Model Pendokumentasian SOR POR
Model Pendokumentasian SOR POR
Tujuan Pembelajaran
Suatu model pendokumentasian sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada masalah
klien, dapat menggunakan multi disiplin dengan mengaplikasikan pendekatan pemecahan
masalah, mengarahkan ide-ide dan pikiran anggota tim. Pendekatan ini pertama kali dikenalkan
oleh dr. Lawrence Weed dari Amerika Serikat. Dalam format aslinya pendekatan berorientasi
masalah ini dibuat untuk memudahkan pendokumentasian dengan catatan perkembangan yang
terintegrasi, dengan sistem ini semua petugas kesehatan mencatat observasinya dari suatu daftar
masalah.
1. Pengertian
Model ini memusatkan data tentang klien dan didokumentasikan dan disusun menurut masalah
klien. Sistem dokumentasi jenis ini mengintegrasikan semua data mengenai masalah yang
dikumpulkan oleh dokter, perawat atau tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam pemberian
layanan kepada klien.
2. Komponen
Model dokementasi ini terdiri dari empat komponen yaitu :
a. Data Dasar
1) Data dasar berisi kumpulan dari data atau semua informasi baik subyektif maupun obyektif
yang telah dikaji dari klien ketika pertama kali masuk Rumah Sakit atau pertama kali diperiksa
2) Data dasar mencakup :
a) Pengkajian keperawatan
b) Riwayat penyakit/ kesehatan
c) Pemeriksaan fisik
d) Pengkajian ahli gizi
e) Data penunjang ( hasil laboratorium)
3) Data dasar yang telah terkumpul selanjutnya digunakan sebagai sarana mengidentifikasi
masalah dan mengembangkan daftar masalah klien
b. Daftar Masalah
Daftar masalah merupakan suatu daftar inventaris masalah yang sudah dinomori menurut
prioritas. Untuk memudahkan mencapainya daftar masalah ini berada didepan dari catatan
medik. Daftar masalah ini bisa mencerminkan keadaan pasien, masalah-masalah ini diberi nomor
sehingga akan memudahkan bila perlu dirujuk ke masalah tertentu dalam catatan klinik tersebut.
Bila masalah sudah teratasi juga diberi catatan dan diberi tanggal kapan masalah tersebut teratasi
juga diberi catatan dan diberi tanggal kapan masalah tersebut teratasi dan petugas yang
mengidentifikasi masalah tersebut untuk pertama kalinya. Dengan demikian daftar masalah ini
berfungsi sebagai indeks maupun gambaran dari klien tersebut.
1) Daftar masalah berisi tentang masalah yang telah teridentifikasi dari data dasar, kemudian
disusun secara kronologis sesuai tanggal identifikasi masalah.
2) Daftar masalah ditulis pertama kali oleh tenaga yang pertama bertemu dengan klien atau orang
yang diberi tanggung jawab.
3) Daftar masalah dapat mencakup masalah fisiologis, psikologis, sosiokultural, spiritual,
tumbuh kembang, ekonomi dan lingkungan.
4) Daftar ini berada pada bagian depan status klien dan tiap masalah diberi tanggal, nomor,
dirumuskan dan dicantumkan nama orang yang menemukan masalah tersebut.
a. Keuntungan
1). Pencatatan sistem ini berfokus atau lebih menekankan pada masalah klien dan proses
penyelesaian masalah dari pada tugas dokumentasi.
2). Pencatatan tentang kontinuitas atau kesinambungan dari asuhan kebidanan.
3). Evaluasi masalah dan pemecahan masalah didokumentasikan dengan jelas, susunan data
mencerminkan masalah khusus. Data disusun berdasarkan masalah yang spesifik. Keduanya ini
memperlihatkan penggunaan logika untuk pengkajian dan proses yang digunakan dalam
pengobatan pasien.
4). Daftar masalah, setiap judul dan nomor merupakan “checklist“ untuk diagnosa kebidanan dan
untuk masalah klien. Daftar masalah tersebut membantu mengingatkan bidan untuk masalah-
masalah yang meminta perhatian khusus .
5). Daftar masalah bertindak sebagai daftar isi dan mempermudah pencarian data dalam proses
asuhan.
6). Masalah yang membutuhkan intervensi (yang teridentifikasi dalam data dasar) dibicarakan
dalam rencana asuhan.
b. Kerugian
1) Penekanan pada hanya berdasarkan masalah, penyakit, ketidakmampuan dan ketidakstabilan
dapat mengakibatkan pada pendekatan pengobatan dan tindakan yang negatif.
2) Sistem ini sulit digunakan apabila daftar tidak dimulai atau tidak secara terus menerus
diperbaharui dan konsensus mengenai masalah belum disetujui, atau tidak ada batas waktu untuk
evaluasi dan strategi untuk follow up belum disepakati atau terpelihara.
3) Kemungkinan adanya kesulitan jika daftar masalah dilakukan tindakan atau timbulnya
masalah yang baru.
4) Dapat menimbulkan kebingungan jika setiap hal harus masuk dalam daftar masalah.
5) SOAPIER dapat menimbulkan pengulangan yang tidak perlu, jika sering adanya target
evaluasi dan tujuan perkembangan klien sangat lambat.
6) Perawatan yang rutin mungkin diabaikan dalam pencatatan jika flowsheet untuk pencatatan
tidak tersedia.
7) P (dalam SOAP) mungkin terjadi duplikasi dengan rencana tindakan.
8) Tidak ada kepastian mengenai perubahan pencatatan distatus pasien, kejadian yang tidak
diharapkan misalnya pasien jatuh, ketidakpuasan mungkin tidak lengkap pencatatannya. Dalam
praktek catatan serupa mungkin tidak tertulis, bila tidak hubungannya dengan catatan
sebelumnya.
9) Kadang-kadang membingungkan kapan pencatatan dan tanggung jawab untuk follow up.
1. Pengertian
Suatu model pendokumentasian sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada sumber
informasi. Model ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang atau sumber yang mengelola
pencatatan. Dokumentasi dibuat dengan cara setiap anggota tim kesehatan membuat catatan
sendiri dari hasil observasi. Kemudian, semua hasil dokumentasi dikumpulkan jadi satu.
Sehingga masing-masing anggota tim kesehatan melaksanakan kegiatan sendiri tanpa tergantung
anggota tim kesehatan yang lain. Misalnya, kumpulan dokumentasi yang bersumber dari dokter,
bidan, perawat, fisioterapi, ahli gizi, dan lain-lain. Dokter menggunakan lembar untuk mencatat
instruksi, lembaran riwayat penyakit dan perkembangan penyakit. Bidan menggunakan catatan
kebidanan, begitu pula disiplin lain mempunyai catatan masing-masing.
2. Komponen
Catatan berorientasi pada sumber terdiri dari lima komponen yaitu
a. Lembar penerimaan berisi biodata
b. Lembar order dokter
c. Lembar riwayat medik atau penyakit.
d. Catatan bidan
e. Catatan dan laporan khusus
2. Komponen
CBE mengintegrasikan tiga komponen kunci yaitu :
a. Flowsheet yang berupa kesimpulan penemuan yang penting dan menjabarkan indikator
pengkajian dan penemuan termasuk instruksi dokter dan bidan, grafik, catatan pendidiikan dan
pencatatan pemulangan pasien
b. Dokumentasi dilakukan berdasarkan standar praktik keperawatan , sehingga mengurangi
pencatatan tentansg hal rutin secara berulang kali. Oleh karena itu standar harus cukup spesifik
dan menguraikan praktik keperawatan yang sebenarnya serta harus dilakukan oleh perawat di
bangsal , walaupun ada juga standar khusus yang disusun sesuai unit masing- masing.
c. Formulir dokumentasi yang diletakkan ditempat tidur pasien
D. KARDEKS
1. Pengertian
Model dokumentasi Charting by Exception (CBE) ini dibuat pada tahun 1983 oleh staf perawat
di St. Luke’s Hospitalndi MIdwaukee, Wisconsin. Model ini dianggap dapat mengatasi masalah
pendokumentasian dengan membuat catatan tentang pasien manjadi lebih nyata, menghemat
waktu dan mengakomodir adanya informasi terbaru. Model ini dinilai lebih efektif dan efisien
untuk mengurangi adanya duplikasi dan pengulangan dalam memasukan data. Merupakan
metode pencatatan singkat dan berbeda dari dokumen pada umumnya.
Model dokumentasi CBE mempunyai beberapa elemen inti, yaitu: lembar alur, dokumentasi
berdasarkan referensi standar praktik, protocol, dan instruksi incidental, data dasar keperawatan,
rencana perawatan berdasarkan diagnosis dan catatan perkembangan SOAP. Bagi pembaca yang
ingin mendapatkan informasi tambahan mengenai model dokumentasi CBE< dirujuk ke Burke
and Murphy (1988, cit. Iyer and Champ, 2005).
2. Komponen
1. Lembar alur
Model dokumentasi CBE menggunakan beberapa jenis format termasuk lembar alur
instruksi dokter/perawat , catatan grafik, catatan penyuluhan dan catatan pemulangan pasien.
Lembar alur keperawatan / instruksi dokter bersifat unik. Bagian depan format digunakan untuk
mendokumentasikan pengkajian fisik serta implementasi instruksi dokter dan perawat.
Pengkajian system tubuh yang spesifik dilakukan berdasarkan kondisi pasien dan protocol.
Bagian belakang lembar alur menggarisbawahi unsur pengkajian fisik yang harus dilengkapi.
Model CBE menggunakan serangkain symbol yang spesifik, antara lain:
√ tanda centang : pengkajian telah diselesaikan dan tidak ada hasil abnormal yang
ditemukan.
* tanda bintang : hasil abnormal yang signifikan ditemukan dan dijelaskan pada
bagian bawah lembar alur.
→ anak panah : status pasien tidak berubah dari data sebelumnya (dari data yang
bertanda bintang).
√ tanda centang : pengkajian telah diselesaikan dan tidak ada hasil abnormal yang
ditemukan.
* tanda bintang : hasil abnormal yang signifikan ditemukan dan dijelaskan pada bagian
bawah lembar alur.
→ anak panah : status pasien tidak berubah dari data sebelumnya (dari data yang
bertanda bintang).
Selebihnya, lembar alur juga meliputi catatan penyuluhan pasien dan catatan pemulangan pasien.
Catatan grafik berbeda karena terdapat ruang bagi perawat untuk memeriksa apakah standar
praktik telah diikuti atau tidak.
2. Standar Praktik
Pada model dokumentasi CBE, standar praktik merupakan aspek penting dari praktik
keperawatan yang digunakan di area klinis. Kepatuhan terhadap standar praktik akan
menghilangkan pendokumentasia intervensi keperawatan rutin, seperti perawatan oral,
membantu mengubah posisi, perawatan intravena, perawatan kateter foley, atau perawatan
selang nasogastrik. Tanda centang (√) digunakan untuk mendokumentasikan kelengkapan
standar, dan tanda bintang (*) menunjukan bahwa tidak semua standar profesi sudah diikuti.
Adanya penyimpangan harus dijelaskan dalam catatan perawat.
3. Protokol dan intruksi incidental
Dalam model dokumentasi CBE, protokol / pedoman praktik memperjelas intervensi keerawatan
berkaitan dengan perjalanan klinis yang diharapkan dari populasi pasien tertentu, seperti pasin
preoperative, dan pascaoperatif. Protokol menguraikan intervensi keperawatan, pengobatan dan
frekuensi pengkajian fisik.
Lembar alur keperawatan / interuksi dokter digunakan untuk mendokumentasikan implementasi
protocol. Intruksi incidental digunakan jika intervensi keperawatan diperlukan untuk
melanjutkan intervensi keperawatan khusus yang melewati tenggang waktu jika diperlukan
intervensi keperawatan yang berjangka waktu.
4. Data dasar keperawatan
Data dasar keperawatan mempunyai bagian yang berisi riwayat kesehatan dan pengkajian fisik.
Bagian pengkajian fisik menggunakan parameter normal sama dengan lembar alur keperawatan /
instruksi dokter. Hasil normal setiap system tubuh dicetak dikolom kiri bawah halaman. Jika
hasil pengkajian fisik sitem tubuh normal, perawat harus membari tanda centang (√) pada kotak
yang sesuai. Hasil yang abnormal dijelaskan pada sisi kanan halaman.
5. Rencana perawatan berdasarkan diagnosis keperawatan
Model dokumentasi CBE menggunakan rencana erawatan yang standar bersifat individu untuk
setiap pasien. Rencana perawatan standar ini berfokus pada diagnosisi keperawatan yang spesifik
dan mencakup factor yang berhubungan atau factor resiko, karakteristik penjelas, data
pengkajian yang mendukung munculnya diagnosis keperawatan, hasil yang diharapkan dan
intervensi.
6. Catatan perkembangan SOAP
Catatan perkembangan didokumentasikan secara teratur dengan metode SOAP atau SOAPIE.
Karena lembar alur keperawatan / instruksi dokterdan lembar alur lainnya terdiri dari banyak
dokumentasi, biasanya muncul dalam catatan perkembangan. Oleh karena itu penggunaan
catatan SOAP dalam system CBE sangat terbatas pada situasi berikut ini (Burke and Murphy,
1988):
a. Ketika diagnosis keperawatan diientifikasi, diingatkan kembali dinonkatifkan atau diselesaikan.
b. Ketika hasil yang diharapkan dievaluasi.
c. Ketika ringkasan pemulangan dituliskan.
d. Ketika revisi besar terhdah rencana dituliskan.
Dalam metode dokumentasi CBE, bentuk narasi digunakan tersendiri untuk
menggambarkan hasil pemeriksaan normal maupun adanya penemuan abnormal. Bentuk
flowsheet bias digunakan untuk menuliskan hasil pengkajian rutin, sesuai jenis pengkajian yang
dilakukan, misalnya : GI assessment, integumentary assessment. Pada kasus akut atau klien
yang butuh perawatan cukup lama, model pendokumentasi CBE ini bias digunakan.
Data yang bisa didokumentasikan menggunakan model CBE ini antara lain: data dasar
(riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik), intervensi (menggunakan bentuk flowsheet) , catatan
bimbingan pada klien, catatan pulang (menggunakan format SOAPIER), daftar diagnosis
keperawatan, diagnosis keperawatan disertai rencana keperawatan dan profil perawatan
(menggunakan system KARDEX).
Contoh penggunaan model dokumentasi CBE, adalah:
1. Pengkajian penggunaan sistem respiratori jam 14.00:
Pernafasan normal rata-rata20kali permenit, suara nafas dikedua paru bersih, tidak batuk dan
tidak ada sputum.
Warna kulit merah muda, kulit hangat dan kering, tidak ditemukan gangguan nafas
2. Penemuan signifikan:
3. Jam 10.00 ditemukan adanya ronchi lobus kanan bawah.
Sistem atau model dokumentasi CBE ini mempunyai banyak keuntungan, antara lain:
1. Data terbaru tersedia disamping tempat tidur, siap diakses oleh pemberi perawatan yang
berinteraksi dengan pasien.
2. Keberadaan embar alur menghilangkan kebutuhan akan lembar kerja atau kertas coretan lain
untuk mencatatat informasi tantang pasien. Data segara dicatat dalam catatan permanen.
3. Panduan pada bagian belakang format menjadi referensi yang mudah didapat dan sangat
berguna bagi perawat.
4. Status pasien cenderung mudah dilihat dari lembar alur. Informasi pengakjian diatur
berdasarkan sistem tubuh dan mudah dicari.
5. Hasil yang normal diidentifikasi dengan tepat sehingga terdapat kesepakatan terhadap adanya
pengkajian normal.
6. Bayak menghilangkan catatan naratif berulang tentang perawatan rutin. Referensi tentang
standar praktik dapat menyingkirkan pencatatan naratif informatif.
7. Mudah didapatkan pada pendokumentasian alur klinis dan mengurangi waktu yang
dipergunakan perawat untuk mencatat sebesar 67%.
Ada beberapa kerugian dan masalah yang berkaitan dengan sistem atau model
dokumenasi CBE ini, antara lain:
1. Duplikasi pencatatan terjadi pada model CBE, misalnya diagnosis keperawatan dalam daftar
masalah tertulis juga dalam rencana perawatan. Contoh lain adalah, hasil yang abnormal atau
signifikan dijabarkan dalam lembar alur perawat / dokter. Jika hasil abnormal ini memerlukan
intervensi, maka dalam catatn perkembangan SOAP juga harus ditulis kembali. Bagian data
subjektif dan data objektif pada SOAP memuat lagi infomasi yang ditulis dalam lembar alur.
Akhirnya pengkajian dan perencanaan SOAP bisa sama dengan rencana perawatan.
2. CBE dibuat disemua rumah sakit yang perawatnya yang terdaftar (Register Nurse, RN). Unsur
pengkajian fisik perlu ditinjau berdasarkan lingkup praktik perawat yang telah mempunyai
lisensi praktik (Licensed Practical Nurse, LPN). Beberapa rumah sakit yang menerapkan sistem
CBE sedang tidak semua perawatnya RN, mengubah sisitem pembarian asuhan keperawatan
sedemikian rupa dengan mengakomodasi tanggung jawab RN, untuk pengkajian. Meskipun LPN
bisa ditugaskan untuk merawat pasien, RN harus menyelesaikan pengkajian fisik dalam 8 atau 24
jam sekali.
3. Implementasi lengkap memerlukan perubahan besar dalam system pendokumentasian organisasi
karena memerlukan perubahan format pada berbagai alat dokumentasi.
4. Memerlukan pendidikan khusus untuk bisa mengimplementasi system CBE. Perawat di St. Luke
mengalami kesulitan untuk belajar mendokumentasikan hanya hasil yang abnormal saja pada
lembar alur keperawatan / instruksi dokter dan kesultan mentaati standar praktik.
5. Sistem CBE berdampak pada masalah penggantian biaya sampai system ini lebih luas diterima.
6. Dasar hukum CBE masih diperdebatkan. Meskipun pengacara St. Luke telah meninjau sistem
CBE dan menyetujui adanya kepatuhan system terhadap prinsip-prinsip legal(hukum), namun
hakim tetap akan memakai peraturan tentang validitasi dokumentasi unuk setiap kasus.
Pencatatan yang intermiten gagal member tanda bahaya secara continu yang membutuhkan
intervensi dini dari dokter. CBE tidak mendefinisikan kasus dengan jelas, meskpun standar
profesi telah menggambarkan dengan cukup jelas untuk kelangsungan pemberian perawatan.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam penerapan system CBE:
a. Standar untuk pengkajian keperatan dan intervensi harus didevinisikan dengan jelas
b. Kebijakan dan prosedur CBE harus diikuti secara jelas
c. Tidak ada system dokumenasi yang akan melindungi profesi kesehatan dari pengadilan yang
buruk