Referat - Stase Ilmu Bedah Rsijkp
Referat - Stase Ilmu Bedah Rsijkp
TRAUMA THORAKS
Pembimbing:
Disusun Oleh:
2015730129
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan pembuatan referat yang
berjudul Trauma Thoraks.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada tim pengajar FKK
Universitas Muhammadiyah Jakarta dan rekan-rekan yang telah membantu
penulis dalam pembuatan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat berguna bagi kita semua, khususnya bagi dokter
muda yang sedang menjalani stase ilmu bedah.
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................I
DAFTAR ISI...........................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
2.1. Definisi..................................................................................................2
2.2. Epidemiologi..........................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................10
II
BAB I
PENDAHULUAN
Kurang dari 10% kasus trauma tumpul thoraks dan 15-30% trauma
tembus thoraks memerlukan tindakan bedah (umumnya thorakoskopi atau
torakotomi). Beberapa kasus kegawat daruratan yang terjadi pada thoraks
terutama yang disebabkan oleh trauma seperti, obstruksi jalan napas,
hemothoraks massif, tamponade jantung, tension pneumotoraks, open
pneumothorax, dan flail chest.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.2. Definisi
Trauma adalah kejadian yang bersifat holistik dan menyebabkan
hilangnya produktivitas seseorang. Trauma toraks adalah luka atau cedera
yang mengenai rongga toraks atau dada yang dapat menyebabkan kerusakan
pada dinding toraks ataupun isi dari cavum thoraks (rongga dada) yang
disebabkan oleh benda tajam atau tumpul dan dapat menyebabkan keadaan
sakit pada dada. 2,3
I.3. Epidemiologi
Trauma toraks merupakan penyebab kematian utama pada kelompok
umur dibawah 35 tahun. Trauma toraks terjadi hampir 50% dari seluruh kasus
kecelakaan. 20-25% dari kasus trauma yang diterima rumah sakit berkaitan
dengan kematian. Di Indonesia, trauma merupakan penyebab kematian nomor
empat, tetapi pada kelompok umur 15-25 tahun, trauma merupakan penyebab
kematian utama. Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas yang umumnya berupa trauma tumpul (90%).1,4,5
Tulang - tulang yang elastis dan otot - otot pernapasan menyokong dan
mengelilingi rongga toraks. Tiga dari bagian ruangan kompartemen ditempati
oleh dua buah paru - paru dengan lima segmennya yang terhubung oleh
struktur vaskuler kearah pusat kompartemen kardiovaskuler. Sebagai
2
tambahan, trakea dan bronkus menghubungkan paru - paru dan pharynk, dan
beberapa saraf di dalam rongga toraks.6
Dinding toraks terdiri dari elemen tulang dan otot – otot. Bagian
posterior disusun oleh dua belas tulang vertebrae toraks. Bagian lateral
dibentuk oleh tulang costa ( masing – masing 12 pada setiap sisi ) dan 3
lapisan dari otot – otot datar yang membentang pada ruang intercosta antara
tulang osta yang berdeekatan, menggerakkan kosta dan memberikan kekuatan
pada ruang interkosta. Bagian depan dibatasi oleh sternum yang terdiri dari
manubrium sternum, body sternum dan processus xiphoideus.6
3
Gambar 2. Batas Tulang pada Dinding Toraks
4
otot di antara vertebra dan tulang rusuk secara posterior ( m.levatores
costarum, m.serratus posterior superior, dan m.serratus posterior inferior)
merubah posisi tulang rusuk dan sternum sehingga merubah volume torakal
selama bernapas. Otot-otot ini juga memperkuat dinding thorakal.
Muskulus interkostal merupakan tiga otot pipih yang terdapat pada tiap
spatium interkostalis yang berjalan di antara tulang rusuk yang bersebelahan.
Setiap otot pada kelompok otot ini dinamai berdasarkan posisi mereka
masing-masing:
Pembuluh-
5
Arteri interkostal posterior berasal dari pembuluh-pembuluh yang
berhubungan dengan dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal posterior
yang paling atas pada tiap sisinya berasal dari arteri interkostal suprima, yang
turun memasuki toraks sebagai percabangan trunkus kostoservikal pada leher.
Trunkus kostoservikal merupakan suatu cabang posterior dari arteri
subklavian. Sembilan pasang arteri interkostal posterior sisanya berasal dari
permukaan posterior aorta torakalis. Oleh karena aorta terletak pada sisi kiri
kolumna vertebralis, maka pembuluh-pembuluh interkostal posterior berjalan
menuju sisi kanan dinding toraks dengan menyeberang midline anterior dari
badan vertebra, sehingga pembuluh ini lebih panjang daripada pembuluh pada
sisi kiri. Selain memiliki banyak percabangan yang menyuplai berbagai
komponen dinding toraks, arteri interkostal posterior juga memiliki
percabangan yang mengiringi cabang kutaneus lateral dari nervus interkostal
yang menuju area superfisial.
Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola
suplai arterialnya. Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan
didrainase menuju sistem vena atau ke dalam vena torakal internal, yang
terhubung dengan vena brakhiosefalika dalam leher. Vena - vena interkostal
posterior pada sisi kiri akan bergabung dan membentuk vena interkostal
superior kiri, yang akan didrainase ke dalam vena brakhiosefalik kiri. Begitu
pula dengan vena-vena interkostal posterior di sisi kanan dapat bergabung dan
membentuk vena interkostal superior kanan, yang akan mengalir ke dalam
vena azygos.
6
Innervasi dinding toraks terutama oleh nervus interkosta, yang
merupakan ramus anterior nervus spinalis T1 - T11 dan terletak pada spatium
interkostalis di antara rusuk-rusuk yang bersebelahan. Percabangan
terbesarnya adalah cabang kutaneus lateral, yang menembus dinding toraks
lateral dan terbagi menjadi cabang anterior dan cabang posterior yang
menginervasi lapisan kulit di atasnya. Nervus interkostal berakhir sebagai
cabang kutaneus anterior, yang muncul baik secara parasternal, di antara
kartilage kosta yang bersebelahan, ataupun secra lateral terhadap midline,
pada dinding abdomen anterior, untuk menyuplai kulit pada toraks, nervus
interkostal membawa :
Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas
disuplai oleh cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher.
Selain menginnervasi dinding toraks, nervus interkosta juga menginnervasi
area lainnya :
o Perdarahan.
o Kerusakan alveoli/jalan napas/ pleura sehingga udara keluar dari
jalan napas.
7
o Patah tulang iga: timbul rasa nyeri (terjadi gangguan ventilasi) dan
tidak mau batuk (sekret/dahak terkumpul/ tidak bisa keluar). Selain
itu dapat terjadi flail chest bila patah tulang iga jamak dan
segmental (lebih dari 1 tempat).
o Kompresi pada toraks dapat mengaki-batkan terjadinya asfiksia
traumatika.
o Luka ”menghisap” pada dinding dada yang menyebabkan paru
mengempis/ kolaps.
8
Pneumothoraks adalah terkumpulnya udara dalam rongga pleura
Berdasarkan penyebabnya :
Spontan
o Primer : pneumothoraks yang terjadi pada orang sehat tanpa disertai
penyakit paru
o Sekunder : pneumothoraks yang terjadi akibat penyakit paru akut
maupun kronis, contoh : penyakit paru obstruktif kronis, asma, fibrosis
kistik, akibat pneumosistis, kista kongenital, emboli paru
o Katamenial : pneumothoraks yang terjadi pada perempuan muda
selama menstruasi, biasanya pada sisi kanan paru
o Neonatal : pneumothoraks yang terjadi pada neonatus
Trauma : penetrasi, tumpul
Iatrogenik : ventilasi mekanik, torakosintesis, biopsi paru, katerisasi vena,
pascabedah
Lain-lain : perforasi esofagus
C. Patofisiologi
9
D. Manifestasi Klinis
E. Diagnosis
1) Anamnesis
o Keluhan sesak nafas, nyeri, batuk-batuk;
o Pneumotoraks spontan biasanya muncul saat istirahat;
o Tanyakan dan periksa faktor risiko: perokok, usia 18-40 tahun,
bertubuh tinggi dan kurus, atau kehamilan;
o Riwayat penyakit paru, baik akut maupun kronis. Tanyakan juga
mengenai trauma, jenis trauma, mekanisme, waktu terjadi, dan
sebagainya;
o Tanyakan riwayat pneumotoraks sebelumnya untuk kemungkinan
rekurensi;
o Eksplorasi gejala dan tanda yang telah dijabarkan dalam bagian
manifestasi klinis;
2) Pemeriksaan Fisis Paru
o Inspeksi : rongga dada lebih besar daripada biasa atau normal, bagian
dada yang terkena tertinggal dalam gerak pernapasan (pada saat
ekspirasi)
o Palpasi : fremitus taktil berkurang di sisi yang terkena, krepitasi akibat
emfisema subkutis bila ada hubungan ke subkutis
o Perkusi : hipersonor atau timpanis
o Auskultasi : suara pernapasan berkurang atau menghilang pada daerah
yang terkena, dapat terdengar ronkhi atau wheezing
3) Pemeriksaan Penunjang
o Pada foto toraks PA dapat terlihat bagian toraks yang avaskular, paru
yang kolaps, dan apabila besar tampak pergeseran trakea dan
10
mediastinum ke sisi yang sehat. Tampak gambaran garis Eliis-
Damoiseu pada foto toraks.
o Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dikerjakan adalah analisis gas
darah (untuk mengetahui adanya hipoksemia dan hiperkarbia), CT-
Scan, dan USG.
F. Tatalaksana
11
o Pleurodesis dilakukan setelah paru mengalami reinflasi untuk mencegah
rekurensi.
o Indikasi tindakan pembedahan pada pasien pneumothoraks (tindakan
bedah dilakukan dengan VATS/Video-assited thoracoscopic surgery atau
torakotomi. Pasien dirujuk ke dokter spesialis bedah toraks dan
kardiovaskular :
Pneumothoraks rekuren pada sisi ipsilateral
Pneumothoraks bilateral
Pasien dengan kebocoran udara persisten lebih dari 7 hari
Pneumothoraks pertama pada pasien yang memiliki pekerjaan dengan
risiko tinggi (penyelam, pilot)
Pasien SIDA
o Obat-obatan :
Diberikan ekspektoran bila terdapat batuk berdahak yang sulit
dikeluarkan, mukus yang terdapat di jalan nafas mengakibatkan lumen
saluran nafas menyempit, sehingga pasien menjadi sesak
Selalu diberikan antibiotika paling sedikit tiga hari, untuk mencegah
infeksi selama pemasangan WSD atau mencegah infeksi lainnya
12
karena itu, pneumothoraks terbuka dapat didiagnosis tanpa melalui pemeriksaan
fisis.
C. Tata laksana
Tata laksana yang perlu segera dilakukan adalah penutupan luka terbuka
dengan lapisan penutup steril yang cukup lebar menutupi tepi defek dan diplester
pada tiga sisi membentuk efek flutter-type valve. Saat inspirasi, kassa akan
menutup defek dan mencegah udara luar masuk, sedangkan saat ekspirasi bagian
terbuka kasssa akan membuka sehingga udara keluar dari rongga pleura.
B. Etiologi
Penyebab utama berupa ventilasi mekanis dengan ventilasi tekanan positif
pada pasien cedera pleura viseral. Selain itu, dapat terjadi akibat trauma tumpul
dada dimana cedera parenkim paru gagal menutup atau akibat pemasangan kateter
vena subklavia dan jugular interna yang kurang tepat.
C. Patofisiologi
Tension pneumothoraks diakibatkan oleh gangguan pada pleura viseral,
pleura parietal, atau trakea-bronkus sehingga terbentuk fistula dengan katup satu
arah. Udara dapat masuk melalui katup ini tetapi tidka bisa keluar (terperangkap).
Volume udara yang terperangkap meningkat setiap kali inspirasi. Hal tersebut
menyebabkan peningkatan tekanan intrapleural yang progresif. Paru ipsilateral
akan kolaps, mediastinum terdorong ke arah kontralateral sampai menekan paru di
sisi tersebut dan terjadi gangguan balikan darah vena menuju atrium kanan.
Hipoksia dan gangguan balikan darah vena menyebabkan penurunan curah
13
jantung. Akibatnya dapat terjadi hipotensi, gangguan pernapasan, sampai
menimbulkan kematian bila tidak ditangani segera.
D. Manifestasi Klinis
Pada pasien sadar dapat ditemukan sesak napas progresif dan berat,
sianosis, nyeri dada pleuritik, distres pernapasan, takipnea,
takikardia, agitasi, serta penurunan kesadaran dengan pulsasi nadi
lemah yang berujung pada bradipneu, hipotensi, dan penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hasil yang
serupa pada pneumothoraks pada umumnya. Dapat disertai dengan
tanda pendesakan mediastinum ke arah kontralateral yang terlihat
sebagai deviasi trakea dan distensi vena leher.
Pada pasien dengan ventilasi mekanik tampak penurunan SpO2
cepat, hipotensi, takikardia, peningkatan tekanan ventilasi,
penurunan bunyi nafas, deviasi trakea, distensi vena leher, dan
sianosis.
E. Tatalaksana
Kasus tersebut tergolong sebagai kegawatdaruratan. Tatalaksana tidak
dapat menunggu konfirmasi radiologis. Tindakan dekompresi harus segera
dilakukan dengan cara insersi jarum pada sela iga II linea midklavikula
hemitorkas ipsilateral. Setelah keadaan tenang, dilanjutkan dengan pemasangan
WSD.9
14
BAB III KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
4. Sellke FW. Sabiston & Spencer Surgery of the Chest. 9th ed.
Philadelphia: Elsevier Inc.; 2019.
7. Labora JR, Kristanto EG, Siwu JF. Pola Cedera Toraks Pada
Kecelakaan Lalu Lintas Yang Menyebabkan Kematian Di
Bagian Forensik Dan Medikolegal Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou
Periode Januari 2013- Januari 2014. J Biomedik. 2015;7(1):42–
7.
16
17