Anda di halaman 1dari 13

Masalah social dilihat sebagai hasil dari adanya proses perubahan social dan budaya.

Masalah
social selalu ada kaitannya yang dekat dengan nilai moral dan pranata social.

A. Penggunaan bahasa yang kasar

Menurut kami penggunaan bahasa yang kasar dipengaruhi oleh faktor-faktor kesehatan,
intelegensi, status sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.

Kesehatan

Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, terutama
pada usia awal kehidupannya. Apabila pada usia dua tahun pertama, anak mengalami sakit terus-
menerus, maka anak tersebut cenderung akan mengelami kelambatan atau kesulitan dalam
perkembangan bahasanya. Oleh karena itu, untuk memelihara perkembangan bahasa anak secara
normal, maka orangtua perlu memperhatikan kondisi kesehatan anak. Upaya yang dapat
ditempuh adalah dengan cara memberikan ASI, makanan yang bergizi, memelihara kebersihan
tubuh anak atau secara reguler memeriksakan kesehatan anak ke dokter atau ke puskesmas.

Intelegensi

Perkembangan bahsa anak dapat dilihatdari tingkat intelegensinya. Anak yang perkembangannya
bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai intelegensi yang normal diatas normal. Namun
begitu, tidak semua anak mengalami kelambatan perkembangan bahasanya pada usia awal,
dikategorikan sebagai anak yang bodoh.

Status Sosial Ekonomi Keluarga

Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status social ekonomi
keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan
dalam perkembangan bahasanya dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang
lebih baik. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan kecerdasan atau kesempatan
belajar (keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa anaknya), atau
kedua-duanya.

Jenis kelamin

Pada tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara pria dengan wanita.
Namun mulai usia dua tahun anak wanita menunjukkan perkembangan.

Hubungan keluarga

Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan
lingkungan keluarga, terutama dengan orangtua yang mengajar, melatih dan memberikan contoh
berbahasa kepada anak. Hubungan yang sehat antara orangtua dengan anak (penuh perhatian dan
kasih sayang dari orangtuanya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan
yang tidak sehat itu bisa berupa sikap orangtua yang keras/kasar, kurang kasih saying, atau
kurang perhatian untuk memberikan latihhan dan contoh berbahasa yang baik kepada anak, maka
perkembangan bahasa anak cenderung akan mengalami stagnasi atau kelainan, seperti: gagap
dalam  berbicara, tidak jelas dalam mengungkapkan pendapat, dan berkata yang kasar atau tidak
sopan.

Solusi : Menurut saya solusi terbaik untuk menangani penggunaan bahasa yang kasar yaitu
dimulai dari keluarga di waktu kecil, orang tua harus memperkenalkan anak dengan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar, jangan menggunakan kata ganti yang bertujuan untuk
memperhalus bahasa misalnya kata kucing dirubah menjadi empus. Jika Anda melakukan hal
tersebut maka Si Kecil tidak mengenal kata-kata sesungguhnya. Dan akan terjadi kekeliuran
bahasa yang terus menerus, dan jangan pernah membiarkan ia menonton televisi sendirian,
meskipun itu tayangan untuk anak-anak. Karena biar bagaimanapun banyak tayangan anak-anak
yang sebenarnya tidak layak, seperti adegan kekerasan.

faktor penyebab anak berbicara kotor dapat dibagi menjadi dua faktor besar, yaitu:

1. Faktor Intern/internal, yaitu faktor anak itu sendiri.

2. Faktor ekstern/eksternal, yaitu faktor orang lain atau lingkungan.

Faktor Internal Faktor internal berbicara tentang segala sesuatu ada dalam diri anak dan
mendorong dia untuk berbicara kotor, antara lain:

1. Adanya keinginan untuk mendapatkan perhatian orang tua Anak merupakan individu yang
sedang berkembang dan membutuhkan perhatian dari orang tua. Ketika perhatian orang tua dari
orang tua dirasa kurang, anak cenderung menciptakan cara untuk memenuhi kebutuhannya itu.
Dan salah satu cara yang sering diperlihatkan adalah berbicara kotor. Coba ingat kembali
pengalaman Anda. Pada saat anak Anda mengucapkan kata-kata kotor, secara spontan Anda
memberikan perhatian. Entah berupa teguran, nasehat, atau marah. Sebenarnya inilah yang anak
cari.

2. Adanya kesenangan yang diperoleh dari mengejutkan orang lain Salah satu hal yang menjadi
target anak pada saat berbicara kotor adalah keterkejutan orang lain (orang tua, dsb.). Mengapa?
Sebab keterkejutan orang lain merupakan sensasi tersendiri bagi anak. Sebenarnya, hal ini
memperlihatkan potensi untuk mendominasi orang lain.

3. Keinginan melepaskan emosi Tidak hanya orang dewasa yang ingin melepaskan emosi. Anak-
anak juga. Bisa jadi, berbicara kotor merupakan cara anak melepaskan emosi. Tentu cara ini
bukanlah cara yang benar.
4. Terdorong oleh keinginan untuk memberontak Jangan meremehkan perilaku anak berbicara
kotor. Selain memperlihatkan sikap mendominasi orang lain, perilaku ini juga mengindikasikan
keinginan untuk memberontak, terutama terhadap orang yang menekan atau mengintimidasinya.
Memang, setiap tindakan kasar, menekan atau mengintimidasi anak dapat menanamkan benih
permusuhan dengan orang lain.

5. Keinginan diterima dalam komunitas tertentu Bukan rahasia lagi, kata-kata kotor telah
diadopsi menjadi kata-kata yang indentik dengan pergaulan. Anak yang tak mengucapkan kata-
kata kotor dianggap tidak gaul, berani, dan hebat. Karena itu tak perlu diterima dalam pergaulan.
Situasi ini tentu menjadi pilihan yang sulit bagi anak. Anak cenderung memilih berbicara kotor
asalkan diterima, gaul, dipandang berani dan hebat, daripada tidak diterima.

Faktor Eksternal Mengacu pada keadaan orang lain atau lingkungan. Orang lain disini bisa orang
tua, adik, kakak, om/tante atau orang-orang yang tinggal bersama anak dalam satu rumah. Bisa
juga teman, sahabat, pendidik, atau orang-orang yang dijumpai anak dalam aktivitasnya,
termasuk orang yang tak dikenalnya. Adapun faktor-faktor ekstern tersebut antara lain:

1. Orang tua/sanak saudara biasa berbicara dengan bahasa kotor. Orang tua adik, kakak, om/tante
atau orang-orang yang tinggal bersama anak dalam satu rumah saling menyapa atau berbicara
dengan bahasa kotor. Bila kebiasaan ini ada dalam rumah, jangan heran atau bertanya-tanya
mengapa anak Anda berbicara kotor. Anak akan ikut-ikutan menyapa atau berbicara kotor.

2. Menyapa/memanggil dengan kata-kata kotor. Ada orang tua yang ketika emosi/marah akan
menyapa/memanggil anak dengan kata-kata kotor. Lambat laun kebiasaan ini tertanam dengan
baik dalam memori anak dan ia akan mempraktekkannya kepada teman-temannya atau orang
lain yang membuat dia marah. Atau sebaliknya, teman-teman atau orang lain menyebut anak
dengan kata-kata kotor.

3. Latah Ada orang yang ketika latah atau mengucapkan kata-kata pada saat terkejut, kata-kata
yang diucapkannya adalah kata-kata kotor. Kebiasaan latah seperti ini juga dapat memberikan
pengaruh buruk kepada anak. Anak akan meniru atau mungkin mengadopsi kebiasaan tersebut
sebagai kebiasaannya.

Sementara itu, faktor eksternal yang berhubungan dengan lingkungan, antara lain:

1. Adanya pandangan, berbicara kotor merupakan bagian dari kedewasaan Dalam masyarakat
berkembang anggapan bahwa berbicara kotor hanya boleh dilakukan oleh orang dewasa.
Pandangan semacam ini memberikan rangsangan kepada anak yang sedang berada di masa
transisi. Anak yang ingin dianggap dewasa tak akan ragu berbicara kotor.

2. Kebiasaan lingkungan Lingkungan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak. Anak


yang dibesarkan dalam lingkungan yang terbiasa berbicara kotor akan berbicara kotor pula. Jika
anak sering melihat orang dewasa memaki-maki, entah dalam keadaan marah atau tidak, ia akan
tumbuh dan berkembang sebagai pribadi dengan perilaku yang sama.

Sesungguhnya, berbicara kotor tidak hanya tentang lingkungan dimana orang-orang terbiasa
berbicara kotor tetapi juga menyangkut pengendalian diri. Kiat Mengatasi Kebiasaan Anak
Berbicara Kotor Berikut ini beberapa kiat yang dapat Anda terapkan sebagai upaya mengatasi
kebiasaan anak berbicara kotor. Kiat-kiat ini bukanlah suatu kemutlakan. Anda dapat
menerpakan cara Anda sendiri asal sesuai dengan semangat mendidik.

1. Memberikan perhatian kepada anak Oleh karena salah satu faktor yang menyebabkan anak
berbicara kotor adalah kurang atau tidak adanya perhatian, maka salah satu cara untuk mengatasi
perilaku tersebut adalah dengan memberikan perhatian secara memadai.

2. Mengajarkan ekspresi emosi secara tepat Kita tahu, emosi erat kaitannya dengan bahasa.
Bahasa merupakan alat ekspresi emosi. Ajarkan kepada anak untuk menyatakan emosinya
dengan ekspresi yang tepat. Misalnya, jangan mengucapkan/melakukan apa-apa pada saat marah,
dsb. Kalau tak bisa menahan diri dan harus mengatakan sesuatu, maka ajari anak untuk berbicara
asertif, yaitu menyampaikan kepada orang lain tentang ketidaksetujuan terhadap sikap dan
perilaku yang membuatnya merasa tidak nyaman. Dan orang tua bisa memulainya dengan
terlibat langsung pada saat emosi anak sementara memuncak. Caranya, tanyakan kepadanya,
“Kaka jengkel ya?” Selanjutnya sarankan kepadanya untuk memberitahukan kepada temannya
yang membuat anak jengkel, bahwa “kata-katamu membuat saya jengkel”.

3. Mengabaikan Cobalah untuk memperlihatkan keterkejutan pada saat anak berbicara kotor.
Caranya, pura-pura tidak dengar atau tidak berreaksi saat anak mengatakan kata-kata kotor.
Inilah yang saya sebut dengan mengabaikan. Cara ini cukup ampuh meredam kebiasaan anak
berbicara kotor. Anak akan merasa upaya menarik perhatian orang tua dengan cara tersebut tidak
effektiv. Maka dengan kreativitasnya, ia akan memikirkan cara lain.

4. Menyatakan ketidaksetujuan secara langsung Jangan tidak menyampaikan ketidaksetujuan


pada saat anak berbicara kotor. Atau jangan menunda untuk menyatakan ketidaksetujuan.
Katakan kepada anak bahwa Anda tidak setuju dengan perkataan yang diucapkannya, tepat
sesaat setelah anak berbicara kotor, karena kata-kata tersebut dapat membuat dirinya disebut
sebagai orang yang berperilaku buruk. Katakan kepada anak bahwa kata-kata kotor HANYA
digunakan oleh orang yang tidak sopan, atau bisa juga dengan mengatakan “teman-temanmu
menggunakan kata-kata seperti itu, tetapi kita tidak”, atau “kata-kata itu kebiasaan teman-
temanmu, bukan kebiasaan kita”. Anak akan menanamkan ke dalam memorinya bahwa apabila
ia berbicara kotor, ia adalah orang yang tidak sopan. Dan dengan berbicara kotor, ia tidak sedang
mengembangkan kebiasaannya melainkan kebiasaan orang lain. Tentu hal ini harus disampaikan
dengan bahasa yang mudah dipahami.

5. Berikan hukuman Begitu mendengar anak berbicara kotor, berikan hukuman. Eits, bukan
hukuman fisik seperti tamparan, mencuci mulut dengan sabun, atau memaksa anak memakan
cabe. Semua ini tak akan membuat anak berhenti berbicara kotor. Justru akan menimbulkan
persoalan baru. Anak akan membiarkan perasaan benci tumbuh dan berkembang dalam dirinya.
Hukuman yang tepat adalah time out, yaitu selama beberapa menit (10 – 15 menit) ia harus
meninggalkan aktivitasnya, pergi ke suatu tempat dan menyendiri. Selama hukuman ini
diberlakukan, jangan berkomunikasi dengan dia, orang lain pun tak boleh.

Studi kasus

Filadelfia - Kebanyakan orangtua dari remaja pernah berteriak atau berkata kasar kepada
anaknya. Orangtua cenderung berteriak sebagai upaya terakhir agar anak remajanya mau
melaksanakan perintah atau mendengar nasihatnya. Namun, menurut studi, teriakan kemarahan
dan kalimat kasar kepada remaja cenderung menjadi bumerang. Teriakan hanya akan
memperparah tingkah remaja.

Dalam studi yang dilangsungkan terhadap ratusan orangtua anak berusia 13 tahun di Filadelfia,
Amerika Serikat itu para peneliti menanyakan frekuensi berteriak, memaki, atau melabeli anak
dengan kata-kata seperti "bodoh" atau "pemalas". Diketahui, banyak dari 900 orangtua pernah
menggunakan hukuman berupa kata-kata kasar kepada anaknya. Sebanyak 45% ibu mengaku
pernah melakukannya, dan 42% ayah mengaku pernah melakukannya.

Ketika dibandingkan dengan tingkah anak, anak usia 13 tahun yang sering dimarahi dengan kata-
kata kasar cenderung bertingkah nakal dan mengalami masalah serius. Anak-anak yang sangat
sering dimarahi dengan kalimat-kalimat kasar di usia 13 tahun cenderung menunjukkan tanda-
tanda depresi ketika menginjak usia 14 tahun.

Asisten profesor psikologi di University of Pisttsburgh, AS, yang juga pemimpin penelitian ini,
Ming-Te Wang, mengatakan, tak peduli seberapa sering dan keras orangtua berteriak, anak
remaja tak akan mendengar. Malah hanya memperparah keadaan dan mengakibatkan ketegangan
hubungan orangtua-anak.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Child Development ini memberi saran kepada orangtua.
Penting untuk orangtua mengingatkan diri sendiri supaya tetap tenang dalam segala keadaan,
terutama saat menghadapi anak yang bertingkah tidak sopan/baik. "Teriakan orangtua tidak akan
menghentikan/memperbaiki masalah sikap pada anak. Orangtua perlu menenangkan diri sejenak
ketika mengetahui sikap nakal anak, supaya bisa menghadapinya dengan bijak," jelas Wang,
sebagaimana dikutip dari Psychology Today, Senin (9/9).

Di studi ini jelas terbukti, anak berusia 13 tahun yang bermasalah dengan sikap cenderung
mendapat hukuman berupa teriakan kemarahan orangtua. Namun, studi ini tidak bisa
membuktikan bahwa teriakan kemarahan orangtua akan memicu perilaku buruk lain pada abaj,
atau sikap bermasalah anak yang mendorong orangtua untuk berteriak.

Hukuman kasar orangtua umumnya satu paket dengan sikap bermasalah anak, dan sulit untuk
memisahkan keduanya, jelas Alan Kazdin, direktur Yale Parenting Center. Beberapa orang
dewasa, secara genetika, cenderung gampang berteriak dan bertindak kasar, dan hal ini akan
menurun ke anaknya, bahkan ketika tidak diasuh langsung oleh orangtuanya itu.

Menurut Kazdin, hukuman verbal atau fisik sangat tidak efektif untuk mengubah sikap
seseorang. Sayangnya, tak banyak penelitian yang mengungkap dampak hukuman verbal
terhadap seseorang. Studi Wang ini berusaha mengisi kekosongan ini, terutama karena orangtua
jarang menghukum fisik anak remajanya.

Hukuman fisik yang agresif diketahui cenderung memicu agresi anaknya, meski ada kontroversi
yang mengatakan, hukuman fisik ringan kepada anak kecil masih bisa ditoleransi (contoh: cubit).

Meski demikian, Kazdin mengatakan, mengurangi teriakan anak akan menjadi salah satu cara
untuk mengurangi "racun" dalam lingkungan keluarga: mengurangi stres, mengurangi eksposur
terhadap kekerasan, dan mengurangi hukuman yang bersifat menyakiti. Kazdin menyarankan
orangtua untuk berfokus pada pola mengasuh yang bersifat membangun aktivitas dan rutinitas
keluarga.

Ditekankan Kazdin, belum diketahui persis/spesifik dampak buruk dari teriakan


hukuman/kemarahan orangtua kepada anak di kemudian hari. Namun, yang pasti, tambahnya,
teriakan kemarahan, rentetan ucapan buruk, memukul, dan hukuman kasar lainnya pada anak
tidak akan membantu mempersiapkannya menghadapi permasalahan dalam hidup di kemudian
hari.

Sementara Wang berpendapat, hubungan orangtua-anak bersifat timbal balik. Dibutuhkan


intervensi pada kedua pihak untuk mencari jalan terbaik dalam hal pengasuhan demi
menjalankan kehidupan yang lebih bahagia.

Metode 1 dari 3: Mulai Berhenti Berkata Kasar

1
Cari teman yang bisa membantu. Menceritakan masalah atau kesulitan Anda kepada teman
atau pasangan akan sedikit meringankan beban pikiran Anda. Dengan memiliki teman yang bisa
membantu, upaya Anda untuk berhenti berkata kasar akan menjadi lebih mudah. Gunakan saja
salah satu dari dua cara ini.

 Cari teman yang juga punya kebiasaan berkata kasar dan cobalah saling
mengingatkan ketika berkata kasar, atau mencari teman yang tidak pernah atau jarang berkata
kasar untuk mengingatkan dan menghentikan Anda ketika berkata kasar.
 Bagaimana pun, mendapatkan pengawasan dan peringatan dari orang lain ketika
Anda berkata kasar secara perlahan akan membuat Anda berhenti berkata kasar.

Iklan
2
Cari tahu dan hindari apa yang menjadi ‘pemicu’ Anda. Semua orang punya hal yang
menjadi pemicu untuk berkata kasar. Misalnya karena macet, menunggu antrian, atau mungkin
sesederhana kalah atau mati dalam suatu video game. Jika Anda tahu apa yang menjadi pemicu
Anda berkata kasar, Anda bisa mencari cara untuk menghindari dari pemicu tersebut.

 Menjauhlah dari segala situasi yang bisa memicu emosi negatif. Dengan begitu,
secara tidak langsung Anda bisa mengendalikan ucapan Anda dengan lebih mudah.

3
Gunakan uang sebagai hukuman atau imbalan.[1] Siapkan sebuah celengan atau tempat
penyimpanan uang yang sulit dirusak atau dibuka. Buat aturan untuk setiap kali Anda berkata
kasar, Anda harus memasukkan sejumlah uang ke dalam celengan tersebut. Tergantung dari
sudut pandang Anda, uang yang Anda berikan merupakan sebuah hukuman atau imbalan ke
depan nanti.

 Disebut hukuman karena tiap kali Anda berkata kasar, Anda harus mengeluarkan
uang. Tapi bisa juga disebut imbalan karena jika celengannya sudah penuh atau Anda akhirnya
menghentikan kebiasaan berkata kasar, Anda bisa membuka celengan itu dan menggunakannya
untuk membeli barang atau menyumbangkannya.
 Mengajak orang lain yang punya kebiasaan yang sama untuk ikut dalam
‘permainan’ hukuman ini merupakan ide yang bagus. Cukup pastikan bahwa semua orang mau
bermain dengan jujur. Jika celengannya sudah penuh atau semuanya berhasil menghentikan
kebiasaannya, Anda bisa membeli sesuatu sebagai bentuk perayaan.

4
Beri hukuman fisik kepada diri sendiri.[1] Meskipun kasar dan menyakitkan, memberi
hukuman fisik ringan tiap kali Anda berkata kasar adalah sebuah cara bagus. Bentuk
hukumannya bisa Anda tentukan sendiri, mulai dari mengenakan karet gelang di pergelangan
tangan dan menarik kemudian melepaskannya sehingga mengenai tangan Anda, atau sekedar
mencubit diri sendiri juga bisa dilakukan.

 Dengan cara ini, Anda akan mulai berpikir bahwa berkata kasar akan berujung
pada kesakitan, dan perlahan Anda akan berhenti berkata kasar.
 Jika memang perlu dan/atau ingin, Anda bisa meminta teman Anda untuk
memberi hukuman kepada Anda. Tapi kedua pihak harus selalu ingat bahwa ini adalah untuk
kebaikan Anda.

5
Bayangkan orang yang Anda sayangi atau takuti ada di dekat Anda.[1] Salah satu cara untuk
berhenti berkata kasar adalah membayangkan bahwa seorang akan mendengar ucapan Anda
setiap kali Anda berniat berkata kasar. Seseorang ini bisa siapa saja yang Anda takuti atau
sayangi; nenek, bos di kantor, atau anggota keluarga yang masih kecil dan polos.

 Tiap kali Anda berniat berkata kasar, bayangkan orang tersebut berdiri di samping
Anda dan ekspresinya yang akan terkejut, sedih, atau takut saat Anda berkata kasar.

6
Hindari media atau konten yang mengandung kata-kata kasar. Banyak kebiasaan berkata
kasar, terutama pada remaja, muncul karena pengaruh konten publik seperti musik, film, atau
TV. Jika Anda memang suka berkata kasar karena pengaruh penyanyi rap favorit Anda,
sadarlah! Mereka sendiri juga tidak menggunakan kata-kata itu di dunia nyata. Jika Anda
memang mudah terpengaruh, gantilah musik yang Anda dengarkan, atau cari lagu rap favorit
Anda yang sudah disensor.
Iklan

Metode 2 dari 3: Mengubah Sikap

1
Yakinkan diri sendiri bahwa berkata kotor adalah hal buruk. Berkata kasar punya beberapa
tujuan atau fungsi - mengekspresikan amarah, memberi penekanan pada sebuah hal, atau sebagai
lelucon. Tapi apapun alasan dan tujuannya, berkata kasar tetap merupakan kebiasaan buruk,
karena bisa membuat Anda terlihat bodoh atau tidak terdidik, mengintimidasi, menyinggung
orang lain, dan membuat orang lain tidak menghargai Anda.[2]

 Kebiasaan Anda mungkin tumbuh sejak kecil dari anggota keuarga sendiri, atau
sejak remaja, ketika Anda merasa bahwa kata-kata kasar itu keren.
 Apa pun alasannya dan siapa pun yang mungkin menjadi penyebabnya, yang
paling penting adalah Anda sadar akan kebiasaan buruk ini dan mau menghilangkannya.

2
Berpikir positif. Berpikir positif adalah hal yang penting untuk berhenti berkata kasar, karena
orang biasanya lebih sering berkata kasar ketika mengeluh akan sesuatu, berada dalam mood
yang jelek, atau memang sering berpikir negatif. Dengan berpikir positif, Anda bisa
menghilangkan alasan untuk berkata kasar itu sendiri. Memang, belajar untuk berpikir positif
tidaklah mudah, tapi paling tidak cobalah; tarik nafas dalam-dalam ketika emosi negatif dan niat
untuk berkata kasar mulai muncul dan tanyakan “memangnya kenapa?”[3]
 Misalnya, tanyakan “memangnya kenapa jika terlambat beberapa menit ke rapat?”
atau “memangnya kenapa jika tidak bisa menemukan remote controldan harus mengganti saluran
melalui tombol di TV?” Membawa segala situasi ke sudut pandang yang lebih positif bisa
membantu Anda untuk tenang dan menghindari emosi negatif.
 Selain itu, berpikir positiflah pada upaya Anda untuk berhenti berkata kasar. Jika
Anda pesimis dan merasa bahwa kebiasaan Anda tidak akan hilang, maka kebiasaan itu tidak
akan hilang. Ingatlah, jika orang lain bisa melakukan hal yang lebih sulit seperti berhenti
merokok atau menurunkan puluhan kilo berat badannya, maka berhenti berkata kasar harusnya
bukan hal yang sulit.

3
Bersabarlah pada diri sendiri. Berkata kasar mungkin adalah kebiasaan Anda selama bertahun-
tahun dan dilakukan tiap hari, dan menghilangkannya tidak bisa dilakukan dalam semalam.
Prosesnya mungkin panjang, tapi mau tidak mau harus dilakukan. Ingatlah alasan Anda
melakukannya, dan bayangkan bagaimana rasanya jike kebiasaan ini akhirnya hilang.

 Pikirkan alasan Anda berhenti berkata kasar. Mungkin Anda ingin memberi kesan
yang bagus di tempat kerja tidak ingin memberi contoh yang buruk pada anak Anda. Apapun
alasannya, jadikan itu motivasi.
 Jangan menyerah. Selalu berusaha dan yakin bahwa Anda bisa melakukan apa
yang benar-benar Anda inginkan.

Iklan

Metode 3 dari 3: Mengubah Pola Berbicara

1
Sadarlah akan kebiasaan berkata kasar Anda. Mengucapkan kata kasar sekali-kali mungkin
tidak masalah, tapi jika Anda memang sering mengucapkan kata-kata kasar, maka Anda harus
menghilangkannya. Langkah awal untuk menghilangkan sebuah kebiasaan adalah sadar dan
kenal akan kebiasaan itu sendiri. Pada siapa saja Anda berkata kasar? Kata kasar apa yang sering
Anda gunakan? Ketahui alasan dari kata-kata Anda dan fungsi dari kata itu sendiri pada kalimat
yang Anda ucapkan.

 Setelah sadar dan mengenalinya, Anda mungkin akan kaget dengan kebiasaan
Anda berkata kasar. Janga cemas, mengenali adalah langkah pertama untuk menghentikannya.
 Setelah Anda sadar akan kebiasaan buruk ini, Anda tanpa sadar akan mengenali
kebiasaan yang sama dari orang lain. Dengan itu, Anda bisa tahu bagaimana tidak
menyenangkannya mendengarkan kata kotor dan kesan buruk apa yang bisa ditimbulkan.
2
Gunakan kata lain sebagai pengganti kata kasar. Setelah Anda mengidentifikasi kebiasaan
berkata kasar, Anda bisa mulai menghilangkan kebiasaan ini dari percakapan Anda sehari-hari.
Anda mungkin sering menggunakan kata kasar hanya sebagai kata tambahan yang tidak penting
- bukan untuk mengekspresikan kemarahan - tapi daripada menggunakan kata kasar, Anda bisa
mulai menggantinya dengan kata lain yang tidak kasar dan menyinggung perasaan.

 Ubah kata-kata kasar dengan kata lain yang memiliki huruf awal yang sama.
Awalnya Anda mungkin akan merasa aneh mengucapkannya, tapi lama kelamaan Anda akan
terbiasa. Bahkan, Anda mungkin akan menghilangkan kata-kata tersebut karena merasa tidak
perlu.
 Jika Anda tidak sengaja mengucapkan kata kasar sekalipun, ulangi kalimat Anda
dengan mengganti kata kasar yang terucap. Perlahan otak Anda akan terbiasa.

3
Perluas kosakata Anda. Terkadang, orang beralasan bahwa “tidak ada kata yang lebih” bagus
daripada kata kasar untuk mengekspresikan sesuatu. Tapi kenyataannya, ada banyak kata tidak
kasar yang bisa melakukan itu. Dengan memperluas kosakata Anda dan mengganti kata kasar
yang sering Anda gunakan dengan kata lain, Anda bisa dengan mudah menghilangkan kebiasaan
Anda menggunakan kata kasar.

 Buat daftar kata-kata kasar yang Anda gunakan, kemudian buka kamus untuk
mencari kata pengganti untuk itu. Bahasa Indonesia punya berbagai kata yang unik dan mungkin
jarang terdengar, tapi punya makna yang paling tidak mirip dengan kata kasar yang Anda
gunakan.[3]
 Anda juga bisa memperluas kosakata Anda dengan banyak membaca buku atau
koran. Catat kata-kata yang menurut Anda menarik dan bisa digunakan untuk menggantikan kata
kasar dan coba gunakan dalam keseharian Anda. Coba juga meniru kata-kata atau ekspresi tidak
kasar yang digunakan orang lain.

1. Faktor penyebab penggunaan bahasa kasar


1.1. Pengaruh Teman Sebaya atau Lingkungan Sekitar
Teman sebaya dan lingkungan sekitar banyak mempengaruhi cara berbicara,  terutama golongan
anak-anak dan remaja. Anak-anak dan remaja biasanya bergaul di luar rumah terutama di
sekolah atau tempat-tempat ramai, contohnya di pasar raya atau restoran cepat saji. Golongan ini
lebih cenderung menggunakan bahasa yang kasar dalam pergaulan sehari-hari.Hal ini sangat
jelas apabila mereka bergaul dengan teman sebaya. Sebagai contoh, ungkapan seperti ”apa kau
sudah gila?" atau "Lu punya otak gak sih?"  sering diungkapkan oleh kebanyakan anak-anak atau
remaja untuk menunjukkan rasa marah atau geram terhadap sesuatu hal. Sebenarnya ungkapan
tersebut dan banyak lagi perkataan lain yang memiliki unsur kasar atau tidak sopan tidak enak
didengar walaupun diungkapkan antara  teman sebaya.

1.2 . Faktor Emosi dan Cara Didikan Keluarga


 Faktor emosi dan cara didikan keluarga juga boleh menimbulkan permulaan tingkah laku anak-
anak menggunakan bahasa kasar dalam pergaulan mereka. Seseorang yang sering
mengungkapkan perkataan yang tidak baik dan kasar merupakan gambaran situasi emosi yang
kusut, resah dan memberontak. Contohnya, semasa pembesaran anak-anak, didikan keluarga
yang tidak mementingkan penggunaan bahasa yang baik Ibu dan bapak yang tidak lemah lembut
dan menggunakan perkataan yang tidak sesuai apabila berbicara atau menegur anak-anak mereka
boleh mendidik anak-anak mereka menjadi begitu. Selain itu, ibu dan bapak yang sering beradu
mulut di hadapan anak-anak juga cenderung untuk menggunakan bahasa dan nada yang kurang
baik sehingga meninggalkan contoh yang tidak baik kepada anak-anak. Hal ini boleh jadi
disengajakan ketika menuturkan kata-kata demikian untuk melepaskan perasaan marah atau
kekusutan pikiran, dan besar kemungkinan juga tidak disengajakan kerana sedang lupa atau lalai
karena terpancing perasaan emosi tersebut.Secara tidak langsung, penggunaan bahasa hanya
menaikkan ego mereka dan menunjukkan percubaan untuk menguasai emosi orang yang
dimarahi.Lain pula halnya ketika kita berada dalam suasana atau keadaan yang tidak terkawal
oleh emosi. Ketika itu, perasaan berbicara menjadi penentu bentuk bahasa yang kita pilih.
Apabila kita dalam keadaan marah, kita hilang pertimbangan dalam berbahasa. Kita menjadi
orang yang kurang bahasa atau tak tahu bahasa, lalu kita menggunakan bahasa kasar, bahasa
yang dianggap tidak sopan atau tidak manis untuk diucapkan.
1.3. Pengetahuan Bahasa yang Lemah
Bahasa Indonesia yang digunakan oleh penutur yang berpendidikan tampak jelas perbedaannya
dengan yang  digunakan oleh kelompok penutur yang tidak berpendidikan.Kebanyakan mereka
yang menggunakan bahasa kasar ialah mereka yang mempunyai pengetahuan rendah dan kurang
teliti dan peka dengan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi dan penggunaan percakapan
mereka sehari-hari. Mereka ini mempunyai tahap akademik yang rendah dan tahap pembacaan
mereka juga lemah. Biasanya mereka yang sering mengungkapkan bahasa kasar dalam
percakapan sehari-hari hanya berdasarkan perkataan yang dianggap biasa bagi mereka namun
sebaliknya bagi golongan lain. Contohnya, perkataan ”celaka”, ”sial” dan sebagainya. Hanya
mereka yang mempunyai tahap pendidikan yang tinggi dan mengamalkan kesantunan dalam
kehidupan tidak menggunakan bahasa kasar atau tidak sopan ini, karena mereka masih menjaga
perasaan orang lain ketika berkomunikasi. Ini karena mereka sadar akan tanggungjawab mereka
sebagai orang yang berpendidikan harus menggunakan bahasa yang benar agar tidak dipandang
rendah oleh masyarakat.
1.4. Pengaruh Media, Televisi dan Film
Ada satu faktor yang tidak pernah dialami generasi muda sebelumnya : banyak pengaruh media
yang secara langsung menekan berkembangnya rasa hormat.Data menunjukkan pemakaian
bahasa kasar di media semakin meroket dalam satu dekade ini.Salah satu media tersebut adalah
stasiun televisi.Stasiun televisi di Indonesia sudah menganggap bahwa bahasa kasar merupakan
hal yang biasa. Di luar negeri, misalnya, Australia, Inggris, dan Jepang, stasiun televisi hanya
boleh menyiarkan acaranya (misalnya film, acara komedi, dan forum-forum) yang mengandung
bahasa kasar (coarse language) pada jam-jam tertentu, ketika anak-anak meninggalkan rumah
untuk pergi ke sekolah atau pada pukul 10 malam ketika anak-anak sedang  tidur. Bahasa kasar
diyakini akan membawa pengaruh tidak baik bagi perkembangan emosi dan budi pekerti. Stasiun
televisi yang menyiarkan rancangan yang mengandung bahasa kasar akan mendapatkan kritikan
dari masyarakat.
Kata-kata di bawah ini hampir tidak pernah didengar pada saat kanak-kanak menonton televisyen
di negara tersebut. Ungkapan kasar berikut dari  film Hollywood sering dibiarkan. Contoh
perkataan yang sering diungkapkan:
Bahasa Film Hollywood Arti
Shit Tahi
Bullshit Omong kosong
Fuck you Terkutuk kau
Go to hell Persetan
Kill him Bunuh dia

Di negeri kita yang mengamalkan budaya dan ketaatan agama yang sangat tinggi justru kata-kata
tersebut digunakan dalam berbagai situasi, baik dalam film-film,televisi, maupun dalam
pergaulan sehari-hari. Bahkan ada sejumlah orang yang dengan bangga menulis ungkapan  ”don't
bullshit me” atau ”fuck you” di baju-baju mereka. Kedua ungkapan singkat ini sangat
mengganggu perasaan orang yang membacanya.

2. Dampak yang Terjadi Akibat Penggunaan Bahasa Kasar


2.1. Bahasa Menjadi Rusak

 Sesuatu bahasa menjadi rusak apabila bahasa tersebut diungkapkan dengan kasar dan
disalahgunakan. Contohnya, setiap kali berkomunikasi penggunaan bahasa kasar sering
diungkapkan kerana dianggap sudah biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari, dalam
penulisan, sms, di halaman media sosial dan sebagainya. Akibatnya bahasa menjadi rusak dan
menjatuhkan martabat bahasa itu sendiri.

2.2  Gejala Sosial Semakin menyebar luas

Dengan meningkatnya penggunaan bahasa tidak sopan, masyarakat, terutama anak-anak dan
remaja akan terpengaruh dengan perkataan-perkataan yang sering digunakan. Mereka akan
cenderung untuk menggunakan bahasa kasar bersama-sama teman-teman yang lain dalam
perbincangan sehari-hari. Malah suatu perkataan tersebut menjadi kebiasaan dalam perbuatan
sehari-hari, contohnya ungkapan “besar gile”, “cantik gile” yang menggambarkan perasaan yang
amat suka. Ada yang mengejutkan lagi apabila perkataan kasar tersebut turut dilemparkan
kepada ibu dan bapak sendiri. Ini secara tidak langsung melahirkan individu yang bersikap
kurang ajar dan tidak menghormati ibu dan bapak. Anak-anak yang masih bersekolah juga
biasanya ikut menggunakan perkataan kasar dalam pergaulan mereka di sekolah. Hal ini
memberi kesan negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak-kanak. Jika tidak ada
usaha utuk membendung situasi ini, maka tidak mengherankan jika gejala sosial juga turut
berlaku dalam kalangan anak-anak dan remaja.
2.3   Kekeliruan Bahasa Dan Kualitas Bahasa Menurun

Kekeliruan bahasa terutamanya kepada generasi akan datang turut terjadi jika penggunaan
bahasa kasar berleluasa karena menimbulkan kekeliruan untuk mempelajari sesuatu bahasa
tersebut. Mereka akan terkeliru untuk menggunakan bahasa yang sesuai diungkapkan dalam
perbualan seharian.Trend pengucapan bahasa kasar yang bakal diwarisi akan menjadi kebiasaan
dalam perbuatan sehari-hari mereka karena beranggapan bahwa penggunaan bahasa kasar tidak
salah dan lama-kelamaan akan menjadi kebiasaan kepada seseorang individu tersebut. Pastinya
generasi yang sering disogok oleh perkataan yang kasar atau tidak sopan setiap hari akan keliru
dengan penggunaan bahasa yang betul. Para pelajar akan turut terpengaruh untuk menggunakan
bahasa-bahasa yang digunakan dalam tugasan penulisan di sekolah.

Anda mungkin juga menyukai