan yang dimanfaatkan sebesar 1.092.000 km2 dan luas
perairan potensial untuk rumput laut adalah sebesar 10.920 km2 (Bengen, 2013).
Rumput laut adalah tumbuhan yang hidup di laut dan merupakan jenis
makroalga. Tanaman ini adalah ganggang multiseluler divisi Thallophyta. Rumput
laut tidak termasuk tumbuhan sejati karena tidak memiliki akar, batang dan daun.
Tumbuhan ini biasanya hidup di dasar perairan yang masih terkena cahaya
matahari. Berdasarkan pigmen, warna rumput laut terbagi atas 4 jenis yaitu
;ganggang biru (Cyanophyceae), ganggang hijau (Chlorophyceae), ganggang
merah (Rodophyceae) dan ganggang coklat (Phaeophyceae). Rumput laut
memiliki nutrisi yang sangat beragam dengan kadar yang cukup tinggi, mencapai
10-20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat (Yudhi, 2009).
Rumput laut merupakan tumbuhan yang tidak dapat dibedakan antara
batang, akar, dan daun. Bagian tumbuhan secara keseluruhan disebut thallus.
Memerlukan substrat untuk menempel seperti karang. Hidupnya diperairan
karang yang dangkal dan jernih serta cukup mendapat sinar matahari. Bentuk
thallus rumput laut tergantung pada jenisnya. Eucheuma mempunyai thallus.
Pencabangannya tidak teratur, ujungnya runcing berwarna coklat ungu atau hijau
kuning (Winarno, 2000).
Rumput laut dapat menghasilkan devisa serta pendapatan masyarakat terutama
masyarakat pesisir. Karena rumput laut yang utamanya dari kelas rhodophyceae
(ganggang merah) selain mengandung karaginan dan agar - agar juga
mempunyai kandungan gizi yang penting yaitu yodium. Salah satu jenis rumput
laut merah yang bernilai ekonomis penting yaitu rumput laut Eucheuma cottoni.
Eucheuma cottoni adalah rumput laut penghasil karaginan (carragenophyte).
Jenis karaginan yang dihasilkan dari rumput laut ini adalah kappa karagenan
(Winarno, 2008).
Klasifikasi Eucheuma menurut adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Sulieracea
Genus : Eucheuma
Spesies : Eucheuma sp

Gambar 1. Rumput Laut (Eucheuma cottoni)

Ciri – ciri Eucheuma cottoni yaitu thallus silinder; permukaan licin, cartilageneus
(menyerupai tulang rawan/muda); serta berwarna hijau terang, hijau olive dan
cokelat kemerahan. Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul,
ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan) dan duri lunak/tumpul untuk melindungi
gametangia. Percabangan bersifat dichotomus (percabangan dua - dua) atau
Trichotomus (sistem percabangan tiga - tiga). Habitat rumput laut Eucheuma
cottoni memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu,
rumput laut ini hanya mungkin hidup pada lapisan fotik, yaitu kedalaman sejauh
sinar matahari masih mampu mencapainya (Anggadireja, 2008).
Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting yaitu dalam dunia
perdagangan internasional sebagai dalam penghasil ekstrak karaginan. Kadar
karaginan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54 – 73 % tergantung
pada jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. Karaginan merupakan getah rumput
laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan
air panas (hot water) atau larutan alkali pada temperatur tinggi dan penting untuk
pangan (Samsuari, 2006).
Euchema cottoni sebagai penghasil karaginan mempunyai kandungan serat
yang tinggi. Kadar serat makanan dari rumput laut Eucheuma cottoni mencapai
67,5% yang terdiri dari 39,47% serat makanan yang tak larut air dan 26,03%
serat makanan yang larut air sehingga karaginan berpotensi untuk dijadikan
sebagai bahan makanan yang menyehatkan. Hal Ini didasarkan pada banyak
penelitian bahwa makanan berserat tinggi mampu menurunkan kolesterol darah
dan gula darah (Kasim, 2004).
B. Budidaya Rumput Laut
Seiring kebutuhan rumput laut yang semakin meningkat, baik untuk memenuhi
kebutuhan dalam maupun luar negeri, sekaligus memperbesar devisa negara
dari sektor non-migas, maka cara terbaik untuk tidak selalu menggantungkan
persediaan dari sumberdaya alam berbasiskan karbon adalah dengan akan
melakukan budidaya. Hingga saat ini, produksi terbesar rumput laut di Indonesia
hampir seluruhnya didukung oleh kegiatan budidaya. Berdasarkan data
Kementerian Kelautan dan Perikanan, bahwa sekitar 99,73% produksi rumput
laut Indonesia berasal dari hasil budidaya. Hal tersebut dapat terjadi karena
potensi alam laut sangat mendukung sehingga hampir dapat dilakukan di seluruh
wilayah Indonesia (Azanza, 2002).
Menurut Asaad 2008, keunggulan budidaya rumput laut antara lain adalah
banyak menyerap tenaga kerja. Aktivitas ekonomi seperti bertani, bertambak,
menangkap ikan yang awalnya merupakan mata pencaharian utama telah
bergeser yaitu menjadi pekerjaan sampingan (secondary source of income).
Penyerapan tenaga kerja usaha budidaya rumput laut juga tidak memandang
perbedaan gender dan umur. Sekitar 75%-80% dari urutan dan beban pekerjaan
yang berkaitan dengan budidaya rumput laut dilakukan secara merata oleh kaum
pria dan wanita. Hal yang mendasari distribusi pekerjaan yang merata adalah
ketersediaan tenaga kerja yang memadai, pekerjaan mudah dilakukan oleh siapa
saja, nilai rupiah yang didapatkan relatif besar, tidak adanya pandangan yang
membedakan peran perempuan dan laki-laki. Secara umum, budidaya rumput
laut Indonesia masih dilakukan dengan cara tradisional, bersifat sederhana, dan
belum banyak mendapat input teknologi dari luar (Anonim, 2007).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya rumput laut, adalah:
1. Pemilihan lokasi yang memenuhi persyaratan bagi jenis rumput laut yang
akan dibudidayakan. Hal ini perlu karena ada perlakukan yang berbeda
untuk tiap jenis rumput laut.
2. Pemilihan atau seleksi bibit, penyediaan bibit, dan cara pembibitan yang
tepat.
3. Metode budidaya yang tepat.
4. Memeliharaan selama musim tanam
5. Metode panen dan perlakuan pascapanen yang benar.
Kini, budidaya rumput laut tidak hanya dilakukan di perairan pantai (laut) tetapi
juga sudah mulai digalakkan pengembangannya di perairan payau (tambak).
Budidaya di perairan pantai sangat cocok diterapkan pada daerah yang memiliki
lahan tanah sedikit (sempit), serta berpenduduk padat, sehingga diharapkan
pembukaan lahan budidaya rumput laut di perairan dapat menjadi salah satu
alternatif untuk membantu mengatasi lapangan kerja yang semakin kecil.
Kegiatan budidaya rumput laut Eucheuma cottoni merupakan lapangan
kerja baru yang bersifat padat karya dan semakin banyak peminatnya karena
teknologi budidaya dan pasca panen yang sederhana dan mudah serta
pemakaian modal yang relative rendah, sehingga dapat dilaksanakan oleh petani
beserta keluarga lainnya. Dengan demikian usaha ini tepat untuk dikembangkan
sebagai upaya penyediaan lapangan kerja dan memperluas kesempatan
berusaha (Winarno, 2000).
Kandungan rumput laut umumnya adalah mineral esensial (besi, iodin,
aluminum, mangan, calsium, nitrogen dapat larut, phosphor, sulfur, khlor. silicon,
rubidium, strontium, barium, titanium, cobalt, boron, copper, kalium, dan unsur-
unsur lainnya), asam nukleat, asam amino, protein, mineral, trace elements,
tepung, gula dan vitamin A, D, C, D E, dan K (Anonim, 2011).
Ada beberapa metode budidaya rumput yang sering diterapkan
masyarakat yaitu (Anggadireja, 2006) :
1. Lepas Dasar
Metode lepas dasar dilakukan dengan cara membentangkan tali ris yang
telah berisi ikatan tanaman rumput laut pada tali ris utama dan posisi tanaman
berada sekitar 30 cm diatas dasar perairan. Patok unit lepas dasar berukuran
500m2 .
Pada metode ini umumnya melakukan dilakukan dilokasi yang memiliki
substrat dasar karang berpasir atau pasir dengan pecahan karang dan terlindung
dari hempasan gelombang. Biasanya, lokasi dikelilingi oleh karang pemecah
gelombang. Disamping itu, lokasi untuk metode ini harus memiliki kedalaman
sekitar 0,5 m pada saat surut rendah dan 3 m pada saat pasang tertinggi.
2. Rakit Apung
Metode rakit apung merupakan budidaya rumput laut dengan cara
mengikat rumput laut pada tali ris yang diikat pada rakit apung yang terbuat dari
bamboo. Satu unit rakit apung berukuran (2,5 x 5,0) m yang dapat dirangkai
menjadi satu dengan unit lainnya. Satu rangkai maksimal 5 unit dengan jarak
antar rangkaian sekitar 1,0 m. Kedua rangkaian diikat dengan tali yang
diujungnya diberi pemberat atau jangkar agar rakit tidak hanyut oleh arus atau
gelombang. Jarak tanam antar rumput laut sekitar (25 x 25) cm dengan berat
bibit 100 g untuk setiap ikatan/rumpun. Tanaman harus selalu berada dibawah
permukaan air dan mulai keempat sampai panen. Tanaman diusahakan berada
pada kedalaman sekitar 30 – 40 cm di bawah permukaan air.
3. Long Line
Metode Long Line adalah metode budidaya rumput laut dengan tali yang
dibentangkan,masing-masing tali ukurannya 50- 100 m dan setiap jarak 25 m
diberi pelampung kemudian ujung-ujungnya diberi jangkar.
Pemilihan lokasi budidaya rumput laut merupakn salah satu hal yang
perlu diperhatikan. Pilihlah lokasi pesisir pantai yang tidak tercemar sampah
industry, limbah rumah tangga dan lainnya yang dapat menurunkan daya dukung
lingkungan terhadap perkembangan rumput laut yang dikembangkan.
Selain itu, lokasi hari terhindar dengan angina kencang dan gelombang besar,
karena dapat merusak rumput laut yang dibudidayakan. Mengingat makanan
rumput laut berasal dari aliran air yang melewati, gerakan air yang cukup harus
diperhatikan, karena selain dapat membawa nutrisis juga dapat mencuci kotoran
yang menempel, membantu pengudaraan dan mencegah flukuasi suhu air yang
besar.
C. Kualitas Rumput Laut
Kualitas rumput laut dipengaruhi oleh 3 hal penting yaitu teknik budidaya,
umur panen, dan pasca panen:
1. Teknik budidaya
a. Pemilihan lokasi
Keberhasilan budidaya rumput laut sangat ditentukan sejak
penentuan lokasi. Hal ini dikarenakan produksi dan kualitas rumput laut
dipengaruhi oleh factor-faktor ekologi yang meliputi kondisi substrat perairan,
kualitas air, iklim dan geografis dasar perairan. Factor lain yang tidak kalah
pentingnya dalam penentuan lokasi yaitu factor kemudahan (aksesbilitas),
resiko (masalah keamanan), serta konflik kepentingan (pariwisata,
perhubungan dan taman laut nasional).
b. Persiapan Penanaman
Persiapan penanaman rumput laut E. cottoni meliputi penyediaan
peralatan budidaya sesuai dengan metode dengan yang akan digunakan
serta penyediaan bibit yang baik. Peralatan yang dilakukan harus
disesuaikan dengan metode yang akan digunakan.
Secara garis besar, peralatan yang digunakan antara lain patok kayu,
bamboo, jangkar, (bila menggunakan metode rakit apung), tali polietilen
(tambang plastic), tali raffia dan pelampung. Persiapan penanaman yang
paling penting yaitu pemilihan dan penganangan bibit rumput laut E. cottoni
sebelum ditanam. Untuk lokasi baru, biasanya bibit didatangkan dari daerah
lain yang sudah berkembang dan kemungkinan berasal dari tempat yang
cukup jauh. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan yang baik
sehingga tingkat kerusakan dan kematian bibit tersebut bias dimaksimalkan.
c. Penanaman
Penanaman E. cottoni dapat dilakukan menggunakan beberapa
metode. Ada 3 metode yang sudah dikenal masyarakat serta dikembangkan
secara luas yaitu : metode lepas dasar, rakit apung dan rawai. Pemilihan
lokasi tersebut tergantung pada kondisi geografis lokasi.
d. Pemeliharaan
Pemeliharaan pertumbuhan untuk tiga metode yang sering digunakan
hampir sama, yaitu membersihkan lumpur dan kotoran yang melekat pada
rumput laut, menyulam tanaman yang rusak atau repas dari ikatan,
mengganti tali, patok, bamboo dan pelampung yang rusak dan menjaga
tanaman dari serangga predator seperti ikan dan penyu.
2. Umur Panen
Akhir dari suatu kegiatan budidaya adalah panen. Pada saat inilah akan
diketahui baik buruknya kualitas dan kuantitas rumput laut sebagai hasil dari
kegiatan budidaya. Hal yang sangat penting untuk diperhatikan yaitu umur
tanaman pada saat panen, cara panen dan pasca panen yang dilakukan.
Umumnya, rumput laut akan cukup baik untuk dipanen pada umur tanaman
berkisar pada 6 – 8 minggu.
Tidak hanya teknik budidaya, kualitas rumput laut juga dipengaruhi oleh
umur tanaman, cara panen dan keadaan cuaca pada saat panen. Rumpur laut
siap panen pada umur 1,5 – 2 bulan setelah tanam. Apabila panen dilakukan
kurang dari umur tersebut maka akan dihasilkan rumput laut berkualitas rendah.
Hal ini dikarenakan kandungan agar/karanginan juga rendah, tetapi kadar airnya
tinggi. Kondisi seperti initidak dikehendaki oleh industry pengolahan rumput laut
sehingga akan dihargai lebih rendah atau bahkan tidak dibeli.
Panen dilakukan sebaiknya pada pagi hari supaya rumput laut yang
dipanen sempat dijemur terlebih dahulu sebelum disimpan. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi kerusakan kualitas sebelum dijemur kembali pada keesokan
harinya.
3. Penanganan Pasca Panen
Penanganan pasca panen merupakan kegiatan atau proses yang dimulai
dari sejak setelah tanaman di panen, yaitu meliputi pencucian, pengeringan
pembersihan kotoran atau garam, pengepakan, dan serta penyimpanan
(Anggadireja, 2006).
a. Pencucian
Rumput laut E. cottoni dicuci dengan air laut pada sat panen sebelum
diangkat ke darat.
b. Pengeringan/penjemuran
Rumput laut yang telah bersih dikeringkan dengan cara dijemur
diatas para-para bamboo atau diatas plastic, terpal, atau jaring sehingga
tidak terkontaminasi oleh tanah atau pasir. Pada kondisi panas matahari
baik, rumput laut akan kering dalam waktu 2 – 3 hari. Kadar air pada rumput
laut yang harus dicapai dalam pengeringan berkisar 31 – 35 %, selama
pengeringan, kedua jenis rumput laut diatas tidak boleh terkena air tawar,
baik air hujan maupun embun.
c. Pembersihan kotoran/garam
Pada saat dijemur/dikeringkan, akan terjadi penguapan air laut dari
rumput laut yang membentuk butiran garam yang melekat dipermukaan
thallusnya. Butiran garam tersebut perlu dibuang dengan cara mengayak
atau mengaduk-aduk rumput laut kering sehingga butiran garam turun.
Apabila masih banyak butiran garam melekat maka butiran garam tersebut
akan kembali menghisap uap air diudara sehingga rumput laut menjadi
lembab kembali dan dapat menurunkan kualitas rumput laut itu sendiri.
Selain itu, kotoran lain seperti tali raffia atau jenis rumput lain yang melekat
harus dibuang. Rumput laut dikatakan berkualitas baik bila total garam dan
kotoran yang melekat tidak lebih dari 3 – 5%, sesuai dengan permintaan
industry.
d. Pengepakan
Rumput laut yang sudah kering dan bersih dimasukka kedalam
karung plastic besar, sebesar 70 – 90 kg per karung. Apabila akan dilakukan
pengangkutan dengan container melalui kapal kargo, rumput laut yang
dikemas perlu di press dengan berat 50 kg. Kemudian, rumput laut tersebut
di bungkus plastic (seperti karung plastic) supaya memudahkan dan
menghemat tempat dalam penyimpanan dan pengangkutan disamping juga
akan menghemat biaya transportasi.
e. Pengangkutan
Selama proses pengangkutan, rumput laut harus dijaga agar kita
terkena air tawar maupun air laut. Kualitas rumput laut yang terkena air akan
menurun dalam penyimpanan, bahkan bias rusak atauhancur bila kondisi
tersebut berlangsung dengan waktu lama.
f. Penyimpanan
Dalam penyimpanan, senantiasa rumput laut harus dijaga agar tidak
terkena air tawar. Oleh karena itu, atap atau gudang tidak boleh bocor dan
sirkulasi udara dalam gedung harus cukup baik. Tumpukan kemasan rumput
laut diberi alas papan kayu agar tidak lembab.
D. Ekspor Rumput Laut Indonesia
Produksi rumput laut yang diekspor ke berbagai negara masih dalam
bentuk rumput laut kering, sehingga keuntungan yang diperoleh dari hasil
perdagangan masih sangat rendah. Diversifikasi produk sangat dibutuhkan agar
produksi yang dijual memiliki nilai tambah yang lebih. Negara-negara tujuan
ekspor rumput laut Indonesia adalah Jepang, Hongkong, RRC, Filipina, Australia,
Amerika, Prancis, Jerman, Cili, Spanyol, Inggris, dan lain-lain. Spesies rumput
laut yang diekspor Indonesia antara lain Eucheuma, Gracilaria, Gelidium, dan
Hypnea. Rumput laut jenis Eucheuma mendominasi produksi dan ekspor
Indonesia. Indonesia sebagai salah satu produsen rumput laut di dunia menjadi
negara pemasok nomor dua hasil rumput laut jenis Eucheuma setelah Filipina
(Kordi, 2011).
E. Kriteria Rumput Laut Ekspor
Pemasaran rumput laut terdiri dari simpul-simpul pedagang
local,antarpulau dan eksportir yang hampir merupakan model yang sama di
seluruh Indonesia. Petani akan menjual hasil panennya pada pedagang local
sebagai pengumpul. Dari pedagang atau pedagang antar pulau dijual ke
pedagang di kota. Selanjutnya,oleh pedagang di kota, rumput laut dijual ke
industry didalam negeri atau eksportir.
Simpul-simpul perdagangan ini tidak bisa diputus mengingat jarak yang
jauh antara produsen rumput laut atau pembudidaya rumput laut dengan pasar
hilirnya, yaitu pabrikan atau prosesor dan eksportir. Setiap simpul akan
memproses lebih lanjut hasil panen pertanian rumput lut dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas supaya bisa diterima pabrikan pengolahan rumput
laut,baik didalam maupund luar negeri. Pemprosesan di tingkat eksportir antara
lain menjemur kembali untuk mendapatkan kadar air yang disyaratkan. Selain itu,
garam dan kotoran yang masih menempel pada rumput laut juga di buang
dengan cara mengayak rumput laut melalui kasa kawat. Persyaratan ekspor E.
cottoni adalah kadar air (%) 31 – 5%, kotoran dan garam (%) maks 5, dan
rendemen min 25 (%) (Anggadireja, 2006).
F. Pendapatan
Pendapatan adalah keuntungan atau hasil bersih yang diperoleh petani
dari hasil produksinya. Pendapatan adalah hasil penjualan dikurangi total
pengeluaran. Chandra (2001) mendefinisikan pendapatan sebagai yang berupa
gaji, seawa keuntungan merupakan suatu arus uang yang akan diukur dalam
nidang tertentu. Pendapan sebagai selesih antara penerimaan semua biaya yang
dikeluarkan selama melakukan kegiatan usaha. Dengan kata lain penerimaan
dikurangi biaya produksi maka hasilnya adalah pendapatan (Soekartawi, 2002).
Soekartawi (2003) menyatakan bahwa pendapan ada 2 macam yaitu
pendapatan kotor atau penerimaan dan pendapatan bersih. Penerimaan adalah
perkalian antara hasilpenjualan produksi dan biaya usaha tani. Besarnya total
jumlah penerimaan (TR) dihitung berdasarkan jumlah produksi rumput laut dalam
sekali proses produksi dikali dengan rumput laut saat itu. Rumus yang di
gunakan untuk menghitung penerimaan yaitu :
TR = P x Q
Keterangan :
TR = Total Revenuel/Total Penerimaan (Rp)
P = Price/Harga (Rp)
Q = Quantity/Jumlah (Rp)

Jumlah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi dapat di hitung


dengan rumus :

TC = TFC + TVC
Keterangan :
TC = Total Cost/Biaya Total (Rp)
TFC = Total Fixed Cost/ Total Biaya Tetap (Rp)
TVC = Total Variable Cost/Total BiayaVariabel (Rp)

Pendapatan bersih sangat tergantung pada dua factor utama yaitu


penerimaan dan biaya usahatani. Cara mengatahi pendapatan bersih, maka
dapat digunakan rumus berikut :

Pd = TR – TC
Keterangan :
Pd = Pendapatan (Rp)
TR = Total Revenue/Total Penerimaan (Rp)
TC =Total Cost/Total Biaya (Rp)
Pendapatan dari suatu usaha bergantung pada hubungannya antara
biaya produksi yang dikeluarkan dengan jumlah penerimaan darihasil penjualan.
Salah satu cara untuk memperoleh keuntungan ialah dengan sewajarnya supaya
dapat memperoleh keuntungan sesuai dengan yang diinginkan.

G. Kesejahteraan Masyarakat
Peningkatan pendapatan oleh masyarakat sering kali tidak dapat
memperhitungkan akibat yang ditimbulkan, terutama dampaknya terhadap
ekologis, yang secara simultan berdampak terhadap sosial ekonomi secara
menyeluruh. Kemajuan yang pesat bidang teknologi memicu masyarakat turut
serta memacu meningkatkan pendapatan dengan berbagai cara dengan
melibatkan seluruh aspek kehidupan di lingkungannya (Danang, 2008).
Dalam masyarakat Indonesia, kondisi sejahtera itu diartikan hidup aman
dan bahagia karena semua kebutuhan dasar dapat terpenuhi, seperti makanan
yang cukup, gizi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, pendapatan yang layak,
dan perlindungan. Definisi kesejahteraan sosial dibedakan menjadi 3 kelompok,
yaitu; kesejahteraan yang meliputi jasmaniah, rohaniah dan serta bukan
merupakan perbaikan dan pemberantasan keburukan sosial tertentu saja.
Kesejahteraan sosial menurut Friediander dalam Suud (2006:8) “kesejahteraan
sosial merupakan system yang terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dan
lembaga-lembaga sosial, yang dimaksudkan untuk membantu individu-individu
dan kelompok-kelompok agar mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang
memuaskan dan hubungan-hubungan personal dan sosial yang memberi
kesempatan kepada mereka untuk memperkembangkan seluruh kemampuan
dan untuk menungkatkan kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
keluarga dan masyarakatnya” definisi tersebut merupakan definisi kesejahteraan
sosial sebagai sebuah keadaan, yang mencerminkan bahwa manusia adalah
makhluk sosial yang harus saling membantu agar menciptakan suasana yang
harmonis dan sejahtera. Wickeden menjelaskan tentang kesejahteraan sosial
sebagai sebuah pelayanan, bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu system
peraturan, program-program, kebaikan-kebaikan, pelayanan-pelayanan yang
memperkuat atau menjamin penyediaan pertolongan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan sosial yang diakui sebagai dasar bagi penduduk dan
keteraturan sosial. Yang terakhir, arti kesejahteraan sosial sebagai sebuah ilmu.
Menurut suhartono, orang-orang yang mempunyai berbagai maca, kebutuhan
akan pelayanan tersebut khususnya yang tidak dapat memenuhi berdasarkan
kriteria pasar, maka mereka menjadi sasaran atau perhatian kesejahteraan sosial
(Harsono, 2006).

H. Kerangka Pikir
Potensi rumput diberbagai daerah sangatlah mendukung sehingga
perkembangan budidaya rumput laut di berbagai daerah cukup pesat, salah
satunya di Kabupaten Takalar tepatnya di Desa Laikang Kecamatan
Magarabombang yang merupakan kawasan/wilayah pesisir yang potensial untuk
usaha budidaya rumput laut. Wilayah pesisir yang dulunya merupakan wilayah
penangkapan ikan oleh nelayan beralih menjadi lahan budidaya rumput laut yang
setiap tahunnya bertambah luas. Sehubungan dengan hal tersebut maka rumput
laut menjadi salah satu komoditas yang mempunyai peluang pasar yang sangat
bagus di pasar luar negeri. Kualitas rumput laut yang dihasilkan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu teknik budidaya, umur panen dan penanganan pasca
panen. Dengan memperhatikan ketiga faktor tersebut maka akan menghasilkan
rumput laut yang berkualitas sehingga dapat memenuhi kriteria ekspor rumput
laut sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Mengacu pada asumsi tersebut maka dapat diasumsikan apabila ingin
menghasilkan rumput laut yang berkualitas maka harus memperhatikan
beberapa hal sehingga rumput laut yang dihasilkan rumput laut untuk ekspor.
Kerangka pemikiran penelitan ini dapat dilihat pada skema berikut:

Potensi Rumput Laut

Budidaya

Petani

Kualitas Rumput Laut


 Teknik Budidaya
 Umur Panen
 Penanganan Pasca Panen

Kriteria Rumput Laut Ekspor


 Kadar Air
 Kotoran dan Garam
 Rendemen Pendapatan
 Investasi
 Biaya Tetap
 Biaya Variabel
Daya Saing Ekspor

Kesejahteraan Masyarakat

Gambar 2: Kerangka Pikir Analisis Kelayakan Ekspor Rumput Laut (Eucheuma


cottoni) Untuk Ekspor di Desa Laikang Kecamatan Magarabombang
Kabupaten Takalar.
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2017
berlokasi di Desa laikang Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar.
Lokasi penelitian ditentukan dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Takalar
merupakan salah satu daerah penghasil rumput laut di Sulawesi Selatan.

B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian menggunakan survey yaitu informasi dikumpulkan dari
responden dengan menggunakan kuesioner. Penelitian survey menggunakan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif kemudian serta dianalisis dengan baik
(Prasetyo, 2005).

C. Metode Pengambilan Sampel


Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana
(Simple Random Sampling), yaitu sampel diambil sedemikian rupa sehingga
setiap populasi mempunyai kesempatan sama untuk dijadikan sebagai sampel.
Dan sensus dalam menentukan informasi yaitu pedagang pengumpul dan
pengekspor. Jumlah populasi pembudidaya rumput laut sebanyak 197 orang,
sampel yang diambil sebanyak 10 – 15% atau 20 orang responden, 2 orang
pedagang pengumpul, dan 1 orang pengekspor sebagai informan pada
penelitian ini. Menurut (Prasetyo, 2005) yang menyatakan bahwa jika jumlah
sampel kurang dari 100 maka lebih baik diambil semua, tetapi jika jumlah sampel
lebih dari 100 maka lebih baik diambil 10 – 15% dari jumlah populasi atau
tergantung dari kemampuan peneliti, luas wilayah dan besarkecilnya resiko uang
ditanggung peneliti.

D. Sumber Data
Teknis pengumpulan data melalui wawancara dan observasi langsung
untuk memperoleh data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung
yang berkaitan dengan bidang penelitian yaitu jumlah dan jumlah alat produksi,
jumlah tenaga kerja, biaya input, biaya ouput. Data sekunder diperoleh dari Dinas
Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar.

E. Analisi Data
Adapun analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui apakah komoditas rumput
laut Eucheuma cottoni yang dihasilkan memenuhi kualifikasi untuk layak di
ekspor adalah metode analisis deskriptif dengan analisis kuantitatif, yaitu
data diperoleh dan dikumpulkan kemudian dianalisis berdasarkan metode
yang diterapkan, dengan tujuan untuk mengetahui apakah komoditas rumput
laut Eucheuma cottoni yang dihasilkan memenuhi kualifikasi untuk layak
diekspor.
2. Analisi data yang digunakan untuk mengetahui apakah komoditaf rumput lau
Eucheuma cottoni yang dihasilkan dapat mendukung perkonomian
masyarakat adalah analisis pendapatan.
Analisis pendapatan adalah suatu bentuk pengamatan terhadap nilai
akhir dari pendapatan yang diperoleh setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang
ada dari pengeluaran lainnya. Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi
pembudidayaan rumput laut (Hermiati, 2005).
Pendapatan/keuntungan didefinisikan sebagai penerimaan dikurangi
dengan biaya-biaya persamaannya sebagai berikut :

Pd = TR – TC

Dimana :
Pd = Pendapatan Bersih
TR = Total Revenue (total penerimaan) (Rp)
TC = Total Cost (Rp)

Untuk mencari total penerimaan dapat digunakan rumus :

TR = P x Q

Dimana :
TR = Total Revenue (total penerimaan)
P = Harga Jual (Rp/Kg)
Q = Jumlah Produksi

Sedangkan untuk mencari total cost dapat digunakan rumus :

TC = FC + VC

Dimana :
TC = Total Cost (Total Biaya) (Rp)
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap) (Rp)
VC = Variabel Cost (Biaya variable)

Anda mungkin juga menyukai