KMB II
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Salawat serta salam tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan alam nabi
besar muhammad SAW, seorang nabi yang telah membawa kita dari jaman
kegelapan menuju jaman yang terang benerang seperti yang kita rasakan seperti
saat sekarang ini.
Ucapan terimakasih juga kami haturkan kepada Ibu dosen yang telah ikut serta
dalam memberikan tugas makalah “BPH”. Makalah ini kami susun berdasarkan
beberapa sumber buku dan jurnal yang telah kami peroleh. Kami berusaha
menyajikan makalah ini dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti.
Kelompok 4
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
2.2.1 Pengkajian
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Peingkatan
Epidermal growth
Dehidrotestosteron factor
Estrogen meningkat Testosteron
meningkat
turun
Penurunan
Transforming Growth
Peningkatan sel stem Hiperproksia epitel & Factor beta
stroma prostat
Proliferasi sel
BPH
Residual urine
tinggi Iritabilitas N. Urinarius Fungsi seksual turun
Kerusakan Integritas
Kulit
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang BPH
Pemeriksaan klinis dilakukan untuk mengetahui apakah
pembesaran prostat ini bersifat benigna atau maligna dan untuk
memastikan tidak adanya penyakit lainnya. Berikut pemeriksaanya
(Eko Prabowo, Andi Eka Pranata, 2014:134)
1. Urinalisis dan Kultur Urine
Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan
RBC (Red Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan
adanya perdarahan/hematuria.
2. DPL (deepperitoneallavage)
Pemeriksaan pendukun ini untuk melihat ada tidaknya
perdarahan internal dalam abdomen titik sampel yang diambil
adalah cairan abdomen dan diperiksa jumlah sel darah
merahnya.
3. Ureum, Elektrolik dan Serum Kreatinin
Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini
sebagai data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi
dari BPH, karena obstruksi yang berlangsung kronis seringkali
menimbulkan hidronefrosis yang lambat laun akan
memperberat fungsi ginjal dan pada akhirnya menjadi gagal
ginjal.
4. PA (Patologi Anatomi)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca
operasi. Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan
mikroskopis untuk mengetahui apakah hanya bersifat benigna
atau maligna sehingga akan menjadi landasan untuk treatment
selanjutnya.
5. Catatan harian berkemih
Setiap hari perlu dilakukan evaluasi output urine sehingga akan
terlihat bagaimana siklus rutinitas miksi dari pasien. Data ini
menjadi bekal untuk membandingkan dengan pola eliminasi
urine yang normal.
6. Uroflowmetri
Dengan menggunakan alat pengukur, maka akan terukur
pancaran. Pada obstruksi dini seringkali pancaran melemah
bahkan meningkat hal ini disebabkan obstruksi dari kelenjar
prostat pada traktus urinarius selain itu volume residu juga
harus diukur titik normalnya residual urine <100 ml. namun,
residual yang tinggi membuktikan bahwa vesikaurinaria tidak
mampu mengeluarkan urine secara baik karena adanya
obstruksi.
a. Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif
b. Flow rate maksimal 10 -15 ml / dtk = border line
c. Flow rate maksimal < 15 ml / dtk = obstruktif
7. USG Ginjal dan VesikaUrinaria
USG digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan
besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urin.
ginjal bertujuan untuk melihat adanya komplikasi. (Riselena
Alyssa Amadea, dkk. 2019 : 175)
2.1.8 Penatalaksanaan BPH
1. Penatalaksanaan Medis
a. TUR-P (Transuretral Resection Prostatectomy)
Tindakan ini menjadi salah satu pilihan tindakan
pembedahan yang paling umum dan sering dilakukan untuk
mengatasi pembesaran prostat. Prosedur yang dilakukan
dengan bantuan alat yang disebut resektoskop ini bertujuan
untuk menurunkan tekanan pada kandung kemih dengan
cara menghilangkan kelebihan jaringan prostat. TURP
menjadi pilihan utama pembedahan karena lebih efektif
untuk menghilangkan gejala dengan cepat dibandingkan
dengan penggunaan obat-obatan. Tindakan ini memiliki
banyak keuntungan, yaitu meminimalisir tindakan
pembedahan terbuka sehingga masa penyembuhan lebih
cepat dan tingkat resiko infeksi bisa ditekan. (Riselena
Alyssa Amadea, dkk. 2019 : 173)
b. Pembedahan terbuka (Prostatectomy)
Tindakan ini dilakukan jika prostat terlalu besar diikuti oleh
penyakit penyerta lainnya. Misalnya tumor vesikaurinaria,
vesikolitiasis, dan adanya adenoma yang besar.
1. Penatalaksanaan keperawatan
a. Terapi medikamentosa adalah untuk:
1) Pemberian obat golongan reseptor Alfa-adrenergik
inhibitor mampu merelaksasikan otot polos prostat dan
saluran kemih akan lebih terbuka.
2) Obat golongan 5-Alfa-reduktase se inhibitor mampu
menurunkan kadar dihidrotestosteron intraprostat,
sehingga dengan turunnya kadar testosteron dalam
plasma maka prostat akan mengecil. (Riselena Alyssa
Amadea, dkk. 2019 : 173)
2. 2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
b. Keluhan Utama Klien
c. Riwayat Kesehatan Sekarang, Dahulu, Keluarga
2. Pemeriksaan fisik
a. Adanya peningkatan nadi dan tekanan darah (tidak
signifikan, kecuali ada penyakit penyerta). hal ini
merupakan bentuk kompensasi dari nyeri yang timbul
akibat obstruksi meatus uretra dan adanya distensibladder
titik-titik jika retensi urine berlangsung lama sering
ditemukan adanya tanda gejalaurosepsis (peningkatan suhu
tubuh) sampai pada syok septik.
b. Obstruksi kronis pada saluran kemih akibat BPH
menimbulkan retensi urin pada bladder. hal ini memicu
terjadinya repluks urine dan terjadi hidronefrosis dan
pyelonefrosis. Sehingga pada palpasi bimanual ditemukan
adanya rabaan pada ginjal. Pada palpasi suprasimfisis akan
teraba distensibladder (ballotemen).
c. Pada pemeriksaan penis, uretra dan skrotum tidak
ditemukan adanya kelainan, kecuali adanya penyakit
penyerta seperti stenosismeatus, struktur uretralis,
uretharalithiasis, Ca penis, maupunepididimitis.
d. Pemeriksaan RC (Rectal Touncher) adalah pemeriksaan
sederhana yang paling mudah untuk menegakkan BPH.
Tujuannya adalah untuk menentukan konsistensi sistem
persyarafan unit vesiko ureter dan besarnya prostat.
1) Derajat I = beratnya +/- 20 gram
2) Derajat II = beratnya antara 20-40 gram
3) Derajat III = beratnya > 40 gram
3. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan darah lengkap tidak menunjukkan
adanya kelainan, kecuali disertai dengan urosepsi yaitu adanya
peningkatan leukosit. selain itu, pada pemeriksaan urine
lengkap akan ditemukan adanya bakteri patogen pada kultur
jika ada infeksi dan adanya eritrosit jika terjadi ruptur pada
jaringan prostat.
Pada kondisi post operasi, pemeriksaan PA dilakukan untuk
menentukan keganasan/jinak dari jaringan prostat yang
hyperplasia.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya
Pemeriksaan penunjang lainnya yang bisa membantu
penegakan diagnosis BPH adalah USG ginjal (melihat
komplikasi) dan vesika urinaria (tampak pembesaran jaringan
prostat). Pemeriksaan uroflowmetri sangat penting dengan
melihat pancaran urine. Berikut penilaian dari pemeriksaan
uroflowmetri:
a. Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif
b. Flow rate maksimal 10 -15 ml / dtk = border line
c. Flow rate maksimal < 15 ml / dtk = obstruktif
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi
kandung kemih.
b. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status
kesehatan kemungkinan prosedur bedah/malignasi.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi
2. Post operasi
a. Nyeri (akut berhubungan dengan insisi pembedahan)
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah
vaskuier kesulitan mengontrol perdarahan.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan presedur invasive : alat
selama pembedahan, catheter, iritasi kandung kemih serta
trauma insisi bedah.
d. Defisit self care berhubungan dengan kelemahan fisik.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
A. Pre Operasi
Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik
tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
B. Post Operasi
Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Benigna prostat hyperplasia (BPH) adalah masalah umum pada
sistem genitourinari pada pria dewasa yang ditunjukan dengan adanya
penigkatan jumlah sel-sel epitel dan jaringan stroma di dalam kelenjar
prostat (Andre, Terrence & Eugene, 2011).
Penyebab pastinya belum diketahui secara pasti dari hyperplasia
prostat, namun faktor usia dan hormonal menjadi predisposisi terjadinya
BPH. BPH merupakan yang di derita oleh klien laki-laki dengan usia rata-
rata lebih dari 50 tahun. Gambaran klinis dari BPH sebenarnya sekunder
dari dampak obstruksi saluran kencing, sehingga klien kesulitan untuk
miksi.
Pemeriksaan klinis dilakukan untuk mengetahui apakah
pembesaran prostat ini bersifat benigna atau maligna dan untuk
memastikan tidak adanya penyakit lainnya seperti pemeriksaan
Uroflowmetri, USG Ginjal, DPL, PA (Patologi Anatomi), dll. Penyakit
bph merupakan penyakit bedah, sehingga tetap bersifat simptomatis untuk
mengurangi tanda gejala yang diakibatkan oleh obstruksi pada saluran
kemih. Terapi simptomatis ditujukan untuk merelaksasi otot polos prostat
atau dengan menurunkan kadar hormon yang mempengaruhi pembesaran
prostat, sehingga obstruksi akan berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, Eko & Pranata, Andi Eka. 2014. BUKU AJAR KEPERAWATAN
SISTEM PERKEMIHAN. Yogyakarta : Nuha Medika
Wijaya, Andra Saferi & Putri, Yessie Mariza. 2013. KMB 1 KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH KEPERAWATAN DEWASA TEORI DAN CONTOH
ASKEP. Yogyakarta : Nuha Medika
Amadea, Riselena Alyssa, dkk. 2019. BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
(BPH). Medical Profession (MedPro), 1(2), 172-176.
Kemalasari, Dewita Wahyu, dkk. 2015. Korelasi Disfungsi Sosial dengan Usia
dan Terapi pada Banign Prostatc Hyperplasia. Global Medical and
Health Communication, 3(2), 61-64.
Arifianto, dkk. 2019. The Effect of Benson Relaxation Technique on a Scale Of
Postoperative Pain in Patients with Benign Prostat Hyperplasia at RSUD
dr. H Soewondo Kendal. Media Keperawatan Indonesia, 2(1), 1-9.