Document TKN
Document TKN
Disusun oleh :
Kelompok 8
1. DEVITASARI (P1337430118003)
2. Fadlila amallia s p1337430118026
3. aditya rafi arkana p1337430118034
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, nikmat
dan karunia-Nya, sehingga tugas makalah Kedokteran Nuklir dengan judul “Teknik Sidik
Tulang” penulis dapat menyelesaikannya tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak sekali kekurangan
dan kesalahan dan tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari orang lain. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Gani Gunawan, Sp.KN selaku
Dosen Pengajar mata kuliah Kedokteran Nuklir.
Penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Penulis menyadari bahwa makalah yang ditulis
masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca agar susunan laporan studi kasus ini menjadi baik. Terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
9. Konfigurasi Alat........................................................................................... 10
12. Saran............................................................................................................. 21
PENDAHULUAN
B. Tujuan Penulisan
18. Untuk mengetahui pengertian mengenai kedokteran nuklir.
19. Untuk mengetahui mengenai radiofarmaka.
20. Untuk mengetahui teknik scanning tulang dalam kedokteran nuklir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21. Definisi Kedokteran Nuklir
Ilmu Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan
sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk
mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga dapat digunakan untuk
tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran. Pada kedokteran Nuklir, radioisotop
dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (studi invivo) maupun hanya direaksikan saja
dengan bahan biologis antara lain darah, cairan lambung, urine dan sebagainya, yang
diambil dari tubuh pasien yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas
percobaan).
Pada studi in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien
melalui mulut atau suntikan atau dihirup lewat hidung dan sebagainya maka informasi
yang dapat diperoleh dari pasien dapat berupa:
22. Citra atau gambar dari organ atau bagian tubuh pasien yang dapat diperoleh dengan
bantuan peralatan yang disebut kamera gamma ataupun kamera positron (teknik
imaging)
23. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu dan
angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ atau bagian
tubuh tertentu disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan kamera gamma
atau kamera positron.
24. Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis (darah, urine dsb) yang
diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang dirangkaikan pada
detektor radiasi (teknik non-imaging).
Data yang diperoleh baik dengan teknik imaging maupun non-imaging memberikan informasi
mengenai fungsi organ yang diperiksa. Pencitraan (imaging) pada kedokteran nuklir dalam
beberapa hal berbeda dengan pencitraan dalam radiologi. Pada studi in-vitro, dari tubuh pasien
diambil sejumlah tertentu bahan biologis misalnya 1 ml
darah. Cuplikan bahan biologis tersebut kemudian direaksikan dengan suatu zat
yang telah ditandai dengan radioisotop. Pemeriksaannya dilakukan dengan bantuan
detektor radiasi gamma yang dirangkai dengan suatu sistem instrumentasi. Studi
semacam ini biasanya dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon-hormon tertentu
dalam darah pasien seperti insulin, tiroksin dll.
Di Indonesia, kedokteran nuklir diperkenalkan pada akhir tahun 1960-an, yaitu setelah reaktor
atom Indonesia yang pertama mulai dioperasikan di Bandung. Beberapa tenaga ahli Indonesia
dibantu oleh tenaga ahli dari luar negeri merintis pendirian suatu unit kedokteran nuklir di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir di Bandung. Unit ini merupakan cikal bakal Unit
Kedokteran Nuklir RSU Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Menyusul
kemudian unit-unit berikutnya di Jakarta (RSCM, RSPP, RS Gatot Subroto) dan di Surabaya (RS
Sutomo). Pada tahun 1980-an didirikan unit-unit kedokteran nuklir berikutnya di RS sardjito
(Yogyakarta) RS Kariadi (Semarang), RS Jantung harapan Kita (Jakarta) dan RS Fatmawati
(Jakarta). Dewasa ini di Indonesia terdapat 15 rumah sakit yang melakukan pelayanan
kedokteran nuklir dengan menggunakan kamera gamma, di samping masih terdapat 2 buah
rumah sakit lagi
yang hanya mengoperasikan alat penatah ginjal yang lebih dikenal dengan nama
Renogram.
26. Radiofarmaka
Radiofarmaka adalah senyawa aktif yang diberikan ke pasien peroral maupun
parental untuk tujuan diagnostik maupun terapi, merupakan sumber terbuka dan ikut
metabolisme dalam tubuh. Suatu radiofarmaka berupa isotop radioaktif misalnya Tl-201
atau berupa senyawa yang dilabel dengan pembawa materi contoh I-131 Hipuran, Tc-
99m DTPA. Sifat-sifat radiofarmaka diagnostik yang ideal:
31. Dosis radiasi yang diterima pasien dan petugas kedokteran nuklir minimal.
35. Penyiapan serta kendali kualitasnya sederhana jika dibuat ditempat (rumah sakit).
39. Perbandingan uptake di dalam target terhadap organ bukan target tinggi
40. Dosis radiasi yang diterima pasien harus minimal dan juga yang diterima petugas
kedokteran nuklir.
43. Preparasi dan QC radiofarmaka mudah dan sederhana bila radiofarmaka disiapkan
ditempat.
44. Radionuklida
Radionuklida yang digunakan di kedokteran nuklir adalah hasil produksi dari
reaktor nuklir seperti I-131, Cr-51 dan cyclotron seperti Tl-201, In-123 namun harganya
jauh lebih mahal dibanding dengan reaktor nuklir atau melalui generator dengan
mengilusi isotop induk. Contoh yang paling dikenal dari radionuklida yang berasal dari
generator adalah Tc-99m yang diilusi dari isotop induk Mo-99 yang pemakainnya paling
banyak di kedokteran nuklir.
45. Waktu paruh : pendek tetapi tidak lebih pendek dari waktu pemeriksaan
48. Sifat kimia : tidak toxis dan tidak merubah sifat biologis dari farmaka yang
dilabel
Dari kriteria di atas Tc-99 merupakan radionuklida yang paling memenuhi syarat
karena Tc-99 mempunyai waktu paruh 6 jam, radiasi gamma, energi 146 keV, sifat kimia
tidak toxis dan tidak merubah sifat biologis farmaka yang dilabel dan ekonomis.
51. Mudah dilabel dengan radionuklida serta mudah preparasinya tanpa merubah sifat
biologisnya terutama biodistribusi dalam tubuh.
52. Harus terakumulasi atau teralokasi sebagian besar di organ yang akan diperiksa.
53. Harus bisa dieliminasi dari tubuh dengan waktu paruh yang sesuai dengan lamanya
pemeriksaan.
Zat pembawa yang umum digunakan pada pemeriksaan Kedokteran Nuklir adalah
sebagai berikut :
ORGAN YANG
NO ZAT PEMBAWA RADIONUKLIDA
DIPERIKSA
1. MDP Tc-99m Tulang
8. N I-131 Tiroid
Bila pembawa materi adalah mikro koloid yang dapat ditandai dengan Tc-99m, In-
113m, atau Au-198, maka radiofarmaka akan difagositosit oleh system
Retikuloendotelia (RES) tubuh setelah disuntikkan intravena. Radiofarmaka ini
dimanfaatkan untuk membuat skaninghati, limpa, sumsum tulang dan juga
membuat skening kelenjar getah bening regional bila diberikan secara subkutan.
b. Transportasi aktif
secara aktif sel-sel organ tubuh memindahkan radiofarmaka ini dari plasma darah
ke dalam organ untuk selanjutnya ikut metabolisme tubuh/dikeluarkan dari tubuh.
Contoh I-131 Hippuran diekskresi o/ sel tubulus sehingga dapat dipakai untuk
memeriksa fungsi ginal pada Renogram, Tc-99m IDA dan I-131 Rose Bengal oleh
sel poligonal hati ditransfer dari darah untuk diekskresi ke usus halus lewat saluran
empedu.
c. Penghalang kapiler
d. Pertukaran Difus
Pembawa materi yang telah ditandai radioaktif akan saling bertukar tempat dgn
senyawa yang sama dari organ tubuh. Contoh Polifosfat bertanda Tc-99m akan
bertukar tempat dengan senyawa polifosfat tulang.
55. Kompartemental
Bila radiofarmaka berada pada organ tubuh yang diperiksa dalam waktu
lama. Misal pada Scanning jantung dgn Tc-99m Sn eritrosit.
b. Pengasingan Sel
Sel darah merah yg ditandai oleh Cr-51 dan dipanaskan 50 derajad Celcius selama 1
menit bila dimasukkan kembali ke tubuh pasien scr IV akan segera diasingkan ke
limpa dan merupakan radiofarmaka untuk scanning limpa.
58.Kolimator
63.Konsole/Panel Kontrol
Kamera gamma jenis digital memiliki beberapa kelebihan dibanding jenis analog,
antara lain dapat melakukan pemrosesan data lebih cepat, karena selalu dilengkapi
dengan unit komputasi yang lebih canggih, dan secara umum relatif lebih mudah
perawatanya.
64. Kolimator
Sebagaimana pada sistem optic yang memerlukan lensa untuk
memfokuskan cahaya, dalam kedokteran nuklir juga diperlukan sarana untuk
memfokuskan sinar gamma detector. Untuk itu diperlukan kolimator yang
terbuat dari timbal yang berisikan pipa-pipa kecil, dimana arah dari pipa-pipa ini
tergantung dari jenis kolimator. Dengan kolimator, hanya sinar gamma yang
searah dengan pipa-pipa dapat melalui kolimator dan menumbuk detector.
· Dimensi dari kolimator : besar pipa/ukuran hole, jumlah hole, panjang hole
dan tebal septa.
· Jarak dari obyek : makin dekat obyek dengan kamera makin baik
resolusinya, karena itu sangat penting untuk menempatkan pasien sedekat
mungkin dengan kamera.
· Resolusi dan sensitivitas juga sangat dipengaruhi oleh energi sinar gamma
yang diterima, makin tinggi energi yang diterima makin buruk cahaya yang
dihasilkan detektor.
65. Detektor
Detector terdiri dari scintilasi kristal yang diletakkan di belakang
kolimator, terbuat dari Natrium Iodida (NaI) kristal plus Thalium. NaI (Tl) ini
akan mengeluarkan cahaya/scintilisai apabila tertumbuk sinar gamma. Interaksi
photon gamma dengan kristal detektor akan menyebabkan terjadinya efek
penyerapan photoelektrik, sehingga menghasilkan cahaya fluorosensi yang
intensitasnya proposional dengan kandungan energi dari photon gamma yang
bersangkutan.
Signal-signal yang dapat dari PMT akan diproses menjadi 3 (tiga) signal X, Y, Z. spatial
coordinates X dan Y sebagai sumbu , dan komponen Z sebagai parameter besarnya energi yang
masuk dalam kristal detektor dan diproses oleh PHA. Koordinat X dan Y dapat langsung diamati
pada layar display (CRT) atau
didalam komputer. Sedang signal Z (intensitas) akan diproses lebih lanjut
oleh komponen berikutnya, yaitu PHA.
2) Kontrol Panel
· Preset count
67. Generator
· Struktur generator harus tetap baik setelah berkali-kali dielusi (dalam pemisahan
nuklida anak dari induknya).
Pasien diposisikan tidur telentang pada meja pemeriksaan, kedua kaki dekat
dengan kamera gamma ( feet first supine ).
d. Pengaturan Posisi Objek
Kedua krista illiaka diposisikan pada pertengahan kamera gamma, atau batas
atas sekitar 5 cm superior processus Xypodeus dan batas bawah pada setinggi
simpisis pubis, lengan yang tidak diinjeksi lurus di samping tubuh, sedang
lengan yang diinjeksi luruh / menjauhi tubuh
e. Teknik Pemeriksaan
84. Prosedur Tindakan : Pencitraan Dengan Metoda Tiga Fase
85. Fase pertama (vaskuler)
Penderita tidur terlentang dengan detektor ditempatkan sedemikian rupa
sehingga tubuh yang akan diperiksa berada di atas lapang pandang
detektor.
87. Scanning dilakukan pada 3 jam pasca injeksi radiofarmaka Tc-99m MDP.
88. Entry data pasien : Data identitas pasien diketik pada computer yang
meliputi nama pasien, nomor catatan medic, umur, tanggal lahir.
89. Pemilihan Protokol Pemeriksaan Bone Scan, terdapat 4 pilihan menu
akuisisi yaitu Dinamik, Blood Pool, Whole Body, Spot Chest AP/PA,
Spot Chest Oblik, dan Spot Pelvis AP/PA. Protokol dinamik dan blood
pool dilakukan untuk pasien dengan klinis radang atau membedakan
antara radang dan metastase tumor pada tulang dan scanning tulang
dilakukan bersamaan dengan waktu injeksi radiofarmaka secara intra
vena.
Pengaturan parameter : Kolimator Low Energy High Resolution (LEHR),
sacanning dilakukan 4 tahap, pertama seluruh tubuh wholebody AP/PA,
kedua proyeksi Spot Chest AP/PA, ketiga proyeksi Spot Chest Oblik
90. lebih kurang 35 derajat ke kanan atau ke kiri, ke empat proyeksi Pot
Pelvis AP/PA dengan protocol feet first supine, dinamik scan, matrix :
128 x 128; ‘peak’ energy disesuaikan oleh radionuklida, yaitu 140 KeV
dengan ‘window’: 20 %; jumlah count : 700 kilocounts.
91. Proses Transfer data ke Work Station : setelah selesai akuisisi data,
selanjutnya data dikirim ke workstation bisa diatur otomatis maupun
secara manual.
92. Proses rekontruksi gambar : gambar yang sudah dikirim ke work station
selanjutnya diolah dengan aplikasi whole body bone pada work station
sehingga diperoleh gambar yang baik, dapat dilakukan pengaturan gelap
terang, dan ketajaman gambar, serta detailnya.
93. Proses mencetak Gambar : gambar yang sudah diolah selanjutnya dicetak
pada printer kertas dan disajikan pada dokter SpKN untuk dilakukan
ekpertisi.
94. Evaluasi Hasil :
95. Daerah tulang yang menyerap sedikit perunut atau bahkan tidak
menyerap sama sekali disebut “Cold Spot”, yang menggambarkan bahwa
suplai darah ke tulang tersebut kurang (infarksi tulang) atau
memperlihatkan adanya kanker.
96. Daerah yang menyerap perunut banyak atau terlihat terang disebut “Hot
Spot”, yang menggambarkan terjadinya tumor, fraktur, atau infeksi.
· Entry data Pasien : Data identitas pasien diketik pada komputer yang
meliputi nama pasien, nomor catatan medik, umur, tanggal lahir.
BAB III
PENUTUP
106. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil dari tinjauan pustaka pada Bab II yaitu sebagai
berikut :
107. Kedokteran Nuklir merupakan cabang ilmu kedokteran yang masih diperlukan
untuk pemeriksaan baik diagnosa maupun terapi dan untuk tujuan penelitian,
menggunakan sumber radiasi terbuka dari proses disintregasi/peluruhan inti
radionuklida.
108. Radioisotop pada pemeriksaan Kedokteran Nuklir dimasukkan ke dalam tubuh
pasien (studi in vivo) maupun hanya direaksikan dengan bahan biologis.
109. Radiofarmaka yang digunkanan dalam pemeriksaan Scanning Tulang pada
Kedokteran Nuklir menggunakan Tc-99m MDP ataupun menggunakan Tc-99m
EDTMP.
B. Saran
Makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna mengingat kami yang masih
dalam proses belajar, tentulah masih sangat memerlukan bimbingan serta ilmu yang
lebih. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan sangat membantu untuk
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA