Anda di halaman 1dari 8

DAFTAR ISI

Daftar Isi Halaman 1


Pengantar dari Redaksi Halaman 1
VOLUME

11
Flu Babi Halaman 1
Ebola Halaman 2
Pemetaan Risiko Penyakit Infeksi Emerging Halaman 3
Workshop Diagnosis Konfirmasi Laboratorium Penyakit Infeksi Emerging Halaman 4
OKTOBER Workshop Penilaian Risiko Penyakit Infeksi Emerging Halaman 5
2019 Sosialisasi Norma Standar Prosedur dan Kriteria Halaman 6
Pertemuan Deteksi Dini Penyakit Hantavirus Halaman 6
Pengantar dari Redaksi Penyelidikan Epidemiologi Legionellosis Halaman 7
Puji syukur kita panjatkan
ke hadirat Allah SWT, atas
karuniaNya Bulletin
APA ITU FLU BABI ?
B
MASTER PIE edisi 11
dapat diterbitkan ke Kontributor : Ibrahim, SKM., MPH
hadapan para pembaca.
Pada edisi ini beberapa eberapa bulan terakhir ada beberapa yang terinfeksi batuk atau bersin. Droplet yang
laporan dari provinsi dan pemberitaan media mengandung virus tersebar ke udara dan bisa
kegiatan yang telah
online tentang infeksi influenza A (H1N1) pdm09 menyebar pada orang lain yang berada hingga
dilakukan oleh Subdit
pada jamaah haji Indonesia. Tentunya hal 1 (satu) meter di dekatnya. Virus ini juga dapat
Penyakit Infeksi Emerging
tersebut menimbulkan beberapa pertanyaan disebarkan melalui benda yang terkontaminasi
kami sampaikan
mengenai informasi penyakit ini. Melalui buletin dengan virus.
diantaranya Workshop
ini akan diinformasikan mengenai penyakit Gejala dan tanda Influenza A (H1N1)
Diagnosis Laboratorium
Influenza A (H1N1) pdm 09 berupa
Penyakit Infeksi Emerging,
pdm09. demam atau panas
Workshop Penilaian Risiko
Penyakit dingin, batuk, sakit
Penyakit Infeksi Emerging,
Influenza A (H1N1) kepala, nyeri otot, nyeri
pertemuan NSPK Penyakit pdm09 atau yang sendi, sakit
Infeksi Emerging, biasa disebut dengan tenggorokan dan pilek
Pertemuan Deteksi Dini flu babi adalah flu atau hidung tersumbat.
Hantavirus, dan musiman yang Penyakit biasanya
Penyelidikan Epidemiologi virusnya biasa berlangsung selama
Legionellosis di Nusa bersirkulasi di belahan antara 2-7 hari dan
Lembongan Bali. bumi bagian utara dan dapat membaik dan
Artikel Penyakit pada edisi selatan. Influenza A (H1N1) pdm09 pernah sembuh secara spontan. Flu dapat menyebabkan
ini adalah Flu Babi, Ebola pandemi pada tahun 2009, namun pada 10 komplikasi hingga kematian pada kelompok
dan Pemetaan Risiko Agustus 2010 WHO telah mendeklarasikan yang berisiko tinggi. Komplikasi bisa berupa
Penyakit Infeksi Emerging bahwa pandemi H1N1 telah berakhir sehingga infeksi sinus dan telinga, pneumonia dan
d e n g a n Pe n d e k a t a n pola flu dunia kembali menjadi pola flu musiman. kegagalan sistem organ.
Pengetahuan. Apakah flu musiman atau Flu Babi? Flu Influenza A (H1N1) pdm09 tidak
musiman adalah flu yang disebabkan virus memerlukan penanganan khusus dan
influenza tipe A atau B. Selain influenza A pengobatannya bersifat simtomatis dan suportif.
(H1N1) pdm 09, beberapa jenis flu musiman Penderita harus banyak minum dan istirahat
lain yang bersirkulasi saat ini adalah influenza serta memantau diri mereka sendiri dan mencari
A (H3N2) dan influenza B (Victoria dan pertolongan medis bila kondisi memburuk.
Yamagata). Flu musiman memiliki masa Inkubasi Penderita yang termasuk kelompok berisiko
1-4 hari (rata-rata 2 hari). Penularan dapat tinggi yang mengalami keparahan dan komplikasi
terjadi dengan mudah melalui droplet saat orang harus diobati dengan antivirus.
Halaman 2 Buletin Master PIE --- Volume 11/Oktober 2019

Pencegahan dapat dilakukan dengan menerapkan Penyakit MERS ditularkan dari unta melalui kontak
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan bila diperlukan, langsung dan tak langsung. Penularan human to human
dapat dilakukan vaksinasi. Vaksinasi terutama dianjurkan terbatas, masa inkubasi 2 - 14 hari, gejala dan tanda
bagi masyarakat yang berisiko tinggi terinfeksi influenza. demam ( > _ 38°C), batuk, dan pneumonia berdasarkan
Dengan bermunculannya virus tersebut maka WHO telah gejala klinis atau gambaran radiologis yang membutuhkan
merekomendasikan 2 jenis vaksin influenza untuk belahan perawatan. Pencegahan dengan menghindari kontak dengan
bumi utara dan belahan bumi selatan yang disesuaikan hewan pembawa virus. Saat ini belum tersedia vaksin,
dengan musim yang berlangsung pada kedua tempat tersebut. pengobatan dengan simtomatis dan suportif dan perlu
Infeksi influenza A (H1N1) pdm09 mempunyai penanganan khusus di ruang Isolasi. CFR antara 30-40%.
beberapa gejala yang mirip dengan MERS dan H5N1 sehingga Penanganan influenza A (H1N1) pdm09 tidak
sering terjadi kekeliruan dalam tatalaksananya. Adapun memerlukan perhatian khusus, kecuali ditemukan penyakit
perbedaannya yaitu H1N1 dapat menular human to human infeksi lainnya. Pasien yang sudah terkonfirmasi terinfeksi
melalui droplet dan kontak dengan benda yang terkontaminasi Influenza A (H1N1) pdm09 tidak perlu dilaporkan ke
virus. Virulensi dan kematian sejauh ini tetap relatif rendah. PHEOC karena bukan potensial wabah. Perkembangan
H5NI ditularkan dari unggas melalui kontak langsung dan terkait flu musiman dapat diakses di website WHO, dan
tak langsung, dan penularan antar manusia terbatas. Masa pedoman pengendalian penyakit infeksi emerging dapat
inkubasi 2 - 4 hari, dengan gejala awal berupa demam tinggi d i d o w n l o a d m e l a l u i
(>_ 38°C) dan gejala flu serta saluran nafas. Pencegahannya http://infeksiemerging@kemkes.go.id/downloads/. Saat ini
adalah menghindari kontak dengan hewan pembawa virus Kementerian Kesehatan melalui Dirjen Pencegahan dan
dan saat ini belum tersedia vaksin. Sementara pengobatannya Pengendalian penyakit (P2P) telah menerbitkan Surat
dengan oseltamivir (tamiflu). Pasien perlu penanganan khusus Edaran Nomor HK 02.02/II/2299/2019 tentang penyakit
di ruang Isolasi, dan tingkat kematian > 60%. Influenza A (H1N1) pdm09.

EBOLA KEMBALI DINYATAKAN SEBAGAI


PUBLIC HEALTH EMERGENCY OF INTERNATIONAL CONCERN OLEH WHO
Kontributor : Dwi Anisa Fajria, SKM.

P ada Edisi 7 Buletin Master Penyakit Infeksi Emerging


telah dibahas tentang Penyakit Virus Ebola (PVE)
PVE ditetapkan sebagai PHEIC pada tanggal 8 Agustus
2014 berkaitan dengan wabah Ebola di Afrika Barat dan
dan KLB yang terjadi di tahun 2018. Pada edisi ini kami dinyatakan berakhir tanggal 29 Maret 2016.
kembali menginfokan
tentang KLB PVE yang
terjadi di Republik
Demokratik Kongo
(DRC), dimana sejak
tanggal 1 Agustus 2018
sampai dengan 27
Agustus 2019 telah
dilaporkan sebanyak
2.976 kasus dengan
1.990 kematian (CFR
67%). PVE termasuk
penyakit infeksi emerging
y a n g d a p a t
menyebabkan kematian
dengan tingkat kematian
mencapai 90%.
Pada tanggal 17 Juli
2019, Direktur Jenderal
WHO menyatakan wabah PVE yang saat ini sedang terjadi Wabah PVE di DRC ditetapkan sebagai PHEIC
di Democratic Republic Congo (DRC) sebagai Public Health dikarenakan situasi PVE di DRC yang semakin
Emergency of International Concern (PHEIC) di bawah mengkhawatirkan dengan adanya peningkatan kasus terus
International Health Regulations (IHR, 2005). Penetapan menerus. Episenter wabah telah berpindah ke negara
PVE sebagai PHEIC ini sudah kedua kalinya. Sebelumnya bagian lain, dan terus terjadi pergeseran hotspot dan risiko
Buletin Master PIE --- Volume 11/Oktober 2019 Halaman 3
terkait. Penyebaran PVE ini sudah menyebar ke negara 2. Petugas kesehatan yang melakukan perjalanan dinas
tetangga DRC yaitu Uganda dengan 3 kasus dan 3 kematian ke wilayah terjangkit PVE harus menerapkan
(CFR 100%). Faktor-faktor yang mempengaruhi wabah pedoman pengendalian infeksi sesuai rekomendasi
PVE di DRC adalah perpindahan penduduk ke daerah WHO.
berpenduduk padat, praktik pencegahan dan pengendalian 3. Setiap orang yang baru kembali dari wilayah yang
infeksi yang lemah di banyak fasilitas kesehatan, lingkungan terjangkit PVE dan mengalami tanda dan gejala PVE
politik yang kompleks, dan situasi keamanan yang sedang HARUS segera mencari pertolongan medis.
tidak stabil. Hal ini menimbulkan banyak tantangan yang 4. Para dokter yang merawat orang yang baru kembali
harus dihadapi. dari wilayah terjangkit PVE perlu mempertimbangkan
Berdasarkan penetapan PHEIC tersebut, risiko dugaan PVE pada pasien tersebut.
nasional dan regional sangat tinggi namun risiko global 5. Selama masa berlangsungnya wabah, WHO harus
tetap rendah. Meskipun demikian, wabah yang sudah terus memperbaharui situasi kesehatan masyarakat
berlangsung hampir setahun ini telah diklasifikasikan termasuk rekomendasi pembatasan perjalanan atau
sebagai keadaan darurat tingkat tiga oleh WHO, bahkan perdagangan jika diperlukan.
PBB juga telah menyampaikan keseriusannya untuk
mendukung respons akan kedaruratan yang terjadi . Oleh Komite menekankan kepada negara-negara lain
karena itu dihimbau bagi negara-negara tetangga DRC untuk mengikuti rekomendasi ini, namun tidak perlu
untuk mengambil langkah-langkah yang bertujuan dilakukan pembatasan perdagangan dan perjalanan ke
mengurangi risiko penyebaran PVE ini. WHO negara yang sedang terjangkit tersebut, karena dapat
merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut: berdampak negatif pada kehidupan orang-orang di wilayah
1. Wisatawan dihimbau untuk menghindari kontak negara terjangkit, khususnya pada mata pencaharian
dengan pasien PVE. mereka.

PEMETAAN RISIKO PENYAKIT INFEKSI EMERGING


DENGAN PENDEKATAN PENGETAHUAN
D Kontributor : Adistikah Aqmarina, SKM.

alam epidemiologi kita sering mendengar istilah (+7); dan sangat penting (9). Penilaian ini biasanya
model 'prediksi'. Pemodelan ini biasa dilakukan untuk dilakukan selama beberapa kali untuk melihat apakah
melihat risiko penyakit yang belum pernah terjadi atau ada revisi tanggapan dari para ahli/pakar setelah diskusi
diprediksikan akan terjadi pada suatu wilayah. Pemodelan pada tahap pertama. Proses penilaian berakhir saat tidak
ini menjadi penting khususnya dalam melakukan ada perubahan yang berarti dalam distribusi tanggapan
pemetaan risiko penyakit infeksi emerging, dimana faktor- dari satu putaran ke putaran berikutnya.
faktor risiko penyakit yang dimungkinkan akan terjadi Gambar 1 merupakan salah satu contoh hasil
dapat diprediksi sedangkan data kejadian penyakit belum penilaian dari para pakar/ahli untuk melihat perbandingan
tersedia. Tujuan dari pemodelan menggunakan tingkat kebasahan dengan luas area deforestasi dalam
pendekatan pengetahuan ini biasanya digunakan oleh potensi penyebaran penyakit melalui vektor di Prov.
para pengambil keputusan untuk mengetahui dimana Kalimantan Tengah (pengolahan data menggunakan
dan kapan risiko terbesar penyakit ini akan terjadi. aplikasi RStudio). Dalam hal ini faktor risiko yang
Hal pertama yang perlu dilakukan dalam dibandingkan adalah tingkat kebasahan dengan luas
melakukan pemetaan risiko ini adalah menganalisis area deforestasi. Banyak pakar/ahli yang menilai bahwa
berbagai faktor risiko yang mungkin menyebabkan suatu tingkat kebasahan tidak cukup penting/tidak penting
penyakit dapat terjadi. Identifikasi faktor risiko ini dibandingkan dengan luas area deforestasi dalam potensi
dilakukan sedetail mungkin kemudian antar faktor risiko penyebaran penyakit melalui vektor. Penilaian seterusnya
ini dibandingkan satu dengan lainnya menggunakan dilakukan dengan membandingkan faktor risiko yang
Teknik Multi Criteria Decision Analysis (MCDA). satu dengan faktor risiko lainnya.
Perbandingan faktor risiko ini kemudian diberikan Setelah semua faktor risiko sudah dibandingkan dan
penilaian oleh para ahli/pakar atau melibatkan lintas diberikan penilaian oleh para pakar/ahli maka selanjutnya
sektor yang mewakili berbagai bidang. Para pakar/ahli hasil penilaian dari para pakar/ahli dihitung agar didapatkan
memberikan penilaian menggunakan skala Likert mulai nilai bobot untuk masing-masing faktor risiko. Penghitungan
dari sangat tidak penting (-9); tidak lebih penting (-7); ini dapat dilakukan secara manual maupun menggunakan
tidak penting (-5); tidak cukup penting (-3); sama penting aplikasi. Nilai bobot yang didapatkan akan menjadi dasar
(1); cukup penting (+3); penting (+5); lebih penting untuk digunakan dalam pemetaan dengan menggunakan
Halaman 4 Buletin Master PIE --- Volume 11/Oktober 2019
data raster. Sebagai informasi, data raster yang perlu menjadi penting karena selanjutnya masing-masing peta
disiapkan untuk melakukan pemetaan risiko berupa peta tersebut dihitung menggunakan nilai bobot yang sudah
wilayah yang akan dilihat risikonya dan sudah dilengkapi didapatkan sesuai faktor risikonya.
dengan data faktor risiko agar dapat dianalisis. Pemetaan risiko kemudian dilakukan dengan cara
Sebagai contoh, jika kita akan menganalisis menyatukan semua peta yang sudah dihitung menggunakan
kemungkinan terjadinya penularan penyakit emerging nilai bobot. Dari hasil akhir, akan terlihat wilayah mana
melalui vektor nyamuk di Prov. Kalimantan Tengah maka yang memiliki nilai risiko paling rendah hingga paling
perlu didapatkan beberapa peta wilayah Kalimantan Tengah tinggi. Gambar 2 merupakan contoh hasil pemetaan risiko
dengan data faktor risiko seperti kepadatan manusia, penularan penyakit melalui vektor nyamuk di Prov.
tingkat kebasahan wilayah, kondisi elevasi, area deforestasi, Kalimantan Tengah dengan menggunakan aplikasi RStudio
dan lain-lain. Peta yang sudah dilengkapi dengan data ini yang diproyeksikan dengan Google Earth.

Gambar 1. Contoh Hasil Penilaian Pakar/Ahli Gambar 2. Contoh Hasil Pemetaan Risiko Penularan Penyakit melalui
dengan Skala Likert Vektor Nyamuk di Prov. Kalimantan Tengah (diproyeksikan dengan
Google Earth)

Sumber data:
Mark Stevenson dan Caitlin Pfeiffer. Knowledge Driven Approaches for Risk Mapping. Univesity of Melbourne, 2019.

WORKSHOP DIAGNOSIS KONFIRMASI


LABORATORIUM PENYAKIT INFEKSI EMERGING
TANGGAL 24 - 28 JUNI 2019 DI SALATIGA
B Kontributor : Maulidlah Ihsan, SKM.

erdasarkan hasil riset khusus vektor dan reservoir disease). Beberapa publikasi menyatakan adanya infeksi
(rikhus vektora) tahun 2015 - 2018 yang dilakukan oleh Hantavirus dan virus Seoul pada manusia di Indonesia.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Kasus infeksi Hanta pada manusia sering dikacaukan atau
Reservoir Penyakit Badan Litbangkes (B2P2VRP) ditemukan bersamaan dengan infeksi virus Dengue, Leptospirosis,
patogen penyebab penyakit Hantavirus di 29 Provinsi. Jumlah rickettsia, murine thypus. Infeksi Hantavirus pada inang
reservoir yang terkonfirmasi positif Hantavirus di Indonesia reservoir di Indonesia pertama kali dilaporkan pada tahun
saat ini sebanyak 18 spesies tikus dan 1 spesies celurut. 1984 di Kota Semarang dan Makassar. Hasil penelitian
Menindak lanjuti temuan tersebut diperlukan kemampuan selanjutnya menunjukkan infeksi Hantavirus pada reservoir
dalam mendeteksi dini dan merespon terhadap kejadian di beberapa kota pelabuhan di Indonesia diantaranya,
timbulnya penyakit tersebut. Infeksi Hantavirus di Indonesia Semarang, Makassar, Tanjung Priuk, Jakarta, Bali, Batam,
termasuk dalam kelompok penyakit yang terabaikan (neglected Papua dan Nusa Tenggara Timur.
Buletin Master PIE --- Volume 11/Oktober 2019 Halaman 5
Pada tanggal 24 -28 Juni 2019 bertempat di Hotel kegiatan workshop ini berasal dariTim Ahli Hantavirus, dari
Grand Wahid Salatiga Provinsi Jawa Tengah telah dilaksanakan B2P2VRP Litbangkes Salatiga dan dari Subdit Penyakit Infeksi
kegiatan Workshop Diagnosis Konfirmasi Laboratorium Penyakit Emerging. Metode pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan
Infeksi Emerging yang bertujuan meningkatkan kewaspadaan cara ceramah tanya jawab, diskusi dan praktek laboartorium
dini petugas kesehatan klinisi tentang Hantavirus serta pemeriksaan Hantavirus di B2P2VRP Litbangkes Salatiga.
meningkatkan kapasitas Output kegiatan ini adalah
daerah dalam konfirmasi peningkatan kapasitas
laboratorium penyakit infeksi peserta dalam deteksi kasus
emerging khususnya Hantavirus serta 4 B/BTKL-
H a n t a v i r u s . Pe s e r t a PP Sudah mampu melakukan
workshop ini berjumlah 70 konfirmasi laboratorium
orang yang berasal dari Dinas Hantavirus. Rencana tindak
Kesehatan Provinsi/Kab/kota, lanjut dari kegiatan ini
Rumah Sakit dan BTKL di B/BTKL- PP yang sudah
Provinsi DKI, Banten, Jawa dibekali dengan reagen
Tengah, Jawa Timur, DIY, Hantavirus harus melakukan
Nusa Tenggara Timur, pemeriksaan Hantavirus
Sulawesi Selatan, dan dengan sampel BBT yang
Sumatera Selatan. Pemateri sudah ada.

PERTEMUAN WORKSHOP PENILAIAN RISIKO


PENYAKIT INFEKSI EMERGING
PROVINSI BANTEN, JAWA BARAT, JAMBI,
KALIMANTAN BARAT DAN SULAWESI UTARA
S Kontributor : Kursianto, SKM., MSi.
ituasi penyakit infeksi emerging di suatu wilayah seluruh jajaran kesehatan mulai dari pusat sampai daerah,
dapat berubah setiap saat. Untuk keperluan kewaspadaan maka kapasitas dalam penilaian risiko penyakit infeksi
dini penyakit infeksi emerging diperlukan pengamatan emerging akan dijadikan sebagai salah satu indikator
mingguan, khususnya terhadap beberapa penyakit infeksi recana strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-
emerging yang menjadi perhatian karena berpotensi 2024.
menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM), Berkenaan dengan akan dijadikannya indikator,
baik yang sedang berjangkit di wilayah Indonesia maupun maka Subdit Penyakit Infeksi Emerging telah melakukan
di luar wilayah Indonesia tetapi berpotensi menyebar ke workshop penilaian risiko penyakit infeksi emerging ke
Indonesia. Beberapa kejadian luar biasa penyakit infeksi beberapa Provinsi di Indonesia secara bertahap yang akan
emerging, yang hampir setiap tahun terjadi, memberikan menjadi target setiap tahunnya diantaranya Provinsi Banten,
pelajaran pada dunia bahwa kapasitas yang adekuat harus Jawa Barat, Jambi, Kalimantan Barat dan Sulawesi Utara.
dimiliki pada seluruh komponen penanggulangan penyakit Tujuan kegiatan ini disamping untuk tersosialisasinya tools
infeksi emerging, mulai dari kesiapsiagaan, kewaspadaan, penilaian risiko penyakit infeksi emerging di tingkat daerah
deteksi dini, dan respon. Kapasitas yang adekuat dalam yang nantinya akan di isi oleh kab/kota, juga untuk
seluruh komponen, menjadi tanggung jawab pemerintah. meningkatkan kapasitas daerah dalam pelaksanaan penilaian
Sejalan dengan hal tersebut hasil evaluasi
International Health Regulation (IHR) Joint External
Evaluation (JEE) di Indonesia pada November 2017
menunjukkan bahwa kita perlu memperkuat kapasitas
kemampuan dalam melakukan penilaian risiko (risk
assessment) terhadap risiko ancaman kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu, kesiapsiagaan terhadap
kemungkinan munculnya ancaman penyakit infeksi merging
lainnya tersebut perlu ditingkatkan terus menerus melalui
kajian-kajian penilaian risiko. Penguatan ini harus dilakukan
secara menyeluruh tidak hanya di tingkat nasional tapi
juga diteruskan sampai daerah agar memiliki kesamaan
kapasitas dalam penilaian risiko. Sebagai bentuk komitmen
Halaman 6 Buletin Master PIE --- Volume 11/Oktober 2019
risiko. Daerah harus mampu menilai risiko penyakit infeksi Peserta kegiatan ini berasal dari Dinas kesehatan
emerging yang berpotensi masuk kewilayahnya. Ancaman, Provinsi dan kab/kota yang menjadi terget indikator nantinya.
kerentanan dan kapasitas harus dapat dinilai oleh daerah Output dari kegiatan ini peserta dapat mengisi Tools
sehingga dapatmenjadi warning untuk meminimalkan pemetaan risiko berdasarkan data dengan hasil akhir
kejadian yang berpotensi KLB dan yang tidak kalah penilaian risiko dari masing-masing kab/kota. Hasil yang
pentingnya dengan penilaian risiko dapat dijadikan acuan diperoleh nantinya diharapkan menjadi rekomendasi dalam
dalam pengambilan keputusan oleh pimpinan. pengambilan keputusan bagi pimpinan.

LAPORAN SOSIALISASI NORMA STANDAR PROSEDUR


KRITERIA PENYAKIT INFEKSI EMERGING BOGOR,
14-16 AGUSTUS 2019

P e r t e m u a n
Kontributor : Andini Wisdhanorita, SKM., M.Epid
bagi pelaku perjalanan dapat
workshoppenilaian risiko mencegah penularan
Penyakit Infeksi Emerging penyakit ini. Kepiawaian
dilaksanakan pada tanggal tenaga kesehatan dalam
14-16 Agustus 2019 di Hotel mendeteksi dini kasus ini
Grand Savero Bogor. Tujuan melalui surveilans berbasis
diadakannya kegiatan ini indikator dan surveilans
a d a l a h u n t u k berbasis kejadian dapat
mensosialisasikan pedoman mencegah keparahan lebih
deteksi dan respon penyakit lanjut dan tentu saja dapat
meningitis meningokokus memutus rantai penularan.
kepada Dinas Kesehatan A c a r a ke m u d i a n
Pr o v i n s i d i I n d o n e s i a . dilanjutkan dengan paparan
Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari 33 Dinkes materi yang disampaikan oleh Kepala Subdit Penyakit
Provinsi di Indonesia, B/BTKL-PP Jakarta, Subdit Surveilans, Infeksi Emerging dr. Endang Budi Hastuti mengenai
dan Subdit Penyakit Infeksi Emerging. Pertemuan dibuka Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Infeksi
secara resmi oleh oleh Direktur Surveilans dan Karantina Emerging. Paparan dari RSPI dr. Soelianti Saroso yang
Kesehatan drg. Vensya Sitohang, M. Epid. Dalam sudah melaksanakan kegiatan surveilans sindrom penyakit
sambutannya menekankan bahwa walaupun penyakit infeksi emerging sangat membantu dalam deteksi dini
infeksi emerging belum terjadi di Indonesia, namun penyakit Meningitis Meningokokus di Rumah Sakit. Materi
bagaimana cara melakukan kesiapsiagaan, pencegahan tentang Gambaran Umum, Diagnosa Klinis, Pengobatan,
dan pengendalian penyakit infeksi emerging harus ada. dan Kemoprofilaksis Penyakit Meningitis Meningokokus
Salah satunya adalah dengan mempelajari pedoman disampaikan oleh dr. Dharma Imran, SpS narasumber
pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi emerging. dari Perdossi. Managemen spesimen dan konfirmasi
Penyakit Meningitis Meningokokus merupakan penyakit laboratorium menggunakan PCR disampaikan oleh
menular yang erat kaitannya dengan pelaku perjalanan ke narasumber dari BTDK Balitbangkes. Selanjutnya diskusi
negara terjangkit dan vaksinasi. Daerah harus mewaspadai kelompok tentang deteksi dan respon penyakit infeksi
para pelaku perjalanan baik yang datang maupun yang emerging dan pertemuan ditutup oleh kasubdit Penyakit
akan berangkat ke negara terjangking. Pentingnya vaksinasi Infeksi Emerging.

PERTEMUAN DETEKSI DINI PENYAKIT HANTAVIRUS


PROVINSI BANTEN, JAWA TENGAH DAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
I Kontributor : Luci Rahmadani Putri, SKM., MPH.
nfeksi Hantavirus di Indonesia termasuk dalam Hanta pada manusia sering dikacaukan atau bersamaan
kelompok penyakit yang terabaikan (neglected disease). dengan infeksi virus Dengue, Leptospirosis, rickettsia,
Infeksi Hantavirus adalah salah satu zoonosis yang murine thypus. Infeksi Hantavirus pada inang reservoir di
ditularkan oleh hewan rodensia (hewan pengerat) ke Indonesia pertama kali dilaporkan pada tahun 1984 di
manusia. Infeksi Hantavirus disebabkan oleh virus Hanta Kota Semarang dan Makassar. Pada manusia Infeksi
dari genus Hantavirus, Famili Bunyaviridae. Kasus infeksi Hantavirus pertama kali dilaporkan di Kota Maumere,
Buletin Master PIE --- Volume 11/Oktober 2019 Halaman 7

Nusa Tenggara Timur tahun 1991, selanjutnya ditemukan dan jenis pekerjaan atau kegiatan manusia berpengaruh
di Tanjung Priok dan Sunda Kelapa pada tahun 1997, terhadap tingkat kejadian infeksi Hantavirus. Perubahan
Makassar dan Jakarta pada tahun 2004. Hasil penelitian iklim dan cuaca memiliki hubungan terhadap ekosistem
yang dilakukan pada tahun 1997 menunjukkan bahwa yang berdampak pada populasi induk semang, reservoir
Seroprevalensi Hantavirus pada pekerja pelabuhan di atau vektor.
tanjung priok sebesar 1,8% dan pelabuhan sunda kelapa Berdasarkan hal di atas Subdit Penyakit Infeksi
sebesar 1,1%, sedangka di Jakarata dan Makassar Emerging telah melakukan pertemuan deteksi dini kasus
seroprevalensi Hantavirusnya sebesar 8,2%. Tahun 2009 Hantavirus di tiga Provinsi, yaitu Jawa Tengah, Banten
Rumah Sakit Dr.Karyadi Semarang melakukan penelitian dan DIY. Pemilihan ketiga daerah tersebut berdasarkan
dimana 4,2% suspek DBD ditemukan positif Hantavirus. hasil Rikhus Vektora bahwa persentase tikus positif
Hasil Rikhus Vektora yang dilakukan pada tahun Hantavirusnya tinggi dan juga merupakan daerah Sentinel
2015 - 2018 di 29 provinsi menunjukkan infeksi Penyakit Leptospiroses.Tujuan kegiatan ini adalah dilakukan
Hantavirus pada inang reservoir telah ditemukan di untuk peningkatan kewaspadaan dini petugas kesehatan
seluruh provinsi lokasi penelitian tersebut dan tersebar klinisi tentang Hantavirus sebagai permasalahan kesehatan
pada berbagai tipe habitat baik dipemukiman, lahan masyarakat, diketahuinya gambaran faktor risiko, dan
pertanian maupun hutan. Jumlah reservoir yang manifestasi klinis kasus Hantavirus, tersedianya data dasar
terkonfirmasi positif Hantavirus di Indonesia saat ini dalam pelaksanaan pemetaan risiko infeksi Hantavirus
sebanyak 18 spesies tikus dan 1 spesies celurut. Perilaku dan diketahuinya distribusi kasus Hantavirus pada manusia.

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI LEGIONELLOSIS


DI NUSA LEMBONGAN BALI
Kontributor : Luci Rahmadani Putri, SKM., MPH.
lain Subdit Penyakit Infeksi Emerging, Subdit Surveilans
dan B/BTKL-PP Surabaya.
Penyelidikan epidemiologi yang dilakukan di Nusa
Lembongan Bali ini merupakan salah satu penyelidikan
epidemiologi yang dilakukan, sebagai tindaklanjut dari
adanya notifikasi kasus Legionellosis pada Warga Negara
Asing (WNA) yang berkunjung dan menginap di Nusa
Lembongan, Kabupaten Klungkung, Bali. Kegiatan ini
dilakukan secara terpadu yang melibatkan Kementerian
Kesehatan, B/BTKL-PP Surabaya, Dinas Kesehatan Provinsi
Bali, Dinas Kesehatan kabupaten Klungkung dan Puskesmas

P
Nusa Penida II.
Kunjungan tim dilakukan untuk melihat langsung
enyakit Legionellosis merupakan suatu penyakit kondisi lingkungan penginapan yang diduga sebagai tempat
yang disebabkan oleh bakteri Legionella pneumophilla terjadinya penularan Legionellosis dan faktor risikonya.
dari family legionellaceae. Bakteri ini berkembang biak Beberapa faktor risiko lingkungan yang berhasil diidentifikasi
pada media khusus seperti sumber air alami (aliran air sangat memungkinkan menjadi penyebab terjadinya
tawar, sungai, lumpur, danau, waduk) maupun sumber penularan Legionellosis. Pemeriksaan hasil laboratorium
buatan (AC, air mancur buatan, kolam renang, pancuran yang negatif belum dapat dijadikan sebagai kesimpulan
air mandi (shower), sistem distribusi air minum) dan tempat bahwa kasus tidak terpapar oleh kuman Legionella dari
lain yang berair yang mengandung bakteri Legionella. lokasi kasus menginap Hal ini dapat disebabkan salah
Jumlah notifikasi kasus Legionellosis dari tahun satunya karena cara pengambilan sampel yang tidak sesuai
2010- 2019 sebanyak 38 kasus, dimana seluruhnya prosedur.
merupakan turis WNA dari beberapa negara yang datang Pengambilan sampel yang baik setidaknya perlu
berkunjung dan menginap di beberapa hotel di Bali. Dari memperhatikan 3 hal, yaitu; tepat lokasi, tepat cara dan
notifikasi ini, selama periode Januari - Agustus 2019 tepat waktu. Jumlah bakteri Legionella relatif lebih sedikit
tercatat 5 notifikasi. Menindaklanjuti notifikasi-notifikasi bila dibandingkan dengan kuman lainnya ketika berada di
ini, telah dilakukan penyelidikan epidemiologi Legionellosis lingkungan, seperti kran air dan kolam renang atau bahkan
oelh Dinas Kesehatan Provinsi Bali, bersama dengan Dinas pada dinding kolam. Seharusnya, lokasi pengambilan usap
Kesehatan Kabupaten/kota terkait, serta melibatkan antara ataupun air dipilih pada lokasi yang mengandung biofilm
Halaman 8 Buletin Master PIE --- Volume 11/Oktober 2019
Upaya pencegahan dan
pengendalian Legionellosis memerlukan
keterlibatan lintas sektor terkait mengingat
Bali merupakan destinasi wisata yang
dapat berdampak menurunnya angka
kunjungan wisata. Berdasarkan hasil
diskusi yang dilakukan dengan seluruh

pada dinding kolam ataupun lokasi


berlumut yang dapat terlihat licin dan agak
berlendir bila diraba. Cara pengambilan
air pada kolam sedikit berbeda dengan
pengambilan air untuk pemeriksaan E.
coli atau pun kuman lainnya. Pengambilan Kabid P2P dan Kasi Surveilans Dinkes
spesimen dipilih di dekat lokasi yang Kabupaten/Kota di Bali dan Puskesmas
dindingnya terdapat lapisan biofilm. Nusa Penida II serta penyelidikan
Demikian pula, pada sampling di epidemiologi ke tempat penginapan,
kran/shower air panas, dipilih lokasi yang disepakati beberapa hal berikut:
terasa atau terlihat licin permukaannya 1. Sosialisasi dan advokasi kepada pihak
karena terbentuk lapisan biofilm pada terkait, yaitu pihak hotel,
dindingnya. Lapisan ini dapat ditemukan asosiasi/perhimpunan hotel, dinas
pada benda yang terbuat dari plastik dan pariwisata serta instansi terkait lainnya
jarang dibersihkan. Oleh karena itu, tentang faktor risiko dan pengendalian
pengambilan sampel pada kran/shower Legionella
dilakukan pada pipa bagian dalam. 2. Peningkatan SDM dinas kesehatan
Kesalahan sampling sering terjadi pada dan puskesmas tentang pengambilan
lokasi ini yang biasanya hanya mengusap spesimen lingkungan.
bagian luar dari shower ataupun kran saja. 3. Perlu dilakukan surveilans faktor risiko
Pemeriksaan Legionella dapat di wilayah lain yang belum pernah
mengacu pada Permenkes Nomer 1538 melaporkan kasus.
Tahun 2003 tentang Standard Pengelolaan 4. Pembuatan juknis pemantauan faktor
Leni Mendra, STT
Pamugo Dwi Rahayu, S. Kom Spesimen Legionella. risiko lingkungan untuk hotel dan spa
Rendi Manuhutu, SKM Tanda dan gejala Legionellosis bisa terkait pengendalian Legionella.
Dwi Anisa Fajria, SKM tidak spesifik. Surveilans sindrom 5. Penguatan pemerintah daerah/dinas
pernapasan akut merupakan salah satu kesehatan provinsi dan kabupaten/kota
pendekatan yang dapat dilakukan untuk pada pemeriksaan laboratorium dan
mengarahkan kepada diagnosis banding pengambilan spesimen Legionella.
Legionellosis. Upaya pencegahan yang 6. Perlu dibuat SOP untuk melakukan
penting dilakukan antara lain : respon pada berbagai situasi
• Perawatan saluran air (kesiapsiagaan dan KLB) seperti
• Pemberian desinfektan pada surveilans rutin oleh hotel melalui
penampungan air pengawasan Dinas Kesehatan, dan
• Menghindari kondisi saluran air yang pemantauan fisik yng rutin bulanan
terhenti (keberadaan lumut, suhu air)
• Menjaga suhu panas pada 600C 7. Penyusunan regulasi baik di tingkat
• Tidak membiarkan penampungan air Pusat dan daerah serta peningkatan
terkena paparan langsung sinar kerja sama antara instansi kesehatan
matahari dan lintas sektor.

Anda mungkin juga menyukai