Anda di halaman 1dari 4

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kabupaten Takalar memiliki potensi sumber daya alam perikanan

laut, pertanian, perkebunan dan peternakan serta pariwisata. Salah satu

potensi sumber daya laut  yang dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat kabupaten Takalar adalah budidaya rumput laut. Budidaya

rumput laut di Takalar memiliki keunggulan, salah satunya adalah 

sepanjang musim dapat diproduksi (panen) dan masa panen rata-rata 40

hari, yang didukung  bentangan pesisir pantai sepanjang tujuh kilometer di

wilayah kecamatan Mangarabombang, Mappakasunggu dan Sanrobone.

Berdasarkan data bulan Januari – Desember 2012,  produksi rumput laut

yang paling banyak dihasilkan kabupaten Takalar, yakni jenis Cottonii

berkisar 427.834 ton (basah)  dan  Gracillaria  berkisar 46.512 ton

(basah). Takalar dinilai sangat menjanjikan untuk masa depan petani

rumput laut. Ini lah yang menjadi prioritas Pemprov untuk dikembangkan.

Terlebih, yaitu komoditas rumput laut di Takalar yang sudah mendapatkan

kepercayaan dari pengusaha luar. Salah satunya negara yang dipercaya

yaitu Korea (DKP Kab. Takalar, 2013).

Pembudidaya hanya sekedar membudidayakan tanpa melakukan

usaha pengolahan rumput laut. Umumnya penjualan rumput laut dilakukan

dalam bentuk bahan mentah (produk kering), sehingga nilai tambah dari

rumput laut belum dinikmati oleh petani atau nelayan. Selain itu, untuk

mengolah rumput laut menjadi produk karageenan, alginate diperlukan


peralatan yang memadai, teknologi proses dan biaya yang tinggi sehingga

para petani tidak dapat melakukan pengolahan tersebut.

Masyarakat pesisir sebagai suatu komunitas memiliki karakteristik

”survival of the fittest” yang sangat lekat atau menjadi ciri dalam

kehidupannya. Salah satu bentuk strategi sosial (adaptasi) yang

senantiasa dilakukan dalam menghadapi lingkungan pekerjaan serta

kondisi-kondisi dari berbagai keterbatasan yang dialami adalah melalui

pertukaran sosial atau jaringan sosial. Konteks jaringan sosial (social net)

untuk jaringan produksi dan pemasaran yang terbentuk, ternyata

seringkali kepadanya hanya ditempatkan atau diposisikan sebagai objek

eksploitatif oleh para pemilik modal. Harga ikan maupun komoditas

budidaya, sebagai sumber pendapatan mereka, tetap ”dikendalikan” oleh

para pemilik modal atau para pedagang/tengkulak, sehingga distribusi

pendapatan menjadi sangat tidak merata.

Dalam konteks sekarang, seiring dengan upaya pemberdayaan

masyarakat, strategi yang banyak dikembangkan baik dari pemerintah,

maupun swasta dalam mengatasi situasi tersebut adalah melalui konsep

kemitraan. Jika dikontekskan konsep kemitraan dengan usaha perikanan

yang digeluti oleh masyarakat pesisir di Sulawesi Selatan, maka salah

satu potensi komoditas perikanan adalah budidaya rumput laut.

Komoditas ini (rumput laut ; sea weed) telah dijadikan sebagai komoditas

unggulan dalam revitalisasi dibidang perikanan yang memiliki nilai tambah

(added value) tinggi. Pola kemitraan usaha melalui jaringan produksi dan

pemasaran pada kondisi ideal akan membuka akses mereka (orang


miskin) terhadap teknologi, pasar, pengetahuan, modal, manajemen, serta

pergaulan bisnis yang akan berdampak pada peningkatan aksebilitas dan

kesejahteraannya secara menyeluruh (Arief, 2007).

Pengembangan sektor perikanan dan kelautan, salah satunya

adalah dengan mengembangkan program kemitraan usaha. Akan tetapi

program kemitraan ini seringkali terputus di tengah jalan dan

pembudidayalah yang menjadi korban dari program ini, akibatnya para

pembudidaya lebih memilih gulung tikar karena ketersediaan modal dan

sarana produksi menjadi berkurang, pembudidaya juga sulit melanjutkan

usaha dan sarana untuk memasarkan hasil produksi rumput laut menjadi

tidak permanen.

Suwarta (2010), dalam penelitiannya menyatakan bahwa kemitraan

dalam kaitannya dengan bisnis, merupakan penggabungan dua pihak

pelaku bisnis atau lebih, yang masing-masing pihak saling : (a) memberi

manfaat, (b) berlaku adil (c) menjaga kerja sama (d) memperkuat, (e)

memerlukan (f) membesarkan, dan (g) saling menjalani kesepakatan.

Dalam dunia bisnis tujuan utama kemitraan usaha adalah untuk

mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan cara yang benar dan

baik. Benar yakni sesuai prosedur yang dijalankan berdasarkan

kebenaran yang disepakati bersama. Baik, yakni berorentasi untuk

mencapai keberhasilan bersama. Bisnis semacam ini apabila

menguntungkan hasilnya dinikmati kedua belah pihak dan sebaliknya

apabila merugi akibatnya ditanggung bersama. Oleh Karena itu perlu


diciptakan pola kemitraan yang efektif sehingga tujuan kedua belah pihak

dapat tercapai.

Anda mungkin juga menyukai