Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

DINAMIKA KONSTITUSI SEBUAH NEGARA

Oleh
Nama :Ayu Wahyuni
Nim : 18.21.001

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN POLITIK (STISIP)
MUHAMMADIAH SINJAI
TAHUN AKADEMIK
2020-2021
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal dari kata constitution (Bhs. Inggris) – constitutie (Bhs. Belanda)
– constituer (Bhs. Perancis), yang berarti membentuk, menyusun, menyatakan. Dalam bahasa
Indonesia, konstitusi diterjemahkan atau disamakan artinya dengan UUD. Konstitusi menurut
makna katanya berarti dasar susunan suatu badan politik yang disebut negara. Konstitusi
menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan
peraturan untuk membentuk, mengatur, atau memerintah negara. Peraturan-peraturan tersebut
ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, dan ada yang tidak tertulis
berupa konvensi. Dalam konsep dasar konstitusi, pengertian konstitusi:
1)      Kontitusi itu berasal dari bahasa parancis yakni constituer yang berarti membentuk.
2)      Dalam bahasa latin konstitusi berasal dari gabungan dua kata yaitu “Cume” berarti bersama
dengan dan “Statuere” berarti membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan, menetapkan
sesuatu, sehingga menjadi “constitution”.
3)      Dalam istilah bahasa inggris (constution) konstitusi memiliki makna yang lebih luas dan
undang-undang dasar. Yakni konstitusi adalah keseluruhan dari peraturn-peraturan baik yang
tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana sesuatu
pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
4)      Dalam terminilogi hokum islam (Fiqh Siyasah) konstitusi dikenal dengan sebutan DUSTUS
yang berati kumpulan faedah yang mengatur dasar dan kerja sama antar sesame anggota
masyarakat dalam sebuah Negara.
5)      Menurut pendapat James Bryce, mendefinisikan konstitusi sebagai suatu kerangka
masyarakat politik (Negara yang diorganisir dengan dan melalui hokum. Dengan kata lain
konstitusi dikatakan sebagai kumpulan prinsip-prinsip yang mengatur kekuasaan
pemerintahan, hak-hak rakyat dan hubungan diantara keduanya.

Dalam perkembangannya, istilah konstitusi mempunyai dua pengertian, yaitu:


Dalam pengertian luas (dikemukakan oleh Bolingbroke), konstitusi berarti keseluruhan
dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar. Seperti halnya hukum pada umumnya,
hukum dasar tidak selalu merupakan dokumen tertulis atau tidak tertulis atau dapat pula
campuran dari dua unsur tersebut. Sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang
Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis / Konvensi.
Konvensi sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan bearnegara mempunyai sifat :
a.      Merupakan kebiasaan yang berulangkali dalam prektek penyelenggaaraan Negara
b.      Tidak beartentangan dengan hukum dasar tertulis/Undang-undang Dasar dan bearjalan
sejajar.
c.      Diterima oleh rakyat negara.Bersifat melengkapi sehingga memungkinkan sebagai aturan
dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar. Konstitusi sebagiai hukum dasar
memuat aturan-aturan dasar atau pokok-pokok penyelenggaraan bernegara, yang masih
bersifat umum atau bersifat garis besar dan perlu dijabarkan lebih lanjut kedalam norma
hukum dibawahnya.
Dalam arti sempit (dikemukakan oleh Lord Bryce), konstitusi berarti piagam dasar atau
UUD, yaitu suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar negara. Contohnya
adalah UUD 1945.

Sesungguhnya pengertian konstitusi berbeda dengan Undang Undang Dasar, hal


tersebut dapat dikaji dari pendapat L.J. Apeldorn dan Herman Heller. Menurut Apeldorn,
konstitusi tidaklah sama dengan UUD. Undang-Undang Dasar hanyalah sebatas hukum yang
tertulis, sedangkan konstitusi di samping memuat hukum dasar yang tertulis juga mencakup
hukum dasar yang tidak tertulis.
Adapun menurut Herman Heller, konstitusi mencakup tiga pengertian, yaitu:
·               Die politische verfassung als gesselchaffliche wirklichkeit, yaitu konstitusi yang
mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kewajiban.
·               Die verselbstandigte rechtverfassung, yaitu mencari unsur-unsur hukum dari konstitusi
yang hidup dalam masyarakat tersebut untuk dihadirkan sebagai suatu kaidah hukum.
·               Die geschriebene verfassung, yaitu menuliskan konstitusi dalam suatu naskah sebagai
peraturan perundangan yang tertinggi derajatnya dan berlaku dalam suatu negara.
Konstitusi sebagai hukum dasar berisi aturan-aturan dasar atau pokok-pokok
penyelenggaraan negara. Aturan-aturan itu masih bersifat umum. 

B.   Istilah Konstitusi


Istilah konstitusi secara umum menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan
suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur atau memerintah
negara, peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis.
Sehubungan dengan konstitusi ini para sarjana dan Ilmuan Hukum Tata Negara terjadi
perbedaan pendapat:
1.      Kelompok yang menyamakan konstitusi dengan undang-undang;
2.      Kelompok yang membedakan konstitusi dengan undang-undang.
Menurut paham Herman Heller, konstitusi mempunyai arti yang lebih luas dari undang-
undang. Dia membagi konstitusi dalam tiga pengertian antara lain:
a.      Konstitusi mencerminkan kehidupan politik dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan (Die
Polotiche Verfasung Als Gesellchaftliche)
b.      Unsur-unsur hukum dari konstitusi yang hidup dalam masyarakat dijadikan sebagai suatu
kesatuan hukum dan tugas mencari unsur-unsur hukum ” Abstraksi ”.
c.      Ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi dan berlaku dalam suatu
negara.
Menurut Lord Bryce, terdapat empat motif timbulnya konstitusi :
1.      Adanya keinginan anggota warga negara untuk menjamin hak-haknya yang mungkin
terancam dan sekaligus membatasi tindakan-tindakan penguasa;
2.      Adanya keinginan dari pihak yang diperintah atau yang memerintah dengan harapan untuk
menjamin rakyatnya dengan menentukan bentuk suatu sistem ketatanegaraan tertentu;
3.      Adanya keinginan dari pembentuk negara yang baru untuk menjamin tata cara
penyelenggaraan ketatanegaraan;
4.      Adanya keinginan untuk menjamin kerja sama yang efektif antar negara bagian.

C.   Sifat dan Fungsi Konstitusi


Sifat pokok konstitusi negara adalah fleksibel (luwes) dan rigit (kaku). Konstitusi
negara memiliki sifat fleksibel / luwes apabila konstitusi itu memungkinkan adanya
perubahan sewaktu-waktu sesuai perkembangan jaman /dinamika masyarakatnya. Sedangkan
konstitusi negara dikatakan rigit / kaku apabila konstitusi itu sulit untuk diubah kapanpun.
Fungsi pokok konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa
sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Pemerintah sebagai
suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, terkait oleh
beberapa pembatasan dalam konstitusi negara sehigga menjamin bahwa kekuasaan yang
dipergunakan untuk memerintah itu tidak disalahgunakan. 
Dengan demikian diharapkan hak-hak warganegara akan terlindungi. Sesuai dengan
istilah konstitusi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang diarti kan sebagai:
1)      Segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan;
2)      Undang-undang Dasar suatu negara. Berdasarkan pengertian tersebut, konstitusi merupakan
tonggak atau awal terbentuknya suatu negara dan menjadi dasar utama bagi penyelenggara
negara. Oleh sebab itu, konstitusi menempati posisi penting dan strategis dalam kehidupan
ketatanegaraan suatu negara. Konstitusi juga menjadi tolok ukur kehidupan berbangsa dan
bernegara yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu sekaligus memuat ide-
ide dasar yang digariskan oleh pendiri negara     ( the founding fathers ). Konstitusi
memberikan arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan negara menuju
tujuannya.

D.    Tujuan Konstitusi
Secara garis besar konstitusi bertujuan untuk membatasi tindakan sewenang-
wenangpemerintah, menjamin hak-hak pihak yang diperintah (rakyat) dan menetapkan
pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Sehingga pada hakekatnya tujuan konstitusi
merupakan perwujudan paham tentang konstitusionalisme yang berate pembatasan terhadap
kekuasaan pemerintah diastu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga Negara maupun
setiap penduduk dipihak lain.
Tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wanang pemerintah dan
menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasan yang
berdaulat. Menurut Bagir Manan, hakekat dari konstitusi merupakan perwujudan paham
tentang konstitusi atau konstitusionalisme, yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah
di satu pihak dan jaminan terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk di pihak
lain.
Sedangkan, menurut Sri Soemantri, dengan mengutip pendapat Steenbeck, menyatakan
bahwa terdapat tiga materi muatan pokok dalam konstitusi, yaitu:
1.      Jaminan hak-hak manusia;
2.      Susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar;
3.      Pembagian dan pembatasan kekuasaan.
Dalam paham konstitusi demokratis dijelaskan bahwa isi konstitusi meliputi:
1.      Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum.
2.      Jaminan dan perlindungan hak-hak asasi manusia.
3.      Peradilan yang bebas dan mandiri.
4.      Pertanggungjawaban kepada rakyat (akuntabilitas publik) sebagai sendi utama dari asas
kedaulatan rakyat.
Keempat cakupan isi konstitusi di atas merupakan dasar utama dari suatu pemerintah
yang konstitusional. Namun demikian, indikator suatu negara atau pemerintah disebut
demokratis tidaklah tergantung pada konstitusinya. Sekalipun konstitusinya telah menetapkan
aturan dan prinsip-prinsip diatas, jika tidak diimplementasikan dalam praktik
penyelenggaraan tata pemerintahan, ia belum bisa dikatakan sebagai negara yang
konstitusional atau menganut paham konstitusi demokrasi.
Tujuan-tujuan adanya konstitusi tersebut, secara ringkas dapat diklasifikasikan menjadi
tiga tujuan, yaitu :
1.      Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan pembatasan sekaligus pengawasan
terhadap kekuasaan politik;
2.      Konstitusi bertujuan untuk melepaskan control kekuasaan dari penguasa sendiri;
3.      Konstitusi berjuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam
menjalankan kekuasaannya.

E.    Pentingnya Konstitusi Dalam Negara


Konsekuensi logis dari kenyataan bahwa tanpa konstitusi negara tidak mungkin
terbentuk, maka konstitusi menempati posisi yang sangat krusial dalam kehidupan
ketatanegaraan suatu negara. Negara dan konstitusi merupakan lembaga yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain. Dr. A. Hamid S. Attamimi, dalam disertasinya berpendapat
tentang pentingnya suatu konstitusi atau Undang-undang Dasar adalah sebagai pegangan dan
pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan.
Sejalan dengan pemahaman di atas, Struycken dalam bukunya Net Staatsrecht van Het
Koninkrijk der Nederlanden menyatakan bahwa konstitusi merupakan barometer kehidupan
bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu,
sekaligus ide-ide dasar yang digariskan oleh the founding father, serta memberi arahan
kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan suatu negara yang akan dipimpin.
Semua agenda penting kenegaraan ini tercover dalam konstitusi, sehingga benarlah kalau
konstitusi merupakan cabang yang utama dalam studi ilmu hukum tata negara.
Pada sisi lain, eksistensi suatu ”negara” yang diisyaratkan oleh A. G. Pringgodigdo,
baru riel ada kalau telah memenuhi empat unsur, yaitu:
1)      Memenuhi unsur pemerintahan yang berdaulat,
2)      Wilayah Tertentu
3)      Rakyat yang hidup teratur sebagai suatu bangsa (nation), dan
4)      Pengakuan dari negara-negara lain.
Dari keempat unsur untuk berdirinya suatu negara ini belumlah cukup menjamin
terlaksananya fungsi kenegaraan suatu bangsa kalau belum ada hukum dasar yang
mengaturnya. Hukum dasar yang dimaksud adalah sebuah konstitusi atau Undang-Undang
Dasar.
Prof. Mr. Djokosutono melihat pentingnya konstitusi dari dua segi. Pertama, dari segi
sisi (naar de Inhoud) karena konstitusi memuat dasar dari struktur dan memuat fungsi negara.
Kedua, dari segi bentuk (Naar de Maker) oleh karena yang memuat konstitusi bukan
sembarangan orang atau lembaga. Mungkin bisa dilakukan oleh raja, raja dengan rakyatnya,
badan konstituante atau lembaga diktator.
Pada sudut pandang yang kedua ini, K. C. Wheare menggkaitkan pentingnya konstitusi
dengan peraturan hukum dalam arti sempit, dimana konstitusi dibuat oleh badan yang
mempunyai ”wewenang hukum” yaitu sebuah badan yang diakui sah untuk memberikan
kekuatan hukum pada konstitusi.

F.    Perubahan Konstitusi di Negara  Indonesia


Dalam UUD 1945 menyediakan satu pasal yang berkenaan dengan caraperubahan
UUD, yaitu pasal 37 yang menyebutkan:
·                  Untuk mengubah UUD sekurang-kuranngnya 2/3 daripada anggota MPR harus hadir;
·                  Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 jumlah angggota yang
hadir.
Pasal 37 tersebut mengandung tiga norma, yaitu:
·                  Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagai lembaga tertinggi
negara;
·                  Bahwa untuk mengubah UUD, kuorum yang dipenuhi sekurang-kurangnya adalh 2/3
dari sejumlah anggota MPR;
·                  Bahwa putusan tentang perubahan UUD adalah sah apabila disetujui oleh sekurang-
kurangnya 2/3 dari anggota MPR yang hadir.
Jika dihadapkan pada klasifikasi yang disampaikan KC. Wheare, merupakan bentuk
konstitusi bersifat “tegar”, karena selain tata cara perubahannya tergolong sulit, juga karena
dibutuhkannya prosedur khusus. Menurut KC. Wheare, tingkat kesulitan perubahan-
perubahan konstitusi memilki motif-motif tersendiri yaitu:
1.               Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak secara
serampangan dan dengan sadar (dikehendaki);
2.               Agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya sebelum
perubahan dilakukan;
3.               Agar hak-hak perseorangan atau kelompok seperti kelompok minoritas agama atau
kebudayaanya mendapat jaminan.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, Konstitusi atau Undang-undang Dasar 1945 yang
diberlakukan di Indonesia, telah mengalami perubahan-perubahan dan masa berlakunya di
Indonesia, yakni dengan rincian sebagai berikut:
1.               Undang-undang dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949);
2.               Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949-17 Agustus 1950);
3.               Undang-undang Dasar Semntara Rrepublik Indonesia 1950 (17 Agustus 1950 - 5Juli
1959);
4.               Undang-undang Dasar 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999);
5.               Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999-18 Agustus 2000);
6.               Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000-9 Nopember
2001);
7.               Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I, II, dan III (9 Nopember 2001 - 10 Agustus
2002);
8.               Undang_undang Dasar 1945 dan perubahan I,II, III dan IV (10 Agustus 2002).

G.    Sejarah Lahirnya Konstitusi Di Indonesia


Dalam sejarahnya, Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai
16 Juni 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) atau Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai dalam bahasa Jepang yang beranggotakan 21
orang, diketuai Ir.Soekarno dan Drs.Moh.Hatta sebagai wakil dengan 19 orang anggota yang
terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa,3 orang dari Sumatra, dan masing-masing 1 wakil dari
Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil. BPUPKI ditetapkan berdasarkan Maklumat Gunseikan
Nomor 23 bersamaan dengan ultah Tenno Heika pada tanggal 29 April 1945.
BPUPKI menentukan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi Indonesia
merdeka yang dikenal dengan nama UUD 1945. tokoh-tokoh perumusnya antara lain
Dr.Rajman Widiodiningrat, Ki Bagus Hadi Koesemo, Oto Iskandardinata, Pangeran purboyo,
Pangeran Soerjohamindjojo dan lain-lain.
UUD 1945 dibentuk untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di
kemudian hari. Setelah kemerdekaan diraih, kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi
nampaknya tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan segera harus dirumuskan sehingga lengkaplah
Indonesia menjadi sebuah Negara yang berdaulat. Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari
setelah ikrar kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan
sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut :
1.               Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 yang bahannya diambil dari
rancangan Undang – Undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945.
2.               menetapkan dan mengesahkan UUD 1945 yang bahannya hampir seluruhnya diambil
dari RUU yang disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945.
3.               memilih ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai presiden dan
wakil ketua Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil presiden.
4.               pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia(Komite Nasional).
Dengan terpilihnya atas dasar UUD 1945 ,maka secara formal Indonesia sempurna menjadi
sebuah Negara, sebab syarat – syarat yang lazim diperlukan oleh setiap Negara telah ada,
yaitu adanya :
1.               Rakyat .
2.               Wilayah.
3.               Kedaulatan.
4.               Pemerintahan
5.               Tujuan Negara.
6.               Bentuk Negara
Konstitusi sebagai satu kerangka kehidupan politik telah lama dikenal yaitu sejak
zaman yunani yang memiliki beberapa kumpulan hokum (semacam kitab hokum pada 624 –
404 SM) sehingga, sebagai Negara hokum Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal
sebagai UUD 1945 yang telah dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juli 1945 oleh badan
penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKU) yang mana tugas
pokok badan ini sebenarnya menyusun rancangan UUD. Namun dalam praktik
persidangannya berjalan berkepanjangan khususnya pada saat membahas masalah dasar
Negara.diakhir siding I BPUPKIberhasil membentuk panitia kecil yang disebut panitia
sembilang, panitia ini pada tanggal 22 juni 1945 berhasil mencapai kompromi untuk
menyetujui sebuah naskah mukhodimah UUD yang kemudian diterima dalam siding II
BPUPKI tanggal 11 Julu 1945. Setelah itu Ir. Soekarno membentuk panitia kecil pada tanggal
16 juli 1945 yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas menyusun rancangan UUD dan
membentuk panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21 orang.
Sehingga UUD atau konstitusi Negara republic Indonesia diatukan ditetapkan oleh PPKI
pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945. Dengan demikian sejak itu Indonesia telah menjadi
suatu Negara modern karena telah memiliki suatu system ketatanegaraan yaitu dalam UUD
1945.
Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa kali
pergantian baik nama maupun subtansi materi yang dikandungnya, yaitu :
1)   UUD 1945 yang masa berlakunya sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949.
2)   Konstitusi republic Indonesia serikat yang lazim dikenal dengan sebutan konstitusi RIS (17
Desember 1949 – 17 Agustus 1950).
3)   UUD 1950 (17 Agustus 1950 – 05 Juli 1959).
4)   UUD 1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama Indonesia dengan
masa berlakunya sejak dekrit presiden 05 Juli 1959 – Sekarang.

H.   Klasifikasi Konstitusi


Konstitusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a)   Konstitusi tertulis dan tidak tertulis
1)    Konstitusi tertulis merupakan suatu instrument atau dokumen yang dapat dijumpai pada
sejumlah hokum dasar yang diadopsi atau dirancang oleh para penyusun konstitusi dengan
tujuan untuk memberikan ruang lingkup seluas mungkin bagi proses undang-undang biasa
untuk mengembangkan konstitusi itu sendiri dalam aturan-aturang yang sudah disiapkan.
2)    Konstitusi tidak tertulis dalam perumusannya tidak membutuhkan proses yang panjang
misalnya dalam penentuan Qourum, Amandemen, Referendum dan konvensi.
b)   Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi Kaku
1)    Ciri-ciri konstitusi fleksibel yaitu
a.   Elastic
b.   Diumumkan dan diubah dengan cara yang sama.
2)    Ciri-ciri konstitusi yang kaku
a.   Mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dan peraturan undang-undang yang lain.
b.   Hanya dapat diubah dengan cara yang khusus, istimewa dan persyaratan yang berat.
c)   Konstitusi derajat tinggi dan komstitusi derajat tidak tinggi
1)    Konstitusi derajat tinggi ialah konstitusi yang mempunyai derajat kedudukan yang paling
tinggi dalam Negara dan berada diatas peraturan perundang-undang yang lain.
2)    Konstitusi tidak derajat tinggi ialah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan serta
derajat.
d)   Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan
1)    Jika bentuk Negara itu serikat maka akan didapatkan system pembagian kekuasaan antara
pemerintah Negara serikat dengan pemerintah Negara bagian.
2)    Dalam Negara kesatuan, pembagian kekuasaan tidak dijumpai karena seluruh kekuasaannya
terpusat pada pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam konstitusi.
e)   Konstitusi system pemerintahan presidensial dan konstitusi system pemerintahan
parlementer.
Konstitusi yang mengatur beberapa ciri-ciri system pemerintrahan presidensial dapat
diklasifikasikan kedalam konstitusi system pemerintah presidensial begitu pula sebaliknya

BAB III
PENUTUP

A.       Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1.     Konstitusi dalam arti sempit, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang
Dasar.
2.     Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau undang-undang Dasar
dan hukum dasar yang tidak tertulis / Konvensi
3.     Dalam praktiknya, konstitusi dustur terbagi menjadi dua bagian yaitu tertulis (undang-
undang) dasar dan yang tidak tertulis, atau dikenal juga dengan konvensi.
4.     Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga
Negara.
5.     Konstitusi sebagaimana disebutkan merupakan aturan-aturan dasar yang dibentuk dalam
mengatur hubungan antar Negara dan warga Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairul. 1999. Konstitusi dan kelembagaan Negara. Jakarta: CV. Novindo Pustaka
Mandiri.

Daud, Abu Busroh dan Abubakar Busro. 1983. Asas-asas Hukum Tata Negara. Jakarta:
Ghalia Indonesia.

Kusnardi, Moh. et.ai., 2000. Ilmu Negara. Jakarta:Gaya Media Pratama.


Lubis, M. Solly. 1982. Asas-asas Hukum Tata Negara. Bandung: Alumni.

Thaib, Dahlan,et.al. 2001. Teori dan Hukum Konstitusi. Jakarta: PT  Raja Grafindo Persada.

Ubaidillah, Ahmad, et.al. 2000. Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi, HAM


dan Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press.

http://id.wikipedia.org/wiki/konstitusi. Diakses : 16 Februari 2014


http://marsaja/wordpress.com/konstitusidiindonesia. Diakses : 18 Februari 2014
http://blog.unila.ac.id/redha/pengertian-konstitusi. Diakses : 17 Februari 2014

Anda mungkin juga menyukai