Disusun oleh :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas merupakan masa terjadinya perubahan fisik dan psikologis yang
terjadi setelah proses kehamilan dan melahirkan. Apabila dalam proses perubahan
pada masa nifas tersebut tidak normal, maka akan menimbulkan suatu gejala yang
dapat dilihat dari fisik, perilaku maupun emosional. Secara umum gangguan
perubahan psikologis ini disebabkan beberapa faktor, antara lain yaitu perubahan
hormon yang fluktuatif, kurangnya persiapan mental dalam menghadapi peran sebagai
ibu dan orangtua yang akan dialami setelah melahirkan, serta perasaan yang
cenderung belum siap menerima kelahiran bayinya (Yetti, 2010). Gangguan
perubahan psikologis yang dialami ini akan berakibat pada perubahan sikap saat masa
nifas.
Ovarium mempunyai fungsi dan peranan yang penting sebagai organ
reproduksi khususnya bagi wanita , namun dalam fungsi dan peranannya terdapat
masalah yang patut untuk diperhatikan. Masalah tersebut adalah kista ovarium,
potensinya dapat menyerang kaum wanita pada umumnya. Namun pada hegemoni
sekarang ini kaum wanita kurang atau bahkan tidak memperhatikan hal-hal yang
berkaitan sehingga resiko timbul kista ovarium menjadi tinggi. Demikian juga etiologi
dari kista ovarium juga sangat erat dengan aktifitas sehari-hari menjadi faktor
pendukung kerentanan individu terkena kista ovarium.
Tahun 2008 WHO (World Health Organization) telah memaparkan bahwa
kista ovarium merupakan penyebab kematian utama pada kasus keganasa ginekologi.
Kista ovarium juga merupakan kanker kelima yang sering menjadi penyebab kematian
pada wanita setelah setelah kanker paru-paru, kolorental, payudara dan pankreas.
Angka insiden pada wanita di bawah 50 tahun sebanyak 5,3/100.000 dan meningkat
menjadi 41,4/100 pada wanita di atas 50 tahun. Resiko yang paling ditakuti dari kista
ovarium yaitu mengalami degenerasi keganasan, disamping itu bisa juga mengalami
torsi atau terpuntir sehingga menimbulkan nyeri akut, perdarahan, atau infeksi.
Begitu tingginya resiko terjadi kista ovarium mengharuskan setiap kaum
wanita meningkatkan perhatian dan kewaspadaan terhadap segala yang berkaitan
mengenai kista ovarium. Sehingga peran perawat dalam health educator sangat
diperlukan yaitu menjelaskan, mengajarkan, memberi arahan serta memberi asuhan
keperawatan yang sesuai terhadap penanganan klien dengan kista ovarium.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian gangguan psikologi pada nifas?
2. Etiologi gangguan psikologi pada nifas?
3. Patofisiologi gangguan psikologi pada nifas?
4. Manifestasi gangguan psikologi pada nifas?
5. Pemeriksaan diagnostik gangguan psikologi pada nifas?
6. Pathway
7. Asuhan keperawatan pada gangguan psikologi pada nifas?
8. Apa definisi dari kista ovari?
9. Apa klasifikasi dari kista ovari?
10. Bagaimana etiologi dari kista ovari?
11. Bagaimana komplikasi dari kista ovari?
12. Bagaimana patofisiologi dari kista ovari?
13. Bagaimana asuhan keperawatan keperawatan yang harus dilakukan untuk pasien
dengan kista ovari?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Pengertian gangguan psikologi pada nifas
2. Mengetahui Etiologi gangguan psikologi pada nifas
3. Mengetahui Patofisiologi gangguan psikologi pada nifas
4. Mengetahui Manifestasi gangguan psikologi pada nifas
5. Mengetahui Pemeriksaan diagnostik gangguan psikologi pada nifas
6. Mengetahui Pathway
7. Mengetahui Asuhan keperawatan pada gangguan psikologi pada nifas
8. Mengetahui definisi dari kista ovary
9. Mengetahui etiologi dan faktor penyebab terjadinya kista ovari
10. Mengetahui patofisiologi dari kista ovary
11. Mengetahui manifestasi klinis yang muncul pada klien dengan kista ovary
12. Menjelaskan patofisiologi dan Web of Caution terjadinya kista ovary
13. Mengetahui pemeriksaan diagnostik yang dilakukan untuk mendiagnosa kista
ovary
14. Menjelaskan penatalaksanaan pada klien dengan kista ovary
15. Menjelaskan proses asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovari.
BAB II
PEMBAHASAN
c. fase letting-go dimana ibu mempunyai persepsi bahwa bayinya adalah perluasan
dari dirinya, mulai fokus kembali pada pasangannya dan kembali bekerja mengurus
hal-hal lain.
C. Definisi
Monks dkk (1988), menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem
psikis sesudah melahirkan seperti labilitas afek, kecemasan dan depresi pada ibu yang
dapat berlangsung berbulan – bulan.
Sloane dan Bennedict (1997) menyatakan bahwa depresi postpartum biasanya
terjadi pada 4 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus 1 – 2
minggu.
Llewellyn–Jones (1994), menyatakan bahwa wanita yang didiagnosa secara klinis
pada masa postpartum mengalami depresi dalam 3 bulan pertama setelah
melahirkan.Wanita yang menderita depresi postpartum adalah mereka yang secara
sosial dan emosional merasa terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian
hidupnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi postpartum adalah
gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama
masa setelah melahirkan dan berlangsung terus – menerus sampai 6 bulan bahkan
sampai satu tahun.
D. Etiologi
c. Faktor psikologis.
Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan
menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian psikologis
individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001), mengindikasikan pentingnya
cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan baik
antara ibu dan anak..
d. Faktor sosial. Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman
yang tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain
kurangnya dukungan dalam perkawinan.
E. Patofisiologi
Para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka
terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan
yang menekan. Post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal,
bikimia atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat
menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari
bantuan dokter.
Beberapa dugaan kemunculan ini disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam dan
luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985) menunjukkan
bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan anak di
kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis
(penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu
depresi ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar, penggunaan tang, tusuk
punggung, episiotomi dan sebagainya.
Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap
pemicu depresi ini. Diperikiran sekitar 50-70% ibu melahirkan menunjukkan gejala-
gejala awal kemunculan depresi post partum blues, walau demikian gejala tersebut
dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi dan dukungan keluarga yang
tepat.
Faktor biologis yang paling banyak terlibat adalah factor hormonal. Perubahan
kadar hormone pada wanita memegang peran penting ; perubahan suasana hati biasa
terjadi sesaaat sebelum menstruasi sesaat sebelum menstruasi (ketegangan
pramenstruasi) dan setelah persalinan (depresi post partum). Perubahan hormone
serupa biasa terjadi pada wanita pemakai pil KB yang mengalami depresi.
Kelainan fungsi tiroid yang sering terjadi pada wanita, juga merupakan factor
factor yang berperan dalam terjadinya depresi. Depresi juga bias terjadi karena atau
bersamaan dengan sejumlah penyakit atau kelainan fisik. Kelainan fisik bias
menyebabkan terjadinya depresi secara ; langsung, misalnya ketika penyakit tiroid
menyebabkan berubahnya kadar hormone. Yang bias menyebabkan terjadinya depresi
tidak langsung, misalnya ketika penyakit atritis rematoid menyebabkan nyeri dan
cacat, yang bias menyebabkan depresi.
Ada pula kelainan fisik menyebabkan depresi secara langsung dan tidak langsung.
Misalnya AIDS; secara langsung menyebabkan depresi jika virus penyebabnya
merusak otak; secara tidak langsung menyebabkan depresi jika menimbulkan dampak
negative terhadap kehidupan penderitanya
Secara umum sebagaian besar wanita mengalami gangguan emosional setelah
melahirkan. Clydde (Regina dkk, 2001), bentuk gangguan postpartum yang umum
adalah depresi, mudah marah dan terutama mudah frustasi serta emosional. Gangguan
mood selama periode postpartum merupakan salah satu gangguan yang paling sering
terjadi pada wanita baik primipara maupun multipara. Menurut DSM-IV, gangguan
pascasalin diklasifikasikan dalam gangguan mood dan onset gejala adalah dalam 4
minggu pascapersalinan. ada 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah
maternity blues, postpartum depression dan postpartum psychosis (Ling dan Duff,
2001).
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang
ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan.
Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya, yaitu :
a. Sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia,
b. Tidak sabar,
c. Penakut,
d. Tidak mau makan,
e. Tidak mau bicara,
f. Sakit kepala sering berganti mood,
g. Mudah tersinggung ( iritabilitas),
h. Merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan,
i. Tidak bergairah,
j. Tidak percaya diri,
k. Khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati,
l. Tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan,
m. Merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja
dilahirkan,
n. Merasa tidak menyayangi bayinya,
o. Insomnia yang berlebihan.
Gejala – gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan
menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika
masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut
postpartum depression.
G. Pemeriksaan Diagnostik
c. Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih perhatian
terhadap istrinya
g. Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru saja melahirkan
c. Berolahraga ringan
g. Bersikap fleksibel
Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko Postpartum
Blues yaitu:
9. Pathway
Perubahan psikologi
Sensitivitas
Penambahan keluarga baru
Perubahan emosi
Kebutuhan bertambah
menangis
Ansietas
Kurang Pengetahuan
J. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh
perawat perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku
yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencan individu didasarkan pada
karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik. Suami atau pasangan wanita
tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat perilaku wanita
tersebut.
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat
dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya
meliputi ;
a. Identitas klien.
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical
record dan lain-lain
b. Keluhan Utama
Mudah marah, cemas, melukai diri
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada Ibu dengan depresi postpartum biasanya terjadi kurang nafsu makan,
sedih – murung, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa
terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Berhubungan dengan kejadian pada persalinan masa lalu serta kesehatan
pasien
3) Riwayat kesehatan keluarga
Berhubungan dengan dukungan keluarga terhadap keadaan pasien
d. Riwayat Persalinan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses
kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam
upaya retrospeksi diri (Konrad, 1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya
mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka,
hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa intervensi medis.
Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang
diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar), orang tua
bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan
sebelumnya.
Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti
akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
e. Citra Diri Ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas
ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas
dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua.
Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya.
Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual
setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru.
Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan
seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan
mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
f. Interaksi Orang Tua-Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi
orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak
meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah
menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya
berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi
orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan
atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan
anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat
segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir
dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.
g. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua
terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan
mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua
menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena
kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan
bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui
ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan
bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa
tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua
tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan
kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi-bayi ini cenderung
akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat
anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian,
dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu
membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi,
seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk
dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk
menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.
h. Struktur dan Fungsi Keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah
melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap
perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan
pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat
membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji
kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan
membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut
sebelum keluar dari rumah sakit
i. Perubahan Mood.
Kurang nafsu makan, sedih – murung, perasaan tidak berharga, mudah marah,
kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit
konsentrasi, melukai diri, anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam
kehendak, tidak mempunyai harapan untuk masa depan, tidak mau
berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang ibu jengkel dan sulit untuk
mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis terus serta mengotori
kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan perasaan
bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benar–benar memusuhi
bayinya.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas
b. Gangguan Pola Tidur
c. Kurang Pengetahuan
3. Intervensi Keperawatan
Resah untuk
Ketakutan memberikan
keamanan dan
Sedih
mengurangi
Fokus pada diri
takut
Kekhawatiran
- Berikan
Cemas
informasi
faktual
mengenai
diagnosis,
tindakan
prognosis
- Dorong
keluarga untuk
menemani anak
- Lakukan back /
neck rub
- Dengarkan
dengan penuh
perhatian
- Identifikasi
tingkat
kecemasan
- Bantu pasien
mengenal
situasi yang
menimbulkan
kecemasan
- Dorong pasien
untuk
mengungkapka
n perasaan,
ketakutan,
persepsi
- Instruksikan
pasien
menggunakan
teknik relaksasi
- Barikan obat
untuk
mengurangi
kecemasan
PEMBAHASAN
C. Fisiologi Ovarium
Ovarium adalah sepasang organ berbentuk kelenjer dan tempat
menghasilkan ovum. Kelenjer itu berbentuk biji buah kenari, terletak di kanan
dan kiri uterus, di bawah tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh
ligamentum latum uteri. (Evelin, 200: 261)
Ovarium terdiri atas korteks di sebelah luar dan diliputi oleh epitelium
germinativum yang berbentuk kubik dan di dalam terdiri dari stroma serta
folikel primordiial dan medula sebelah dalam korteks tempat terdapatnya
stroma dengan pembuluh darah, serabut sara dan sedikit otot polos. (Bobak.
1995: 25)
D. Fungsi ovarium adalah:
1. Memproduksi ovum
Hormon gonodotrofik dari kelenjar hipofisis bagian anterior
mengendalikan (melalui aliran darah) produksi hormon ovarium. Hormon
perangsangfolikel (FSH) penting untuk awal pertumbuhan folikel de
graaf, hipofisis mengendalikan pertumbuhan ini melalui Lutenizing
Hormon (LH) dan sekresi luteotrofin dari korpus lutenum.
2. Memproduksi hormon estrogen
Hormon estrogen dikeluarkan oleh ovarium dari mulai anak-anak
sampai sesudah menopause (hormon folikuler) karena terus dihasilkan
oleh sejumlah besar folikel ovarium dan seperti hormon beredar dalam
aliran darah. Estrogen penting untuk pengembangan organ kelamin wanita
dan menyebabkan perubahan anak gadis pada masa pubertas dan penting
untuk tetap adanya sifat fisik dan mental yang menandakan wanita
normal. (Evelin, 2000: 262)
3. Memproduksi hormon progesterone
Hormon progesteron disekresi oleh luteum dan melanjutkan
pekerjaan yang dimulai oleh estrogen terhadap endometrium yaitu
menyebabkan endometrium menjadi tebal, lembut dan siap untuk
penerimaan ovum yang telah dibuahi. (Bobak, 1995: 28).
Kista ovarium merupakan salah satu tumor jinak ginekologi yang paling sering
dijumpai pada wanita di masa reproduksinya. Sebagian besar kista terbentuk karena
perubahan kadar hormon yang terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan sel
telur dari ovarium. Kista ovarium adalah benjolan yang membesar, seperti balon yang
berisi cairan yang tumbuh di indung telur. Kista tersebut disebut juga kista fungsional
karena terbentuk selama siklus menstruasi normal atau setelah telur dilepaskan
sewaktu ovulasi. (Yatim, 2005).
Kista ovarium merupakan jenis yang paling sering terjadi terutama yang
bersifat non neoplastik, seperti kista retensi yang berasal dari korpus luteum. Tetapi
disamping itu ditemukan pula jenis yang merupakan neoplasma.
F. Patofisiologi
Ttumor tidak menunjukkan gejala dan tanda, terutama tumor ovarium yang
kecil. Sebagian besar gejala dan tanda yaitu akibat dari pertumbuhan, aktivitas
endokrin dan komplikasi tumor.
1. Akibat pertumbuhan,
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan
pembenjolan perut. Tekanan terhadap alat – alat disekitarnya disebabkan oleh
besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Apabila tumor mendesak kandung
kemih dan dapat menimbulkan gangguan miksi, sedangkan kista yang lebih besar
tetapi terletak bebas di ronggaperut kadang – kadang hanya menimbulkan rasa
berat dalam perutserta dapat juga mengakibatkan obstipasi edema pada tungkai.
2. Akibat aktivitas hormonal
Tumor ovarium tidak mengubah pola haid kecuali jika tumor itusendiri
mengeluarkan hormone akibat Komplikasi
a) Perdarahan ke dalam kista
Biasanya terjadi sedikit-sedikit sehingga berangsur–angsur menyebabkan
pembesaran luka dan hanya menimbulkan gejala–gejala klinik yang minimal.
Akan tetapi kalau perdarahan terjadidalam jumlah yang banyak akan
menimbulkan nyeri di perut.
b) Putaran Tangkai
Terjadi pada tumor bertangkai dengan diameter 5 cm atau lebih.Adanya
putaran tangkai menimbulkan tarikan melalui ligament tumin fundibulo
pelvikum terhadap Peritoneum parietal dan ini menimbulkan rasa sakit.
c) Infeksi pada tumor
Terjadi jika di dekat tumor ada sumber kuman pathogen. Kista dermoid
cenderung mengalami peradangan disusul penanahan.
d) Robek dinding Kista
Terjadi pada torsi tangkai, akan tetapi dapat pula sebagai akibat trauma,
seperti jatuh atau pukulan pada perut dan lebih sering padasaat persetubuhan.
Jika robekan kista disertai hemoragi yangtimbul secara akut, maka perdarahan
bebas berlangsung ke uteruske dalam rongga peritoneum dan menimbulkan rasa
nyeri terusmenerus disertai tanda – tanda abdomen akut.
e) Perubahan keganasan
Kista dermoid adalah tumor yang diduga berasal dari bagian ovumyang
normalnya menghilang saat maturasi. Asalnya tidak teridentifikasi dan terdiri
atas sel – sel embrional yang tidakberdiferensiasi. Kista ini tumbuh dengan
lambat dan ditemukanselama pembedahan yang mengandung material sebasea
kental,berwarna kuning, yang timbul dari lapisan kulit. Kista dermoidhanya
merupakan satu tipe lesi yang dapat terjadi. Banyak tipelainnya dapat terjadi dan
pengobatannya tergantung pada tipenya.(Smeltzer and Bare, 2001)
Kista ovarium
Pre-Operasi
Intake tidak
adekuat Defisit Perawatan Diri
Ketidakseimbangan
Nutrisi kurang dari
Kebutuhan Tubuh
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Pap smear
Pap Smear untuk mengetahui displosia seluler menunjukan kemungkinan
adaya kanker / kista.
2. Ultrasound / scan CT
Memungkinkan visualisasi kista yang diameternya dapat berkisar dari 1-6 cm.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu mengindentifikasi ukuran / lokasi
massa, dan batas-batanya.
3. Laparoskopi
Laparoskopi dilakukan untuk melihat adanya tumor, perdarahan, perubahan
endometrial. Laparoskopi juga berguna untuk menentukan apakah kista berasal
dari ovary atau tidak dan juga untuk menentukan jenisnya.
4. Hitung darah lengkap
Penurunan Hb dapat menununjukan anemia kronis sementara penurunan Ht
menduga kehilangan darah aktif, peningkatan SDP dapat mengindikasikan proses
inflamasi / infeksi. ( Doenges. 2000:743 ).
5. Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks. Selanjutnya,
pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi dalam tumor.
I. Komplikasi
Kista ovarium yang besar bisa mengakibatkan ketidaknyamanan pada
ovarium. Jika kista yang besar menekan kandung kemih akan mangakibatkan
seseorang menjadi sering berkemih karena kapasitas kandung kemih menjadi
berkurang. Beberapa wanita dengan kista ovarium tidak menimbulkan keluhan, tapi
dokterlah yang menemukan pada pemeriksaan pelvis. Masa kista ovarium yang
berkembang setelah menopause mungkin akan menjadi suatu keganasan (kanker).
Beberapa komplikasi dari kista ovarium antara lain:
1. Torsio Kista Ovarium. Komplikasi kista ovarium bisa berat. Komplikasi paling
sering dan paling berbahaya adalah torsio dari kista ovarium yang merupakan
kegawatdaruratan medis yang menyebabkan tuba falopi berotasi, situasi ini bisa
menyebabkan nekrosis. Kondisi ini sering menyebabkan infertilitas. Manifestasi
dari torsio kista ovarium adalah nyeri perut unilateral yang biasanya menyebar
turun ke kaki. Pada kondisi ini pasien harus segera di bawa ke rumah sakit. Jika
pembedahan selesai pada 6 jam pertama setelah onset krisis, intervensi pada kista
torsio bisa dilakukan. Jika torsio lebih dari 6 jam dan tuba falopi sudah nekrosis,
pasien akan kehilangan tuba falopinya.
2. Perdarahan dan ruptur kista. Komplikasi lain adalah perdarahan atau rupturnya
kista yang ditandai dengan ascites dan sering sulit untuk dibedakan dari
kehamilan ektopik. Situasi ini juga perlu pembedahan darurat. Gejala dominan
dari komplikasi ini adalah nyeri kuat yang berlokasi di salah satu sisi dari
abdomen (pada ovarium yang mengandung kista). Ruptur kista ovarium juga
mengakibatkan anemia. Ruptur kista ovarium sulit dikenali karena pada beberapa
kasus tidak ditemukan gejala. Tanda pertama yang bisa terjadi adalah terasa nyeri
di abdomen bagian bawah, mual, muntah dan demam.
3. Infeksi. Infeksi bisa mengikuti komplikasi dari kista ovarium. Kista ovarium yang
tidak terdeteksi dan susah untuk didiagnosis bisa mengakibatkan kematian akibat
septikemia. Gejala infeksi pertama adalah demam, malaise, menggigil dan nyeri
pelvis.
J. Prognosis
Prognosis dari kista jinak sangat baik. Kista jinak tersebut dapat tumbuh di
jaringan sisa ovarium atau di ovarium kontralateral. Kematian disebabkan karena
karsinoma ovari ganas berhubungan dengan stadium saat terdiagnosis pertama kali
dan pasien dengan keganasan ini sering ditemukan sudah dalam stadium akhir. Angka
harapan hidup dalam 5 tahun rata-rata 41.6%, bervariasi antara 86.9% untuk stadium
FIGO Ia dan 11.1% untuk stadium IV. Tumor sel granuloma memiliki angka bertahan
hidup 82% sedangakan karsinoma sel skuamosa yang berasal dari kista dermoid
berkaitan dengan prognosis yang buruk. Sebagian besar tumor sel germinal yang
terdiagnosis pada stadium awal memiliki prognosis yang sangat baik.(william, 2005)
Disgerminoma dengan stadium lanjut berkaitan dengan prognosis yang lebih baik
dibandingkan germinal sel tumor nondisgerminoma. Tumor yang lebih tidak agresif
dengan potensi keganasan yang rendah mempunyai sifat yang lebih jinak tetapi tetap
berhubungan dengan angka kematian yang tinggi. Secara keseluruhan angka bertahan
hidup selama 5 tahun adalah 86.2% (william, 2005)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Identitas pada pasien yang harus diketahui diantaranya : nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan.
2. Keluhan Utama
Terdapat benjolan di bawah perut. Ada yang terletak di depan uterus dapat
menekan kandung kemih dan dapat menimbulkan gangguan nmiksi.(Prawiroharjo,
2005:347)
3. Riwayat Kesehatan Lalu
Pernah menderita penyakit menular sex, penyakit yang berhubungan, (andiloma
akuminota, gonorea, adnexitis) (Hanifa, hal 382)
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
Terdapat benjolan di bagian perut, nyeri abdomen, dismenorea
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya factor heredier, karena prematurias sering dijumpai pada suatu keluarga
tertentu
6. Pemeriksaan Fisik
a. Muka : Pada pasien pada Gynekologis dengan perdarahan banyak pada
konjungtiva.
b. Abdomen : Teraba adanya masa abnormal pada perut bagian bawah konsisten
keras, bentuk tidak teratur, gerakan bebas tidak sakit tapi kadang-kadang
ditemui nyeri, terdapat benjolan pada perut bagian bawah/ rongga panggul.
c. Genetalia : Dapat terjadi pengeluaran darah pervagina kadang
sebelumnya terdapat keputihan yang lama.
d. Anus : Akan timbul hemoroid, luka dan varises pecah karena keadaan
obstipasi akibat penekanan kista ovari pada rectum
e. Ekstremitas : Penekanan pada pembuluh darah dan pembuluh limfe dari
panggul dapat menyebabkan odem tungkai
7. Pemeriksaan Penunjang
- USG abdominal dapat membantu dan menegakkan dugaan klinis
- Pemeriksaan Laboratorium
Hb akan terjadi penurunan apabila disertai perdarahan yang hebat
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri akut abdomen berhubungan dengan insisi abdomen
(00132)
2. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai diagnosis dan
pembedahan (00146)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat (00002)
4. Gangguan rasa nyaman nyeri akut abdomen berhubungan dengan insisi abdomen
(00132)
5. Resiko infeksi berhubungan dengan infeksi kuman sekunder terhadap
pembedahan (00004)
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobiilitas, kelemahan dan nyeri
pasca pembedahan (00108)
NOC NIC
2. Diagnosa 2
Kecemasan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai diagnosis dan
pembedahan (00146)
Domai : 9 Kelas : 2
NOC NIC
3. Diagnosa 3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat (00002)
Domain : 2 Kelas : 1
NOC NIC
NO NIC
NOC NIC
NOC NIC
Self Care : Activity of Daily Living (ADLs) Self Care Assistance : ADLs (1800)
(0300) a. Monitor kemampuan klien untuk perawatan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama diri yang mandiri
3x24 jam diharapkan pasien menunjukan b. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara
kebersihan diri dengan kriteria hasil: utuh untuk melakukan selfcare
a. Pasien bebas dari bau badan c. Dorong klien untuk melakukan aktivitas
b. Pasien tampak menunjukan kenyamanan sehari-hari yang normal sesuai kemampuan
terhadap kemampuan untuk melakukan yang dimiliki
ADLs d. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi
c. Pasien dapat melakukan ADLs dengan beri bantuan ketika klien tidak mampu
bantuan melakukannya
e. Berikan aktivitas rutin sehari-hari sesuai
kemampuan
f. Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, Jensen. ( 2014 ). Buku Ajar : Keperawatan maternitas edisi - 4. Jakarta:
EGC.
Hadibroto, B.,R.,Laparoskopi pada kista Ovarium. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
Herdman, Heather.2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Morhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). America : Mosby
Mc Closkey Dochterman, Joanne. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC).America:
Mosby
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C.Geissler ( 2000 ), Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi3.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Sastrawinata, Sulaiman. dkk. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi.Edisi 2.
Jakarta: EGC hal :104
Wiknjosastro,Hanifa. dkk. 2007. IlmuKandungan. Edisi 2. Cetakan 5. Jakarta: Ya
yasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal : 346 – 362