Anda di halaman 1dari 7

LEGAL OPINION

Oleh : Satria Ardyrespati Wicaksana, S.H.

I. Kasus Posisi

Cek dan Bilyet Giro (selanjutnya disebut BG) merupakan surat berharga yang memiliki
fungsi dapat diperdagangkan yang cara pencairan dananya secara memiliki banyak
persamaan. Namun ternyata memiliki akibat hukum yang berbeda bagi pihak yang
menerbitkannya (Penarik) ketika Cek maupun BG tersebut dinyatakan gagal bayar.
Perbedaan yang dimaksud adalah bahwa bagi penerbit BG akan dinyatakan melakukan
wanprestasi, sedangkan bagi penerbit Cek akan dinyatakan melakukan tindak penipuan.

II. Pertanyaan Hukum

Mengapa Cek dan BG memiliki akibat hukum yang berbeda bagi pihak yang
menerbitkannya ketika dananya tidak tersedia ?

III. Dasar Hukum

1. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang


2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
4. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 18/41/PBI/2016 tentang Bilyet Giro

IV. Pendapat Hukum

Definisi dan Karakteristik Cek dan BG

1. Cek

Cek merupakan perintah tertulis dari nasabah pada bank untuk menarik dananya
dalam jumlah tertentu atas namanya atau yang ditunjuk. Dengan kata lain, cek
menjadi surat perintah tanpa syarat dari nasabah pada bank di mana nasabah tersebut
menyimpan uangnya.

Dalam cek tersebut, terdapat nama penerima uang atau pemegang cek. Artinya, jika
seseorang memiliki cek yang ditujukan atas nama dirinya, bank harus membayar
sejumlah uang sesuai dengan nominal yang disebutkan di dalam cek. Pembayaran
uang dari pihak bank kepada pemegang cek bisa berupa uang tunai atau
pemindahbukuan uang ke rekening pemegang cek. Pencairan cek bisa dilakukan di
bank yang bukan mengeluarkan cek tersebut. Caranya dengan melakukan kliring.
Hanya saja prosesnya tidak dapat selesai saat itu juga. Kliring biasanya memakan
waktu satu hari.

1
Cek yang kita kenal di Indonesia terbagi dalam lima jenis, yaitu:

1. Cek Atas Nama

Cek Atas Nama adalah cek yang diterbitkan atas nama seseorang atau badan
hukum tertentu yang tertulis dengan jelas di dalam cek tersebut. Contohnya,
apabila di dalam sebuah cek tertulis perintah “bayarlah kepada saudara Rafi
sejumlah Rp5.000.000” atau “bayarlah kepada PT Makmur Jaya senilai
Rp25.000.000“ maka cek inilah yang disebut sebagai Cek Atas Nama.” Namun,
ada catatan bahwa kata-kata seperti “atau pembawa” di belakang nama yang
disebutkan harus dicoret.

2. Cek Atas Unjuk

Cek Atas Unjuk merupakan kebalikan dari Cek Atas Nama. Di dalam Cek Atas
Unjuk, tidak terdapat nama penerima atau badan hukum yang ditunjuk sehingga
siapa saja yang membawa cek tersebut dapat menguangkannya. Contohnya, di
dalam cek tersebut hanya tertulis “bayarlah cash atau tunai” atau tidak ditulis kata-
kata apa pun.

3. Cek Silang

Cek Silang merupakan cek yang di bagian pojok kiri atas diberi dua tanda silang.
Cek Silang atau Cross Cheque ini sengaja diberi tanda silang agar fungsinya
berubah dari tunai menjadi nontunai atau pemindahbukuan.

4. Cek Mundur

Cek Mundur merupakan cek yang diberi tanggal mundur dari tanggal sekarang.
Misalnya, hari ini tanggal 7 September 2016. Namun, di dalam cek tersebut tertulis
tanggal 12 September 2016. Jenis yang seperti inilah yang disebut sebagai cek
mundur. Hal ini terjadi karena ada kesepakatan antara pemberi dan penerima cek.
Yang salah satu sebabnya mungkin belum ada dana pada saat itu.

5. Cek Kosong

Cek Kosong atau blank cheque merupakan cek yang dananya tidak tersedia di
dalam rekening giro. Misalnya, Tuan Joko ingin mencairkan cek sejumlah Rp70
juta. Namun, jumlah uang di dalam rekening gironya hanya Rp50 juta. Ini berarti
ada kekurangan dana sebesar Rp20 juta apabila ingin menariknya. Sangat jelas
bahwa dana dalam cek jumlahnya kurang dibandingkan dengan jumlah dana yang
ada.

Agar cek memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan pasal 178 Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD), cek harus memiliki beberapa
kriteria, di antaranya:

2
1. Pada surat cek, harus ada tulisan “CEK”.
2. Cek harus berisi perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
3. Di dalam cek harus tertera nama bank yang harus membayar (ditarik).
4. Harus ada penyebutan tanggal dan lokasi tempat cek di keluarkan.
5. Tanda tangan penarik.

Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi yang menggunakan cek adalah:

1. Penarik (drawee) adalah giran yang menerbitkan cek atau pihak yang memiliki
kewajiban pembayaran;

2. Pemegang (namer, holder), dalam hal ini adalah kreditur atau pemilik piutang;

3. Tertarik (betrokkene, drawee, payee), adalah pihak lain (biasanya bank) yang
memperoleh perintah dari Penarik untuk membayar kepada Pemegang atau
Pembawa atau Pengganti dari Pemegang;

4. Pembawa (toonder, bearer), adalah siapapun yang memegang cek dengan


klausula kepada pembawa;

5. Pengganti (order), adalah adalah siapapun yang namanya tercantum dalam cek
dengan klausula kepada pengganti;

6. Endosant (Indorser) adalah pemegang cek dengan klausula kepada pengganti


yang mengalihkan hak tagih kepada pihak lain yang namanya tercantum sebagai
pengganti.

Untuk cek yang diterbitkan dan dibayarkan di Indonesia, harus diunjukkan dalam
tenggang waktu 70 hari, sejak tanggal penerbitannya (Pasal 206 KUHD) ditambah 6
bulan tenggang waktu sebelum kadaluwarsa (Pasal 229 KUHD).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cek :

1. Dalam cek tidak berlaku tanggal efektif, sehingga pembayaran wajib dilakukan
pada saat diunjukkan;
2. Apabila tempat pembayaran tidak ditulis dalam cek, maka nama tempat di
samping nama bank pembayar dianggap sebagai tempat pembayaran (Pasal 179
KUHD);
3. Bila ada beberapa tempat yang ditulis, maka nama tempat yang ditulis
terdahululah yang dianggap sebagai tempat pembayaran (Pasal 179 KUHD);
4. Jika petunjuk-petunjuk dalam butir 1, 2 dan 3 di atas tidak ada, maka pembayaran
dianggap di kantor pusat bank pembayar (Pasal 179 KUHD);
5. Jika tempat dimana cek itu diterbitkan tidak tertulis, maka tempat yang tertulis di
samping nama penerbit dianggap sebagai tempat diterbitkannya warkat cek (Pasal
179 KUHD);
6. Tiap-tiap cek harus ditarik di bank yang mengelola dana untuk keperluan penerbit
atau giran (Pasal 180 KUHD);

3
7. Cek tidak boleh diaksep, karena berfungsi sebagai alat pembayaran tunai,
sehingga apabila cek diaksep maka akseptasi tersebut dianggap tidak ada (Pasal
181 KUHD);
8. Cek dapat diterbitkan untuk keperluan penerbit sendiri.

2. Bilyet Giro (BG)

Bilyet Giro secara khusus diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (selanjutnya disebut
PBI) No. 18/41/PBI/2016 tentang Bilyet Giro.

Ketentuan pasal 1 angka 3 PBI No. 18/41/PBI/2016 mendefinisikan Bilyet Giro


sebagi surat perinah dari Penarik kepada Bank Tertarik untuk melakukan
pemindahbukuan sejumlah dana kepada rekening penerima.

Dari pengertian/definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak yang


terkait dengan penggunaan bilyet giro adalah :
 Bank Tertarik, yakni bank yang diperintahkan oleh Penarik untuk melakukan
pemindahbukuan sejumlah dana dengan menggunakan Bilyet Giro
 Penarik, yakni pemiliki Rekening Giro yang menerbitkan Bilyet Giro
 Penerima, yakni pemilik rekening yang disebutkan namanya dalam Bilyet
Giro untuk menerima sejumlah dana.
 Bank Penerima, yakni bank yang menatausahakan rekening Penerima

Sebagaimana ditentukan dalam pasal 2 dan 3 PBI tersebut di atas, bahwa dalam
penggunaan Bilyet Giro sebagai surat berharga berlaku prinsip umum, yaitu :
1. Sebagai sarana perintah pemindahbukuan
2. Tidak dapat dipindahtangankan
3. Diterbitkan dalam mata uang Rupiah
4. Ditulis dalam bahasa Indonesia, dan harus memenuhi syarat-syarat formal :
a. Nama “Bilyet Giro” dan nomor Bilyet Giro
b. Nama Bank Tertarik
c. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan sejumlah dana
atas beben Rekening Giro Penarik
d. Nama dan nomor rekening Penerima
e. Nama Bank Penerima
f. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf
secara lengkap
g. Tanggal penarikan
h. Tanggal efektif, harus berada dalam tenggang waktu pengunjukan
i. Nama jelas Penarik
j. Tanda tangan Penarik

Perbedaan Antara Cek dan BG

Bahwa berdasarkan definisi dan karakteristik Cek dan BG sebagaimana telah diuraikan
di atas, menunjukkan beberapa perbedaan yang signifikan antara Cek dan BG. Adapun
perbedaan signifikan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
4
1. Tanggal Efektif dan Tanggal Terbit

Berdasarkan tanggal terbitnya, Cek dan BG memiliki ketentuan yang berbeda. Cek
tidak memiliki perbedaan antara tanggal terbit dan tanggal efektif. Dengan demikian
sejumlah dana yang terdapat di dalam cek bisa saja langsung dicairkan sesaat setelah
cek tersebut diterbitkan, dengan kata lain bisa dicairkan kapan saja setelah diterbitkan
dan belum kadaluwarsa (vide pasal 206 dan 229 KUHD).

Hal ini berbeda dengan ketentuan yang terdapat di dalam BG. Sebab tanggal efektif
dan tanggal terbitnya bisa saja berbeda. Yang dimaksud dengan tanggal efektif pada
BG adalah tanggal sejumlah dana tersebut dapat dipindahtangankan kepada orang
yang dituju. Sementara tanggal terbit di dalam BG adalah tanggal pada saat giro
tersebut diterbitkan pemiliknya. Dalam hal ini, bisa saja sejumlah dana yang tertera di
dalam giro tersebut belum tersedia atau belum bisa dipindahbukukan ke
rekening penerimanya.

2. Tanggal Jatuh Tempo


Sebagaimana telah dijelaskan pada poin nomor 1 di atas, bahwa Cek tunai tidak
mengenal tanggal jatuh tempo. Sejumlah dana yang tertera pada cek tersebut bisa
langsung diuangkan sesaat setelah cek tersebut diterbitkan. Dengan kata lain,
sejumlah dana tersebut telah tersedia dan bisa langsung diuangkan penerimanya.

Sementara BG memiliki tanggal jatuh tempo dan hal ini menjadi salah satu hal yang
penting sekali untuk dicermati penerima BG. Sejumlah dana yang terdapat di dalam
BG tersebut tidak bisa dipindahbukukan ke rekening penerima sebelum tanggal jatuh
tempo tiba. Artinya, sejumlah dana tersebut bisa saja belum tersedia ketika BG
tersebut diterbitkan.

3. Pencairan Dana

Cek setara dengan dana tunai (cash). Yang berarti sejumlah dana di dalamnya bisa
langsung dicairkan/diuangkan ke bank yang tertera di dalam cek tersebut. Sementara
pencairan BG harus melalui proses pemindahbukuan. Di mana sejumlah dana tersebut
akan dipindahbukukan terlebih dahulu ke rekening penerima. Lalu bisa dicairkan atau
ditarik penerima yang bersangkutan.

Akibat Hukum Bagi Penerbit Cek dan BG Ketika Gagal Bayar

Setelah mengetahui definisi, karakter, serta perbedaan dari Cek dan BG, maka dapat kita
ketahui akibat hukum bagi penerbit (Penarik) ketika Cek atau BG ditolak oleh pihak
Tertarik/Bank Tertarik (gagal bayar) baik dengan alasan dana tidak tersedia/mencukupi
maupun rekening telah ditutup.
5
Mengingat karakteristik dari cek yang setara dengan dana tunai (cash) dan dapat
langsung dicairkan/diuangkan ke Bank Tertarik yang tertera di dalam cek tersebut, maka
seseorang yang menerbitkan Cek (Penarik) haruslah dianggap telah mengetahui
secara pasti bahwa jumlah dana yang dicantumkan telah tersedia pada rekening.
Bahwa perbuatan lahiriah (actus reus) yang disengaja, dengan niat batin (mens rea)
memang untuk menipu dari Penerbit/Penarik Cek yang sejak semula memang
mengetahui cek tersebut kosong atau dananya tidak tersedia sedangkan Pemegang cek
berasumsi bahwa cek tersebut dapat dicairkan, maka terhadap Penerbit/Penarik Cek
tersebut dapat dijerat dengan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam pasal
378 KUHP.

Adapun ketentuan pasal 378 KUHP mengatur sebagi berikut :

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan
tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.”

Hal tersebut di atas diperkuat pula dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.
133 K/Kr/1973 tanggal 15 November 1975 yang kaidah hukumnya menyatakan bahwa:
“Seseorang yang menyerahkan cek, padahal ia mengetahui bahwa cek itu tidak ada
dananya, perbuatannya merupakan tipu muslihat sebagaimana termasuk dalam
Pasal 378 KUHP”

Lain halnya dengan Bilyet Giro yang harus melalui proses pemindahbukuan dan
memiliki tanggal jatuh tempo atau tanggal efektif, yang artinya pemindahbukuan hanya
dapat dilakukan sesuai dengan tanggal efektif yang dicantumkan dalam BG. Setelah
pemindahbukuan tersebut dilaksanakan, barulah dana tersbut dapat dicairkan.

Dalam hal ini Penerbit/Penarik BG disamakan dengan seseorang yang sedang berhutang,
yang secara tidak langsung menyatakan Penerbit/Penarik BG mengakui hutangnya,
namun untuk saat ini (tanggal penerbitan BG) dana yang dicantumkan memang belum
tersedia, dan baru tersedia pada tanggal efektif yang dicantumkan dalam BG. Dengan
kata lain ada maksud dari Penerbit/Penarik BG untuk mengusahakan agar dana tersebut
sudah tersedia pada saat tanggal jatuh tempo (tanggal efektif) yang tertera pada BG. Hal
tersebut diperkuat pula dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 5096K/
PDT/1998 tanggal 28 April 2000 yang kaidah hukumnya menyatakan bahwa :

“Pemberian/pembayaran yang dilakukan dengan bilyet giro kepada seseorang dapat


disamakan dengan pengakuan hutang dengan demikian terbukti si pemberi mengakui
mempunyai hutang”

Berdasarkan uraian tersebut maka Penerbit/Penarik BG dianggap memiliki hutang yang


harus dibayarkan dan pembayarannya dijanjikan oleh Penerbit/Penarik BG pada tanggal
jatuh tempo (tanggal efektif) yang dicantumkan pada BG. Dengan demikian apabila
6
ternyata Penerbit/Penarik BG tidak bisa menyediakan dana pada saat tanggal jatuh
tempo (tanggal efektif) maka Penerbit/Penarik BG dianggap melakukan ingkar
janji/wanprestasi. Hal tersebut diperkuat pula dengan Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI No. 63/PDT/1987 tanggal 15 Oktober 1988, yang kaidah hukumnya
menyatakan bahwa :

“Dalam hal tergugat membayar harga barang yang dibelinya dengan giro bilyet
yang ternyata tidak ada dananya/kosong, dapat diartikan bahwa tergugat telah
melakukan wanprestasi dan mempunyai hutang atau pinjaman kepada penggugat
sebesar harga barang tersebut..”

V. Kesimpulan

Cek dan BG memiliki ciri khasnya, namun yang ciri khas yang paling mencolok dari
kedua surat berharga ini meliputi tanggal penerbitan, tanggal efektif, tanggal jatuh tempo
dan cara pencairan dananya. Ciri khas itulah yang memberikan pembeda akibat hukum
bagi Penerbit/Penariknya ketika dana yang dicantumkan tidak tersedia (gagal bayar). Bagi
Penerbit/Penarik Cek yang tidak mampu menyediakan dananya sesuai dengan yang
dicantumkan dalam cek, maka akibat hukumnya akan dijerat dengan tindak pidana
penipuan. Sedangkan bagi Penerbit/Penarik BG yang tidak mampu menyediakan dananya
pada saat tanggal jatuh tempo (tanggal efektif) sesuai dengan yang dicantumkan dalam
BG, maka akibat hukumnya dinyatakan wanprestasi.

VI. Penutup

1. Penyusunan Pendapat Hukum ini dilakukan atas dasar dokumen hukum,


keterangan atau informasi yang diberikan kepada kami ;
2. Pendapat Hukum ini kami buat berdasarkan kaidah hukum Indonesia yang relevan
dan berlaku pada saat Pendapat Hukum ini disusun;
3. Pendapat Hukum ini dibuat dengan sebenarnya, untuk dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Surabaya, 4 September 2019

Kantor Hukum
JOHANES DIPA WIDJAJA, S.H., S.Psi & Partners

ttd

SATRIA ARDYRESPATI WICAKSANA, S.H.

Anda mungkin juga menyukai