A. Imam Syafi’i
1. Riwayat Hidup Imam Syafi’i
Imam Syafi’i nama aslinya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin
Utsman bin Syafi’i al-Syaib bin Ubaid bin al-Yazid bin Hasyim bin al-Muthallib bin Abdu al-
Manaf al-Muthallibi. Beliau merupakan kerabat Rasulullah dan tergolong dalam keturunan
Bani Muthalib.
1. Ar-Risalah
Metode pembentukan sebuah hukum ala Imam Syafi’i berada di dalam ini. Beliau
menggunakan empat dasar dalam menentukan sebuah hukum yakni Al-Qur’an, Al-Hadits,
Ijma’, dan Qiyas.“Tidak ada bagi seseorang berkata mengenai sebuah masalah yang ini
halal dan yang ini haram melainkan sudah memiliki pengetahuan tentang hal itu.
Pengetahuan tersebut yaitu Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’, dan Qiyas,” ucap beliau dalam
kitabnya tersebut.
Imam Syafi’i mengidentikkan ijtihad dengan qiyas sehingga beliau menyimpulkan
bahwa ijtihad itu adalah qiyas. Di titik lain, beliau sangat menolak tegas metode istihsan,
yakni sebuah metode pemikiran yang dianggap hanya berdasar pada kebebasan berpikir
manusia dengan berdasar pada kepentingan dan perilaku seseorang. Beliau menambahkan
bahwa, metode istihsan itu sendiri merupakan metode pengambilan hukum yang hanya
menuruti kesenangan semata-mata.
Di akhir bab kitab tersebut, Imam Syafi’i menutupnya dengan bab Ikhtilaf yang mana
bab tersebut secara gamblang menunjukkan bahwa sang Imam besar sangat mencintai
perbedaan dan pendapat orang lain.
2. Al-Umm
Secara bahasa, kata al-umm memiliki arti ibu. Maksud Imam Syafi’i sendiri memang
ingin menjadikan kitab tersebut sebagai kitab induk yang memberikan penjelasan
terperinci tentang ilmu fikih. Dalam kita Al-Umm, Imam Syafi’i menjelaskan sumber
pembentukan mazhabnya dan bahwa ilmu memiliki tingkatan, yaitu:
a) Ilmu yang diambil dari Kitabullah dan Sunnah Rasul selaku sumber utama jika tetap
kesahihannya.
b) Ilmu yang didapatkan dari ijma’ jika dalam hal yang tak dijelaskan dalam Al-Qur’an
dan Hadits.
c) Fatwa sebagian sahabat yang tak diketahui terdapat sahabat yang menyalahinya
d) Pendapat yang menjadi perselisihan di kalangan sahabat.
e) Qiyas, jika tak dijumpai hukumnya dalam keempat dalil tersebut di atas.
B. Imam Hambali
1. Riwayat Hidup Imam Hambali
Abu Abdillah Ahmad ibn Hambal, yang dikenal sebagai imam Ahmad bin Hambal,
lahir di Bagdad pada tahun 164 H / 780 M. Beliau awalnya adalah salah satu murid Imam
Syafi’i yang paling setia. Beliau dikenal dengan keahliannya dibidang hadits dan teologi.
Tapi pemikirannya tidak mudah diterima khalayak. Rintangan paling berat yang dialami
Imam Ahmad adalah saat pemikirannya bertentangan dengan ideologi resmi negara yaitu
Muktazilah. Pada era khalifah Ma’mun, Mu’tashim, dan Watsiq. Oleh karena itu, beliau
dihukum penjara dan cambuk. Tapi hukuman tak menyurutkan pemikirannya.
Tidak seperti imam-imam mazhab yang lain, Imam Hambali sangat membatasi
penentuan sumber hukum Islam dari Ijma’ dan Qiyas. Beliau menolak pemikiran manusia
dijadikan sumber hukum, oleh karena itu didalam ajaran mazhabnya hanya Al-Qur’an dan
Sunnah lah yang berhak dijadikan sumber hukum Islam. Di antara fatwa yang menujukkan
kehati-hatian beliau adalah bahwa ia mengatakan tidak pernah makan buah semangka karena
tidak menjumpai teladan Nabi dalam masalah ini.
1. Faktor Internal
2. Faktor Eksternal