Anda di halaman 1dari 6

 DIAGNOSA

Anamnesa yang jelas, evaluasi cairan peritoneal, dan tes diagnostik tambahan sangat
diperlukan untuk membuat suatu diagnosis yang tepat sehingga pasien dapat di terapi
dengan benar. 1

GEJALA KLINIS
Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen. Nyeri dapat
dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun
tersebar di seluruh abdomen. Dan makin hebat nyerinya dirasakan saat penderita
bergerak.
Gejala lainnya meliputi: 1
 Demam
Temperatur lebih dari 380 C, pada kondisi sepsis berat dapat hipotermia
 Mual dan muntah
Timbul akibat adanya kelainan patologis organ visera atau akibat iritasi
peritoneum
 Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma
mengakibatkan kesulitan bernafas.
Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului dengan hipovolemik
intravaskular. Dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi, penurunan output urin
dan syok.
 Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampai tidak terdengar
bising usus
 Rigiditas abdomen atau sering disebut ’perut papan’, terjadi akibat kontraksi
otot dinding abdomen secara volunter sebagai respon/antisipasi terhadap
penekanan pada dinding abdomen ataupun involunter sebagai respon terhadap
iritasi peritoneum
 Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
 Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
 Tidak dapat BAB/buang angin. 1

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada peritonitis dilakukan dengan cara yang sama seperti
pemeriksaan fisik lainnya yaitu dengan: 1
1. inspeksi
 pasien tampak dalam mimik menderita
 tulang pipi tampak menonjol dengan pipi yang cekung, mata cekung
 lidah sering tampak kotor tertutup kerak putih, kadang putih
kecoklatan
 pernafasan kostal, cepat dan dangkal. Pernafasan abdominal tidak
tampak karena dengan pernafasan abdominal akan terasa nyeri akibat
perangsangan peritoneum.
 Distensi perut
2. palpasi
* nyeri tekan, nyeri lepas dan defense muskuler positif
3. auskultasi
* suara bising usus berkurang sampai hilang
4. perkusi
* nyeri ketok positif
* hipertimpani akibat dari perut yang kembung
* redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara sehingga
udara akan mengisi rongga peritoneal, pada perkusi hepar terjadi
perubahan suara redup menjadi timpani
Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua arah, dengan tonus muskulus sfingter
ani menurun dan ampula recti berisi udara.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium didapat: 2
 pemeriksaan darah perifer lengkap ditemukan lekositosis ( lebih dari 11.000
sel/mm3 ) dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis. Pada pasien dengan
sepsis berat, pasien imunokompromais dapat terjasi lekopenia.

Pada foto polos abdomen didapatkan: 2


 Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang
 Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda dengan
gambaran ileus obstruksi
 Penebalan dinding usus akibat edema
 Tampak gambaran udara bebas
 Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien perlu
dikoreksi cairan, elektrolit, dan asam basanya agar tidak terjadi syok
hipovolemik
Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah dengan USG
abdomen, CT scan, dan MRI. 2

TERAPI
Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang memerlukan
pengobatan medis sesegera mungkin. Berikut penatalaksanaan peritonitis : 1
TERAPI KONSERVATIF
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan :
1. Puasakan pasien
2. Dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal
3. Pemberian antibiotik yang sesuai
4. Pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang lainnya.
 Terapi Oksigen :
Mengontrol tanda vital terutama oksigen. Hipoksia dapat dimonitor oleh
pulse oximetri.
 Resusitasi cairan :
Biasanya dengan kristaloid, volumenya berdasarkan derajat syok dan dehidrasi.
Penggantian elektrolit (biasanya potassium) biasanya dibutuhkan. Pasien harus
dikateterisasi untuk memonitor output urine tiap jam. Monitoring tekanan vena
sentral dan penggunaan inotropik sebaiknya digunakan pada pasien dengan
sepsis atau pasien dengan komorbid. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar
cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan
menurunkan caran ke dalam ruang vaskuler.
 Analgetik
 Antibiotik :
Antibiotik yang digunakan sebaiknya spektrum luas mencakup baik aerob dan
anaerob, diberikan intravena. Cefalosporin generasi III dan metronidazole
adalah strategi primer. Bagi pasien yang mendapatkan peritonitis di RS
(misalnya oleh karena kebocoran anastomose) atau yang sedang mendapatkan
perawatan intensif, dianjurkan terapi lini kedua diberikan meropenem atau
kombinasi dari piperacillin dan tazobactam. Terapi antifungal juga harus
dipikirkan untuk melindungi dari kemungkinan terpapar spesies Candida.
Terapi definitif : 2
1. Laparotomi
Biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline tergantung dari lokasi yang
dikira. Tujuannya :
 menghilangkan kausa peritonitis
 mengkontrol origin sepsis dengan membuang organ yang mengalami
inflamasi atau ischemic (atau penutupan viscus yang mengalami perforasi).
2. Laparoskopi
Laparoskopi adalah sebuah prosedur pembedahan minimal invasive
dengan memasukkan gas CO2 ke dalam rongga peritoneum untuk membuat
ruang antara dinding depan perut dan organ viscera, sehingga memberikan
akses endoskopi ke dalam rongga peritoneum tersebut.

 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan peritonitis adalah : 2
1. Syok sepsis
2. Abses intraabdominal atau sepsis abdominal persisten
3. Adhesi (dapat menyebabkan obstruksi intestinal atau volvulus)

Daftar referensi :
1. Rotstein. O. D., Simmins. R. L., 1997, Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam
Terapi Bedah Mutakhir, Jilid 2, Ed.4, alih bahasa dr. Widjaja Kusuma, Binarupa
Aksara, Jakarta.
2. Schrock. T. R.. 2000.Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah, Ed.7, alih
bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai