Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

TRAUMA THORAKS

Pembimbing:

dr. Donny Sandra, Sp.B

Disusun Oleh:

Ulayya Ghina Nabilla

2015730129

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI

PERIODE 13 APRIL – 10 MEI 2020

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat yang
berjudul Trauma Thoraks.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada tim pengajar FKK
Universitas Muhammadiyah Jakarta dan rekan-rekan yang telah membantu
penulis dalam pembuatan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih


banyak terdapat kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan guna perbaikan dalam pembuatan makalah berikutnya.

Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi dokter
muda yang sedang menjalani stase ilmu bedah.

Jakarta, April 2020

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................I

DAFTAR ISI...........................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1. Latar Belakang.......................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................2

2.1. Definisi..................................................................................................2

2.2. Epidemiologi..........................................................................................2

2.3. Anatomi Thoraks...................................................................................2

2.4. Patomekanisme Trauma Thoraks..........................................................2

2.5. Kasus Kegawatdaruratan yang Terjadi pada Thoraks...........................2

BAB III KESIMPULAN......................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10

II
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Trauma toraks merupakan penyebab kematian utama pada kelompok
umur dibawah 35 tahun. Trauma toraks terjadi hampir 50% dari seluruh kasus
kecelakaan. 20-25% dari kasus trauma yang diterima rumah sakit berkaitan
dengan kematian. Di Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian nomor
empat, tetapi pada kelompok umur 15-25 tahun, trauma merupakan penyebab
kematian utama. Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas yang umumnya berupa trauma tumpul (90%).1

Kurang dari 10% kasus trauma tumpul thoraks dan 15-30% trauma
tembus thoraks memerlukan tindakan bedah (umumnya thorakoskopi atau
torakotomi). Beberapa kasus kegawat daruratan yang terjadi pada thoraks
terutama yang disebabkan oleh trauma seperti, obstruksi jalan napas,
hemothoraks massif, tamponade jantung, tension pneumotoraks, open
pneumothorax, dan flail chest.2

Berdasarkan uraian diatas, akan dibahas mengenai trauma thoraks,


baik dari beberapa kasus kegawat daruratan hingga tatalaksananya.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.2. Definisi
Trauma adalah kejadian yang bersifat holistik dan menyebabkan
hilangnya produktivitas seseorang. Trauma toraks adalah luka atau cedera
yang mengenai rongga toraks atau dada yang dapat menyebabkan kerusakan
pada dinding toraks ataupun isi dari cavum thoraks (rongga dada) yang
disebabkan oleh benda tajam atau tumpul dan dapat menyebabkan keadaan
sakit pada dada. 2,3

I.3. Epidemiologi
Trauma toraks merupakan penyebab kematian utama pada kelompok
umur dibawah 35 tahun. Trauma toraks terjadi hampir 50% dari seluruh kasus
kecelakaan. 20-25% dari kasus trauma yang diterima rumah sakit berkaitan
dengan kematian. Di Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian nomor
empat, tetapi pada kelompok umur 15-25 tahun, trauma merupakan penyebab
kematian utama. Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas yang umumnya berupa trauma tumpul (90%).1,4,5

I.4. Anatomi Thoraks


Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana
pada bagian bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang
lebih panjang dari pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru - paru
dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara
kedua paru - paru. Di dalam rongga toraks terdapat beberapa sistem
diantaranya yaitu; sistem pernapasan dan peredaran darah. Organ yang terletak
dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati, jantung, pembuluh darah dan
saluran limfe.6

Tulang - tulang yang elastis dan otot - otot pernapasan menyokong dan
mengelilingi rongga toraks. Tiga dari bagian ruangan kompartemen ditempati
oleh dua buah paru - paru dengan lima segmennya yang terhubung oleh
struktur vaskuler kearah pusat kompartemen kardiovaskuler. Sebagai

2
tambahan, trakea dan bronkus menghubungkan paru - paru dan pharynk, dan
beberapa saraf di dalam rongga toraks.6

Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut


terdiri dari sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang
berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang
melayang. Tulang kosta berfungsi melindungi organ vital rongga toraks
seperti jantung, paru-paru, hati dan Lien.6

Dinding toraks terdiri dari elemen tulang dan otot – otot. Bagian
posterior disusun oleh dua belas tulang vertebrae toraks. Bagian lateral
dibentuk oleh tulang costa ( masing – masing 12 pada setiap sisi ) dan 3
lapisan dari otot – otot datar yang membentang pada ruang intercosta antara
tulang osta yang berdeekatan, menggerakkan kosta dan memberikan kekuatan
pada ruang interkosta. Bagian depan dibatasi oleh sternum yang terdiri dari
manubrium sternum, body sternum dan processus xiphoideus.6

Gambar 1. Anatomi Organ pada Rongga Dada Anterior View

3
Gambar 2. Batas Tulang pada Dinding Toraks

Gambar 3. Batas Dinding Thoraks

Muskulatur dinding dada terdiri atas otot-otot yang mengisi dan


menyokong spatium interkostalis, otot-otot yang berada antara sternum dan
tulang rusuk, dan otot-otot yang melintang melewati beberapa tulang rusuk di
antara perlekatan tulang kosta. Otot-otot dinding dada, bersama dengan otot-

4
otot di antara vertebra dan tulang rusuk secara posterior ( m.levatores
costarum, m.serratus posterior superior, dan m.serratus posterior inferior)
merubah posisi tulang rusuk dan sternum sehingga merubah volume torakal
selama bernapas. Otot-otot ini juga memperkuat dinding thorakal.

Muskulus interkostal merupakan tiga otot pipih yang terdapat pada tiap
spatium interkostalis yang berjalan di antara tulang rusuk yang bersebelahan.
Setiap otot pada kelompok otot ini dinamai berdasarkan posisi mereka
masing-masing:

 m.interkostal eksternal merupakan yang paling superfisial


 m.interkostal internal terletak diantara m.interkostal eksternal dan
profundal

Gambar 4. Muscullus Dinding Thoraks

Pembuluh-

pembuluh darah yang


memvaskularisasi dinding
toraks terutama terdiri dari arteri interkostal posterior dan anterior, yang
berjalan mengelilingi dinding toraks dalam spatium interkostalis di antara
rusuk - rusuk yang bersebelahan. Arteri – arteri ini berasal dari aorta dan arteri
torakal internal, yang berbelok kemudian muncul dari arteri subklavian pada
dasar leher. Bersama - sama, arteri - arteri interkostal membentuk pola seperti
keranjang untuk vaskularisasi seluruh dinding dada.

5
Arteri interkostal posterior berasal dari pembuluh-pembuluh yang
berhubungan dengan dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal posterior
yang paling atas pada tiap sisinya berasal dari arteri interkostal suprima, yang
turun memasuki toraks sebagai percabangan trunkus kostoservikal pada leher.
Trunkus kostoservikal merupakan suatu cabang posterior dari arteri
subklavian. Sembilan pasang arteri interkostal posterior sisanya berasal dari
permukaan posterior aorta torakalis. Oleh karena aorta terletak pada sisi kiri
kolumna vertebralis, maka pembuluh-pembuluh interkostal posterior berjalan
menuju sisi kanan dinding toraks dengan menyeberang midline anterior dari
badan vertebra, sehingga pembuluh ini lebih panjang daripada pembuluh pada
sisi kiri. Selain memiliki banyak percabangan yang menyuplai berbagai
komponen dinding toraks, arteri interkostal posterior juga memiliki
percabangan yang mengiringi cabang kutaneus lateral dari nervus interkostal
yang menuju area superfisial.

Arteri interkostal anterior berasal dari percabangan lateral arteri torakal


internal, baik secara direk maupun indirek. Setiap arteri interkostal anterior
muncul sebagai suatu cabang mayor dari arteri subkalvian pada leher. Arteri
ini berjalan secara anterior melewati kubah servikal pleura dan turun secara
vertical melalui apertura torakal superior dan sepanjang aspek profunda dari
dinding torakal anterior. Pada tiap sisi, arteri interkostal anterior terletak
posterior terhadap kartilage kostal dari enam rusuk teratas dan sekitar 1 cm
lateral terhadap sternum.

Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola
suplai arterialnya. Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan
didrainase menuju sistem vena atau ke dalam vena torakal internal, yang
terhubung dengan vena brakhiosefalika dalam leher. Vena - vena interkostal
posterior pada sisi kiri akan bergabung dan membentuk vena interkostal
superior kiri, yang akan didrainase ke dalam vena brakhiosefalik kiri. Begitu
pula dengan vena-vena interkostal posterior di sisi kanan dapat bergabung dan
membentuk vena interkostal superior kanan, yang akan mengalir ke dalam
vena azygos.

6
Innervasi dinding toraks terutama oleh nervus interkosta, yang
merupakan ramus anterior nervus spinalis T1 - T11 dan terletak pada spatium
interkostalis di antara rusuk-rusuk yang bersebelahan. Percabangan
terbesarnya adalah cabang kutaneus lateral, yang menembus dinding toraks
lateral dan terbagi menjadi cabang anterior dan cabang posterior yang
menginervasi lapisan kulit di atasnya. Nervus interkostal berakhir sebagai
cabang kutaneus anterior, yang muncul baik secara parasternal, di antara
kartilage kosta yang bersebelahan, ataupun secra lateral terhadap midline,
pada dinding abdomen anterior, untuk menyuplai kulit pada toraks, nervus
interkostal membawa :

 Inervasi somatik motorik kepada otot – otot dinding toraks


( intercostal,
 subcostal, and transversus thoracis muscles )
 Innervasi somatik sensoris dari kulit dan pleura parietal;
 Serabut simpatis postganglionic ke perifer.

Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas
disuplai oleh cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher.
Selain menginnervasi dinding toraks, nervus interkosta juga menginnervasi
area lainnya :

 Ramus anterior T1 berkontribusi ke pleksus brakhialis


 Cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis kedua
berkontribusi kepada innervasi kutaneus permukaan medial
lengan atas
 Nervus interkostal bawah menyuplai otot, kulit, dan
peritoneum dinding abdomen

I.5. Patofisiologi Trauma Thoraks


Patofisiologi cedera toraks meliputi:7

o Perdarahan.
o Kerusakan alveoli/jalan napas/ pleura sehingga udara keluar dari
jalan napas.

7
o Patah tulang iga: timbul rasa nyeri (terjadi gangguan ventilasi) dan
tidak mau batuk (sekret/dahak terkumpul/ tidak bisa keluar). Selain
itu dapat terjadi flail chest bila patah tulang iga jamak dan
segmental (lebih dari 1 tempat).
o Kompresi pada toraks dapat mengaki-batkan terjadinya asfiksia
traumatika.
o Luka ”menghisap” pada dinding dada yang menyebabkan paru
mengempis/ kolaps.

Mekanisme trauma thoraks meliputi:7

o Akselerasi: Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung


dari penyebab trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan
massa dan percepatan (akselerasi) sesuai dengan hukum Newton II.
Kerusakan yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh
yang menerima gaya perusak dari trauma tersebut.
o Deselerasi: Kerusakan terjadi akibat mekanisme deselerasi dari
jaringan. Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba
terhenti akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat
trauma organ-organ dalam keadaan masih bergerak dan gaya yang
merusak terjadi akibat tumbukan pada dinding toraks/rongga tubuh
lain atau oleh karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
o Torsio dan rotasi: Gaya torsio dan rotasi yang terjadi umumnya
diakibat-kan oleh adanya deselerasi organ-organ dalam yang
sebagian strukturnya memiliki jaringan pengikat/terfiksasi.
o Blast injury: Kerusakan jaringan terjadi tanpa adanya kontak
langsung dengan penyebab trauma, sebagai contoh: ledakan
kendaraan saat terjadi kecelakaan lalu lintas (KLL). Gaya merusak
di terima oleh tubuh melalui penghantaran gelombang energi.

I.6. Kasus Kegawatdaruratan yang Terjadi pada Thoraks


I.6.1. Pneumothoraks
A. Definisi

8
Pneumothoraks adalah terkumpulnya udara dalam rongga pleura

B. Klasifikasi dan Etiologi

Berdasarkan luas paru yang kolaps (berdasarkan rontgen thoraks) :8

 Pneumotoraks kecil (<20%)


 Pneumotoraks sedang (20-40%)
 Pneumotoraks besar (>40%)

Berdasarkan penyebabnya :

 Spontan
o Primer : pneumothoraks yang terjadi pada orang sehat tanpa disertai
penyakit paru
o Sekunder : pneumothoraks yang terjadi akibat penyakit paru akut
maupun kronis, contoh : penyakit paru obstruktif kronis, asma, fibrosis
kistik, akibat pneumosistis, kista kongenital, emboli paru
o Katamenial : pneumothoraks yang terjadi pada perempuan muda
selama menstruasi, biasanya pada sisi kanan paru
o Neonatal : pneumothoraks yang terjadi pada neonatus
 Trauma : penetrasi, tumpul
 Iatrogenik : ventilasi mekanik, torakosintesis, biopsi paru, katerisasi vena,
pascabedah
 Lain-lain : perforasi esofagus
C. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, rongga pleura memiliki tekanan negatif. Tekanan


negatif tersebut menyebabkan paru dapat mengembang mengikuti pergerakan
dinding dada pada saat inspirasi dan mengempis sesuai dengan gaya lenting paru
pada saat ekspirasi. Apabila rongga pleura terisi udara, maka tekanan negatif akan
hilang sehingga paru tidak dapat mengembang mengikuti dinding dada dan
cenderung mengecil (recoil) mengikuti gaya lenting yang sesuai dengan sifat
jaringan paru. Semakin luas pneumotoraks, semakin kecil ukuran paru sehingga
menurunkan kapasitas vital paru

9
D. Manifestasi Klinis

Pasien biasanya mengalami sesak nafas dengan riwayat nyeri dada


sebelumnya, dan batuk-batuk. Nyeri dada yang dirasakan bersifat tajam seperti
ditusuk dan sangat sakit. Nyeri biasanya menjalar ke pundak ipsilateral dan
memberat pada saat inspiras (pleuritik). Disertai dada terasa sempit, mudah lelah,
denyut jantung yang cepat, dapat terjadi sianosis.

E. Diagnosis
1) Anamnesis
o Keluhan sesak nafas, nyeri, batuk-batuk;
o Pneumotoraks spontan biasanya muncul saat istirahat;
o Tanyakan dan periksa faktor risiko: perokok, usia 18-40 tahun,
bertubuh tinggi dan kurus, atau kehamilan;
o Riwayat penyakit paru, baik akut maupun kronis. Tanyakan juga
mengenai trauma, jenis trauma, mekanisme, waktu terjadi, dan
sebagainya;
o Tanyakan riwayat pneumotoraks sebelumnya untuk kemungkinan
rekurensi;
o Eksplorasi gejala dan tanda yang telah dijabarkan dalam bagian
manifestasi klinis;
2) Pemeriksaan Fisis Paru
o Inspeksi : rongga dada lebih besar daripada biasa atau normal, bagian
dada yang terkena tertinggal dalam gerak pernapasan (pada saat
ekspirasi)
o Palpasi : fremitus taktil berkurang di sisi yang terkena, krepitasi akibat
emfisema subkutis bila ada hubungan ke subkutis
o Perkusi : hipersonor atau timpanis
o Auskultasi : suara pernapasan berkurang atau menghilang pada daerah
yang terkena, dapat terdengar ronkhi atau wheezing
3) Pemeriksaan Penunjang
o Pada foto toraks PA dapat terlihat bagian toraks yang avaskular, paru
yang kolaps, dan apabila besar tampak pergeseran trakea dan

10
mediastinum ke sisi yang sehat. Tampak gambaran garis Eliis-
Damoiseu pada foto toraks.
o Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dikerjakan adalah analisis gas
darah (untuk mengetahui adanya hipoksemia dan hiperkarbia), CT-
Scan, dan USG.
F. Tatalaksana

Tatalaksana di ruang emergensi meliputi :

o Periksa kondisi ABC (airway, breathing, circulation) dari pasien. Periksa


saturasi oksigen dan tanda vital
o Berikan oksigen 3-4L dengan nasal kanul
o Lakukan pemeriksaan untuk mengetahui luas paru yang mengalami
pneumothoraks
o Apabila pneumothoraks < 15% dan pasien asimtomatis, maka terapi
pilihan adalah dengan observasi disertai pemberian oksigen.
o Apabila pneumothoraks > 15% (atau diperkirakan luas), udara perlu
dikeluarkan dengan WSD (water sealed drainage).

Indikasi pemasangan WSD pada pneumothoraks karena trauma tajam atau


trauma tembus thoraks :

1) Sesak napas atau gangguan napas


2) Bila gambaran udara pada foto toraks lebih dari ¼ rongga toraks
sebelah luar
3) Bila penderita memerlukan anestesia umum oleh karena sebab lain
4) Bila ada pneumotoraks bilateral
5) Bila ada tension pneumotoraks setelah dipungsi
6) Bila ada haemotoraks setelah dipungsi
7) Bila pneumotoraks yang tadinya konservatif pada pemantauan
selanjutnya memburuk
o Pada pasien pneumothoraks sekunder dengan penyakit dasar yang berat
perlu dilakukan torakostomi.

11
o Pleurodesis dilakukan setelah paru mengalami reinflasi untuk mencegah
rekurensi.
o Indikasi tindakan pembedahan pada pasien pneumothoraks (tindakan
bedah dilakukan dengan VATS/Video-assited thoracoscopic surgery atau
torakotomi. Pasien dirujuk ke dokter spesialis bedah toraks dan
kardiovaskular :
 Pneumothoraks rekuren pada sisi ipsilateral
 Pneumothoraks bilateral
 Pasien dengan kebocoran udara persisten lebih dari 7 hari
 Pneumothoraks pertama pada pasien yang memiliki pekerjaan dengan
risiko tinggi (penyelam, pilot)
 Pasien SIDA
o Obat-obatan :
 Diberikan ekspektoran bila terdapat batuk berdahak yang sulit
dikeluarkan, mukus yang terdapat di jalan nafas mengakibatkan lumen
saluran nafas menyempit, sehingga pasien menjadi sesak
 Selalu diberikan antibiotika paling sedikit tiga hari, untuk mencegah
infeksi selama pemasangan WSD atau mencegah infeksi lainnya

I.6.2. Pneumothoraks terbuka


A. Definisi
Pneumothoraks terbuka merupakan gangguan pada dinding dada karena
adanya hubungan langsung antara rongga pleura dan lingkungan sehingga tekanan
atmosfer dan intratorakal segera mencapai titik seimbang. Apabila ukuran luka
pada dinding dada mendekati dua pertiga diameter trakea, udara akan masuk
melalui defek tersebut karena mengikuti resistensi terendah. Hal ini menyebabkan
gangguan ventilasi yang berujung pada hipoksia dan hiperkarbia.

B. Diagnosis dan Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala klinis yang timbul berupa gerakan abnormal jaringan dan
organ dalam mediastinum (bolak-balik atau naik turun) selama gerakan
pernapasan (mediastinal flutter) dan luka menghisap (sucking chest wound). Oleh

12
karena itu, pneumothoraks terbuka dapat didiagnosis tanpa melalui pemeriksaan
fisis.

C. Tata laksana
Tata laksana yang perlu segera dilakukan adalah penutupan luka terbuka
dengan lapisan penutup steril yang cukup lebar menutupi tepi defek dan diplester
pada tiga sisi membentuk efek flutter-type valve. Saat inspirasi, kassa akan
menutup defek dan mencegah udara luar masuk, sedangkan saat ekspirasi bagian
terbuka kasssa akan membuka sehingga udara keluar dari rongga pleura.

Tatalaksana berikutnya adalah pemasangan WSD yang tidak berdekatan


dengan lokasi defek. Lokasi ideal pemasangan WSD adalah setingkat papila
mammae, yakni sela iga V sebelah anterior dari linea midaksilaris ipsilateral.

I.6.3. Tension Pneumothoraks


A. Definisi
Tension pneumothoraks adalah suatu pneumothoraks progresif dan cepat
yang membahayakan jiwa dalam waktu singkat.

B. Etiologi
Penyebab utama berupa ventilasi mekanis dengan ventilasi tekanan positif
pada pasien cedera pleura viseral. Selain itu, dapat terjadi akibat trauma tumpul
dada dimana cedera parenkim paru gagal menutup atau akibat pemasangan kateter
vena subklavia dan jugular interna yang kurang tepat.

C. Patofisiologi
Tension pneumothoraks diakibatkan oleh gangguan pada pleura viseral,
pleura parietal, atau trakea-bronkus sehingga terbentuk fistula dengan katup satu
arah. Udara dapat masuk melalui katup ini tetapi tidka bisa keluar (terperangkap).
Volume udara yang terperangkap meningkat setiap kali inspirasi. Hal tersebut
menyebabkan peningkatan tekanan intrapleural yang progresif. Paru ipsilateral
akan kolaps, mediastinum terdorong ke arah kontralateral sampai menekan paru di
sisi tersebut dan terjadi gangguan balikan darah vena menuju atrium kanan.
Hipoksia dan gangguan balikan darah vena menyebabkan penurunan curah

13
jantung. Akibatnya dapat terjadi hipotensi, gangguan pernapasan, sampai
menimbulkan kematian bila tidak ditangani segera.

D. Manifestasi Klinis
 Pada pasien sadar dapat ditemukan sesak napas progresif dan berat,
sianosis, nyeri dada pleuritik, distres pernapasan, takipnea,
takikardia, agitasi, serta penurunan kesadaran dengan pulsasi nadi
lemah yang berujung pada bradipneu, hipotensi, dan penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hasil yang
serupa pada pneumothoraks pada umumnya. Dapat disertai dengan
tanda pendesakan mediastinum ke arah kontralateral yang terlihat
sebagai deviasi trakea dan distensi vena leher.
 Pada pasien dengan ventilasi mekanik tampak penurunan SpO2
cepat, hipotensi, takikardia, peningkatan tekanan ventilasi,
penurunan bunyi nafas, deviasi trakea, distensi vena leher, dan
sianosis.

E. Tatalaksana
Kasus tersebut tergolong sebagai kegawatdaruratan. Tatalaksana tidak
dapat menunggu konfirmasi radiologis. Tindakan dekompresi harus segera
dilakukan dengan cara insersi jarum pada sela iga II linea midklavikula
hemitorkas ipsilateral. Setelah keadaan tenang, dilanjutkan dengan pemasangan
WSD.9

14
BAB III KESIMPULAN

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Pitojo KG, Tangkilisan A, Monoarfa A. Pola trauma tumpul


toraks non penetrans, penanganan, dan hasil akhir di Instalasi
Rawat Darurat Bedah RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode Januari 2014 – Juni 2016. e-CliniC. 2016;4(2).

2. Stewart R, Rotondo M, Henry S. Advanced trauma life support


(ATLS). 10th ed. American College of Surgeons; 2018. 100–169
p.

3. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed.


Jakarta: EGC; 2010.

4. Sellke FW. Sabiston & Spencer Surgery of the Chest. 9th ed.
Philadelphia: Elsevier Inc.; 2019.

5. Townsend CM. Sabiston Textbook of Surgery. 20th ed.


Philadelphia: Elsevier Inc.; 2017.

6. Drake R. Gray’s Atlas of Anatomy. 3rd ed. Philadelphia:


Elsevier Saunders; 2020.

7. Labora JR, Kristanto EG, Siwu JF. Pola Cedera Toraks Pada
Kecelakaan Lalu Lintas Yang Menyebabkan Kematian Di
Bagian Forensik Dan Medikolegal Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou
Periode Januari 2013- Januari 2014. J Biomedik. 2015;7(1):42–
7.

8. Brunicardi FC. Schwartsz’s Principles of Surgery. 10th ed. Los


Angeles: Mc Graw Hill Education Lange; 2016.

9. Farquharson M. Farquharson’s Textbook of Operative General


Surgery. 10th ed. Boca Raton: CRC Press; 2015.

16
17

Anda mungkin juga menyukai