Anda di halaman 1dari 14

Mitigasi Bencana

Djelia Fitriani
15817024

Pemahaman saudara mengenai : Ancaman, Bahaya, Bencana, Kerawanan,


Ketahanan, Risiko, dan Mitigasi.

1. Mitigasi
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana (Pasal 1 Ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana,).
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana (UU No 24 Tahun 2007, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 9)
Adapun kegiatan dalam mitigasi bencana menurut Pasal 20 ayat 2 PP No 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana sebagai berikut

Kegiatan mitigasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui :

a. Perencanaan dan pelaksanaan penataan ruang yang berdasarkan pada analisis


resiko bencana;
b. Pengatur pembangunan, pembangunan infrsatruktur dan tata bangunan; dan
c. Penyelenggaraan Pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan baik secara
konvensional maupun modern.

Mitigasi (mitigation) adalah upaya yang dilakukan untuk mengurnagi dampak dari
bencana, baik secara fisik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun
non fisik-struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan.
2. Bahaya
Bahaya adalah keadaan yang mempunyai potensi untuk menyebabkan kerugian
baik secara fisik atau nonfisik maupun lingkungan sekitar. Bahaya terbagi menjadi dua
yaitu Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made hazards)
yang menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR)
dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological hazards), bahaya
hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya biologi (biological hazards),
bahaya teknologi (technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan
(environmental degradation).

3. Ancaman
Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan
bencana.( UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1 Ayat 13)
Ancaman (hazard) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang mempunyai potensi
untuk menimbulkan keursakan, kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan lingkungan.
Ancaman memiliki beberapa tingkatan untuk menandakan potensi dari suatu wilayah.
Ancaman disusun berdasarkan parameter intensitas dan probabilitas kejadian. Acaman
digunakan dalam memperoleh tingkat resiko dari suatu bencana. Dalam mitigasi bencana
ancaman dibuat dalam bentuk peta. Secara garis besar Indonesia memiliki 13 ancaman
bencana, yaitu :
1. Gempa bumi
2. Tsunami
3. Banjir
4. Tanah longsor
5. Letusan gunung api
6. Gelombang ekstrim dan abrasi
7. Cuaca ekstrim
8. Kekeringan
9. Kebakaran hutan dan lahan
10. Kebakaran Gedung dan pemukiman
11. Epidemi dan wabah penyakit
12. Gagal teknologi
13. Konflik sosial

Tingkat Ancaman yang telah memperhitungkan Indeks Ancaman di dalamnya,


menjadi dasar bagi perhitungan Tingkat Kerugian dan Tingkat Kapasitas. Indeks Ancaman
Bencana disusun berdasarkan dua komponen utama, yaitu kemungkinan terjadi suatu
ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat untuk bencana yang terjadi tersebut.
Dapat dikatakan bahwa indeks ini disusun berdasarkan data dan catatan sejarah kejadian
yang pernah terjadi pada suatu daerah. Adapun jenis ancaman (hazard) dalam bentuk peta
yang dikeluarkan oleh Kementrian/Lembaga terkait :

a. Gempa bumi (tim 9 revisi gempa)


b. Longsor (ESDM)
c. Gunung berapi (PVMBG)
d. Banjir (PU dan Bakosurtanal)
e. Kekeringan (BMKG)

Ancaman dibagi menjadi 3 kelas yaitu rendah, sedang dan tinggi. Komponen dan
indikator untuk menghitung indeks ancaman bencana dapar dilihat pada tabel dibawah.
4. Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam,
manusia dan atau keduanya yang mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian
harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum serta
menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat (Despsos
RI : 2004)
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan/atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
(PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Pasal 1 Ayat
1). Adapun jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain:
a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
b. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi dan wabah penyakit.
c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

5. Kerentanan
Kerentanan adalah kondisi, atau karakteristik biologis, geografis, social, ekonomi,
politik, budaya dan teknologi masyarakat di suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu
yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan menanggapi
dampak bahaya tertentu. Komponen kerentanan disusun berdasarkan parameter sosial
budaya, ekonomi, fisik dan lingkungan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kerentanan
terdapat pada diagram dibawah ini
6. Ketahanan
Ketahanan adalah kemampuan daerah dan masyarakat untuk melakukan tindakan
pengurangan Tingkat Ancaman dan Tingkat Kerugian akibat bencana. Komponen
ketahanan disusun berdasarkan parameter kapasitas regulasi, kelembagaan, sistem
peringatan, pendidikan pelatihan keterampilan, mitigasi dan sistem kesiapsiagaan.
Berdasarkan pengukuran indikator pencapaian ketahanan daerah maka kita dapat membagi
tingkat ketahanan tersebut kedalam 5 tingkatan, yaitu :
a. Level 1 Daerah telah memiliki pencapaian-pencapaian kecil dalam upaya
pengurangan risiko bencana dengan melaksanakan beberapa tindakan maju dalam
rencana-rencana atau kebijakan.
b. Level 2 Daerah telah melaksanakan beberapa tindakan pengurangan risiko bencana
dengan pencapaian-pencapaian yang masih bersifat sporadis yang disesbabkan belum
adanya komitmen kelembagaan dan/atau kebijakan sistematis.
c. Level 3 Komitmen pemerintah dan beberapa komunitas tekait pengurangan risiko
bencana di suatu daerah telah tercapai dan didukung dengan kebijakan sistematis,
namun capaian yang diperoleh dengan komitmen dan kebijakan tersebut dinilai belum
menyeluruh hingga masih belum cukup berarti untuk mengurangi dampak negatif
dari bencana.
d. Level 4 Dengan dukungan komitmen serta kebijakan yang menyeluruh dalam
pengurangan risiko bencana disuatu daerah telah memperoleh capaian-capaian yang
berhasil, namun diakui ada masih keterbatasan dalam komitmen, sumberdaya
finansial ataupun kapasitas operasional dalam pelaksanaan upaya pengurangan risiko
bencana di daerah tersebut.
e. Level 5 Capaian komprehensif telah dicapai dengan komitmen dan kapasitas yang
memadai disemua tingkat komunitas dan jenjang pemerintahan.

penghitungan Tingkat Ketahanan Daerah dapat dilakukan bersamaan dengan


penyusunan Peta Ancaman Bencana pada daerah yang sama. Untuk perhitungan Indeks
Kapasitas dapat diunduh di www.bnpb.go.id. Tingkat Ketahanan Daerah yang diperoleh
dari diskusi terfokus, diperoleh Indeks Kapasitas. Hubungan Tingkat Ketahanan Daerah
dengan Indeks Kapasitas terlihat pada tabel dibawah ini

7. Risiko
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat (Pasal 1 ayat 7 PP No 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada
suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat (UU No 24 tahun 2004 tentang Penanggulangan Bencana
Pasal 1 Ayat 17).
Dalam penyusunan peta risiko bencana emrupakan penggabungan dari peta
ancaman, kerentanan dan kapasitas. Peta-peta tersebut diperoleh dari berbagai indeks yang
dihitung dari datadata dan metode perhitungan. Adapun metode penyusunan peta resiko
bencana seperti dibawah ini
Peta Risiko Bencana dan Kajian Risiko Bencana harus disusun untuk setiap jenis ancaman
bencana yang ada pada daerah kajian. Nilai risiko bencana berisikan nilai indeks bukan
nilai ril. Rumus dasar umum untuk analisis risiko yang diusulkan dalam 'Pedoman
Perencanaan Mitigasi Risiko Bencana' yang telah disusun oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Indonesia (Peraturan Daerah Kepala BNPB Nomor 4 Tahun
2008) adalah sebagai berikut:
𝑉
𝑅≈𝐻∗
𝐶
Dimana:
R : Disaster Risk : Risiko Bencana
H : Hazard Threat : Frekuensi (kemungkinan) bencana tertentu cenderung terjadi dengan
intensitas tertentu pada lokasi tertentu
V : Vulnerability : Kerugian yang diharapkan (dampak) di daerah tertentu dalam sebuah
kasus bencana tertentu terjadi dengan intensitas tertentu. Perhitungan variabel ini biasanya
didefinisikan sebagai pajanan (penduduk, aset, dll) dikalikan sensitivitas untuk intensitas
spesifik bencana
C : Adaptive Capacity : Kapasitas yang tersedia di daerah itu untuk pulih dari bencana
tertentu.
Nama dan peran (lingkup, kewenangan, dan pendanaan) lembaga-lembaga yang
terkait dengan kebencanaan pada tingkat dunia (PBB), Asia Pasifik, Asia, ASEAN,
Eropa, Afrika, Australia, Amerika, dan Indonesia pada butir (1) di atas.

1. Tingkat dunia (PBB)


United Nations Platform for Space-based Information for Disaster Management
and Emergency Response (UN-SPIDER) adalah sebuah platform yang memfasilitasi
pengguna teknologi berbasis ruang untuk manajemen bencana dan tanggap darurat yang
berada dibawah naungan United Nations Office for Outer Space Affairs (UNOOSA). UN-
SPIDER memiliki wewenang untuk memastikan akses untuk menggunakan teknologi yang
dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhan selama semua fase siklus manajemen bencana
dilakukan. UN-SPIDER sesekali melaksanakan berbagai workshop, seminar dan
pertemuan para ahli dari berbagai negara

2. Asia Pasifik
Asia Pacific Alliance for Disaster Management (A-PAD) adalah aliansi dalam
membantu bencana trans-nasional yang memiliki fungsi untuk memfasilitasi kerjasama
dan pemahaman antara pemerintah, perusahaan swasta, dan LSM di kawasan Asia Pasifik.
A-PAD memiliki tugas untuk memfasilitasi kolaborasi diantara negara-negara anggota
yang memiliki tujuan memberikan bantuan bencana yang efektif dan efisien melalui
kesiapsiagaan bencana, pengurangan risiko, bantuan, dan pemulihan. Selain itu, A-PAD
memiliki tujuan untuk membuat platform mengenai bantuan bencana di negara kawasan
Asia-Pasifik, membangun dan mengoperasikan aliansi regional. A-PAD memiliki
wewenang untuk mengumpulkan informasi dan mengeluarkan permohonan bantuan dalam
keadaan darurat, memberikan fasilitas kolaborasi antara Platform Nasional,
mengembangkan sumber daya manusia di wilayah Asia-Pasifik, melakukan promosi
kemitraan dengan organisasi dan perusahaan trans-nasional, mendukung pembentukan
platform nasional, mengamankan pendanaan publik atau swasta untuk memperluas atau
memperkuat kerjasama regional, dan mengirimkan tim penyelamatan multi-nasional.
3. Asia
Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) adalah organisasi yang
menghubungkan antar pemerintah untuk bekerja membangun ketahanan masyarakat dan
institusi terhadap bencana dan dampak perubahan iklim di Asia dan Pasifik. ADPC
memiliki wewenang untuk menyediakan layanan teknis yang komprehensif untuk negara-
negara di kawasan lintas ilmu sosial dan fisik untuk mendukung solusi berkelanjutan,
pengurangan risiko dan ketahanan iklim. ADPC bisa berjalan karena dibiayai oleh
berbagai lembaga, seperti dari Asian Development Bank (ADB), United States Agency
for International Development (USAID), dan lain sebagainnya.

4. ASEAN
ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on disaster management
(AHA Centre) adalah sebuah organisai yang menghubungkan antar pemerintah yang
memiliki tujuan untuk memfasilitasi kerjasana dan koordinasi diantara negara-negara
anggota ASEAN, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan organisasi internasional yang bergerak
dibagian manajemen bencana dan respon darurat di wilayah ASEAN. AHA Centre
memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan dan mendapatkan data situasi terbaru
melalui berbagai platform dan alat pada negara anggotanya, mengembangkan alat-alat dan
pedoman untuk mempercepat mobilisasi disaat bencana terjadi, dan membangun wilayah
yang tahan bencana dengan mengubah kapasitas bangunan. AHA Centre dapat terus
berjalan karena ada iuran wajib yang dilakukan oleh ke-10 negara yang menjadi
anggotanya, yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar,
Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

5. Eropa
Directorate-General for European Civil Protection and Humanitarian Aid Office
(DG ECHO) atau European Community Humanitarian Aid Office adalah sebuah
departemen Komisi Eropa untuk memberi bantuan kemanusiaan dan perlindungan sipil
luar negeri. ECHO memiliki tujuan untuk menyelamatkan dan melestarikan kehidupan,
mencegah dan mengurangi penderitaan manusia, menjaga integritas dan martabat populasi
yang terkena dampak bencana alam, dan krisis buatan manusia. ECHO memiliki
wewenang untuk membantu, baik dalam bentuk barang maupun jasa, kepada korban
konflik dan bencana di luar Uni Eropa. ECHO memiliki tanggung jawab kepada
Mekanisme Perlindungan Sipil Uni Eropa. ECHO mendapatkan biaya yang berasal dari
anggaran kemanusiaan yang dibuat oleh Departemen Operasi Sipil dan Bantuan
Kemanusiaan Uni Eropa sebesar lebih dari € 1 miliar. Anggaran tersebut digunakan untuk
membantu jutaan orang di seluruh dunia pada setiap tahunnya.

6. Afrika
Disaster Management Institute of Southern Africa (DMISA) adalah badan
professional untuk manajemen bencana di Afrika Selatan dan juga sebagai rumah bagi
para praktisi manajemen bencana untuk tempat berbagi, belajar, membangun jaringan,
dan menyelaraskan dalam lingkungan yang aman dan ramah dengan rekan-rekan yang
memiliki tantangan dan peluang yang sama. DMISA merupakan badan yang berorientasi
pada kualitas pengembangan keterampilan professional berkelanjutan. Dalam
mewujudkan hal tersebut, DMISA memiliki wewenang untuk melakukan promosi,
transparansi dan kesetaraan, melaukan advokasi praktik terbaik dari penanggulangan
bencana internasional, memelihara budaya dalam mengurangi risiko bencana, dan
membina jaringan dan hubungan komunikasi nasional dan internasional. DMISA
memiliki projek yaitu Disaster Risk Reduction yang dibiayai oleh Development Bank of
Southern Africa (DBSA).

7. Australia
Australian Institute for Disaster Resilience (AIDR) adalah sebuah lembaga yang
mendukung Australia dalam mengembangkan, memelihara dan berbagi pengetahuan dan
pembelajaran agar tahan akan bencana. AIDR didukung oleh Australian Government
Department of Home Affairs, AFAC, Australian Red Cross, dan Bushfire and Natural
Cooperative Research Centre. AIDR memiliki wewenang untuk berbagi dan menggunakan
informasi kepada lembaga yang bekerja terkait dengan bencana atau korban yang terkena
dampak untuk mencapai suatu koordinasi dan perkembangan. AIDR diberi biaya oleh
Departemen Commonwealth Attorney General melalui Manajemen Darurat Australia.
8. Amerika
Federal Emergency Management Agency (FEMA) merupakan suatu agensi pada
Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat yang memiliki tujuan untuk
melakukan koordinasi respons terhadap bencana yang telah terjadi di Amerika Serikat,
termasuk sumber daya dari otoritas lokal dan negara bagian. FEMA memiliki wewenang
untuk mengoordinasikan peran pemerintah federal dalam mempersiapkan, mencegah,
melakukan mitigasi, merespon, dan melakukan pemulihan dari semua bencana domestik,
baik yang disebabkan oleh alam maupun manusia, termasuk tindakan teror. FEMA dibiayai
oleh Departemen Kemanan Dalam Negeri melalui Dana Bantuan Bencana Badan
Manajemen Darurat Federal.

9. Indonesia
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) adalah sebuah lembaga pemerintah
non-kementrian yang bertugas untuk elakukan penanggulangan bencana di tingkat pusat
sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana. BNPB memiliki wewenang untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan tindakan yang cepat dan tepat
serta efektif dan efisien dan melakukan koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh. BNPB mendapatkan
dana dari pengalokasian dana penanggulangan bencana dari APBN. Dana penanggulangan
bencana dari APBN dibagi menjadi 3 kategori, yaitu dana kontijensi bencana yang
digunakan untuk kegiatan kesiapsiagaan dalam tahap prabencana, dana siap pakai untuk
kegiatan pada tahap keadaan darurat, dan dana bantuan sosial yang memiliki pola hibah
untuk kegiatan pada tahap pasca bencana.

Anda mungkin juga menyukai